• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PLB 0908951 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PLB 0908951 Chapter1"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak tunagrahita sebagai mahluk sosial akan selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya.Keterampilan sosial berkembangmelalui hubungan individu dengan orangtua atau orang lain di dalam keluarganya, kemudian diperluas ke luar rumah atau keluarganya. Dunia sosial anak meluas dari lingkungan rumah hingga sekolah, dan kawan-kawan sebaya. Hubungan dengan teman sebaya dapat membuat anak menilai dirinya sendiri, menyampaikan pendapat mereka dan berdiskusi tentang pandangan mereka yang berbeda.

Cowie and Wellace (2000 : 8) menemukan bahwa dukungan teman sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial. Berndt (1999) mengakui bahwa tidak semua teman dapat memberikan keuntungan bagi keterampilan. Keterampilan individu akan terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan bersifat suportif.

(2)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendidikan dasar bagi anak tunagrahita tidak terbatas di SLB saja. Sekarang sudah ada pendidikan inklusi, dimana di sekolah ini anak tunagrahita dapat lebih mengenal dan membiasakan diri untuk belajar, bermain maupun bekerja bersama-sama dengan teman sebayanya. Sebaliknya anak lainnya maupun masyarakat dapat mengenal keadaan anak berkebutuhan khusus, terutama anak tunagrahita ringan. Diyakini bahwa anak berkebutuhan khusus dapat mengisi hari-hari belajarnya dengan lebih bermanfaat jika mereka ditempatkan di kelas reguler.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah keterampilan individu dapat optimal apabila ada interaksi antara faktor bawaan dari individu itu dengan lingkungannya. Dalam suasana demikian anak berkebutuhan khusus dapat dirangsang untuk lebih berprestasi sesuai dengan kemampuannya dengan menciptakan lingkungan yang kondusif.

Keterampilan sosial anak tunagrahita ringan memang lebih lambat apabila dibandingkan dengan keterampilan sosial anak pada umumnya. Faktor yang menyebabkan keterampilan diri pribadi anak tunagrahita ringan sulit melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungan, kegiatan tertentu, atau pekerjaan disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu keterampilan sosial anak tunagrahita ringan sebaiknya dilakukan sejak masa kanak-kanak, bersaman dengan konsep diri yang positif, hubungan sesama teman, dan penyesuaian sosial secara umum.

(3)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(bukan sebaya) (Santrock, 2004 :287).Hubungan yang baik di antara teman sebaya akan sangat membantu keterampilansosial anak secara normal.

Anak tunagrahita ringan yang dimasukkan ke Sekolah Dasar yang memberikan layanan pendidikan Inklusif, diharapkan dapat meniru perilaku teman sebayanya yang positif. Walaupun sebagian anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk bergaul dengan teman sebaya dan kurang terampil dalam berkomunikasi, maka diharapkan sedikit demi sedikit anak dapat meniru sikap positif teman sebayanya, sehingga keterampilan sosial anak tunagrahita ringan akan berkembang dengan baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mencoba meneliti dan menggali keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi.

B. Fokus Masalah

Penelitian ini difokuskan untuk meneliti keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di SDN Geger Kalong Girang II. Dengan tujuan menjawab pertanyaan bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang secara langsung berinteraksi dengan anak-anak pada umumnya di sekolah dasar inklusi ?

Alasan peneliti memilih fokus kajian di atas didasarkan pada pemikiran bahwa belum diketahui dengan jelas bagaimana kondisi sosial anak tunagrahita ringan setelah mendapatkan layanan pendidikan inklusif.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian diatas, peneliti memiliki batasan

masalah yang akan diteliti, yaitu tentang “ bagaimana keterampilan sosial

anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi “ yang secara rinci dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan dan hambatan sosial anak tunagrahita ringan saat pertama masuk Sekolah Dasar ?

(4)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimana keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan selama berada di Sekolah Dasar ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Untuk tujuan umum dari penelitian ini yaitu, dengan adanya sekolah inklusi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sosial anak tunagrahita ringan yang secara langsung berinteraksi dengan anak-anak pada umumnya di sekolah, sehingga anak tunagrahita ringan dapat mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan lebih baik.

2. Tujuan Khusus

Peneliti ingin memperoleh gambaran tentang perkembangan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang bersekolah diSekolah Dasar Inklusi.

3. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan kajian dalam mengembangkan pendidikan dalam setting inklusi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan mengenai pola interaksi siswa tunagrahita ringan dengan siswa lain di sekolah, serta keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang bersekolah di Sekolah Dasar Inklusi.

b. Bagi orangtua, sebagai pertimbangan dalam memasukkan anak tunagrahita ringan ke Sekolah Dasar.

(5)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(6)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keterampilan Sosial

1. Definisi Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Faktor-faktor pribadi (personal), kognitif (cognitive), perilaku (behavior) dan lingkungan (environment) mempunyai hubungan timbal balik, bukan searah dalam perkembangan sosial anak, dan Vigostsky meyakini pengalaman interaksi sosial sangat penting bagi perkembangan proses berpikir anak atau kognitifnya (Santrock, 2007). Dari teori tersebut di atas maka melahirkan beberapa definisi tentang keterampilan sosial, diantaranya sebagai berikut :

Mussen, at al(Lismayanti, 2008) menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk mengacu pada tindakan moral yang diekspresikan secara kultural, seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

Selanjutnya menurut Cartledge dan Milburn (Syaodih, 2007: 50) menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang saat memecahkan masalah sehingga dapat beradaptasi secara harmonis dengan masyarakat disekitarnya. Keterampilan sosial juga melibatkan faktor-faktor afektif, terutama dalam pengungkapan keterampilan tesebut.

(7)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lingkungan sosial yang merupakan persyaratan bagi penyesuaian yang baik, kehidupan yang memuaskan dan dapat diterima oleh masyarakat.

Secara singkat Setiawati (2008) mengungkapkan bahwa keterampilan sosial pada anak adalah satu hal penting dalam membantu anak untuk bisa mempunyai teman dan berinteraksi dengan orang lain, serta membantu perkembangan anak dalam menjalani tugas perkembangannya.

Senada dengan pernyataan sebelumnya, Nasution (2010) menyebutkan bahwa keterampilan sosial anak merupakan cara anak dalam melakukan interaksi, baik dalam bertingkah laku maupun dalam hal berkomunikasi dengan orang lain.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa :

 Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara baik sehingga mudah diterima sesuai dengan harapam lingkungan.

 Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menyeimbangkan kemampuan proses berpikir atau kognitif yang diekspresikan secara kultural, seperti berbagi, membantu seseorang yang sedang membutuhkan, dan mengungkapkan simpati.

