• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang proses kehidupan manusia sebagai penunjang media perpindahan arus barang, orang, jasa serta informasi. Transportasi juga dapat menentukan perkembangan suatu wilayah, karena dengan transportasi yang menunjang, kegiatan perekonomian wilayah serta sektor-sektor lain juga akan berjalan dengan baik. Mengingat begitu pentingnya peranan transportasi maka diperlukan suatu penciptaan sistem transportasi yang tertib, lancar, aman, efektif dan efisien. Transportasi diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan pengangkutan atau pemindahan (barang, jasa,dan manusia) dari suatu tempat asal menuju tempat lain, yang mempunyai arti Origin Destination Travel (OD Travel). Dalam pembangunan transportasi perlu mempertimbangkan 3 unsur utama yang ada, ketiga unsur yang ada tersebut saling mengisi untuk mendapatkan transportasi yang baik dan berkelanjutan. Unsur yang dibutuhkan untuk dapat meyelenggarakan kegiatan transportasi adalah kendaraan, jalur, dan terminal (Adisasmita, 2011).

Fungsi transportasi adalah sebagai pendorong, pendorong pembangunan pada tiap – tiap daerah sehingga dapat terjadi interkasi pembangunan di antara wilayah yang terhubung. Semakin baik transportasi yang ada pada tiap – tiap daerah, maka pembangunan antar wilayah akan semakin baik karena didukung oleh transportasi yang memadai.

Yogyakarta telah berkembang menjadi salah satu daerah pusat pendidikan dan daerah tujuan wisata Internasional. Masyarakat yang ada di Yogyakarta tidak hanya sebatas penduduk asli Yogyakarta, namun sudah banyak pendatang yang sebagian besar merupakan pelajar yang sedang menuntut ilmu di Yogyakarta. Dari segi pariwisata, Yogyakarta merupakan tujuan wisata dari wisatawan domestik

(2)

2

maupun wisatawan mancanegara terutama transportasi darat (Dishubkominfo DIY).

Permasalahan yang muncul dalam transportasi adalah adanya ketimpangan antara pesatnya peningkatan sarana transportasi dengan rendahnya penyediaan prasarana transportasi. Masalah transportasi perkotaan telah menjadi masalah utama di kota-kota besar di Indonesia, termasuk Kota Yogyakarta. Dengan kapasitasnya sebagai kota pusat pelayanan jasa pariwisata dan pendidikan, serta pusat industri berbagai macam kerajinan, dituntut untuk menyediakan angkutan umum yang layak dan handal untuk mendukung mobilitas masyarakat perkotaan Yogyakarta. Jumlah penduduk perkotaan Yogyakarta yang mencapai 3.487.325 jiwa (BPS 2012), tentu memiliki perilaku mobilitas keruangan yang tinggi, sehingga kebutuhan akan fasilitas transportasi massal atau masstransit menjadi sebuah poin penting dalam keseharian masyarakat perkotaan Yogyakarta. Pada Kabupaten Bantul, sebagai salah satu Kabupaten yang mempunyai mobilitas tinggi mengenai transportasi, tidak ada perkembangan jalan yang cukup berarti, namun berbanding terbalik dengan perkembangan kendaraan bermotor yang ada di Kabupaten Bantul. Pada tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor yang ada di bantul baik motor, maupun mobil pribadi mempunyai jumlah sekitar 246 ribu kendaraan, dan mempunyai perkembangan yang cukup pesat selama satu tahun hingga pada tahun 2010 jumlah kendaraan sepeda motor berjumlah 253.704 kendaraan. Mobil bertambah menjadi 10.553 (Bantul dalam angka 2010). Melihat perkembangan yang ada pada Jakarta, bagaimana peranan transportasi begitu penting karena Jakarta merupakan Ibukota Negara, dimana pusat pemerintahan dan pusat perdagangan. Kebutuhan transportasi penduduk sangat tinggi, dan perencanaan transportasi public yang kurang baik. Sehingga Jakarta sulit untuk membenahi transportasi umum.

