• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Hakikat pembelajaran Pkn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.1 Hakikat pembelajaran Pkn"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7

pendidikan kewarganegaraan yang meliputi hakikat pembelajaran Pkn, tujuan Pkn tingkat SD, ruang lingkup Pkn, pengertian hasil belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Selain juga menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD (belajar kelompok). Selanjutnya menjelaskan tentang langkah-langkah pembelajaran student teams achievement division. Kemudian menjelaskan tentang hasil belajar, penelitian yang relevan, keranga pikir dan hipotesis tindakan masing-masing akan dikemukkan sebagai berikut.

2.1 Hakikat pembelajaran Pkn

Pendidikan Kewarganegaraan yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah civic education mempunyai banyak pengertian dan istilah. Henry Randall Waite (1886) sebagaimana dikutip oleh Ubaidilah merumuskan pengertian civis sebagai berikut : “The scince of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state” (ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan seseorang dengan orang lain dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan seseorang individu dengan negara). Sedangkan Muhammad Numan Somatri, mengartikan civics adalah sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan antara manusia dengan perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, ekonomi, politik), dan hubungan individu-individu dengan negara. Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak masyarakat. Adapun yang menemukan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik yang diarahkan untuk menjadi patriot pembela bangsa dan negara (warga negara yang

(2)

baik). Pasal yang berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan yaitu pasal 3 UUD 1945 yang berbunyi hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembedaan negara pasal 30 ayat 1 dan hak setiap warga negara untuk memperoleh pengajaran pasal 31 ayat 1.

2.2 Tujuan PKN Tingkat SD/MI

Berdasarakan permendiknas No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Kurikulum Nasional, Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditingkat SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

2.3 Ruanag Lingkup PKN Tingkat SD/MI

Ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cerita lingkungan, kebangaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

(3)

b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tata tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma-norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehiduapan berbangsa dan bernegaraan, system hukum dan peradilan nasional.

c. Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban masyarakat anggota masyarakat, instrument nasional dan instrument HAM. d. Kebutuhan waraga negara, meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai

warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

e. Konstitusi negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

2.4 Pengertian Belajar

Secara psikologis, belajar merupakan proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Menurut Soejadi (1985: 34) bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, pematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Jadi perubahan perilaku yang dimaksud adalah perubahan pada sikap seseorang karena pengaruh belajar sebagai hasil dari sebuah pengalaman seseorang yang melalui kegiatan belajar mengajar. Jadi yang dimaksud hasil belajar adalah segala sesuatu baik berupa pikiran maupun yang lainnya yang diperoleh dari berusaha atau berlatih. Berlatih yang dimaksud adalah kegiatan belajar. Melalui berlatih atau belajar, segala sesuatu yang dulunya belum mengerti akan dipahami. Hasil belajar tersebut tidak lepas dari kegiatan belajar mengajar yang merupakan tumpuan dari hasil yang diharapkan. Menurut Sudjana (2005:3) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kogniti, aekti, dan psikomotorik. Menurut Sudjana (1989: 38-40) hasil belajar yang dicapai siswa

(4)

dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Hasil belajar merupakan segala upaya yang menyangkut aktivitas otak (proses berfikir) terutama dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses berfikir ini ada enam jenjang, mulai dari yang terendah sampai dengan jenjang tertinggi (Arikunto, 2003: 114-115). Hasil belajar itu tergantung dari proses belajar, karena dengan belajar merupakan pengetahuan yang didapat untuk merubah kelakuan seperti yang dikatakan oleh Hamalik (2008: 27) dalam bukunya bahawa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengheningof behavior through experiencing)”.