2. Jenis-jenis Keterampilan Sosial

Beaty (Afiaty dalam Lismayati, 2008) menyebutkan bahwa keterampilan sosial atau disebut juga prosocial behaviormencakup perilaku-perilaku seperti :

(8)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Kemurahan hati atau kedermawanan yang didalamnya anak-anak berbagi dan memberikan barang sesuatu miliknya kepada seseorang.

c. Kerjasama yang didalamnya anak-anak mengambil giliran atau bergantian menuruti perintah secara suka rela tanpa menimbulkan pertengkaran.

d. Memberikan bantuan yang didalamnya anak-anak membantu seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan.

Menurut Hurlock (1996: 118) pola-pola perilaku sosial yang ditampilkan anak-anak adalah sebagai berikut:

a. Meniru, agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat dikaguminya.

b. Persaingan, keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang lain tampak pada usia empat tahun. Ini dimulai dirumah dan kemudian berkembang dalam bermain dengan anak diluar rumah. c. Kerjasama, pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan

kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat baik dalam frekuensi dan lamanya berangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermaindengan anak lain.

d. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang lain maka hal ni hanya kadang-kadang timbul sebelum tiga tahun, semakin banyak kontak bermain, semakin cepat simpati akan berkembang.

e. Dukungan sosial, menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, dukungan dari teman-teman menjadi lebih penting dari pada persetujuan orang-orang dewasa. Anak beranggapan bahwa perilaku nakal merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya.

(9)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan membagi miliknya, terutama mainan unuk anak lain. Lambat laun sifat mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat murah hati.

g. Perilaku akrab, anak yang pada saat bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang hangat, erat, dan personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang diluar rumah, seperti guru atau benda mati seperti mainan kesukaannya atau bahkan selimut. Benda-benda ini disebut “objek kesayangan”.

Dari uraian diatas menunjukan bahwa pada masa kanak-kanak (SD) kondisi sosial anak-anak masih sangat rentan dan membutuhkan stimulasii yang berkesimambungan yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya dan didukung dengan lingkungan yang kondusif, agar potensi keterampilan sosial yang sudah ada dapat dikembangkan secara optimal. Seperti, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pengetahuan dan pengalamannya melalui kegiatan yang bermanfaat baik dirumah ataupun disekolah.

Keterampilan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.

(10)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Tahap-Tahap Keterampilan Sosial

Secara umum tahap keterampilan sosial anak antara lain terdapat dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1

Tahap-Tahap Keterampilan Sosial

Usia Kemampuan

1 – 2 Tahun  Mengenali diri sendiri di kaca atau gambar / foto  Menyebut diri dengan nama sendiri

 Bermain sendiri, memulai permainanya sendiri  Meniru tingkah laku orang dewasa dalam bermain.  Membantu membereskan atau menyimpan benda-benda.

 Dapat mengekspresikan senyuman sosial, senyuman kesenangan, kehati-hatian, keheranan, kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan malu.

2-3 Tahun  Meniru perilaku tertentu orang dewasa.

 Mampu menyatakan keinginannya bila ingin buang air kecil atau buang air besar.

 Mampu menyatakan tidak atau menolak sesuatu.

 Bermain bersama dengan teman-teman tapi masih bermain sendiri dan tidak saling berinteraksi.

 Dapat berpisah dengan orangtua tanpa menangis  Dapat dihibur dan diberi pengertian

 Menunjukkan rasa ingin tahu.

 Mengikuti kegiatan kelompok yang sederhana (misalnya manyanyi, bertepuk tangan, menari).

(11)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3-4 Tahun  Ikut bermain atau berinteraksi dengan anak-anak lain.  Dapat menunggu giliran

 Dapat mengucapkan salam  Dapat mengucapkan terima kasih  Dapat meminta maaf

 Bertanggung jawab pada barang-barang pribadi

 Dapat memperlihatkan perhatian dan kasih sayang dengan sesama teman.

 Dapat mengikuti aturan dan rutinitas.  Dapat berinteraksi dengan guru.

 Dapat berpisah dengan orang tua tanpa menangis.  Dapat dihibur dangan diberi perhatian.

 Menunjukan rasa ingin tahu.

4-5 Tahun  Ikut bermain dan berinteraksi dengan anak-anak lain.  Tidak mencari perhatian secara berlebihan.

 Tidak egois

 Menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap teman dan binatang.

 Dapat mengikuti permainan drama yang mendekati kenyataan.  Menunjukan perhatian waktu,ruang dan detail yang kecil-kecil.  Menunjukan perhatian dalam mengeksplorasi perbedaan jenis

kelamin.

 Dapat menunggu giliran.  Dapat mengucapkan salam.  Dapat mengucapkan terima kasih.

 Dapat meminta maaf, bila melakukan kesalahan.  Dapat mengikuti aturan dan rutinitas.

 Dapat bertangung jawab terhadap barang-barang pribadi.  Dapat menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap teman.  Dapat mengunakan alat-alat dengan benar.

(12)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

 Dapat bertengang rasa.

 Dapat memimpin dan dipimpin.  Berani tampil didepan teman

 Dapat bekerja sama dengan kelompok  Dapat membedakan yang baik dan buruk. 5- 6 Tahun  Dapat memilih teman sendiri

 Mempunyai kelompok bermain yang cenderung kecil dan kelompok tersebut cepat berganti-ganti

 Dapat menyadari peran jenis kelamin.  Dapat menyelesaikan konflik sederhana  Dapat memimpin dan di pimpin

 Berani tampil di depan teman- temanya  Dapat bekerja sama dengan teman- temanya  Dapat bekerja sama dengan kelompok

 Dapat membedakan yang baik dan yang buruk  Dapat bermain mainan kompetensi

 Tidak mencari perhatian secara berlebihan  Tidak egois

 Menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap tanaman dan binatang

6-12 Tahun  Hubungan dengan keluarga dan teman sebaya semakin meningkat.  Mulai membandingkan dirinya dengan orang lain

 Mulai ingin diterima sebagai anggota kelompok  Mulai memilih-milih teman.

 Senang meniru pakaian atau perilaku orang yang lebih tua  Dapat mengikuti aturan walaupun bertentangan dengan dirinya  Meluasnya minat dan kegiatan untuk bermain

 Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya

 Mulai mengembangkan perasaan untuk memahami pemikiran dan perasaan orang lain.

(13)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

 Mulai berkembang rasa keingintahuan akan hal yang baru dan dan berbeda

 Mulai mengerti penilaian teman terhadap dirinya.

Tabel 2.2

Harapan Normal Keterampilan Sosial Anak

Tingkat

Keterampilan Keterampilan Sosial

Masa Kecil

(0-2 tahun)

Ketergantungan kepada keterlibatan seluruh anggota keluarga

Masa Kanak-Kanak Usia Dini

(2-5 tahun)

Anak merupakan pusat perhatian. Dimulai dengan rasa persahabatan. Tidak ada perbedaan seksual atau rasial dalam permainan yang dipilih. Tidak ada rasa keraguan. Saat ini berkembang hasrat hati untuk bermain dengan orang lain daripada sendirian.

