Hasanuddin Z. Abidin Hasanuddin Z. Abidin
Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 E-mail : habidin@ibm.net E-mail : habidin@ibm.net
Pengolahan
Pengolahan
Pengolahan
Pengolahan Data
Data
Data
Data
Survai
Survai
Survai
Survai GPS
GPS
GPS
GPS
Satelit GPS Satelit GPSTahapan Pelaksanaan Survai GPS
Tahapan Pelaksanaan Survai GPS
ll pemrosesan awal pemrosesan awal ll perhitungan baseline perhitungan baseline ll perhitungan jaringan perhitungan jaringan ll transformasi koordinat transformasi koordinat ll kontrol kualitas kontrol kualitas
PERENCANAAN PERENCANAAN
PERSIAPAN PERSIAPAN
PENGUMPULA
PENGUMPULAN N DATADATA
PENGOLAHAN DATA PENGOLAHAN DATA PELAPORAN PELAPORAN revisi revisi revisi revisi revisi revisi perhitungan perhitungan tambahan tambahan ll monumentasi monumentasi
ll pengamatan satelit pengamatan satelit ll data meteorologi data meteorologi ll data pelengkap data pelengkap ll peralatan peralatan
ll geometri geometri
ll strategi pengamatan strategi pengamatan ll strategi pengolahan data strategi pengolahan data ll organisasi pelaksanaan organisasi pelaksanaan ll pengenalan lapangan pengenalan lapangan
(reconnaissance) (reconnaissance)
Karakteristik Pengolahan Data Survai GPS
Karakteristik Pengolahan Data Survai GPS
ll Pengolahan data umumnya bertuPengolahan data umumnya bertumpu pada hitung perataanmpu pada hitung perataan
kuadrat terkecil
kuadrat terkecil ( (least-squares adjustment least-squares adjustment ).).
ll Koordinat dihitung umumnya dalam sistem Koordinat dihitung umumnya dalam sistem Kartesian 3-D Kartesian 3-D
(X,Y,Z) yang geosentrik. (X,Y,Z) yang geosentrik.
ll Pengolahan data dilakukan umumnya Pengolahan data dilakukan umumnya secara bertahap secara bertahap,,
baseline per baseline, untuk kemudian setelah membentuk baseline per baseline, untuk kemudian setelah membentuk jaringan
jaringan dilakukan dilakukan perataan perataan jaringan.jaringan.
ll Perhitungan vektor baseline Perhitungan vektor baseline dapat dilakukan setelah data dapat dilakukan setelah data
dari receiver-receiver GPS yang terkait secara fisik kesemuanya dari receiver-receiver GPS yang terkait secara fisik kesemuanya dibawa ke suatu komputer pengolah data.
dibawa ke suatu komputer pengolah data.
ll Ketelitian koordinat Ketelitian koordinat yang diinginkan akan yang diinginkan akan mempengaruhi mempengaruhi
tingkat kecanggihan dari proses pengolahan data. tingkat kecanggihan dari proses pengolahan data.
ll Ketelitian koordinat Ketelitian koordinat yang diperoleh akan yang diperoleh akan dipengaruhi dipengaruhi oleh oleh
banyak faktor, tidak hanya strategi pengolahan data. banyak faktor, tidak hanya strategi pengolahan data.
Tingkat Kecanggihan dari
Pemodelan dan Pengolahan Data
Dalam pengolahan data suatu survai GPS, tingkat kecanggihan dari pemodelan dan pengolahan data yang diterapkan akan sangat tergantung pada tingkat ketelitian yang akan dicapai, atau dengan kata lain
kelas survai yang dilayani.
K elas A (Ilm iah ) : < 1 p p m K elas B (G eo detik ) : 1 - 10 p pm K e las C (S u rv ai U m u m ) : > 1 0 p p m
Kelas A : Survai rekayasa teliti, survai pemantauan deformasi, survai geodinamika. Kelas B : Survai pengadaan titik kontrol (untuk densifikasi kerangka dasar geodetik,
pemetaan, maupun untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam). Kelas C : Survai yang berketelitian relatif lebih rendah untuk keperluan
survai pemukiman, kadaster, GIS, dan survai umum lainnya.
Moda Pengolahan Data Survai GPS
l Moda Baseline, dimana pengolahan data dilakukan per baseline,
dan untuk masing-masing baseline data dari dua receiver GPS yang terkait di proses.
l Moda Sesi, dimana pengolahan data dilakukan per sesi pengamatan,
yaitu terhadap seluruh data yang dikumpulkan bersamaan dalam suatu sesi pengamatan(session).
l Moda Survai, dimana seluruh data yang dikumpulkan dalam suatu
survai (campaign), yang terdiri dari beberapa sesi pengamatan, diproses sekaligus secara simultan.
Pengo lahan data fase dari su atu sur vai GPS dapat dilakuk an dalam beberapa mod a, yaitu :
Moda yang umum digunakan dengan menggunakan perangkat lunak komersial adalah moda baseline.
Tahapan Pengolahan Data Survai GPS
PEMROSESAN AWAL PERHITUNGAN BASELINE PERATAAN JARINGAN TRANSFORMASI KOORDINAT KONTROL KUALITASSemua perangkat lunak komersial untuk pengolahan data sur vai GPS
umumnya dapat menangani semua tahapan pengolahan data ini.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Tahapan Pengolahan Data Survai GPS
Koordinat Titik (Sistem Pengguna) Koordinat Titik (Sistem WGS-84) Transformasi Datum & Koordinat
Perataan Jaringan
Baseline-1 Baseline-2 ... Baseline-n Titik-1 Titik-2 Titik-3 ... Titik-k Pengolahan Baseline Pengolahan Baseline Pengolahan Baseline
Pemrosesan Awal
l Pentransferan data dan pengkodean (coding ). l Pemeriksaan (screening ) dan pengeditan data. l Pelaporan data serta pembuatan basis data. l Penentuan posisi secara absolut dengan
menggunakan data pseudorange.