Berbicara tentang masalah transportasi umum. Pada kendaraan umum di Kabupaten Bantul dari tahun 2009, yang mempunyai jumlah armada 791 bus, pada tahun 2009 menurun menjadi 786 armada. Hal ini ditimbulkan oleh ketidakmampuan angkutan umum untuk melayani kebutuhan transportasi penduduk kota. Ketidaknyamanan angkutan umum tersebut mendorong para

(3)

3

penggunanya enggan memanfaatkan angkutan umum yang ada sehingga beralih memanfaatkan angkutan pribadi yang daya angkutnya lebih rendah. Penurunan penggunaan angkutan umum ini terlihat dari load factor (tingkat keterisian penumpang) yang semakin lama semakin menurun. Hasil kajian yang sudah dilakukan oleh Magister Sistem dan Teknik Transportasi (MSTT) UGM tahun 2005, penurunan jumlah penumpang angkutan umum, disebabkan karena menurunnya kualitas pelayanan angkutan umum tersebut baik dari sisi kenyamanan, keandalan dan keamanan, serta pertumbuhan jumlah kendaraan lain selain angkutan umum seperti sepeda motor dan mobil yang sangat cepat sebagai akibat adanya berbagai kemudahan untuk memiliki moda transportasi ini. Untuk itu agar dapat memenuhi perencanaan pembangunan transportasi haruslah dengan memberikan stimulus bagaimana mendorong peningkatan pemakaian kendaraan angkutan umum, dengan dibantu dari berbagai kebijakan, sistem, yang dimana sistem yang dibenahi adalah bentuk pelayanan yang ada, kualitas dari angkutan umum yang ada, serta bentuk budaya dari masyarakat agar mengedepankan pergerakan manusia untuk beraktifitas, bukan pergerakan mesin yang beraktifitas seperti kebanyakan yang ada sekarang ini.

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan upaya-upaya perbaikan/ reformasi terkait dengan jaringan trayek dan spesifikasinya, jumlah dan spesifikasi armada, standar pelayanan operasional dan kinerja jaringan khususnya dari sisi efisiensi sumber daya, serta rancangan operasi yang meliputi jadwal, transfer, waktu dan tarif. Pemerintah Provinsi DIY menuangkan reformasi ini dalam bentuk manajemen transportasi berbasis Buy The Service (BTS) yaitu dengan pengadaan Bus Rapid Transit (BRT), dengan label Trans Jogja. Target utama moda transportasi baru yang diluncurkan sejak pertengahan Februari 2008 guna perbaikan sistem transportasi angkutan umum perkotaan di Kota Yogyakarta.

Bus Rapid Transit (BRT), adalah sistem transportasi massal yang berbasis moda transportasi berupa bis dengan mengedepankan kecepatan, kenyamanan, dan hemat biaya dalam pelayanan terhadap pelanggan (Miro,2004).

Salah satu wilayah yang sudah mengadaptasikan BRT ini adalah Jakarta. Dengan bantuan BRT ini Ibukota Jakarta dalam proses untuk membuat sistem

(4)

4

transportasi masal modern, dan terintegrasi. Penduduk yang mempunyai mobilitas tinggi membutuhkan transportasi yang dapat menunjang aktifitas dengan baik. Sedangkan untuk wilayah Kecamatan bantul yang merupakan wilayah Kabupaten Bantul mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, dikarenakan aktifitas transportasi menuju ke Yogyakarta. Pelajar, dan pekerja banyak melakukan aktifitas menuju Kota Yogyakarta.

Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bantul menduduki peringkat pertama pada kecamatan – kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul. Jumlah penduduk yang mencapai 59.754 jiwa pada tahun 2011 (BPS, 2012). Kepadatan penduduk yang tinggi membutuhkan sarana dan prasarana terutama di bidang transportasi. Penelitian berjudul Identifikasi Lokasi Untuk Penempatan Shelter Bus Trans Jogja di Kabupaten Bantul ini sekiranya dapat membantu untuk perencanaan pembangunan Sistem Transportasi terintegrasi yang baik di Yogyakarta untuk kedepannya.penempatan shelter yang baik dapat meningkatkan efektifitas masyarakat untuk datang menuju shelter. Disesuaikan dengan peraturan Bina Marga mengenai penempatan Shelter atau tempat pemberhentian Bus. Serta tingkat bangkitan penumpang yang ada pada area di sekitar lokasi titik pemberhentian bus nantinya.

1.2 Rumusan Masalah

Perkembangan transportasi yang semakin hari semakin maju, tiap tahunnya perlu dapat dikembangkan agar dapat mengakomodasi masyarakat untuk dapat berktifitas. Semakin banyaknya kendaraan pribadi pada tiap wilayah, dan di Kabupaten Bantul sendiri perkembangan kendaraan pribadi dari tahun 2009 hingga 2010 memiliki perkembangan kendaraan pribadi yang cukup signifikan, sebanyak 10 ribu kendaraan pribadi dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan dari perkembangan infrastruktur jalan yang dibangun berbanding terbalik dengan perkembangan kendaraan pribadi. Adanya transportasi publik di Bantul tidak dapat meminimalkan kepadatan jalan, sehingga terjadi kepadatan jalan yang membuat efektifitas waktu untuk kegiatan transportasi. Kedepannya dibutuhkan bagaimana membuat transportasi publik yang mampu dapat memaksimalkan

(5)

5

kegiatan transportasi yang ada dari dan menuju ke Kabupaten Bantul. Salah satu wilayah Kabupaten Bantul yang banyak terjadi kepadatan untuk kegiatan transportasi adalah jalan – jalan kolektor yang ramai seperti Jalan Parangtritis dan Jalan Bantul.

Optimasi titik Shelter bus menjadi hal yang vital berhubung dengan adanya pemilihan lokasi yang tepat, dan mempertimbangkan potensi bangkitan dan tarikan dari penggunaan lahan yang ada agar mempunyai nilai optimasi yang cukup untuk menampung dan melayani masyarakat untuk dapat beraktifitas sesuai dengan tujuan transportasinya. Beberapa hal tersebut dapat dirumuskan menjadi pertanyaan yang menjadi perhatian untuk dilakukan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana menentukan area potensial untuk shelter bus Trans Jogja? 2. Bagaimana melakukan klasifikasi nilai potensial untuk kebutuhan shelter

yang baik berdasarkan nilai potensial yang ada ?

3. Bagaimana menentukan lokasi shelter bus yang optimal guna pengembangan pelayanan Trans-Jogja beradasarkan analisa Sistem Informasi Geografi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan area potensial bangkitan dan tarikan untuk shelter bus Trans Jogja.

2. Melakukan klasifikasi lokasi potensial guna penempatan shelter. 3. Menentukan lokasi shelter bus yang optimal guna pengembangan

pelayanan Trans-Jogja beradasarkan analisa Sistem Informasi Geografi.

(6)

6 1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini secara umum adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan teori yang didapat selama bangku perkuliahan dan dapat digunakan untuk menambah pengalaman peneliti.

2. Bagi pemerintah Kecamatan Bantul diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk dapat membuat kebijakan terkait dengan pembangunan sistem transportasi masal dan guna membuat kebijakan dalam menangani masalah transportasi yang ada di Kecamatan Bantul untuk membuat rancangan sistem transportasi terintegrasi.

3. Bagi Pengembang Trans Jogja diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengembangan rute, dan penempatan Shelter Trans Jogja kedepannya.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Transportasi

A. Pengertian Transportasi

Transportasi adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1992).