Beberapa pakar pendidikan juga mendifinasikan belajar sebagai berikut: a. Robert M. Gange

Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiyah.

b. Robert M.W Travers

Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. c. Lee J. Cronbach

Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman d. Harold Spears

Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu.

e. M C. Geoch

Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan. f. Wiliam G. Morgan

(5)

Belajar adalah perubahan adalah perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. “Nana Sudjana (2009:3)” mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. “Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27)”. Menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

c. Penerapan mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnaya, menggunakan prinsip. d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam

bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program.

f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan criteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan

(6)

menunjukan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif PKN yang mencakup tiga tingkatanya itu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).Instrument yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes.Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan,jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Contoh hasil belajar afektif yaitu, kemauan untuk menerima pelajaran dari guru, perhatian siswa terhadap apa yang dijelaskan guru, bertanya dan lain-lain. Ranah psikomotor yaitu hasil belajar keterampilan, dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), keterampilan gerakan-gerakan dasar, kemampuan dibidang fisik (misalnya kekuatan, ketepatan), gerakan-gerakan skill, dan kemampuan yang berkenaan dengan gerakan-gerakan ekspresif dan interpreatif.

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.”Sugihartono, dkk. (2007: 76-77). Belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku peserta didik, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa adalah faktor yang berasal dari dalam atau pada diri individu masing-masing.

Faktor internal

Secara sfesifik faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:

a. Motivasi

Motivasi akan muncul dan berhasil apabila seseorang itu mau berusaha, mempunyai keinginan dan memperbaiki dan memperbaiki diri untuk belajar lebih baik.

(7)

b. Konsentrasi

Konsentrasi memusatkan perhatian terhadap belajar yang dicapai. Di dalam aktifitas belajar konsentrasi sangat diperlukan karena apabila seseorang tidak konsentrasi dengan apa yang dihadapinya maka belajar tidak maksimal. Oleh karena itu dengan konsentrasi aktivitas yang dilakukan akan memenuhi sasaran untuk mencapai tujuan belajar itu sendiri.

c. Reaksi

Dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsure fisik maupun mental, sebagai wujud reaksi. Dengan adanya siswa tidak hanya duduk, diam, mendengarkan atau obyek dalam pembelajaran melainkan sebagai subyek dalam belajar.

Faktor eksternal

Selain faktor-faktor di atas juga terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor sosial :

a. Faktor keluarga

Keluarga yang tidak kondusif bias mengakibatkan siswa menjadi malas untuk belajar. Misalnya, cara orang tua mendisiplinkan atau mendidik anak dalam belajar, adanya hubungan antar anggota keluarga yang tidak baik, suasana rumah, keadaan ekonomi dalam rumah tangga, pengertian orang tua dan latar belakang keluarga.

b. Faktor sekolah

Kondisi sekolah yang kurang memadai juga berpengaruh buruk terhadap belajar siswa. Misalnya metode dalam pembelajaran, hubungan antara guru dengan siswa kurang, kedisiplinan, peralatan sekolah kurang.

c. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian anak. Bentuk-bentuk masyarakat, media masa (tv, radio, bioskop) cara bergaul anak dengan masyarakat akan berpengaruh dalam belajar siswa.

(8)

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas, penelitian menggunakan factor eksternal berupa penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan model STAD.

2.6 Analisis Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termsuk bentu-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah.

Menurut Slavin dalam Isjoni (2009: 19) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok hestrogen. Sedangkan“ menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukan bahawa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara.

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran cooperatif dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif. Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Arif Rohman, 2009: 186). Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk pada berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa

(9)

bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota kelompok. Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua anggota maksimal.

Berdasarkan keempat pengertian yang telah disebutkan, dapat disampaikan bahawa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk

(10)

bekerjasama dengan memecahkan masalah. Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah hitrogen. Selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran kooperatif merupakan metode alternative dalam mendekati permasalahan, maupun mengerjakan tugas besar, meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.

Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperati adalah membangun siswa melalui kegiatan belajar dan bekerja sama dalam kerja kelompok.

Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam ) fase ( Agus Suprijono 2009:65).

Tabel 2.1

Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

FASE-FASE PERILAKU GURU

fase 1: Present goals and set

Menyiapkan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

Fase 2: Present information Menyajikan materi

Mempersentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal

Fase 3: Organize students into lerning teams

Mengorganisasi peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberkan penjelasan tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi tugasnya

Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dalam belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempersentasikan hasil kerjanya Fase 6: Provid recognition

Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

(11)

2.7 Pembelajaran STAD dalam Pembelajaran PKn SD

STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem belajar kelompok yang di dalamnya siswa di bentuk ke dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang secara heterogen.