Pemrosesan awal dari data survai GPS akan mencakup beberapa pekerjaan y ang s pesifik, yaitu antara lain :
Pekerjaan-pekerjaan di atas dapat dilakukan per stasion, sehingga dapat dilaksanakan di lapangan. Hasil tahap pemrosesan awal ini adalah : data dengan format yang diinginkan (seperti RINEX), beserta
informasi ephemeris serta koordinat pendekatan dari stasion.
RINEX
l Format ASCII, dengan panjang setiap record maksimum 80 karakter. l Data fase diberikan dalam unit panjang gelombang, dan
data pseudorange dalam unit meter.
l Semua kalibrasi tergantung-receiver sudah diaplikasikan ke data. l Tanda waktu adalah waktu pengamatan dalam kerangka waktu jam
receiver (bukan waktu GPS).
l Data pengamatan, Data Navigation Message, dan Data Meteorologi
diberikan dalam file-file yang berbeda.
Format RINEX (Receiver INdependent EXchange) adalah format standar yang kini diadopsi untuk pertukaran data survai GPS dan navigasi presisi. Beberapa karakteristik dari format RINEX adalah :
Perangkat lunak pengolah data survai GPS umumnya dapat memberikan output dan menerima input dalam format RINEX.
Contoh RINEX (Data Pengamatan)
2 OBSERVATION DATA RINEX VERSION / TYPE ASHTORIN 24 - NOV - 96 00:53 PGM / RUN BY / DATE
COMMENT
SPBL MARKER NAME
MARKER NUMBER
ITO OBSERVER / AGENCY
712 Z-XII3 1E001C5 REC # / TYPE / VERS
058 ANT # / TYPE
-1941181.2000 6023956.1200 -795246.5800 APPROX POSITION XYZ 1.1420 0.0000 0.0000 ANTENNA: DELTA H/E/N
1 1 WAVELENGTH FACT L1/2
7 L1 L2 C1 P1 P2 D1 D2 # / TYPES OF OBSERV
30 INTERVAL
1996 11 23 5 5 30.000000 TIME OF FIRST OBS 1996 11 23 10 57 0.006000 TIME OF LAST OBS
END OF HEADER 96 11 23 5 5 30.0000000 0 3 1 6 5 -0.000556700 39352.37219 27517.16655 23490335.597 23490334.8175 23490346.1335 -401.541 -312.889 64136.41319 47296.98456 22507825.656 22507824.3745 22507830.8595 -811.199 -632.103 161380.32819 117494.25856 22728766.718 22728763.1095 22728774.8915 -2042. 512 -1591 .568 96 11 23 5 6 0.0000000 0 3 1 6 5 -0.000532506 51314.581 9 36838.32345 23492612.029 23492612.7004 23492621.8824 -396.336 -308.833 88428.811 9 66226.10646 22512448.849 22512447.2434 22512453.8454 -808.637 -630.107 222862.081 9 165401.95446 22740465.049 22740462.9364 22740474.1904 -2056. 832 -1602 .726 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Contoh RINEX (
N a v i g a t i o n M e s s a g e
)
2 NAVIGATION DATA RINEX VERSION / TYPE
ASHTORIN 24 - NOV - 96 00:54 PGM / RUN BY / DATE COMMENT END OF HEADER 1 96 11 23 6 0 0.0 .762101262808D-05 .795807864051D-12 .000000000000D+00 .144000000000D+03 -.477812500000D+02 .489627537809D-08 .304839766216D+01 -.231526792049D-05 .339451909531D-02 .657141208649D-05 .515365985107D+04 .540000000000D+06 -.372529029846D-08 .186892179671D+01 -.298023223877D-07 .953956569034D+00 .249406250000D+03 -.152747787564D+01 -.813819613139D-08 -.473233997810D-09 .000000000000D+00 .880000000000D+03 .000000000000D+00 .700000000000D+01 .000000000000D+00 .465661287308D-09 .144000000000D+03 .536670000000D+06 .000000000000D+00 .000000000000D+00 .000000000000D+00 5 96 11 23 6 0 0.0 .695018097758D-04 .193267624127D-11 .000000000000D+00 .720000000000D+02 .114937500000D+03 .503163815935D-08 .228558310350D+01 .587292015553D-05 .126769649796D-02 .383704900742D-05 .515377617836D+04 .540000000000D+06 .558793544769D-08 -.236591202448D+01 -.298023223877D-07 .947094241225D+00 .300312500000D+03 -.136772230744D+01 -.852999816581D-08 .353586156854D-09 .000000000000D+00 .880000000000D+03 .000000000000D+00 .700000000000D+01 .000000000000D+00 .232830643654D-08 .584000000000D+03 .536670000000D+06 .000000000000D+00 .000000000000D+00 .000000000000D+00 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
S o l u s i
S o l u s i
S o l u s i
Proses Pengolahan Baseline
SELESAI
Absolute positioning (pseudorange) Differential positioning (triple-difference fase) Pendeteksian dan pengkoreksian Cycle Slips
Differential positioning
(double-difference fase, ambiguity float) Penentuan cycle ambiguity
(searching dan fixing) Differential positioning
Solusi
Trip le-Differenc e (TD)
l Dalam proses pengolahan baseline, solusi TD digunakan sebagai
harga pendekatan dari vektor baseline yang akan diestimasi.
l Model fungsional atau persamaan pengamatannya hanya mengandung
parameter koordinat. Parameter ambiguitas fase dan kesalahan waktu tereliminir dalam proses differencing .
l Karenannya algoritma untuk penentuan solusi TD relatif sederhana.
l Dalam konteks keberadaan cycle slips, solusi TD dapat dikatakan robust .