Trasportasi merupakan alat, teknik, atau cara untuk mencapai tujuan dengan mempersingkat jarak yang digunakan manusia untuk melakukan aktifitas dalam kehidupannya (Miro, 2004). Manusia memiliki aktifitas dalam setiap waktu, untuk dapat menunjang aktifitas manusia yang ada dibutuhkan alat untukm dapat membantu untuk memenuhi aktifitas yang ada, sehingga dibutuhkan transportasi yang baik. Semakin baik transportasi yang ada, maka aktifitas yang dilakukan untuk manusia akan mudah dilakukan.

(7)

7 1.5.2 Pengertian Sistem Transportasi Kota

Menurut Miro (2004) sistem transportasi kota adalah bentuk kesatuan dari elemen, dan komponen yang saling mendukung dalam pengadaan transportasi yang melayani suatu wilayah perkotaan.

Elemen dan komponen yang dimaksud untuk mendukung pengadaan transportasi ini menurut (Morlok, 1985), adalah:

1. Manusia dan barang (yang diangkut). 2. Kendaraan dan peti kemas (alat angkut). 3. Jalan (tempat alat bergerak).

4. Terminal (tempat memasukkan dan mengeluarkan yang diangkut ke dalam dan dari alat angkut).

5. Sistem Pengoperasian (yang mengatur 4 komponen manusia/barang, kendaraan/peti kemas, jalan dan terminal).

Menurut (Menheim, 1979) komponen utama yang ada di dalam transportasi dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Jalan dan terminal, berguna untuk jalur yang digunakan untuk penumpang menuju tempat tujuan, dan terminal mempunyai fungsi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra atau antar moda transportasi.

2. Kendaraan, merupakan alat transportasi baik dikendalikan manusia atau mesin, yang berguna untuk membantu memenuhi kebutuhan manusia.

3. Sistem pengelolaan, bentuk sistem manajemen untuk dapat mengatur arus transportasi, mengelola kendaraan umum untuk kepentingan transportasi masyarakat.

(8)

8

1.5.3 Pengertian Lahan dan Tata Guna Lahan

Lahan adalah suatu daerah permukaan di daratan bumi yang ciri cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, dan populasi tumbuhan dan hewan serta hasil kegiatan manusia dari masa lampau sampai masa kini, sejauh tanda-tanda tersebut memberikan pengaruh tinggi atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa yang akan datang (FAO/UNEP, 1999).

Lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem yang structural dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh berbagai macam sumberdaya yang merajai dan macam serta intensitas interaksi yang berlangsung antar sumberdaya. Faktor-faktor penentu sifat dan perilaku lahan tersebut bermatra ruang dan waktu.

Pengembangan lahan adalah pengubahan guna lahan dari suatu fungsi ke fungsi lain dengan tujuan untuk mendapat keuntungan dari nilai tambah yang terjadi karena perubahan guna lahan tersebut.

Tata tata Guna Lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll. (Bintarto, 1977). Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Perencanaan tata guna lahan adalah inti praktek perencanaan perkotaan. Sesuai dengan kedudukannya dalam prencanaan fungsional, perencanaan tata guna lahan merupaan kunci untuk mengarahkan pembangunan kota.

(9)

9

Pengembangan tata guna lahan yang sesuai akan meningkatkan perekonomian suatu kota atau wilayah.

1.5.4 Perencanaan Tata Guna Lahan

Meningkatnya kebutuhan akan sumberdaya lahan untuk menunjang pembangunan dan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan tekanan terhadap pemanfaatan sumberdaya lahan di Indonesia. Selain itu, pengembangan sumberdaya lahan juga menghadapi timbulnya konflik kepentingan berbagai sektor yang pada akhirnya masalah ekonomi menjadi kontra produktif satu dengan lainnya. Keadaan ini diperburuk lagi dengan sistem peraturan yang dirasakan sangat kompleks dan seringkali tidak relevan lagi dengan tingkat kesesuaian dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Keadaan ini, dapat menyebabkan sistem pengelolaan sumberdaya lahan yang tidak berkelanjutan dan menyebabkan suatu lahan menjadi tidak produktif.