Menurut Ibrahim (2000:10) model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dan merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana diterapkan dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang yang bersifat heterogen, guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok yang menyajikan informasi akademik baru kepada siswa menggunakan presentasi verbal atau teks. Berdasarkan pendapat tersebut peneliti berpendapat bahwa dalam hal ini model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model yang paling sederhana untuk diterapkan pada siswa. Sementara menurut (Slavin, 2008:188) mengemukakan bahwa pembagian kelompok yang memperhatikan keragaman siswa dimaksudkan supaya siswa dapat menciptakan kerja sama yang baik, sebagai proses menciptakan saling percaya dan saling mendukung. Keragaman siswa dalam kelompok mempertimbangkan latar belakang siswa berdasarkan prestasi akademis, jenis kelamin, dan suku. Syarat lain dari model belajar kooperatif tipe STAD adalah jumlah anggota pada setiap kelompok sebaiknya terdiri dari 4-5 orang. Jumlah anggota yang sedikit dalam setiap kelompok memudahkan siswa berkomunikasi dengan teman sekelompoknya. Pentingnya pembagian kelompok seperti ini didasrkan pada pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika masalah itu dipelajari bersama. Berdasarkan pendapat diatas peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa, melalui segala macam kegiatan yang dilakukan oleh secara langsung oleh siswa didalam kelompoknya masing-masing.

(12)

2.2 Keunggulan dan Kekurangan Model Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1997:17)

a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.

b. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan

kelompok.

d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Selain keunggulan model pembelajaran koperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah :

a. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga mencapai target kurikulum.

b. Membutuhkan waktu yang lama bagi guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.

c. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.

d. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka berkerja sama.

Dari penjelasan tersebut penulis berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama dalam suatu tim atau kelompok demi tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada proses pembelajaran itu sendiri.

2.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Menurut Slavin (2008: 188) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran STAD adalah :

(13)

1. Sajian materi

2. Siswa bergabung dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Sebaiknya kelompok dibagi secara heterogen yang terdiri dari siswa dengan beragam latar belakang misalnya dari segi: prestasi, jenis kelamin, suku dll.

3. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan/membahas suatu topik lanjutan bersama-sama. Disini anggota kelompok harus bekerja sama.

4. Tes/kuis atau saling Tanya antar kelompok. Skor kuis/tes tersebut untuk menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor kelompok. 5. Penguatan dari guru.

2.2.2 Belajar dan Pembelajaran

Menurut Hamalik (2001:28) belajar adalah “suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresisi. Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu setelah melakukan interaksi lingkungan. Selanjutnya Sardiman (2010:155) menjelaskan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsure cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Berdasarkn uraian diatas penulis berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang diharapkan melalui perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan, dan pembelajaran terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan guru, sumber belajar termasuk di dalamnya lingkungan yang kesemuanya menimbulkan perubahan perilaku sesuai dengan yang diinginkan individunya.

(14)

2.2.3 Kajian Hasil Yang Relevan

Beberapa penelitian tentang peningkatan hasil belajar telah banyak dilakukan oleh banyak guru melalaui penelitian tindakan kelas dengan berbagai ragam karakteristik. Ada yang meneliti peningkatan hasil belajar dengan mengamati aspek perkembangan materi ajar, aspek motivasi belajar siswa, aspek peran orang tua, aspek penggunaan media pembelajaran, aspek metode maupun pendekatan belajar, dan masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan hasil belajar siswa memang menjadi bahan kajian yang sangat menarik bagi guru, karena hasil belajar yang optimal akan sangat berguna bagi perkembangan siswa dalam menghadapi persaingan global.

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji tentang peningkatan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut :

1. Sulastri (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif STAD dan penggunaan alat peraga konkret tentang energi siswa kelas IV SD Negeri 3 Kandangan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan penggunaan alat peraga.