Keberadaan cycle slips dalam data TD ditunjukkan dengan adanya loncatan tajam (spike) tapi hanya pada epok yang terkait.
l Karenanya algoritma untuk rekonstruksi data TD dapat digunakan
juga dalam proses pendeteksian dan pengkoreksian cycle slips pada data double-difference.
Algoritma untuk Solusi TD
l Bentuk data satelit-pengamat DD (double-difference).
l Ambil dua data satelit-pengamat DD pada dua epok yang berturutan,
kurangkan antar keduanya sehingga terbentuk data TD.
l Hitung koordinat pendekatan dari titik dari solusi pseudorange. l Bentuk matriks desain A.
l Bentuk matriks berat P.
l Akumulasikan matriks normal ATPA dari epok ke epok.
l Pada akhir dari data set, inverskan matriks normal dan hitung solusi
parameternya : dx = (ATPA)-1. ATPw.
l Perbaharui nilai dari koordinat pendekatan.
l Lakukan iterasi sampai konvergensi solusi dicapai.
l Sebagai pilihan, hitung nilai residual dari data TD untuk setiap epoknya,
untuk keperluan pendeteksian dan pengkoreksian cycle slips pada data DD.
Solusi
D o u b l e-D i f f er e n c e (A m b i g u i t y -F r ee )
l Data double-difference (DD) yang digunakan adalah data satelit-pengamat DD. l Pada setiap epoknya, jika ada S satelit yang diamati, maka hanya (S-1)
data DD yang digunakan.
l Model fungsional atau persamaan pengamatannya mengandung
parameter koordinat dan juga parameter semua ambiguitas fase.
l Solusi DD rentan terhadap cycle slips di data.
l Solusi DD dapat agak sensitif terhadap beberapa hal yang diadopsi
oleh perangkat lunak yang digunakan, seperti : - strategi pengurangan data antar satelit. - kriteria penolakan data.
- cara penanganan korelasi antar data akibat proses differencing .
l Solusi DD juga sensitif terhadap beberapa faktor eksternal, seperti :
- lamanya sesi pengamatan.
- jumlah dan distribusi satelit yang diamati. - panjang baseline.
- level residu kesalahan dan bias di data.
l Dalam algoritma pembentukan data DD, muncul dan tenggelamnya satelit harus
dapat ditangani secara otomatis, termasuk penambahan dan pengurangan parameter ambiguitas fase yang diakibatkannya.
Algoritma untuk Solusi DD (
A m b - F r e e
)
l Bentuk data satelit-pengamat DD.
l Aplikasikan koreksi-koreksi untuk data, seperti koreksi troposfir.
l Tentukan nilai pendekatan dari parameter (koordinat dan ambiguitas fase).
Untuk koordinat gunakan nilai yang diberikan oleh solusi TD.
l Bentuk matriks desain A. l Bentuk matriks berat P.
l Akumulasikan matriks normal ATPA dari epok ke epok.
l Pada akhir dari data set, inverskan matriks normal dan hitung solusi
parameternya : dx = (ATPA)-1. ATPw.
l Perbaharui nilai dari parameter pendekatan.
l Lakukan iterasi sampai konvergensi solusi dicapai.
Pada solusi DD (Ambiguity-Free) nilai amb iguitas fase
Resolusi Ambiguitas Fase (1)
P r o s e s p e n en t u a n n i l ai d a r i a m b i g u i t as f a s e y a n g m e r u p a k an b i l an g a n b u l a t (i n t eg e r )
l Seandainya nilai ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar
maka jarak fase yang ambiguous dapat dikonversikan menjadi jarak geometrik yang sebenarnya dan mempunyai tingkat presisi
beberapa mm.
l Dalam pengolahan data survai GPS, resolusi ambiguitas ini
umumnya merupakan proses pengkonversian nilai ambiguitas (pecahan) hasil estimasi ke nilai ambiguitas (integer) yang dianggap benar.
Resolusi Ambiguitas Fase (2)
l Penetapan semua ataupun beberapa ambiguitas fase DD ke
nilai yang salah akan menghasilkan solusi yang kurang baik (lebih buruk dari solusi DD ambiguity-free atau solusi TD).
R es o l u s i a m b i g u i t a s f a s e y a n g a n d a l d i p e r l u k an , k a r en a
l Kesuksesannya tergantung pada banyak faktor.
l Sulit untuk mengetahui sebelum pengukuran apakah nantinya
ambiguitas fase dapat ditentukan dengan benar atau tidak.
l Tapi untuk pengamatan selama 1 jam, panjang baseline yang
relatif pendek (< 20 km), jumlah satelit yang memadai (> 4 satelit), serta perubahan PDOP yang relatif besar , umumnya dapat
diharapkan bahwa ambiguitas akan dapat ditentukan dengan baik.
R es o l u s i a m b i g u i t as f a s e b u k a n l a h s u a t u h a l y a n g m u d a h
Solusi
D o u b l e-D i f f er e n c e ( A m b i g u i t y -F ix e d )
l Model fungsional atau persamaan pengamatannya mengandung parameter
koordinat serta parameter ambiguitas fase yang tidak dapat ditentukan nilainya pada solusi DD (ambiguity-free). Seandainya semua parameter ambiguitas fase telah dapat ditentukan, maka parameter yang tertinggal hanyalah koordinat.
l Solusi DD (amb-fixed ) relatif lebih kuat (karena jumlah ukuran lebihnya lebih
banyak). Tetapi solusi ini hanya andal kalau ambiguitas fase telah ditetapkan ke nilai integer yang benar.
l Solusi DD dapat agak sensitif terhadap strategi yang digunakan untuk
resolusi ambiguitas fase :
- algoritma resolusi ambiguitas yang digunakan.
- strategi dan kriteria pencarian dan penolakan integer yang digunakan. - kriteria validasi hasil yang digunakan.
l Resolusi ambiguitas juga sensitif terhadap beberapa faktor eksternal, seperti :
- lamanya sesi pengamatan. - geometri satelit dan pengamat - panjang baseline.