Tata guna lahan dan pengembangan lahan meliputi:

 Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban sebagai puast pemukiman yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, kegiatan dan atau status hukum.

 Perkotaan, merupakan pusat pemukiman yang secara administratif tidak harus berdiri sendiri sebagai kota, namun telah menunjukkan kegiatan kota secara umum dan berperan sebagai wilayah pengembangan

 Wilayah, Merupakan kesatuan ruang dengan unsur-unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif pemerintahan ataupun fungsional

 Kawasan, Merupakan wilayah yang mempunyai fungsi dan atau aspek/pengamatan fungsional tertentu

 Perumahan, Adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi sarana dan prasarana lingkungan

(10)

10

Parameter yang digunakan untuk pemanfaatan lahan dan digunakan untuk penataan lahan perkotaan adalah :

 Kawasan Permukiman adalah pemanfaatan ruang yang terdiri atas kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya (Permen PU Nomor 20 Tahun 2011).

 Kawasan Pelayanan Umum adalah pemanfaatan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial budaya, olahraga dan rekreasi (Permen PU Nomor 20 Tahun 2011).

 Kawasan Perkantoran adalah pemanfaatan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan tempat bekerja/berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya (Permen PU Nomor 20 Tahun 2011).  Kawasan Perdagangan dan Jasa adalah adalah pemanfaatan ruang yang

merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja, tempat berusaha, serta tempat hiburan dan rekreasi, serta fasilitas umum/sosial pendukungnya (Permen PU Nomor 20 Tahun 2011).

 Kawasan Industri adalah pemanfaatan ruang berupa kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri (Permen PU Nomor 20 Tahun 2011).

 Kawasan Pertanian adalah pemanfaatan ruang yang dikembangkan untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan-mengusahakan tanaman tertentu, pemberian makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan hewan untuk pribadi atau tujuan komersial (Permen PU Nomor 20 Tahun 2011).

(11)

11 1.5.5 Pengertian Bus Rapid Transit

A. Transportasi Masal

Bus Rapid Transit (BRT) adalah sistem transportasi massal berbasis bus yang memberikan kecepatan, kenyamanan, guna mobilitas perkotaan. Keunggulandari BRT ini adalah dalam layanan pelanggan, BRT dasarnya mengadopsi kinerja dan kemudahan karakteristik sistem angkutan berbasis rel modern tapi minim biaya. Istilah Bus Rapid Transit berawal dari Amerika Selatan, di Bogota Kolombia, dan mulai banyak diterapkan di Amerika Utara dan Eropa. Namun, konsep yang sama juga disampaikan di seluruh dunia melalui berbagai nama. Istilah-istilah ini meliputi:

1. High – Capacity Bus Systems 2. High – Quality Bus Systems 3. Metro – Bus

4. Surface Metro

5. Express Bus Systems 6. Busway Systems

B. Perhentian Angkutan Umum

Pemberhentian bus adalah bagian perkerasan jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian bus sementara, angkutan penumpang umum before funds waktu menaikkan dan menurunkan penumpang. Pemberhentian bus artikel baru teluk adalah pemberhentian bus yang menggunakan teluk dan dilengkapi artikel baru fasilitas tunggu penumpang, marka, dan rambu.

 Pemberhentian bus tanpa teluk adalah pemberhentian bus tanpa menggunakan teluk, dilengkapi artikel baru marka, rambu dan minimal dilengkapi artikel baru fasilitas tunggu penumpang.

 Fasilitas Tunggu Penumpang adalah fasilitas yang disediakan untuk calon penumpang menunggu bus, dapat berupa Lantai Tunggu Penumpang, Shelter.

(12)

12

 Shelter adalah bagian dari Fasilitas Tunggu Penumpang yang berupa bangunan yang digunakan untuk para penumpang menunggu bus/angkutan umum dan melindungi penumpang dari cuaca.