2. Ruben (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya meningkatkan hasil belajar PKN tentang struktur organisasi desa dan kecamatan melalui pembelajaran kooperatif model STAD siswa kelas 4 SDN Gesengan 02 Kabupaten Pati Tahun 2012/2013.” Pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan hasil belajar PKN tentang struktur organisasi desa dan kecamatan pada siswa kelas 4 SDN Gesengan 02 kabupaten pati tahun pelajaran 2012/2013.

(15)

Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan gamabar 2.1 Kerangka Pikir dapat dijelaskan bahawa kondisi awal pembelajaran PKn tentang pokok bahasan kalimat pernyataan pada siswa kelas 1 SDN Kutowinangun 11 Salatiga Kecamatan Tingkir tahun pelajaran 2015-2016 belum menggunakan metode STAD sehingga berdampak pada pembelajaran yang kurang aktif sehingga hasil belajar PKn rendah. Berawal dari pemilihan metode yang kurang sesuai tersebut peneliti berfikir melakukan tindakan perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran PKn tentang pokok bahasan kalimat pernyataan dengan menggunakan model STAD. Model STAD dipandang peneliti sesuai jika diterapkan pada pembelajaran PKn karena dengan menggunakan model STAD siswa dibimbing dalam kelompok-kelompok kecil untuk diajak berdiskusi sehingga pembelajaran lebih aktif. Pembelajaran terjadi interaksi aktif antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa yang lain dalam

Kondisi Awal Hasil Belajar

Rendah Belum menggunakan STAD Tindakan Menggunakan STAD Siklus I siswa membuat kelompok sendiri hasil belajar meningkat

Siklus II kelompok dibuat guru dengan acak hasil belajar meningkat dan tuntas Metode STAD dapat

meningkatkan hasil belajar PKn tentang Pokok Bahasan Kalimat Pernyataan siswa yang tuntas ≥ KKM

Kondisi Akhir Perencanaan

(16)

berdiskusi tersebut. Pada siklus I pembelajaran sudah menggunakan model STAD, dalam pembelajaran siswa membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota siswa memilih sendiri. Pelaksanaan siklus II tindakan yang dilakukan peneliti tetap sama yaitu menggunakan model STAD hanya kelompok-kelompok kecil dari siswa tersebut ditentukan oleh peneliti. Setiap kelompok dicampur sebagian siswa yang berkemampuan tinggi dan sebagian siswa yang berkemampuan rendah dan berkemampuan sedang dengan maksud dapat berdiskusi dengan benar sehingga semua siswa dapat memahami materi tentang pokok bahasan kalimat pernyataan, jadi dengan penerapan model STAD diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar PKn tentang pokok bahasan kalimat pernyataan.

2.3.2 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan kelas yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PKn tentang Pokok Bahasan kalimat Pernyataan melalui metode Kooperatif model STAD pada siswa kelas 1 SDN Kutowinangun 11 Salatiga Tahun Pelajaran 2015-2016 yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar PKn tentang pokok bahasan kalimat pernyataan pada siswa kelas 1 SDN Kutowinangun 11 Salatiga Kecamatan Tingkir tahun pelajaran 2015-2016.”

Gambar

Gambar 2.1   Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Keahlian  Merupakan kristalisasi dari kompetensi keahlian yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk dapat bekerja sesuai dengan standart kompetensi kerja nasional

Berdasarkan nilai tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap turnover intention karyawan,

Sesuai dengan nilai-nilai yang melekat pada Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi (TUPOKSI) berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan penetapan tarif sewa kamar dan ruang pertemuan dengan menggunakan metode Activity Based Costing pada Hotel Royal Regal

terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1)

Oleh karena itu dalam rangka menyeleksi dari 3.750 koperasi wanita yang telah dibentuk pada tahun 2009 maka dibutuhkan penilaian kinerja koperasi wanita agar

Pada penilaian terhadap sifat organoleptik bakso terhadap parameter aroma dan rasa menunjukkan bahwa keberadaan formalin tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan untuk

Dalam kaitannya dengan bidang studi Desain Komunikasi Visual, maka lingkup tugas akhir terbatas pada masalah-masalah perancangan dan pembuatan profil buku fotografi untuk