Algoritma untuk Solusi DD (
A m b - F i x e d
)
l Bentuk data satelit-pengamat DD seperti sebelumnya, tapi dengan
memperhitungkan nilai integer ambiguitas yang telah ditetapkan.
l Aplikasikan koreksi-koreksi untuk data, seperti koreksi troposfir.
l Tentukan nilai pendekatan dari parameter dengan menggunakan nilai
yang diberikan oleh solusi DD (ambiguity-free).
l Bentuk matriks desain A. l Bentuk matriks berat P.
l Akumulasikan matriks normal ATPA dari epok ke epok.
l Pada akhir dari data set, inverskan matriks normal dan hitung solusi
parameternya : dx = (ATPA)-1. ATPw.
l Perbaharui nilai dari parameter pendekatan.
Perbandingan Tingkat Presisi Solusi
C o n t o h h a s i l y a n g d i d a p a t k an d e n g a n baseline GPS sepanjang 6.8 km Solusi TD DD (Amb-Free) DD (Amb-Fixed) (m) 0.415E-01 0.398E-02 0.352E-02 (m) 0.920E-01 0.108E-01 0.175E-02 (m) 0.329E-01 0.327E-02 0.182E-02 Ref. : Rizos (1996) X Y XTahapan Resolusi Ambiguitas
l Solusi DD (Amb-Fixed) adalah solusi yang diinginkan,
dan segala usaha harus dikerahkan untuk mendapatkannya.
l Dalam hal ini ada beberapa tahapan yang umum dilakukan
dalam proses resolusi ambiguitas untuk mendapatkan solusi DD (Amb-Fixed), yaitu :
4 Tentukan nilai pendekatan dari parameter ambiguitas fase.
4 Lakukan proses p encarian (searching) untuk mengidentifikasi set-set parameter ambiguitas yang “mungkin” benar.
4 Lakukan proses v alidasi untuk menentukan satu set parameter ambiguitas fase yang paling “benar”.
Mensukseskan Resolusi Ambiguitas
l Minimalkan pengaruh kesalahan dan bias, seperti multipath
dan ionosfir, dengan pemilihan lokasi yang baik dan pengamatan pada malam hari.
l Lakukan pengamatan satelit dalam selang waktu yang
cukup panjang (0.5 - 2 jam).
l Amati sebanyak mungkin satelit.
l Gunakan data dua-frekuensi untuk baseline yang relatif panjang. l Gunakan data satu-frekuensi untuk baseline yang relatif pendek.
Pada survai dengan GPS ada beberapa strategi yang
dapat dilakukan untuk mempertinggi tingkat kesuksesan
resolusi ambiguitas, yaitu :
l Jangan ikut sertakan satelit yang datanya relatif sedikit. l Jangan ikut sertakan satelit yang residualnya relatif besar. l Lakukan pemilihan selang waktu (windowing ) sehingga data
yang terikut sertakan adalah data yang relatif baik.
l Gunakan satelit yang berbeda sebagai satelit referensi dalam proses pengurangan data (differencing ).
Seandainya Resolusi Ambiguitas Gagal ?
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Seandainya dalam p engolahan s uatu b aseline, amb iguitas fasenya tidak dapat ditentukan b ilangan in tegernya, maka ada beberapa hal yang d apat dilakuk an yaitu antara lain :
Indikator Kualitas Vektor Baseline
l Jumlah data pengamatan yang ditolak. l S u k s e s t i d a k n y a r e s o l u s i a m b i g u i t as .
l Nilai rm s d ari residu al pengamatan.
l Hasil uji statistik terhadap nilai residual maupu n
nilai parameter (vektor baseline maupun ambiguitas)
l Nilai faktor variansi apos teriori. l Matriks VKV dari vektor baseline.
Pada pengolahan baseline, ada beberapa indikator kualitas
yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dari
Bagaiman kita dapat mengetahui
kualitas sebenarnya dari setiap baseline ?
Gabungkan semua baseline
Perataan Jaringan GPS
Perataan
Jaringan
] Baseline-baseline belum terintegrasi s e c a r a b e n a r d a n k o n s i s t e n
] K o o r d i n a t t i ti k -t i t i k b e lu m u n i k
] Baseline-baseline telah terintegrasi s e c a r a b e n a r d a n k o n s i s t e n
Perataan Jaringan GPS
Cek kembali Pengolahan
Baseline
Perataan Jaring Bebas Data Vektor Baseline
Perataan Jaring Terikat OK ? Tidak Ya OK ? Ya Selesai Tidak Cek kembali Kualitas dari setiap
T it i k K o n t r o l
l (dX,dY,dZ)
l Setiap vektor baseline GPS pada
dasarnya memberikan tiga (3) data ukuran, yaitu (dX,dY,dZ).
l Ketiga data ukuran tersebut
berkorelasi karena proses penentuanya yang pada dasarnya simultan.
l Ketelitian dari vektor baseline
diekspresikan oleh matrik Varian-Kovariansi (VCV) nya.
l Komponen dari vektor baseline
berikut matrik VCV nya dilibatkan dalam hitung perataan jaringan.
V V , , , C dX dX dY dX dZ dY dY dZ dZ simetri
2 2 2 dX dY dZ b a s e l i n eMatrik VCV Baseline
o
Perataan jaring bebas dimaksudkan untuk mengecek
kualitas dan konsistensi dari data vektor baseline.
o
Perataan jaring bebas dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode :
o
Yang umum digunakan oleh perangkat lunak komersial
untuk pengolahan data survai GPS adalah metode
kendala minimal.