 Funsi lain Pemberhentian Bus adalah meningkatkan disiplin lalulintas baik untuk pengemudi bus maupun untuk penumpang angkutan (Bina Marga,1990)

Fungsi Pemberhentian Perhentian Bus:

 Mengurangi gangguan kelancaran lalu-lintas akibat busberhenti.  Menjaga keselamatan dan membuat kenyamanan penumpang

angkutan umum yang akan melakukan perjalanan.

Jenis tempat henti digolongkan menjadi 2 jenis (Abubakar, 1996):  Tempat henti dengan lindungan (shelter), adalah tempat henti yang

berupa bangunan yang digunakan penumpang untuk menunggu bus atau angkutan umum lain yang dapat melindungi dari cuaca.

 Tempat henti tanpa lindungan (bus stop), adalah tempat henti yang digunakan untuk perhentian sementara bus atau angkutan umum lainnya pada waktu menaikkan dan menurunkan penumpang.

C. Kriteria Penempatan

Lokasi Pemberhentian Bus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut :  Tidak mengganggu kelancaran lalu-lintas kendaraan maupun pejalan

kaki.

 Dekat dengan lahan yang mempunyai potensi besar untuk pemakai angkutan penumpang umum.

 Mempunyai eksesibilitas yang tinggi terhadap pejalan kaki.

 Jarak satu Pemberhentian Bus dengan Pemberhentian Bus lainnya pada suatu ruas jalan minimal tigaratus meter dan tidak lebih dari tujuhratus meter.

(13)

13

 Jarak dari tepi perkerasan pada kaki simpang ke ujung awal Teluk Bus, sesuai arah lalu-lintas adalah 50 meter.

 Jarak dari tepi perkerasan pada kaki simpang ke ujung Rambu Stop Bus sesuai arah lalu-lintas adalah 50 meter.

 Lokasi penempatan Pemberhentian Bus disesuaikan dengan kebutuhan.

Tabel 1.1 Jarak Tempat Henti Angkutan Umum dengan Tata Guna Lahan

Zona Tata Guna Lahan Lokasi Jarak terhadap

halte

1. Pusat Kegiatan sangat padat: pasar, pertokoan

CBD, Kota 200 – 300 meter

2. Padat: perkantoran, sekolah, jasa

Kota 300 – 400 meter

3. Perumahan Kota 300 – 400 meter

4. Campuran padat: perumahan, sekolah, jasa

Pinggiran 300 – 500 meter

5. Campuran jarang: perumahan, ladang, sawah, tanah kosong

Pinggiran 500 – 1.000 meter

Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 2002

1.5.6 Bangkitan Pergerakan

Bangkitan pergerakan (trip generation) adalah tahapan pemodelan transportasi yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan (Stopher, 1983). Model bangkitan pergerakan mencakup:

(14)

14

Jumlah lalulintas yang meninggalkan suatu lokasi trip production (bangkitan perjalanan), adalah faktor yang membangkitkan pergerakan manusia untuk melakukan perjalanan. Faktor yang mempengaruhi trip production, yaitu :

1. Kepadatan perumahan 2. Aksesbilitas

3. Pendapatan

4. Ukuran rumah tangga

Jumlah lalulintas yang menuju atau tiba pada suatu lokasi trip attraction (tarikan perjalanan), adalah faktor yang menarik pergerakan manusia untuk melakukan perjalanan. Faktor yang mempengaruhi trip attraction, yaitu :

1. Industri 2. Perdagangan 3. Komersial 4. Rumah sakit

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian yang berjudul “Identifikasi Lokasi untuk Penempatan Shelter Bus Trans Jogja di Kecamatan Bantul” adalah penelitian yang mencoba melakukan identifikasi lokasi shelter bus, yang merupakan bentuk sistem transportasi terintegrasi dari sistem BRT Trans Jogja, penelitian ini menilai penempatan shelter mempunyai parameter fisik yang merupakan bentuk dari bangkitan dan tarikan penumpang, untuk dapat memperoleh lokasi yang potensial, ideal, serta strategis.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif, dimana penelitian ini menggunakan perhitungan parameter fisik yang ditetapkan oleh Ditjen Cipta Karya mengenai parameter fisik bangunan yang digunakan untuk mendapatkan nilai bangkitan dari suatu blok permukiman. Dalam pengolahan data, membuat tata guna lahan yang didasarkan oleh perhitungan per atap rumah, dibagi menjadi permukiman dan non permukiman. Parameter yang digunakan