Masa Kanak-Kanak Usia Seks

Pertengahan

(5-8 tahun)

Dalam bermain dan berteman diidentifikasikan dengan sesama teman lain. Pasangan bermain merupakan hal yang banyak pengaruhnya. Membutuhkan rasa memiliki dan dimiliki.

Bermain dalam bentuk kerjasama dengan teman-teman lainnya. Dimulainya rasa kebebasan atau keinginan untuk tidak terikat pada keluarganya.

Masa Akhir Kanak-Kanak

(8-11 tahun)

(14)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

permainan yang bersifat kompetisi dan beregu. Lawan seks mulai ditiadakan dalam bermain. Sangat tertarik pada pendidikan seks dan perbedaan-perbedaan seks mulai berkembang.

Masa Anak Remaja

(11 – 14 tahun)

Status dirinya diantara sesama temannya menonjol ditampak-tampakkan dalam perilakunya. Dimulainya usaha mengadakan janji-janji dengan teman. Penampilan pribadi mulai nampak sangat penting. Sangat tertarik pada keterampilan tubuhnya serta seks, dan dimulainya pengalaman-pengalaman yang bersifat seksual.

B. Konsep Anak Tunagrahita 1. Pengertian Anak Tunagrahita

Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian tunagahita pun bermacam-macam.

Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.

(15)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut A. Salim Choiri dan Ravik Karsidi (1999:47) “Anak tunagrahita adalah anak dimana perkembangan mental tidak berlangsung secara normal, sehingga sebagai akibatnya terdapat ketidak mampuan dalam bidang intelektual, kemauan, rasa, penyesuaian sosial dan sebagainya”.

Menurut Tjutju Somantri (1995: 159) menyatakan bahwa

“Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasan

mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang

optimal”.

Sedangkan menurut Mohamad Amin (1995: 116) adalah sebagai

berikut “Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada

dibawah rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereke kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, hal-hal yang menggunakan simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam penyesuaian diri dengan

lingkungannya”.

American Association On Mental Deficiency (ADMD) mengungkapkan bahwa tunagrahita yaitu :

1. Anak yang fungsi intelektualnya lamban yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes intelegensi buku.

2. Kekurangan dalam perilaku adaptif

3. Terjadi pada masa perkembanganyaitu antara masa perkembangan yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun (Japan League for The Mentally Retarded, 1992: 22)

(16)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga mempunyai ketidakmampuan dalam bidang intelektual, kemauan, rasa,penyesuaian diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam berpikir hal-hal yang abstrak sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri didalam masyarakat meskipun dengan cara yang sederhana.

2. Klasifikasi Tunagrahita

Anak tunagrahita memiliki beberapa klasifikasi, yaitu : 1) Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang memiliki IQ 50-75, mereka mampu dididik tetapi tidak mampu mengikuti pendidikan pada program sekolah biasa (Mohammad Effendi, 2006: 90). Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik tunagrahita ringan pada saatnya akan memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri dan dapat hidup mandiri.

2) Tungrahita Sedang

Tunagrahita sedang atau mampu latih adalah anak yang memiliki IQ 25-50, mereka hanya mampu dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktifitas dan kehidupan sehari-hari (Mohammad Effendi, 2006 : 90)

3) Tunagrahita Berat

Tunagrahita berat atau mampu rawat memiliki IQ 0-25, mereka tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk menguruds kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, anak tunagrahita berat atau mampu rawat ini merupakan anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan hidup sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (Mohammad Effendi, 2006 : 90).

3. Karakteristik dan Penyebab Tunagrahita

Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik dan mendapatkan pelayanan pendidikan yang bervariasi, disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki anak.

(17)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Fisik (Penampilan)

 Hampir sama dengan anak normal  Kematangan motorik lambat  Koordinasi gerak kurang

 Anak tunagrahita berat dapat kelihatan

2. Intelektual

 Sulit mempelajari hal-hal akademik.

 Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.

 Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50

 Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3

– 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.

3. Sosial dan Emosi

 Bergaul dengan anak yang lebih muda.  Suka menyendiri

 Mudah dipengaruhi  Kurang dinamis

 Kurang pertimbangan/kontrol diri  Kurang konsentrasi

 Mudah dipengaruh

 Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.

Sedangkan karateristik tunagrahita menurut tingkatnya yaitu : 1. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

(18)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Karakteristik anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang pembendaharaan kata, mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak yang berumur 12 tahun, sebagian tidak dapat mencapai umur kecerdasan seperti itu.

2. Karakteristik anak Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Keterampilan bahasanya lebih terbatas, tetapi dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 tahun atau 8 tahun. R. P. Mandey and Jhon Wiles (1959)

menyatakan : “imbeciles have the intelligence of a child of up seven years.”

Maksudnya ialah anak tunagrahita sedang dapat mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak normal usia tujuh tahun.

3. Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat berat

Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC dan sebagainya harus dibantu). Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi dengan lingkungan sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-katanya dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seseorang anak tunagrahita berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.

Karakteristik anak tunagrahita menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam proyek pusat pengembangan guru tertulis tahun 1995 – 1996, ada 7 karakteristik, diantaranya :

(19)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Selalu mengeluarkan air liur dan tampak bengong 3) Tidak dapat mengurus diri sesuai dengan usia 4) Perkembangan bicara atau bahasa terlambat

5) Tidak ada atau kurang sekali perhatian terhadap lingkungan 6) Koordinasi gerakan kurang, gerakan tidak terkendali

7) Perkembangan fungsi pengelihatan, kemampuan berfikir lambat

4. Penyebab tunagrahita

Penyebab tunagrahita menurut Mulyono Abdurrahman (1994:30). Ada beberapa faktor penyebab, antara lain :

1) Genetik

Penentuan dibidang Biokimia dan Genetik telah memberikan penjelasan tentang tunagrahita. Penyebab tunagrahita karena Biokimia atau Biochemical disorders dan Abnormalitas kromosom atau chromosomal Abnormalmalities.

a) Kerusakan Biokimia

Menurut Waiman dan Gerriksen yang dikutip oleh Krik dan Galagher (dalam Mulyono Abdurrahman 1994:31) pada saat ini ada lebih dari 90 penyakit yang dapat menyebabkan kelainan metabolisme sejak kelahirann, hal tersebut dapat diturunkan secara genetika dalam arti penurunan sifat.

b) Kerusakan Abnormalitas Kromosomal

Paling umum ditemukan Sindroma Down atau Sindroma Mongol Lejeune. Geuter dan Turpin 1959 menemukan pada anak sindroma down memiliki 47 kromosom karena pasangan kromosom ke 21 terdiri dari 3 kromosom. Kelainan tersebut terletak pada kromosom nomor 3 pada pasangan ke 21.

2) Sebab-sebab pada masa prenatal a) Infeksi Rubella (Cacar)

(20)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b) Faktor Rhisus (Rh)

Rh positif bersatu dalam suatu aliran darah, maka akan terbentuk aglutinin yang menyebabkan sel darah menggumpal dan menghabiskan sel-sel yang tidak dewasa.

3) Sebab-sebab pada natal

Yaitu pada saat kelahiran sesak nafas, luka pada saat kelahiran prematuritas. Kerusakan otak sesak nafas karena kekurangan oksigen.

4) Sebab-sebab pada masa postnatal

Penyakit akibat infeksi dan probem nutrisi. Penyakit enchephalitis dan meningitis. Enchephalitis suatu pandangan sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus tertentu.

Meningitis suatu kondisi yang berasal dari infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan pada selaput otak dan menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat.

5) Sosiokultural

Manusia bisa mengaktualisasikan sifat-sifat kemanusiaannya hanya jika ia berada dalam lingkungan manusia. Lingkungan sosial, budaya mempengaruhi perkembangan intelektual.

5. Hambatan Sosial Anak Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita memiliki beberapa hambatan. Hambatan yang ada pada anak tunagrahita meliputi masalah pendidikan dan kehidupan sosial di dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Hambatan anak tunagrahita menurut Moh. Amin (1995:4) dengan keterbatasan yang ada dan daya kemampuan yang dimiliki anak tunagrahita memunculkan berbagai hambatan. Kemungkinan – kemungkinan hambatan yang dihadapai anak tunagrahita dalam konteks pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Hambatan dalam kehidupan sehari-hari 2) Hambatan belajar

3) Masalah penyesuaian diri

(21)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5) Hambatan kepribadian dan emosi 6) Hambatan pemanfaatan waktu luang

Hambatan dalam penyesuaian diri ini berkaitan dengan masalah atau kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu sekitarnya. Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita jelas-jelas berada dibawah rata-rata normal, maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan.

Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya atau dibawahnya, dan tidak dapat bersaing dengan teman sebayanya. Anak tidak dapat mengurus diri sendiri, memelihara dan memimpin diri, sifat ketergantungan pada orang lain sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi. Jika tidak dibimbing dan diawasi mereka dapat terjerumus ke dalam perilaku yang negatif atau melanggar norma agama dan norma yang berlaku di masyarakat seperti mencuri, merusak, penggunaan narkoba, pelanggaran seksual dan lainnya.

Keterampilan sosial anak tunagrahita lebih banyak dikondisikan oleh orang lain. Timbulnya rasa kasihan orangtua membentuk anak tunagrahita lebih banyak menunggu apa yang orang lain akan perbuat untuknya. Selain itu keterampilan sosial anak tunagrahita berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan seorang anak.

Departement of Health, Education and Welfare USA (1969) dalam

Schloss (1984 : 3) dalam Deplhie ( 2005:33 ) menyebutkan ‘faktor sosio -emosional yang menyebabkab anak sulit menyesuaikan diri meliputi : perasaan takut, perasaan ketidakpuasan disebabkan orang lain, agresi, dan

sikap negatif terhadap suatu kewenangan’. Hodap, et al., (1990:3) dalam

Deplhie (2005:34) menyatakan ‘diperlukan pendekatan melalui

keterampilan sosial terhadap anak tunagrahita hendaknya tertuju kepada perubahan ke arah positif setiap waktu atau merupakan penyesuaian

(22)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Karena kondisi mentalnya, anak tunagrahita sering menampilkan kepribadian yang tidak seimbang. Kadang-kadang tenang, kadang-kadang kacau. Ia sering termenung berdiam diri, namun kadang-kadang menunjukkan sikap tantrum (ngambek), marah-marah, mudah tersinggung, mengganggu orang lain, atau membuat kacau bahkan merusak.

Anak tunagrahita memiliki konsep diri yang kurang mantap. Hal ini dikarenakan anak tunagrahita menyadari dirinya banyak berbeda dengan teman-teman lain seusianya. Perasaan gagal lebih sering muncul dibanding perasaan berhasil. Anak tunagrahita mengalami krisis percaya diri karena kegagalan yang selalu dialaminya.

Harter (1989) dalam Gunarhadi (2005: 96) menyatakan bahwa ‘anak dengan retardasi mental tidak menyukai dan tidak suka melakukan tugas

yang penuh tantangan’. Demikian juga Weisz (1981) dalam Gunarhadi (2005:96) berkomentar ‘bila diberi kritik sewaktu mengerjakan tugas yang bersifat kognitif, anak retardasi mental akan justru berhenti untuk

menyelesaikan perkerjaan itu’. Mereka tidak mencari strategi yang tepat

untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Anak tunagrahita memiliki hambatan beradaptasi dalam berprilaku. Menurut Coffman dan Harris (1980) dalam Shea (1997) dalam Gunarhadi

(2005:98), anak retardasi mental mengalami “transition shock” ketika

memasuki suasana baru dan asing baginya. Transition shock atau kejutan peralihan kebingungan, menarik diri, dan tekanan atau stres berat dalam menghadapi suasana baru. Anak tunagrahita akan menunjukkan perilaku ketidakpuasan dalam menyesuaikan diri dan banyak salah tingkah, canggung dan kegagalan-kegagalan lain yang mengganggu kenyamanan dalam bergaul dan menyesuaikan dengan aturan dan kebiasaan yang ada.

Tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita tidak saja berpengaruh terhadap kesulitan belajar, melainkan juga terhadap penyesuaian diri. Hallahan, D dan Kauffanan (1988) dalam Gunarhadi

(23)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

harus memenuhi dua persyaratan yaitu tingkat kecerdasan di bawah normal

dan bermasalah dalam penyesuaian diri’. Implikasi terhadap pendidikan,

anak tunagrahita perlu mendapatkan porsi pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan sosialnya.

Karakteristik intelektual akan mempengaruhi kepribadian, sosial anak. Oleh karena itu anak tunagrahita memiliki hubungan sosial yang miskin dengan orang lain dan lingkungannya. Namun pada umumnya anak tunagrahita ringan yang hidup di lingkungan masyarakat yang familiar dan bersikap sosial yang positif terhadap anak tunagrahita, akan dapat menumbuhkembangkan motivasi hidup pada diri anak. Oleh karena itu diharapkan semua pihak, khususnya pihak orangtua, anggota keluarga, pihak sekolah, dan masyarakat harus menerima keberadaan anak tunagrahita agar memiliki motivasi dan rasa percaya diri untuk menjalani hidup dengan penuh kemandirian sesuai batas kemampuan yang dimiliki.

6. Layanan Bagi Anak Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita walaupun mengalami hambatan intelektual, dapat mengaktualisasikan potensinya asalkan mereka diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan dengan pelayanan khusus. Melalui pelayanan ini mereka akan mampu melaksanakan tugasnya sehingga dapat memiliki rasa percaya diri dan harga diri. Hal yang paling penting dalam pendidikan anak tunagrahita adalah memunculkan harga diri sehingga mereka tidak menarik diri dan masyarakat tidak mengisolasi anak tunagrahita karena mereka terbukti mampu melakukan sesuatu. Pada akhirnya anak tunagrahita mendapat tempat di hati masyarakat, seperti anggota masyarakat umumnya.

Untuk mencapai harapan tersebut diperlukan pelayanan yang memiliki ciri-ciri khusus dan prinsip khusus, sebagai berikut.

1. Ciri-ciri khusus

 Bahasa yang digunakan

(24)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

 Penempatan anak tunagrahita di kelas

Anak tunagrahita ditempatkan di bagian depan kelas dan berdekatan dengan anak yang kira-kira hampir sama kemampuannya. Apabila ia di kelas anak normal maka ia ditempatkan dekat anak yang dapat menimbulkan sikap keakraban.

 Ketersediaan program khusus

Di samping ada program umum yang diperkirakan semua anak di kelas itu dapat mempelajarinya perlu disediakan program khusus untuk anak tunagrahita yang kemungkinan mengalami kesulitan.

2. Prinsip khusus

 Prinsip skala keterampilan mental

Prinsip ini menekankan pada pemahaman guru mengenai usia kecerdasan anak tunagrahita. Dengan memahami usia ini guru dapat menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan usia mental anak tunagrahita tersebut. Dengan demikian, anak tunagrahita dapat mempelajari materi yang diberikan guru. Melalui prinsip ini dapat diketahui perbedaan antar dan intraindividu. Sebagai contoh: A belajar berhitung tentang penjumlahan 1 sampai 5. Sementara B telah mempelajari penjumlahan 6 sampai 10. Ini menandakan adanya perbedaan antarindividu. Contoh berikut adalah perbedaan intraindividu, yaitu C mengalami kemajuan berhitung penjumlahan sampai dengan 20. Tetapi dalam pelajaran membaca mengalami kesulitan dalam membedakan bentuk huruf.

 Prinsip kecekatan motorik

Melalui prinsip ini anak tunagrahita dapat mempelajari sesuatu dengan melakukannya. Di samping itu, dapat melatih motorik anak terutama untuk gerakan yang kurang mereka kuasai.

 Prinsip keperagaan

(25)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hendaknya tidak abstrak dan menonjolkan pokok materi yang diajarkan.

Contohnya, anak belajar membaca kata “bebek”, alat peraganya adalah tulisan kata bebek harus tebal sementara gambar bebek harus tipis. Maksudnya, gambar bebek hanyalah untuk membantu pengertian anak.  Prinsip pengulangan

Berhubung anak tunagrahita cepat lupa mengenai apa yang dipelajarinya maka dalam mengajar mereka membutuhkan pengulangan-pengulangan disertai contoh yang bervariasi. Oleh karena itu, dalam mengajar anak tunagrahita janganlah cepat-cepat maju atau pindah ke bahan berikutnya sebelum guru yakin betul bahwa anak telah memahami betul bahan yang dipelajarinya. Contohnya, C belajar perkalian 2 (1 x 2, 2 x 2,). Guru harus mengulang pelajaran itu sampai anak memahami betul arti perkalian. Barulah kemudian menambah kesulitan materi pelajaran, yakni 3 x 2, 4 x 2, dan seterusnya.Pengulangan-pengulangan seperti itu, sangat menguntungkan anak tunagrahita karena informasi itu akan sampai pada pusat penyimpanan memori dan bertahan dalam waktu yang lama.

 Prinsip korelasi

Maksud prinsip ini adalah bahan pelajaran dalam bidang tertentu hendaknya berhubungan dengan bidang lainnya atau berkaitan langsung dengan kegiatan kehidupan sehari-hari anak tunagrahita.

 Prinsip maju berkelanjutan

Walaupun anak tunagrahita menunjukkan keterlambatan dalam belajar dan perlu pengulangan, tetapi harus diberi kesempatan untuk mempelajari bahan berikutnya dengan melalui tahapan yang sederhana. Jadi, maksud prinsip ini adalah pelajaran diulangi dahulu dan apabila anak menunjukkan kemajuan, segera diberi bahan berikutnya. Contohnya, menyebut nama-nama hari mulai Senin, Selasa, dan Rabu. Ulangi dahulu nama hari Senin, Selasa, Rabu, kemudian lanjutkan menyebut Kamis, Jumat Sabtu, Minggu.

 Prinsip individualisasi

(26)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jadi, ia tetap belajar bersama dalam satu ruangan dengan kedalaman dan keluasan materi yang berbeda. Contohnya, pada jam 8.00 murid kelas 3 SDLB belajar berhitung. Materi pelajaran anak-anak itu berbeda-beda sehingga terdiri dari 3 kelompok. Kelompok 1 harus ditunggui barulah ia akan belajar, sedangkan kelompok 2 cukup diberi penjelasan dan langsung mengerjakan tugasnya.

C. Peran Sekolah dalam Meningkatkan Keterampilan

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial. Peranan sekolah dalam meningkatkan keterampilan menurut Hurlock (1986: 322) yang dialih bahasakan oleh istiwidayanti dan Soedjarwo :

Sekolah merupakan faktor penentu bagi keterampilan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berfikir, bersikap maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga, dan guru sebagai subtitusi orangtua. Ada beberapa alasan mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi keterampilan anak, yaitu (a) para siswa harus hadir di sekolah, (b) sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan keterampilan konsep dirinya, (c) anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, (d) sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan (e) sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistik.

Menurut Havighurst (1961 : 5) dalam Yusuf (2007 : 95), ‘ sekolah

mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para

siswa mencapai tugas perkembangannya’. Sehubungan dengan hal ini sekolah harus berupaya menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.

(27)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kemampuan membaca, menulis dan berhitung, melainkan pada penyiapan intelektual, sosial, dan personal siswa secara optimal untuk belajar secara aktif mengembangkan dirinya sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Upaya sekolah (pimpinan dan guru) dalam rangka membantu siswa mencapai tugas keterampilan yaitu dengan (1) memberikan pengajaran atau bimbingan tentang keterampilan-keterampilan sosial; (2) memberikan kesempatan kepada para siswa untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok; (3) mengajar atau membimbing siswa tentang hidup demokratis atau berteman secara sehat; (4) bersama siswa mendiskusikan masalah peranan sosial pria atau wanita dalam masyarakat; (5) mendorong siswa untuk mau membaca literatur yang memuat peranan pria atau wanita; (6) menugaskan siswa untuk mengamati kehidupan sosial (menyangkut keterlibatan pria atau wanita dalam bidang pendidikan, pekerjaan, kehidupan berkeluarga, atau keterampilan masyarakat lainnya) sebagai bahan pembahasan diskusi dengan guru.

(28)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

optimal yang pada intinya bertujuan agar siswa mampu menyesuaikan diri dengan baik dengan membawa nilai-nilai yang diterima secara sosial

Interaksi dengan guru dan teman sebaya di sekolah memberikan suatu peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia, serta mengembangkan konsep diri. Guru merupakan simbol otoritas dan menciptakan iklim kelas, kondisi-kondisi interaksi di antara siswa, dan keberfungsian kelompok. Wong, Kauffman dan Lloyd (1991) dalam Smith (2006) yang diterjemahkan oleh Denis dan Enrica menyebutkan ciri-ciri atau sifat guru yang efektif bagi siswa yang mempunyai hambatan di kelas reguler, yaitu :

a) Punya harapan bahwa siswa akan berhasil; b) memberi pengawasan yang sering pada tugas-tugas sekolah siswa serta memberi umpan balik: c) memberikan penjelasan standar-standar, arah-arah, dan harapan-harapan pembelajaran; d) fleksibel dalam menangani siswa-siswa; e) mempunyai komitmen dalam memperlakukan tiap siswa secara terbuka; f) bersikap responsif terhadap pertanyaan dan komentar siswa; g) melakukan pendekatan tersusun dengan baik dalam pengajaran; h) bersikap hangat, sabar, humoris kepada siswa; i) bersifat teguh dan konsisten dalam pengharapan-pengharapan; j) mempunyai pendekatan-pendekatan pengaturan berbagai sikap; k) bersikap terbuka dan positif terhadap perbedaan dan kelainan anak-anak dan orang dewasa; l) mempunyai kemauan kerjasama dengan Guru Pendidikan Khusus dan bersikap responsif dalam membantu orang lain; m) mempunyai rasa percaya diri dan kompetensi sebagai seorang Guru; n) punya rasa keterlibatan profesional yang tinggi serta pemuasan profesional.

(29)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(1998:183) yang diterjemahkan oleh Haditono menunjukkan betapa perlunya hubungan dengan peer dan teman-teman bagi keterampilan anak (peer = teman setingkat dalam keterampilan, tetapi tidak perlu sama usianya). Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan dan hubungan dengan peer. Persahabatan pada anak sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interes dan aktivitas bersama. Hubungan persahabatan dan hubungan peer bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat sebagai berikut : (a) ada saling pengertian, (b) saling membantu, (c) saling percaya, dan (d) saling menghargai dan menerima.

Dalam proses sosialisasi, anak menunjukkan perilaku sesuai aturan-aturan sosial yang ditentukan anak mulai membutuhkan teman sebagai orang yang dapat membantu jika dibutuhkan. Umumnya teman ini adalah kelompok sebayanya. Kelompok sebaya dapat sebagai model dalam berperilaku, dimana anak cenderung meniru perilaku kelompoknya. Jika mempunyai teman berperilaku sesuai tuntutan masyarakat, anak pun akan mengikutinya. Berbagai karakteristik dari kelompok sebaya menunjukkan bahwa kelompok sebaya memiliki keunikan tersendiri yang mungkin tidak dijumpai di kelompok yang lain. Hal ini pula yang membuat anak sebagai anggota kelompok dapat mempelajari pola-pola perilaku anggota kelompoknya. Meskipun kelompok sebaya merupakan hal yang diutamakan dalam keterampilan seorang anak, namun peran guru maupun orang tua tetap diperlukan dalam menanamkan norma yang sesuai dengan tuntutan lingkungan agar apa yang dituntut oleh kelompok seimbang dengan apa yang dituntut oleh lingkungan

Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial siswa mempunyai peranan yang cukup penting bagi keterampilan siswa. Di sekolah, anak diajarkan kemampuan untuk memikirkan tentang pikiran, perasaan, motif, dan tingkah laku dirinya dan orang lain. Kemampuan memahami orang lain, memungkinkan siswa untuk lebih mampu menjalani hubungan sosial yang lebih baik dengan teman sebayanya.

(30)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sebagaimana anak-anak pada umumnya, misalnya dengan bersekolah di sekolah yang memberikan layanan pendidikan inklusif. Interaksi dengan teman sebaya merupakan awal dari keterlibatan anak berkebutuhan khusus saat dewasa nantinya. Jika teman sebaya menjadi rekanan yang mendukung, maka anak berkebutuhan khusus akan semakin mengembangkan kepercayaan diri dan potensi diri. Beberapa kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus akan semakin efektif jika melibatkan kerjasama atau umpan balik dari teman dan Guru.

D. Pendidikan Inklusif

Sejalan dengan keterampilan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan

labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan

inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diperlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan.

Inklusi adalah suatu sistem ideologi yang dilandasi wawasan kebersamaan. Artinya setiap warga sekolah meliputi masyarakat, kepala sekolah, guru, pengurus yayasan, petugas administrasi sekolah, para siswa dan orang tua menyadari tanggung jawab bersama dalam mendidik semua siswa untuk mengoptimalkan potensi agar mereka dapat berkembang secara optimal.

(31)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan cara orang dewasa dan teman sekelasnya yang normal menyambut semua siswa di dalam kelas dan mengenali keanekaragaman siswa tidak mengharuskan penggunaan pendekatan tunggal untuk seluruh siswa.

Anak tunagrahita ringan sebagai individu yang memiliki kebutuhan berbeda dengan anak lainnya perlu mendapatkan layanan pendidikan tersendiri, tetapi tidak harus terpisah dengan anak lainnya. Manakala kebutuhan anak tunagrahita ringan sudah teridentifikasi, masih diperlukan model pembersamaan seperti apa yang paling cocok buat mereka, sehingga secara akademik maupun sosial anak dapat menyerap manfaat semampu ia dapat.

Anak berkebutuhan khusus berhak berada di lingkungan pergaulan yang lebih riil. Hal ini karena berkaitan dengan dunia kerja yang akan mereka jalani, mereka tidak hanya berkumpul dengan orang-orang berkebutuhan khusus. Hal lain adalah mereka terbukti lebih mampu mengembangkan potensi, jika mereka bergaul dengan anak-anak pada umumnya. Saat ini orang tua yang memiliki anak dengan berkebutuhan khusus memperoleh angin segar dengan sistem sekolah baru. Sekolah inklusi, menjadi sebuah sekolah harapan untuk menumbuh kembangkan anak secara optimal, baik bagi anak dengan maupun tanpa berkebutuhan khusus.

Menurut Gunarhadi (2005:201), “pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus anak

secara individual dalam pembersamaan klasikal”. Dalam pendidikan ini

anak tidak dilihat dari segi kemampuannya, kecacatannya, dan tidak pula dari segi penyebab kecacatannya.

Staub dan Peck (1995) mengatakan bahwa “pendidikan inklusi adalahpenempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang, dan

berat secara penuh di sekolah reguler”. Hal ini menunjukkan bahwa kelas

reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkebutuhan khusus, apapun kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.

Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995)menyatakan bahwa

(32)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya”. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Pendidikan inklusif pada hakekatnya adalah bagaimana memahami segala kesulitan pendidikan yang dihadapi oleh anak. Anak yang berkelainan misalnya, mereka mendapat kesulitan untuk mengikuti beberapa kurikulum yang ada. Pendekatan pendidikan inklusif dalam hal ini tidak seharusnya melihat hambatan ini dari sisi anak yang memiliki kelainan, melainkan harus melihat hambatan ini dari sistem pendidikannya sendiri, kurikulum yang belum sesuai untuk mereka, sarana yang tersedia belum memadai, guru yang belum siap melayani mereka dsb.

Davis (1992) dalam Smith (2006) yang diterjemahkan Denis dan Enrica menyebutkan keuntungan pendidikan inklusif bagi siswa-siswa penyandang hambatan (disabilities), juga bagi anak-anak yang tidak menyandang hambatan (nondisabled), yaitu :

(33)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(34)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Tempat penelitian mengenai keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi, yaitu di SDN Gegerkalong Girang II yang beralamat di Jl. Geger Arum 11B, Bandung 40154. Kelas yang digunakan sebagai tempat penelitian yaitu kelas I dan kelas V, karena di kelas tersebut terdapat anak tunagrahita ringan yang belajar dengan siswa lainnya.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, Arikunto (2010: hlm 203)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, karena penelitian ini bermaksud memahami, menggambarkan atau mengungkapkan fenomena yang ada dilapangan sebagai suatu keutuhan dari masalah yang ingin diketahui.

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 15):

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data bersifatinduktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnographi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.

(35)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lapangan, dsb. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Bogdan & Taylor dalam Basrowi dan Suwandi (2008:23):

Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau suatu organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang bersifat merekam suatu situasi atau keadaan tertentu dengan sebenar-benarnya tanpa ada perlakuan apapun. Sementara metode penelitiannya menggunakan metode deskriptif, yakni yang menurut Best (1982:119), yaitu: “Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya”.

(36)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Proses penelitian dilakukan melalui 3 tahapan (Moleong, 2012:127) yaitu: tahapan pra lapangan, tahapan pekerjaan lapangan dan tahapan analisis data. Tahapan-tahapan tersebut dijelaskan dalam bagan 3.1 berikut ini :

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian

Sementara objek dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi. Fenomena yang diteliti meliputi keadaan awal, interaksi dan tindak lanjut serta hambatan dan upaya yang dilakukan oleh guru dan murid dalam meningkatkan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan.

C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data a. Instrumen Penelitian

Dalam sebuah penelitian, diharapkan data-data yang didapat bersifat valid, reliabel dan obyektif. Dalam penelitian kualitatif, instrumen berfungsi sebagai alat pengumpul data dalam penelitian.

Instrumen penelitian ini yaitu peneliti sendiri yang akan menjadi alat peneliti utama. Peneliti yang akan mengungkap sendiri tentang kasus atau

•Menyusun rancangan penelitian

•Memilih lapangan penelitian

•Mengurus perizinan

•Menjajaki dan menilai lapangan

•Memilih dan memanfaatkan informan

•Menyiapkan perlengkapan penelitian

•Persoalan etika lapangan

Pra

Lapangan

•Memahami latar penelitian dan persiapan diri

•Memasuki lapangan

•Berperan serta sambil mengumpulkan data

Pekerjaan

Lapangan

•Menganalisis data melalui reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan

•Interpretasi data

(37)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masalah yang akan ditelitinya dengan melakukan pengamatan dan wawancara secara langsung dengan responden. Menurut Sugiyono, instrumen dalam penelitian kualitatif deskriptif ini adalah peneliti sendiri sebagai human instrument. “Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber

data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya”

(Sugiyono, 2009:222).

Oleh karena peneliti sebagai instrumen utama, maka perlu adanya persiapan yang perlu dilakukan peneliti sebelum penelitian dilaksanakan, sehingga perencanaan penelitiannya dapat terlaksana dengan baik. Begitupun yang diungkapkan Moleong, (2012:168) bahwa ”Peneliti merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, pencatat data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelopor hasil-hasil penelitian”.

Responden dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi yaitu guru kelas I dan V yang berinisial C.K dan T.S. Beliau dipilih sebagai informan kunci dalam pengumpulan data melalui kegiatan wawancara. Sebab Ibu C.K dan T.S yang menjadi wali kelas dan secara langsung melihat keterampilan sosial anak tunagrahita ringan dari hari ke hari. Dalam proses pembelajaran di kelas ibu C.K dan ibu T.S juga menggabungkan anak berkebutuhan khusus dan anak pada umumnya sehingga diharapkan ibu C.K dan ibu T.S melihat jelas keterampilan sosial dari anak tunagrahita ringan dan juga data-data penelitian bisa diperoleh melalui Ibu C.K dan ibu T.S.

b. Teknik Pengumpulan Data

(38)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. Observasi

Peneliti akan mengamatiketerampilan sosial anak berkebutuhan khusus dalam periode waktu tertentu. Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan lebih khusus pada anak tunagrahita ringan kelas I dan V yang masing-masing 1 anak perkelasnya. Sementara untuk jumlah anak ABK di SDN Gegerkalong Girang II berjumlah 11 anak. Hal ini dilakukan agar penelitian lebih fokus sehingga pengamatannya mampu menghasilkan data-data yang lebih relevan dengan kenyataan di lapangan. Hal-hal yang diamati oleh peneliti yaitu keterampilan sosial anak selama anak berinteraksi dengan guru dan teman lainnya di sekolah, ketika anak sedang belajar di dalam kelas, ketika anak sedang beristirahat, dan ketika anak sedang melakukan kegiatan di sekolah.

Untuk melaksanakan proses observasi, sebaiknya disusun pedoman observasi terlebih dahulu yang terdiri dari beberapa aspek pengamatan, yaitu :

a) pengamatan saat anak berinteraksi dengan guru dan temannya;

b) pengamatan saat anak sedang belajar di kelas dan berada di luar kelas; c) pengamatan saat anak melakukan kegiatan di sekolah;

B. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi secara lebih dalam tentang keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang akan diteliti. Responden penelitian yang akan diwawancara yakni Ibu C.K dan ibu T.S yang diharapkan mampu memberikan informasi secara detail. Untuk melaksanakan proses wawancara, sebaiknya disusun pedoman wawancara terlebih dahulu.