Perataan Jaring Bebas
l Metode Kendala Minimal (Minimal Constraint )
l Metode Kendala Internal (Inner Constraint ) l Metode Generalized Matrix Inverse
Perataan Jaring GPS Kendala Minimal
o Satu titik dianggap sebagai titik tetap yang diketahui koordinatnya dalam hitung perataan.
o Dalam hal ini vektor-vektor baseline bebas berinteraksi antar sesamanya untuk membentuk suatu jaring GPS yang ‘optimal’. Dalam hal ini tidak ada kendala dari luar yang mempengaruhi.
o Nilai residual yang diperoleh merefleksikan konsistensi internal dari data vektor baseline, atau dengan kata lain juga
merefleksikan tingkat presisi dari data vektor baseline.
o Nilai residual maupun bentuk dan ukuran dari ellips kesalahan relatif, tidak akan terpengaruh oleh lokasi titik dalam jaringan yang dianggap sebagai titik tetap.
l Perataan jaring terikat akan mengikutsertakan
semua data ukuran yang valid serta akan menggunakan semua titik kontrol sebagai titik tetap atau terkendala.
l Perangkat lunak komersial GPS umumnya menganggap titik kontrol sebagai titik tetap (tidak mempunyai kesalahan).
l Perataan jaring terikat
akan memberikan koordinat definitif untuk semua
titik-titik yang baru.
Perataan Jaring Terikat
Titik kontrol Titik baru Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l
Mengecek konsistensi data ukuran dengan titik-titik kontrol
yang telah ada (suatu mekanisme kontrol kualitas).
l
Mengintegrasikan titik-titik dalam jaringan baru ke
jaringan titik yang telah ada yang tingkat ketelitiannya
lebih tinggi atau setidaknya sama (kepastian datum dan
sistem koordinat )
Fungsi Perataan Jaring Terikat
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Titik kontrol Titik baru
l
Jumlah outlier.
l
Besarnya residual serta nilai standar deviasinya.
l
Standar deviasi dari komponen-komponen koordinat.
l
Nilai dari faktor variansi aposteriori.
l
Hasil dari uji-uji statistik.
l
Bentuk, ukuran, dan orientasi dari ellips kesalahan
(titik dan garis)
Indikator Kualitas
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ada beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai
indikator dari kualitas hitung perataan jaringan, yaitu :
l Kesalahan Random (Acak) :
- tidak bisa dihindari
- magnitudenya umumnya kecil - tidak bisa diprediksi
- mengikuti hukum-hukum statistik
l Kesalahan Sistematik (Bias) :
- perbedaan antara model fungsional dengan kenyataan. - tidak bersifat acak.
- disebabkan oleh pemodelan yang kurang sempurna.
- secara teoritis dapat dieliminasi dengan penyempurnaan model yang digunakan.
l Kesalahan Besar :
- disebabkan oleh malfunction dari surveyor atau instrumen.
- dapat dihindari dengan pola kerja yang teliti, cermat, dan sistematik.
Jenis-Jenis Kesalahan
o
Kesalahan internal bersumber dari keterbatasan
yang sifatnya inheren pada instrumen dan operator.
o
Kesalahan eksternal bersumber pada faktor-faktor
di luar instrumen, seperti multipath, refraksi atmosfir
dan kesalahan orbit.
o
Matrik VKV dari baseline GPS umumnya merefleksikan
pengaruh dari kesalahan-kesalahan yang bersifat
internal, sehingga biasanya bersifat
t o o - o p t i m i s t i c.
Sumber Kesalahan Internal dan Eksternal
o
o
Pengaruh dari kesalah
Pengaruh dari kesalahan-kesalahan yang bersifa
an-kesalahan yang bersifatt
eksternal dapat diperhitungkan dengan mengaplikasikan
eksternal dapat diperhitungkan dengan mengaplikasikan
faktor skala
faktor skala terhadap matrik VKV, sehingga
terhadap matrik VKV, sehingga
membuatnya lebih realistik.
membuatnya lebih realistik.
o
o
Besar
Besarnya faktor skala dapa
nya faktor skala dapat tergantu
t tergantung pada :
ng pada :
F
F T iT ip e p e i n s t r u m e n .i n s t r u m e n . F
F L o k a s i . L o k a s i . F
F PaPanjang njang baseline baseline
o
o
Besarnya faktor skala da
Besarnya faktor skala dapat diturunkan da
pat diturunkan dari analisis
ri analisis
terhadap baseline-baseline yang diukur dua kali.
terhadap baseline-baseline yang diukur dua kali.
Sumber Kesalahan Internal dan Eksternal
Sumber Kesalahan Internal dan Eksternal
Hasanuddin Z. Abidin, 1996 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
ll Outlier Outlier adalah adalah data data pengamatan pengamatan yang yang secara secara statistik dianstatistik dianggapggap tidak ‘sesuai’ tidak ‘sesuai’
((incompatibleincompatible) dengan data pengamatan lainnya dalam satu seri [) dengan data pengamatan lainnya dalam satu seri [Vanicek Vanicek , 1986]., 1986]. Ketidaksesuaian bisa terjadi karena
Ketidaksesuaian bisa terjadi karena : :
- kesalahan besar (blunder) pada data pengamatan, atau - kesalahan besar (blunder) pada data pengamatan, atau
- semacam gangguan mendadak yang mempengaruhi kinerja dari - semacam gangguan mendadak yang mempengaruhi kinerja dari
sistem pengukuran. sistem pengukuran.
ll Outlier adalaOutlier adalah residual h residual (dari data (dari data pengamatan), pengamatan), yang beryang berdasarkan uji dasarkan uji statistikstatistik
tertentu
tertentu tidak memenuhi asumsi tidak memenuhi asumsi ya yang ding digunakgunakan an [[Caspary Caspary , 1987]., 1987].
outlier outlier waktu waktu r r e e s s i i d d u u a a l l Hasanuddin Z. Abidin, 1996 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Apa
ll Proses Proses pendeteksian pendeteksian outlier outlier berbasis berbasis padapada asumsi bahwa kesalahan yang sebenarnya asumsi bahwa kesalahan yang sebenarnya mempunyai distribusi Normal.