(15)

15

adalah kepadatan bangunan, tata letak bangunan, serta ukuran bangunan, yang perhitungan totalnya akan didapatkan nilai bangkitan tiap blok permukiman.

Issa M. El- Shair (2003) dalam penelitiannya menggunakan Sistem Informasi geografis untuk melakukan penelitian, lebih menekankan terhadap pemilihan rute untuk bus, serta tempat pemberhentian Bus. Bahan yang digubnakan adalah citra SPOT tahun 1994, serta foto udara tahun 1999. Wellingness to walk, atau area kajian sejauh 300 meter, dengan intepretasi citra untuk penggunaan lahan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah, citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra GeoEye yang diunduh dari Google Earth tahun 2012, digunakan untuk bahan dasar intepretasi. Perbedaan lainnya area buffer yang digunakan adalah 500 meter pada penelitian ini, serta pada penelitian ini memiliki tujuan hanya titik lokasi potensial didirikan Shelter.

Vahlevi (2001) dalam penelitiannya menggunakan pemodelan perencanaan rute bus kota, bahan citra yang digunakan adalah Foto udara Pankromatik skala 1:10.000 dengan area penelitian wilayah Kota Yogyakarta. Variabel yang digunakan adalah kepadatan permukiman, pola permukiman, dan ukuran bangunan. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian Vahlevi adalah wilayah kajian, namun persamaannya adalah variabel yang digunakan.

Sutanto (2008) dalam penelitiannya bertujuan untuk merancang lokasi halte potensial di Kota Yogyakarta. Penelitian ini cenderung pada analisis statistik, menggunakan data hasil wawancara dan kuisioner di lapangan, untuk dapat diolah menjadi rancangan lokasi potensial. Perbedaan dengan penelitian ini adalah sumber data yang digunakan, dan wilayah kajian yang berbeda.

Fauzi (2009) meneliti mengenai evaluasi efektivitas rute trans Jogja beserta lokasinya. Menggunakan buffer melingkar sejauh 300 meter, berbeda dengan penelitian ini dengan buffer 500 meter dari jalan serta wilayah kajian penelitian ini ada di Kecamatan Bantul.

(16)

16

Peneliti Judul Lokasi Metode Hasil

Issa M. El-Shair Gis and Remote Sensing in Urban Transportation Planning : A Case of Birkenhead,Auck land (2003)

Birkenhead, Auckland, New Zealand

Analisis Penggunaan Lahan Peta Rekomendasi Rute dan Tempat Pemberhentian Bus

Faisal Vahlevi Pemodelan Perencanaan Rute Bus Kota dengan Memanfaatkan Foto Udara dan Sistem Informasi Geografi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta (2001)

Kota Yogyakarta Analisis Potensi bangkitan dan tarikan penumpang

Peta Rute Bus Yogyakarta

Ari Sutanto Penentuan Lokasi Halte Potensial Bagi Angkutan Umum Perkotaan Yogyakarta (2008)

Kota Yogyakarta Analisis Statistik untuk menentukan lokasi halte bus potensial

Peta Halte Bus

Muhammad Fauzi Evaluasi Efeketivitas Rute dan Lokasi Halte Bus Trans Jogja Dengan

Menggunakan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (2009)

Kota Yogyakarta Analisis Potensi Bangkitan dan Tarikan Penumpang

1. Peta Bangkitan dan Peta Tarikan 2. Peta Efektifitas Rute dan Halte Bus Aldisqa Pragana P Identifikasi Lokasi Potensial Penempatan

