• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, hak manusia dalam memperoleh pendidikan telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang telah diamandemen, Di dalam pasal 31 ditegaskan bahwa:

“(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”,

landasan Yudiris lainnya tertuang pada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 5 ayat (1) yang berbunyi bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Berdasarkan kedua landasan perundangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Menurut Hukum Publik 94-142, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang mengalami gangguan secara fisik, mental/intelektual/emosional, dan sosial atau indranya mengalami kelainan yang sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus. Sedangkan Hallahan dan Kauffman (1991) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang berbeda dari rata – rata umumnya, dikarenakan ada permasalahan dalam kemampuan berpikir, penglihatan, pendengaran, sosialisasi, dan bergerak (Efendi, 2006: 2).

Berdasarkan landasan yuridis pendidikan dan pengertian anak berkebutuhan khusus (ABK) di atas, salah satu jenis dari anak berkebutuhan khusus (ABK) yang berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak adalah anak tunarungu. Di dalam IDEA 04 (2009) menyatakan bahwa tunarungu berarti gangguan pendengaran yang sangat parah, anak mengalami gangguan dalam memproses informasi linguistik dengan menggunakan pendengaran mereka, baik

(2)

dengan menggunakan alat bantu pendengaran ataupun tidak yang berdampak pada prestasi akademik anak. Ganguan pendengaran berarti gangguan pada pendengaran yang dapat bersifat permanen atau temporer. Pendapat lain dikemukakan oleh Efendi (2006:57), bahwa tunarungu adalah jika seseorang dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tunarungu adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran baik dalam derajat rendah hingga tinggi, dikarenakan beberapa faktor penyebab ketunarunguan, sehingga memerlukan bantuan untuk dapat memaksimalkan pendengarannya dalam mendukung kegiatan yang dilakukannya.

Anak tunarungu memiliki karakteristik pada aspek akademik, intelektual, bahasa dan bicara, sosial dan emosi serta psikologis. Moores (2001) berpendapat bahwa dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak yang mendengar dan anak tunarungu dalam hal intelektual (Taylor, Smiley, Richards, 2009: 264). Dari segi bahasa dan bicara Marscharck et. al (2002) berpendapat bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan rumah / bahasa awal (Taylor, Smiley, Richards, 2009: 264). Pada aspek psikologis Smith (2013: 287) berpendapat, “sifat – sifat personal anak – anak ini (tunarungu) berwujud dalam bentuk kekakuan, impulsifitas, dan sikap-sikap serupa itu yang memberi kesan mengacuhkan dan tidak peka terhadap orang lain”. Pendapat lain disampaikan Uden (Haenudin, 2013: 68) yang menyatakan, “perasaan ragu-ragu dan khawatir seiring dengan pengalaman yang dialami secara terus-menerus mereka juga memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar sebagai upayanya untuk dapat tetap survived”.

Berdasarkan pendapat – pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu tidak memiliki hambatan intelektual sehingga mereka juga

(3)

mengetahui dan mengerti tentang informasi – informasi yang ada di sekitarnya, pengaruh dari lingkungan anak tunarungu dalam keterampilan komunikasi juga mendukung anak tunarungu dapat menyampaikan berbagi informasi tersebut dengan sesama dan orang normal lain.

Menurut hasil observasi peneliti pada anak tunarungu kelas VIb di SLB-B YRTRW Surakarta ditemukan masalah yang dihadapi anak tunarungu di kelas VIb SLB-B YRTRW Surakarta dalam kegiatan belajar adalah adanya keterbatasan dalam berbahasa lisan dan tulis. Dalam kurikulum yang sedang dipakai saat ini yaitu kurikulum 2013,peserta didik merupakan pusat dari pembelajaran, sehingga peserta didik lebih aktif dan diharapkan setelah adanya proses pembelajaran, peserta didik dapat menjadi insani yang berintelektual, mempunyai budi pekerti yang luhur dan religius. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, bahwa selama proses pembelajaran, peserta didik memiliki keaktifan yang baik dan prestasi belajar yang dicapai memiliki nilai rata-rata yang bagus. Serta beberapa pendidik di SLB B YRTRW Surakarta berpendapat bahwa kemampuan peserta didik belum seluruhnya bagus dalam mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam kemampuan menyusun kalimat,sehingga hal tersebut berdampak meluas pada kemampuan pemahaman materi mata pelajaran yang lain. Hal ini terlihat ketika proses belajar maupun evaluasi pembelajaran berlangsung peserta didik kurang memahami konsep materi dan ketika diminta menuliskan sebuah kalimat seringkali beberapa kata terbolak-balik dan sulit untuk dipahami.

Dengan demikian perlu adanya sebuah metode pengajaran yang dapat menunjang kemampuan penguasaan kalimat. Karena anak tunarungu mempunyai gangguan pada pendengaranya, maka dalam setiap pembelajaran dapat dimaksimalkan pada indera lain seperti penglihatan. Pengajaran penguasaan menyusun kalimat bisa diajarkan kepada anak melalui kartu gambar bernama,karena anak tunarungu sulit untuk berfikir tentang hal yang abstrak, maka dengan kartu gambar bernama ini diharapkan anak dapat memvisualisasikan apa yang ada di pikirannya. Salah satu metode pembelajaran dengan menggunakan kartu gambar bernama tersebut adalah Picture Exchange

(4)

Communication System (PECS).