mempunyai distribusi Normal.
ll Parameter populasi Parameter populasi (harga (harga rata-rata rata-rata dandan variansi) yang terkait dengan residual dari variansi) yang terkait dengan residual dari data ukuran umumnya tidak diketahui. data ukuran umumnya tidak diketahui.
ll Oleh Oleh sebab sebab itu itu penggunaan penggunaan distribusidistribusi Normal secara langsung dalam proses Normal secara langsung dalam proses pendeteksian outlier umumnya tidak dapat pendeteksian outlier umumnya tidak dapat dilakukan. dilakukan. Hasanuddin Z. Abidin, 1996 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pendeteksian Outlier
Pendeteksian Outlier
o Salah satu alternatif disamping distribusi Normal adalah distribusi Student (distrubusi-t).
o ‘Studentisation’ adalah pendesainan statistik yang tidak tergantung pada ketidaktahuan terhadap harga yang sebenarnya dari satu atau beberapa parameter dari populasi.
o Distribusi Student menuntut bahwa harga rata-rata dan varian sampel diturunkan dari sampel data yang berbeda. Ini adalah praktek yang kurang tepat untuk diberlakukan pada data survai pada umumnya.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
c
l
is
c
dimanac = t
(n-1,1-2
)
= harga rata-rata populasi s = standar deviasi sampel(tidak dihitung dari sampel data pengamatan l)
l = data pengamatan
t = nilai kritikal dari distribusi Student
n = jumlah data pengamatan
= significant levelHasanuddin Z. Abidin, 1996
Pendeteksian Outlier (uji Student)
Uji statistik Student untuk pendeteksian outlier
dapat diformulasikan sebagai berikut :
o
Pada kasus dimana harga rata-rata dan varian
dari sampel dihitung dari sampel data yang sama,
maka distribusi Tau harus digunakan dalam
pendeteksian outlier.
o
Distribusi Tau pertama kali dipublikasikan oleh
W.R. Thompson pada tahun 1935.
o
Distribusi Tau diturunkan dari distribusi Student.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
c
l
is
l
c
dimanac =
n -1n (n-1,1-
2
)
= nilai kritikal dari distribusi Tau n = jumlah data pengamatan
= significant level l = harga rata-rata sampels = standar deviasi sampel l = data pengamatan
Harga rata-rata dan s tandar d eviasi
d i h i t u n g b e r d a s ar k a n s a m p e l d a t a y a n g s a m a .
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pendeteksian Outlier (uji Tau)
Uji statistik Tau untuk pendeteksian outlier dapat
diformulasikan sebagai berikut :
l Nilai kritikal Tau dihitung berdasarkan jumlah data pengamatan (derajat kebebasan) dan tingkat
kepercayaan yang diinginkan.
l Residual standar dibandingkan dengan nilai kritikal Tau.
l Residual standar yang nilainya melebihi nilai kritikal Tau akan ditandai (flagged ).
l Nilai kritikal Tau adalah cukup berbeda dengan nilai kritikal yang berdasarkan distribusi Normal.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o SEANDAINYA :
l residual dari data ukuran konsisten dengan harga estimasi ketelitiannya (deviasi standar), dan
l residual tersebut berdistribusi Normal,
MAKA harga faktor varian a posteriori nya akan sama dengan satu (1).
o Test statistik dapat diaplikasikan untuk menentukan apakah harga dari faktor variansi aposteriori konsisten dengan satu (1) sampai batas-batas tertentu yang dapat diterima.
Uji Chi-Square terhadap Faktor Variansi Aposteriori
l Uji Chi-Square dianggap sukses seandainya harga faktor variansi apriori
terletak dalam suatu interval harga yang didefinisikan secara statistik :
l Gagalnya uji ini memberikan indikasi bahwa residual dari data ukuran
adalah lebih besar dari harga yang direpresentasikan oleh variansinya.
l Atau, residual adalah lebih kecil dari harga ekspektasinya, yang
menunjukkan bahwa kemungkinan data ukuran adalah lebih presisi dibandingkan perkiraan sebelumnya.
l Atau, model fungsional yang digunakan tidak komplit atau tidak benar, atau
data mengandung kesalahan sistematik yang tidak dimodel secara benar.
. . , / , / 2 2 1 2 2 2 2 2 v v
Uji Chi-Square terhadap Faktor Variansi Aposteriori
2 2
= faktor variansi apriori (umumnya = 1) = faktor variansi aposteriori
= ukuran lebih (1- ) = confidence level
l Ad anya kesalahan besar pada satu atau
beberapa data uku ran.
l Ad anya kesalahan sistematik pada data uku ran ataupu n
pada koo rdinat dari satu atau beberapa titik tetap.
l T id a k n o r m a ln y a d i s t r i b u s i d ar i r es i d u a l d a t a u k u r a n . l P en g g u n a an m o d e l f u n g s i o n a l y a n g k u r an g b e n ar . l Nilai apriori standar deviasi dari data uku ran
yang tidak benar.
l Ko mb inasi dari faktor-faktor di atas.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Gagalnya Uji Statistik
o
Ellips kesalahan titik (absolut) memberikan
daerah kepercayaan (confidence region)
dari koordinat horisontal suatu titik.
o
Besar, bentuk, dan orientasi dari ellips kesalahan absolut
akan terpengaruh oleh pemilihan titik datum dalam
jaringan.
o
Dalam program perataan jaringan, indikator kualitas yang
formal seperti ellips kesalahan titik ini, umumnya hanya
akan dihitung apabila uji-uji statistik (seperti Ratio Varian
dan Chi-Square) telah sukses dilalui.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
N E a b
PSeandainya matrik VKV dari posisi horisontal titik P adalah :
maka besar, bentuk, dan orientasi ellips kesalahan absolut yang standar, dihitung sebagai berikut :
a { ( ) ) } b { ( ) ) } tan 1 2 4( 1 2 4( 2 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l
Probabilitas titik berada dalam
ellips kesalahan standar
adalahsekitar 39%.
l
Untuk meningkatkan tingkat
probabilitas menjadi 95%, maka
ukuran dari ellips standar harus
dikalikan faktor :
2 .
20052. ,
2 45.Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ellips Kesalahan Titik (Absolut)
N E a b
Pl
Ellips kesalahan relatif memberikan
daerah kepercayaan (confidence region)
dari koordinat horisontal suatu titik relatif
terhadap titik lainnya.
l
Besar, bentuk, dan orientasi dari ellips kesalahan
relatif
tidak akan terpeng aruholeh pemilihan titik
datum dalam jaringan.
l
Ellips kesalahan relatif ini kadangkala disebut
juga sebagai
ellips kesalahan garis.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Seandainya matrik VKV dari yang terkait dengan posisi horisontal titik A dan B adalah sebagai berikut :
maka : simetri A B dE . d . d EdN 2 2 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Besar, bentuk, dan orientasi dari
ellips kesalahan relatif (garis) standar,
dapat dihitung berdasarkan
rumus berikut :
a { ( ) ( ) } b { ( ) ( ) } tan d d d d d d d d d d d d d d d d 1 2 4 1 2 4 2 Hasanuddin Z. Abidin, 1996Ellips Kesalahan Relatif
A B N E a b
Pl
Sesuai dengan kualitasnya, jaringan dapat
diklasifikasikan berdasarkan KELAS dan ORDE.
l
Pengklasifikasian jaringan ini umumnya didasarkan
pada statistik yang dihasilkan oleh hitung perataan
jaringan.
l
Statistik tersebut harus diverifikasi terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk menentukan KELAS dan
ORDE dari jaringan yang bersangkutan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o KELAS diberikan kepada suatu set koordinat berdasarkan pada : - metode survai lapangan yang digunakan,
- teknik reduksi data yang diaplikasikan,dan - hasil dari hitung perataan jaring bebas.
o Panjang dari sumbu semi-major dari ellips kesalahan relatif yang diberikan oleh hitung perataan jaring bebas
tidak boleh melebihi panjang maksimum dari sumbu semi-major
yang diperbolehkan.
A
B
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
KELAS JARINGAN
r = c (d + 0.2) dimana :
r = panjang maksimum dari sumbu semi-major yang diperbolehkan (mm) c = faktor yang diturunkan secara empirik (telah diterima secara historis),
yang besarnya tergantung pada KELAS
d = jarak antara dua titik yang bersangkutan dalam km, dengan jarak minimum adalah 1 km.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
KELAS JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
Panjang maksimum dari sumbu semi-major dari elips kesalahan relatif yang diperbolehkan dihitung menggunakan rumus :
l Kalau :
- metode survai lapangan yang digunakan,atau - teknik reduksi data yang
diaplikasikan,atau
- hasil dari hitung perataan jaring bebas.
gagal mencapai KELAS yang diinginkan, maka titik-titik dari survai tersebut harus diklasifikasikan ke KELAS tertinggi yang sama untuk ketiga aspek di atas.
l Harga dari konstanta c untuk KELAS :
KELAS JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
KELAS c (untuk 1 sigma) Aplikasi tipikal 3A 1 Survai presisi tinggi spesial 2A 3 Survai geodesi presisi tinggi
A 7.5 Survai geodesi propinsi dan nasional B 15 Densifikasi kontrol survai
C 30 Proyek survai koordinatif D 50 Proyek KELAS rendah E 100 Proyek KELAS rendah
o ORDE adalah fungsi dari :
- KELAS dari survai,
- Kesesuaian (conformity) antara data survai yang baru dengan set koordinat jaringan yang telah ada,
- Ketelitian dari proses transformasi yang diperlukan untuk mengkonversikan hasil dari satu datum ke datum lainnya.
o ORDE yang diberikan pada titik-titik dari suatu kerangka yang baru
TIDAK BOLEH :
- lebih tinggi dari ORDE titik-titik yang sudah ada yang digunakan sebagai titik ikat dari kerangka yang bersangkutan.
- lebih tinggi dari KELAS yang diberikan pada survai yang bersangkutan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
ORDE JARINGAN
o ORDE suatu jaringan, dikaitkan dengan KELAS nya, bisa menjadi lebih rendah karena beberapa faktor, seperti :
- kualitas dari titik-titik ikat yang digunakan relatif lebih rendah, atau
- konfigurasi titik-titik ikat yang digunakan relatif tidak optimal.
o Kriteria yang digunakan untuk menentukan ORDE dari suatu jaringan adalah identik dengan yang digunakan dalam penentuan
KELAS, yaitu dengan menggunakan rumus :
r = c (d + 0.2)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
ORDE JARINGAN
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
ORDE JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
ORDE c (untuk 1 sigma) Aplikasi tipikal 00 1 Survai presisi tinggi spesial
0 3 Survai geodesi presisi tinggi
1 7.5 Survai geodesi propinsi dan nasional 2 15 Densifikasi kontrol survai
3 30 Proyek survai koordinatif 4 50 Proyek KELAS rendah 5 100 Proyek KELAS rendah
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Hitung Perataan
Hitung Perataan
o
Perataan diperlukan ketika jaringan mempunyai data
ukuran yang berlebih :
l menciptakan konsistensi dari data ukuran
l mendistribusikan kesalahan dengan cara yang merefleksikan ketelitian pengukuran.
o
Ada beberapa metode Hitung Perataan yang dapat
diaplikasikan.
o
Metode Kuadrat Terkecil adalah metode hitung perataan
yang paling umum digunakan dalam bidang Geodesi.
Hitung Perataan
Hitung Perataan
o
Perataan satu-dimensi (1D) :
4 jaringan sipat datar
o
Perataan dua-dimensi (2D) :
4 jaringan poligon
o
Perataan tiga-dimensi (3D) :
4 jaringan GPS
Perataan
Perataan 1D, 2D,
1D, 2D, dan
dan 3D
3D
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Hitung perataan dapat dilakukan dalam sistem
koordinat satu,dua, tiga, atau bahkan n dimensi.
p . v minimum p . v minimum Maksimum p . v minimum p . v minimum i i i i i i i i2
M etode min-maxM etode kuadrat ter kecil Metode L1-norm
Tidak terlalu baik !
p = berat ukuran, v = residual dari data ukuran
Metode Hitung Perataan
Metode Hitung Perataan
o Prinsip : Jumlah (proporsional terhadap berat data ukuran) dari kuadrat dari residual adalah minimum.
o Menganggap data ukuran sebagai indikator terbaik dari harga data yang sebenarnya.
o Memberikan koreksi yang sekecil mungkin untuk data ukuran.
o Memberikan harga estimasi dari parameter yang dicari beserta informasi tentang kualitas (ketelitian) nya.
p . v minimum
i i2
p = berat dari data ukuran iv = residual dari data ukuran ii iMetode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
l Prinsip dasar dari metode kuadrat terkecil pertama kali ditulis oleh Gauss kira-kira 200 tahun yang lalu, pada saat ia masih mahasiswa di Jerman.
l Aplikasi pertama adalah untuk pengolahan data Astronomi.
l Pada kira-kira waktu yang sama Legendre juga membangun ide yang sama dengan Gauss menyangkut metode kuadrat terkecil ini. l Gauss adalah orang pertama yang mengaplikasikan metode ini untuk
hitung perataan jaring kerangka survai (sekitar tahun 1803 - 1807). l Di akhir 1800-an, Helmert banyak membuat kontribusi terhadap
penggunaan metode ini dalam bidang survai.
l Banyak kemajuan yang terjadi dengan metode kuadrat terkecil ini. Dua yang terpenting adalah perkenalan dengan matrik (sekitar tahun 1850) dan penggunaan komputer (sekitar tahun 1960-an).
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Evaluasi Statistik dan Uji Hasil
Model
(Fungsional & Stokastik)
P e m o d e l a n k e m b a l i Teknik-teknik dan Algoritma perhitungan Aspek-aspek filosofis dan penilaian Ref. [ Mikhail , 1976].
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Data Ukuran Model Stokastik Model Fungsional Algoritma Hitung Perataan Parameter dan Ketelitiannya Data Ukuran yang terkoreksi
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
]
Pada metode kuadrat terkecil ada dua model
yang perlu ditentukan untuk pemakaiannya, yaitu
model fungsional dan model stokastik .
]
Model Fungsional
l Menghubungkan data ukuran dengan parameter yang akan diestimasi.
]
Model Stokastik
l Menjelaskan karakteristik statistik dari data ukuran.
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
o
Teori kuadrat terkecil tidak menuntut bahwa residual
dari data ukuran mempunyai distribusi Normal
(Gaussian).
AKAN TETAPI
o
Bila data ukuran secara tipikal konsisten dengan
distribusi Normal, maka residualnya dapat
diharapkan akan mempunyai distribusi Normal.
distribusi Normal
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
l Pada model fungsional (persamaan pengamatan) nya, data ukuran merupakan fungsi dari parameter yang akan diestimasi :
l Persamaan pengamatan bisa linear maupun non-linear . l Satu data ukuran membentuk satu persamaan pengamatan. l Jumlah persamaan pengamatan harus lebih besar atau sama
dengan jumlah parameter yang akan diestimasi.
l Metode kuadrat terkecil yang umum diaplikasikan pada program komputer.
data ukuran = f (parameter)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Pada persamaan pengamatan jarak, data ukuran jarak dapat dimodelkan sebagai fungsi dari koordinat kedua titik ujungnya :
l Selain jarak ukuran d, data masukan lainnya untuk hitung perataan adalah koordinat pendekatan dari titik-titik ujungnya. l Hitung perataan terhadap jarak umumnya dimodel dalam
bentuk dimana koreksi langsung diberikan pada koordinat dari titik-titik ujungnya. d f x y x x y y
(( , ),( , )) ( ) ( ) 1 1 2 2 2 1 2 2 1 2 d ( , )1 1 ( , )2 2 Hasanuddin Z. Abidin, 1996r Persamaan pengamatan jarak dapat mempunyai bentuk : v = a1.dx1 + b1.dy1+ a2 .dx2 + b2 .dy2+ w
dimana
:
m v adalah residual dari data ukuran.
m x1, y1, x2, y2 adalah koreksi terhadap koordinat pendekatan.
m a1, b1, a2, b2 adalah koeffisien dari persamaan pengamatan.
m w adalah salah penutup, yaitu selisih antara jarak pendekatan (jarak yang dihitung berdasarkan koordinat pendekatan dari titik-titik ujungnya) dengan jarak ukuran.
r Penentuan harga koordinat yang definitif dilakukan secara iteratif .
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Sangat sering, koefisien-koefisien dari persamaan pengamatan merupakan fungsi dari koordinat titik-titik ujung, dimana perubahan dari koordinat-koordinat tersebut akan mempengaruhi harga dari koefisien-koefisien tersebut.
l Dalam hal ini model fungsional adalah non-linear.
l Biasanya proses perhitungan perlu diiterasi beberapa kali sampai koefisien-koefisien dari persamaan pengamatan menjadi konsisten dengan koordinat dari titik-titik.
l Jumlah iterasi akan tergantung pada ketelitian dari koordinat pendekatan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Model Non
l Data ukuran yang lebih teliti akan mempunyai berat yang lebih besar dibandingkan data ukuran yang kurang teliti.
l Hasil dari hitung perataan akan tergantung pada harga relatif dari berat data-data ukuran yang terlibat.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996