Shelter Bus Trans jogja di Kecamatan Bantul

Kecamatan Bantul Analisis Potensi Bangkitan dan Tarikan Penumpang

1. Peta Area Bangkitan Penumpang 2. Peta Area Tarikan Penumpang 3. Peta Lokasi Potensial

(17)

17 1.7 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk dapat melakukan analisis mengenai transportasi yang ada pada Kecamatan Bantul. Dengan menggunakan SIG sebagai alat yang dapat membantu menganalisis mengenai transportasi yang ada. SIG dapat memberikan solusi yang baik untuk memberikan analisis secara spasial dari jaringan transportasi yang ada.

Perkembangan teknologi dan informasi banyak berdampak positif dan negatif pada perkembangan transportasi sekarang ini. Kebutuhan transportasi berkembang dengan pesat, mobilitas transportasi lebih terlihat pada tiap wilayah, dengan mobilitas yang tinggi di kota, potensi terjadi traffic jam, untuk itu dibutuhkan solusi dengan adanya transportasi massal yang terintegrasi. Transportasi kedepannya akan sangat membutuhkan manajemen yang baik, salah satunya adalah Trans Jogja yang merupakan salah satu bentuk sarana transportasi masal dan harus didukung dengan manajemen transportasi yang baik. Manajemen transportasi yang baik haruslah didukung dengan perencanaan transportasi yang baik. Hasil yang didapat dari penelitian ini, dapat digunakan untuk membantu perencanaan manajemen transportasi massal yang ada di Kecamatan Bantul.

Kepadatan penduduk yang semakin meningkat, memicu kebutuhan transportasi yang lebih baik. Jaringan prasarana yang terpadu, untuk dapat mengakomodasi kebutuhan transportasi masyarakat Kecamatan Bantul sangat dibutuhkan. Transportasi massal Trans Jogja merupakan bentuk dari transportasi terintegrasi yang sudah ada di Kota Yogyakarta, dan sebagian kabupaten disekitarnya, salah satunya pada Kabupaten Sleman. Kabupaten Bantul, terumata pada Kecamatan Bantul memiliki potensi penggunaan transportasi yang tinggi, dan pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun (BPS, 2012).

Keberadaan Shelter diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan transportasi masyarakat di Kecamatan Bantul. Penempatan Shelter harus sesuai dengan penggunaan lahan yang ada. Penggunaan lahan permukiman diklasifikasikan sebagai unsur bangkitan pergerakan, sedangkan penggunaan

(18)

18

lahan non permukiman diklasifikasikan sebagai tarikan pergerakan. Unsur bangkitan dan tarikan pergerakan menjadi acuan untuk menempatkan Shelter .

Kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian ini berupa peta area bangkitan dan peta area tarikan, serta peta lokasi potensial Shelter yang ada di Kecamatan Bantul dalam upaya meningkatkan transportasi yang terintegrasi yang ada di Kecamatan Bantul. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka secara ringkas kerangka pemikiran untuk penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Mobilitas Penduduk

Sekolah Lain - Lain Rekreasi

Bekerja Belanja Angkutan Umum Kendaraan Pribadi Sistem Informasi Geografis

Jalur Armada Shelter

Tarikan Bangkitan

Lokasi Potensial Shelter Penentuan Shelter

Gambar

Tabel 1.1 Jarak Tempat Henti Angkutan Umum dengan Tata Guna Lahan
Tabel 1.2 Keaslian Penelitian
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

[r]

“Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam,

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) nilai rata-rata postes keterampilan komu- nikasi siswa pada kelas yang diterap- kan model pembelajaran berbasis

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Uji Efektivitas Pupuk Organonitrofos dan Kombinasinya dengan Pupuk Kimia terhadap Pertumbuhan, Produksi, serta Serapan Hara Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol

Untuk memusatkan pengkajian, penelitian ini mengajukan rumusan masalah tentang bagaimana proses pemrograman ( programming ) Simpang5 TV dalam mengemas Ngaji Bareng