Hal-hal yang akan dijadikan pertanyaan dalam proses wawancara ini diantaranya :

a) Bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan saat pertama masuk Sekolah Dasar Inklusi

(39)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c) Bagaimana interaksi anak tunagrahita ringan dengan siswa lain di Sekolah Dasar Inklusi

d)Bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan dari awal masuk Sekolah Dasar hingga kini

e)Apa kelebihan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang bersekolah di Sekolah Inklusi

C. Dokumentasi

Data-data penelitian harus bersifat valid dan reliabel, oleh karena itu dibutuhkan bukti-bukti nyata dalam mengungkapkan keadaan dan peristiwa yang tengah diteliti dengan cara menggunakan studi dokumentasi. Studi dokumentasi yaitu cara pengumpulan data dengan cara merekam kejadian atau peristiwa yang berupa dokumen atau yang dapat didokumentasikan, seperti program pembelajaran individual, foto, video, raport anak, hasil asesmen anak, dsb. Misalnya foto-foto kegiatan anak dsb. Teknik ini sangat berfungsi pada pengujian keabsahan data sebagai bukti bahwa benar adanya suatu kejadian tersebut diteliti dan direkam apa adanya.

Pada penelitian ini studi dokumentasi akan dikumpulkan data seperti format data asesmen sosial, program pembelajaran individual, foto anak di dalam dan di luar kelas.

D. ANALISIS DATA

Pada tahapan ini setelah data terkumpul, peneliti perlu menganalisis data untuk memperoleh hasil penelitian yang valid. Menurut pendapat Bogdan & Biklen dalam buku Moleong (2012:248) yaitu:

(40)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk itu data yang telah dikumpulkan, lalu direduksi, kemudian disajikan. Pada akhirnya data disimpulkan oleh peneliti sesuai hasil data akhir yang telah didapat. Berikut penjelasan secara lebih detail:

1. Reduksi Data

Hal ini merupakan proses pemilahan dan pemusatan dari data-data yang telah terkumpul. Dari awal data masih mentah, maka direduksi kembali data-data yang lebih diutamakan dan dibutuhkan dalam proses analisis data selanjutnya. Melalui reduksi data, peneliti memilih, menggolongkan, dan merangkum data, juga membuang yang tidak diperlukan. Tahapan reduksi data dilakukan peneliti yaitu melalui: 1) memilih dan meringkas dokumen yang relevan; 2) pengkodean; 3) pembuatan catatan objektif dan faktual; 4) membuat catatan reflektif.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan. Proses penampilan data secara lebih sederhana dan dalam bentuk naratif. Hal ini dilakukan agar data yang telah disusun lebih mudah dipahami. Pada tahapan ini, peneliti menyusun data yang relevan hingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan bermakna.

3. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara verifikasi berupa pemikiran ulang saat proses penulisan, tinjauan ulang catatan lapangan, dan tinjauan kembali data-data yang terkumpul.Apakah masalah yang diteliti telah ditemukan pemecahan masalahnya atau belum. Ini adalah proses meringkas seluruh kegiatan penelitian dalam bentuk pernyataan yang padat dan jelas.

E. PENGUJIAN KEABSAHAN DATA

(41)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif, antara lain dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Triangulasi teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan hasil observasi, lalu dicek dengan menggunakan hasil wawancara, dsb.

2. Menggunakan bahan referensi

Untuk membuktikan apakah suatu data sesuai dengan fakta yang terjadi yakni dibutuhkan bahan referensi yang lebih nyata. Misalnya dengan menggunakan alat-alat pendukung seperti camera, video, dll.

3. Mengadakan Member Check

(42)

Ray Yulia Ardha, 2016

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi

Data keterampilan sosial anak tunagrahita ringan saat pertama masuk sekolah, didapatkan dengan melakukan wawancara terhadap Guru Pembimbing Khusus, Guru Kelas 1, dan Orangtua siswa. Sedangkan data mengenai keterampilan sosial anak tunagrahita ringan selama berada di sekolah, maka dilakukan wawancara dengan Guru Pembimbing Khusus, Guru Kelas sekarang, dan dengan melakukan observasi. Adapun data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi, dideskripsikan dan dikelompokkan berdasarkan pada fokus penelitian dan subjek penelitian.

1. Hasil Wawancara

a. Keterampilan Sosial Saat Pertama Masuk Sekolah Dasar Pada Kasus I 1) Guru Kelas Y.B.R

Wawancara dilakukan diruangan kelas 1 pada saat pelajaran tengah berlangsung. Sebelumnya peneliti meminta izin untuk melakukan wawancara, serta menerangkan tujuan dari wawancara. Setelah informan setuju informan langsung mempersilahkan penulis masuk ke ruang kelas 1.

Pertanyaan pertama mengenai pengenalan diri Y.B.R saat pertama masuk kelas 1. Saat pertama masuk terungkap bahwa Y.B.R belum dapat menyebutkan namanya dengan benar. Y.B.R juga Nampak kebingungan saat ditanya tentang identitas gender dan umurnya. Namun Y.B.R dapat mengenali dirinya di foto.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar 3.1. Tahapan Penelitian
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji ANOVA menunjukkan pengaruh penambahan limbah pada kultur mikroalga LIPI11-2- AL002 yang diintegrasikan dengan interaksi waktu kultivasi adalah berbeda

Harmonika adalah salah satu alat musik tiup yang cukup mudah untuk digunakan, harmonika bisa menghasilkan suara dengan cara meniupkan udara dari mulut ke

Mikrofilaria adalah larva imatur yang ditemukan di darah atau kulit dan mencapai tingkat infektif di dalam tubuh nyamuk.. Terdapat lebih dari 200 spesies parasit filaria,

Penelitian ini dilakukan di kelas III SDN 92 Pekanbaru, sedangkan waktu penelitian dilaksanakan bulan April 2012.Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas

Berdasarkan analisis gugus fungsi dengan FTIR dan analisis morfologi struktur mikro dengan SEM-EDS disimpulkan bahwa pasta IBS iradiasi 25 kGy tidak menunjukkan perbedaan yang

Penipuan mengatasnamakan RS, promo negatif, keterbukaan informasi melalui dunia maya RS tipe D dan Klinik Rawat inap meningkat, Pesaing-pesaing baru. Peraturan Baru terkait

Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur pada Februari 2015 mencapai 1,65 juta orang yang terdiri dari pekerja sebanyak 1,53 juta orang dan penganggur sebanyak 118

Pengaturan tersebut menggunakan konverter arus searah pensaklaran yang terhubung dengan kumparan medan dan kumparan jangkar yang dalam aplikasinya menggunakan MOSFET