Picture Exchange Communication System (PECS) pertama kali digunakan pada anak autis namun pada perkembangannya metode ini dapat digunakan oleh anak berkebutuhan khusus lainnya. Tien (2008) mengemukakan bahwa PECS dikembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Bondy dan Frost, PECS awalnya ditujukan untuk anak pra sekolah dengan gangguan ASD dan gangguan komunikasi lainnya (Frost & Bondy, 2002, pp. 46). Pengertian PECS itu sendiri dikemukakan oleh (Flippin, Reszka, Watson, 2010) dalam sastry, Aguirre (2014:210) bahwa:

“PECS dirancang untuk anak-anak di spectrum yang mengalami keterlambatan perkembangan bicara. Untuk mendapatkan manfaat dari penggunanya, anak diberikan seperangkat gambar yang menjelaskan makanan dan mainan. Setiap kali anak ingin mengatakan sesuatu, dia akan memberikan gambar yang relevan kepada guru, orangtua terapis, yaitu rekanan berkomunikasinya. Rekanan ini member bantuan anak mengekspresikan pikirannya tentang makanan dan mainan, dan pertukaran ini membuat rekanan untuk terus menguatkan anak terus berkomunikasi”

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan dimana PECS adalah metode pembelajaran dengan menggunakan kartu gambar bernama yang di terapkan melalui kemampuan visual sehingga cocok untuk digunakan sebagai metode ajar pada anak tunarungu yang mana dalam penelitian ini PECS akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan menyusun kalimat berbasis.

Dari berbagai uraian latar belakang masalah, mendorong peneliti untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul “Efektivitas Metode Picture Exchange Communication System (PECS) terhadap peningkatan kemampuan menyusun kalimat anak tunarungu kelas VIb SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2015-2016”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang nampak pada subjek penelitian, dapat diidentifikasi berbagai macam masalah sebagai berikut :Anak tunarungu memiliki kualitas komunikasi yang kurang, hal ini disebabkan kurangnya pemahaman tentang struktur bahasa dan kalimat sehingga penggunaan bahasa kalimat

(5)

mereka sering terbolak-balik.

1. Karena kurangnya penguasaan kosa kata, kata imbuhan dan kata sambung, anak tunarungu sering menggunakan kata benda saja sebagai alat komunikasi tanpa di ikuti dengan kata sambung,sehingga hal ini membuat kalimat bahasa anak tunarungu menjadi rancau dan sulit dipahami

2. Penggunaan metode dalam pembelajaran yang menggunakan metode ceramah,menyebabkan anak tunarungu sulit mengembangkan kemampuan berkomunikasinya.

3. Belum diketemukannya treatment yang tepat untuk meningkatkan kemampuan menyusun kalimat siswa tunarungu kelas VIb di SLB B YRTRW Surakarta

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian, penulis memberikan batasan masalah supaya permasalahan tidak terlalu luas dan teruji kebenarannya. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini terbatas pada :

1. Anak tunarungu kelas VIb di SLB-B YRTRW Surakarta 2. Kemampuan menyusun kalimat berbasis EYD

3. Penggunaan metode Picture Exchange Communication System (PECS)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti jelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah metode Picture Exchange Communication System (PECS) efektif dalam meningkatkan kemampuan menyusun kalimat berbasis EYD anak tunarungu kelas VIb di SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2015/2016?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk mengetahui efektivitas metode Picture Exchange Communication System (PECS) dalam meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam menyusun kalimat berbasis EYD kelas VIb di SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran

(6)

2015/2016”.

F. Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian diharapkan mampu menghasilkan suatu hasil yang bermanfaat. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan bagi pembaca mengenai penerapan metode Picture Exchange Communication System (PECS) yang terkait dengan peningkatan kemampuan menyusun kalimat berbasis EYD pada anak tunarungu kelas VIb di SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2015/2016. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Memberikan wawasan bagi guru mengenai penerapan metode Picture Exchange Communication System (PECS) yang terkait dengan peningkatan kemampuan menyusun kalimat berbasis EYD pada anak tunarungu kelas VIb di SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2015/2016. b. Bagi siswa

Memberikan pengalaman belajar dengan pemanfaatan metode Picture Exchange Communication System (PECS) yang terkait dengan peningkatan kemampuan menyusun kalimat berbasis EYD .

c. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman untuk menguji efektivitas penggunaan Metode Picture Exchange Communication System (PECS) yang terkait dengan peningkatan kemampuan menyusun kalimat berbasis EYD pada anak tunarungu kelas VIb di SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Nahdlatul Athfal Bahasa Indonesia LULUS... UMMI SHALIHAH

Menjelaskan cara menyelesaikan soal cerita tentang penjumlahan atau pengurangan bilangan bulat Bersama siswa mendiskusikan cara penyelesaian soal cerita tentang penjumlahan

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Sebagai upaya untuk mendorong perekonomian melalui pengaturan suku bunga yang akan berdampak pada kegiatan investasi dan tabungan di Indonesia, maka pada

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk