• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KABUPATEN SIDRAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KABUPATEN SIDRAP"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR

KABUPATEN SIDRAP

1.1. ANALISIS PENGEMBANGAN PERUMAHAN PERMUKIMAN

Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat di tandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermatabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan dasar. Dengan demikian upaya pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia indonesia seutuhnya.

Pengembangan perumahan dan permukiman tidak terlepas dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah dalam mengelola penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Hal tersebut menjadi salah satu pokok permasalahan untuk menginterpretasikan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman sehingga diperlukan rumusan kebijakan dan strategi pengembangan yang lebih mengakar dimasyarakat ddan dapat di implementasikan oleh semua pihak.

1.1.1. Kondisi Umum 1.1.1.1. Gambaran Umum

Perkembangan kawasan permukiman dapat ditandai dengan bertambahnya jumlah unit rumah atau meningkatnya luas lahan permukiman. Hal tersebut dapat terjadi akibat tumbuhnya permukiman secara individu maupun perumahan yang terencana dan berskala besar yang mengakibatkan berubahnya fungsi lahan secara mendasar. Penyediaan perumahan secara terencana biasanya dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan dan serta memiliki estetika lingkungan yang lebih tertata. Akan tetapi pada kawasan permukiman yang tumbuh secara individu (alamiah)

(2)

menempati lahan secara tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan.

Proses peretumbuhan permukiman terssebut merupakan bagian yang sulit untuk dihindari, demikian halnya dalam perkembangan Kabupaten Sidenreng Rappang mengalami permasalahan permukiman baik dalam upaya penataan maupun penyediaan lahan dan fasilitas pendukungnya. Sejauh ini intensitas perkembangan kawasan permukiman di Kabupaten Sidenreng Rappang terus mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduknya, hal tersebut dapat ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah rumah ddan lahan peruntukan permukiman

Pertambahan jumlah rumah ataupun peningkatan lahan permukiman perkotaan merupakan akibat dari perkembangan jumlah penduduk dan pembentukan kota secara makro baik yang terencana maupun tebentuk dengan sendirinya. Perkembangan kawasan permukiman Kabupaten Sidenreng Rappang mengalami proses tersebut yang dilandasi oleh beberapa hal mendasar yaitu :

(1) Kecenderungan penduduk untuk tinggal secara berkelompok, (2) Dekat dengan pelayanan sarana dan prasarana,

(3) Tinggal di sekitar lingkungan kerja.

Hal tersebut secara tidak langsung akan membentuk pola-pola permukiman yang tersusun di Kabupaten Sidrap. Pola-ppola permukiman yang terbentuk antara lain: Pola Grid, Pola Linier dan Pola Menyebar. Masing-masing pola memiliki karakteristik sosial masyarakat dan orientasi kegiatan perekonomian masyarakat.

Pada awalnya Kabupaten Sidrap terbentuk pola permukiman yang llinier yaitu mengikuti pola jalan utama yang ada. Pola linier terbentuk dengan pertimbangan eksesibilitas dan kemudahan pelayanan fasilitas, pola ini terbentuk pada jalur-jalur utama dan jalan yang menghubungkan ke daerah hinterland. Kemudian pada pusat kabupaten mengalami perkembangan yang cukup pesat dan membentuk kelompok permukiman skala besar (urban). Dengan pertimbangan nilai ekonomis lahan dan pemanfaatan lahan yang seefisien mungkin, sehingga terbentuk pola grid atau

(3)

penyebaran bangunan yang hampir merata pada seluruh bagian pusat kota, pola ini terdapat pada pusat aktifitas kota (kawasan perdagangan).

Sedangkan pada daerah pinggiran kota (phery-phery) memiliki kecenderungan pembentukan pola permukiman yang menyebar dan membentuk kelompok-kelompok permukiman kecil. Hal ini terbentuk dengan pertimbangan nilai ekonomis lahan dan kecenderungan masyarakat untuk tinggal dekat dengan lingkungan kerja (sektor pertanian). Perkembangan pola permukiman pada daerah pinggiran relatif rendah. Hal ini dipengaruhi oleh produktifitas dan orientasi mata pencaharian masyarakat tertumpu pada lahan pertanian, sehingga kecenderungan masyarakat untuk bertempat tinggal pada kelompok permukiman yang ada, atau dengan kata lain proporsi pertambahan jumlah rumah tidak seimbang dengan perkembangan lahan peremukiman.

Kawasan permukiman di Kabupaten Sidrap memiliki ciri dan karakteristik tertentu pada masing-masing bagian kota. Kondisi dan karakteristik lingkungan permukiman di Kabupaten Sidrap di uraikan berdasarkan karakteristik pada masing-masing kawasan yang terbagi atas permukiman pada kawasan pusat kota, permukiman pada kawasan transisi, dan kawasan permukiman pada kawasan phery-phery (pinggiran).

a. Permukiman Pada Kawasan Pusat Kota

Aktifitas di Kabupaten Sidrap berorientasi pada kegiatan perdagangan dan pelayanan jasa, sehinga lahan yang ada dioptimalkan untuk bernilai ekonomis. Dengan demikian sebagian besar permukiman memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tempat bermukim dan kegiatan usaha (ruko). Sulitnya mendapatkan lahan permukiman pada pusat kota di Kabupaten Sidrap mengakibatkan kurangnya estetika dalam pemanfaatann lahan permukimanseperti bangunan pada bantaran sungai, proporsi lahan terbangun dan lahan terbuka tidak seimbang, tidak pada jaringan jalan, sempadan tidak diperhatikan dan lain sebagainya.

Aktifitas pada kawasan ini biasanya memiliki tingkat kepadatan yang cukup tinggi dibanding kawasan lainnya. Aktifitas pada pusat kota terdiri dari kegiatan perdagangan dan pelayanan sosial, dengan demikian lahan peruntukan permukiman relatif kecil dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Model kapling permukiman yang terbentuk relatif kecil hingga sedang, estetika dan proporsi lahan tidak lagi menjadi pertimbangan

(4)

dalam pembangunan rumah, akan tetapi lebih mengarah pada peningkatan nilai ekonomis dan peruntukan kegiatn usaha.

b. Permukiman Pada Kawasan Transisi

Pada kawasan transisi diarahkan pengembangannya untuk permukman dengan lahan yang cukup proporsis, sehingga pembangunan perumahan padakawasan permukiman ini sangat memungkinkan dilakukan penataan lebih awal. Sebagian besar permukiman pada kawasan ini merupakan bangunan permanen dan semi permanen. Kondisi permukiman sudah tertata dengan perbandingan lahan terbangun dan lahan terbuka yang lebih proporsi, sehingga estetika dan pengaturan sempadan nampak dari pengaturan dan perletakan bangunan. Sejalan dengan hal tersebut pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan ini diarahkan untuk lebih tertata dengan pertimbangan standar layak huni dan lebih manusiawi untuk melakukan aktifitas sehari-hari.

c. Permukiman Pada Kawasan Phery-phery (Pinggiran)

Permukiman pada kawasan Phery-phery di Kabupaten Sidrap merupakan permukiman yang sebagian yang sebagian besar penduduknya berorientasi pada kegiatan pertanian. Umumnya, permukiman penduduk masih temporer dengan konstruksi kayu, model kapling cukup luas dan dimanfaatkan untuk apotik hidup. Pertimbangan utama masyarakat untuk tinggal pada kawasan ini antara lain: Dekat dengan tempat kerja dan nilai ekonomis lahan relatif murah dibanding pada kawasan pusat kota. Lahan pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan ini cukup lua sehingga dapat diarahkan untuk permukiman yang berwawasan lingkungan. 1.1.1.2. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

Kondisi prasarana dan sarana permukiman secara kuantitas menyebar baik diperkotaan maupun di daerah pedesaan seperti peningkatan kualitas llingkungan perumahan kota, pembangunan infrastruktur pedesaan seperti peningkatan jalan / jembatan desa, penyediaan air bersih dan sanitasi serta fasilitas umum lainnya.

Ditinjau dari tingkat penyediaan PSD masih menunjukkan adanya indikator keterbatasan berkaitan dengan tingkat kebutuhan pelayanan kepada masyarakat terutama di daerah pedesaan.

(5)

1.1.1.3. Parameter Teknis Wilayah

Program / kegiatan pembangunan permukiman berdasarkan tingkat permasalahan sosial ekonomi masyarakat baik perkotaan maupun di perdesaan seperti peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan/nelayan, pembangunan infrastruktur pedesaan, yang lebih baik diprioritaskan pada desa-desa tertinggal dan pengembangan wilayah kecamatan terisolir.

Prosedur standar yang digunakan berdasarkan buku petunjuk oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri no.13 dan no.59 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah).

1.1.1.4. Aspek Pendanaan

Sumber dana yang digunakan dalam rangka pengembangan permukiman adalah APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN dan Swadaya masyarakat, sumber dana APBN selama ini membiayai program/kegiatan peningkatan kualitas permukiman perkotaan kumuh/NUSSP dan kawasan yang memiliki fungsi dominan seperti kawasan wisata dan budaya dengan dana pendamping atau sharing APBD Kabupaten.

1.1.1.5. Aspek Kelembagaan

Penyelenggaraan pembangunan permukiman dilaksanakan oleh Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Sidrap dengan koordinasi dengan instansi terkait lainnya antara lain Bappeda, Camat, Kepala Desa / Lurah dan sebagainya. Unsur pelaksana adalah OMS (BKM, LKMD, DPP) dan Unsur masyarakat lainnya.

1.1.2. Sasaran

Sasaran yang dicapai dalam pembangunan permukiman dari tahun 2005 sampai memasuki tahun 2008 adalah:

 Peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan 11 Desa/Kelurahan.

 Pembangunan infrastruktur pedesaan tahun 2005, 2006, dan 2008 diarahkan kepada desa-desa tertinggal dalam rangka pengentasan kemiskinan dan meningkatkan aksebilitas masyarakat, sassaran yang dicapai adalah di 11 kecamatan, sumber dana APBN.

1.1.3. Permasalahan Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Kabupaten Sidrap

(6)

Masalah permukiman terkait dengan dinamika perkembangan kota dan wilayah, serta konflik di dalam kehidupan bermasyarakat. Permasalahan pembangunan permukiman di kabupaten Sidrap adalah meliputi berbagai aspek seperti kelembagaan, aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakaat.

a. Masalah Perumahan dan Permukiman

Secara umum permasalahan pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman dapat diuraikan sebagai berikut:

 Aspek Kelembagaan penyelenggaraan perumahan dan permukiman

 Secara umum penyelenggaraan di bidang perumahan dan permukiman belum sepenuhnya optimal, ditinjau dari segi sumber daya manusia, organisasi, tata laksana, serta dukungan prasarana dan sarana dasar.

 Aspek Pendanaan Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman.

Belum tersedianya dana jangka panjang untuk pembiayaan perumahan, yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pendanaan dalam pengadaan perumahan. Sehingga memerlukan mobilisasi sumber-sumber pembiayaan yang efektif dengan mengintegrasikan pembiayaan perumahan kedalam sistem pembiayaan yang lebih luas (APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN, Swasta dan Swadaya Masyarakat)

 Aspek Peran Serta Masyarakat.

Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi sebagai pendampingan dalam pengembangan permukiman baik secara individual maupun organisasi masyarakat yang ada.

b. Analisis Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan permukiman di Kabupaten Sidrap, yaitu dari Aspek Kelembagaan, aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat, maka sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa alternatif pemecahan masalah yang direkomendasikan sebagai berikut:

 Kelembagaan yang menangani Bidang ke-Cipta Karya-an khususnya pengembangan permukiman yang didukung dengan uraian tugas dan fungsi (TUPOKSI) yang jelas serta penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki.

 Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan Swadaya) yang pelaksanaannya oleh satker berada dalam SKPD

(7)

 Peningkatan pperan serta masyarakat dalam menangani program/kegiatan pengembangan permukiman baik individu maupun Organisasi Masyarakat.

1.1.4. Analisis Usulan Pembangunan Permukiman 1.1.4.1. Sistem Infrastruktur permukiman yang diusulkan

Sistem Infrastruktur permukiman yang diusulkan adalah adanya keserasian dan keseimbangan pembangunan infrastruktur permukiman perkotaan dan perdesaan diharapkan mengacu kepada konsep pembangunan prasarana kota terpadu antar sektor sesuai dengan rencana induk sistem prasarana dan sarana yang ada seperti peningkatan kualitas permukiman kumuh dan pengembangan permukiman baru, yang ditunjang dengan pembangunan sektor lainnya seperti pembangunan Drainase, Persampahan, Pengelolaan Air Limbah dan Pengembangan Jalan Kota.

Sedangkan sistem infrastruktur perdesaan adalah mengacu pada konsep TRIBINA melalui program pemberdayaan masyarakat setempat meliputi program/kegiatan peningkatan kualitas permukiman kumuh, peningkatan prasarana dan sarana KTP2D/DPP, dan pembangunan infrastruktur permukiman desa tertinggal yang ditunjang dengan pembangunan sektor jaringan jalan kolektor dalam rangka meningkatkan aksesibilitas kehidupan dan penghidupan masyarakat menuju masyarakat damai dan sejahtera.

1.1.4.2. Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Prasarana Permukiman

Usulan dari prioritas program pembangunan prasarana dan sarana permukiman meliputi : pembangunan jalan lingkungan, jalan setapak, drainase, sanitasi, penyediaan air bersih/minum dan fasilitas umum lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kegiatan usaha masyarakat di perkotaan maupun di perdesaan melalui program peningkatan kualitas permukiman kumuh, program pembangunan infrastruktur perdesaan, program pengembangan infrastruktur perkotaan dan program penanganan kawasan mendesak.

1.1.4.3. Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman 1.1.4.4. Analisis Kerangka Dasar Pengembangan Permukiman

(8)

1.2. ANALISIS INVESTASI PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1.2.1. Umum

Rencana penataan bangunan dan lingkkungan di Kabupaten meliputi kawasan Pusat perdagangan dan transportasi, kawasan-kawasan industri dan pertanian, kawasan pusat permukiman, kawasan bersejarah dan pariwisata dan kawasan pusat pemerintahan dengan adanya rencana penataan bangunan dan lingkungan (PBL) pada kawasan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan dan mendorong peningkatan jasa di sektor perdagangan transportasi dan pariwisata.

1.2.1.1. Penataan Bangunan

1.2.1.2. Permasalahan Penataan Bangunan

Penyelenggaraan bangunan di Kabupaten Sidrap sesuai dengan aturan yang dipersyaratkan oleh peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Direktur Jendral Cipta Karya maupun peraturan dan peerundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk belum adanya peraturan Daerah yang mengatur tentang penyelenggaraan Bangunan Gedung. Permasalahan secara fisik pada umumnya bangunan memenunhi syarat teknis maupun keserasian bangunan dan lingkungannya seperti yang terjadi di kawasan perumahan, Perkantoran, perdagangan dan pada kawasan khusus seperti kawasan Wisata dan kawasan bersejarah. Dilain pihak masih banyak bangunan yang melanggar garis sempadan jalan, sungai, pantai dan kawasan non budidaya lalinnya.

a. Landasan Hukum

 Undang-Undang No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

 Peraturan pemerintah No.36 tahun 2005 tentang peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010

 Undang-Undang No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.

1.2.1.3. Penataan Lingkungan

Kegiatan penataan lingkungan untuk mendukung fungsi kawasan tertentu belum dilakukan karena belum optimalnya kinerja instansi yang berwenang yang melakukan perencanaan, pengaturan dan pembinaan teknis maupun dalam pelaksanaan fisik dilapangan. Dilain pihak masih terbatasnya kemampuan sumber daya manusia aparatur

(9)

daerah yang menangani dan masih terbatasnya kemampuan APBD untuk mendanai kegiatan-kegiatan terssebut serta masih kurangnya pemahaman tentang pentingnya penataan lingkungan dalam rangka mmendorong peningkatan fungsi kawasan seiring dengan meningkatnya lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan.

1.2.1.4. Pencapaian Penataan bangunan dan Lingkungan

Sampai saat ini upaya-upaya penataan bangunan dan lingkungan baik ditingkat penyusunan rencana maupun pelaksanaan fisik dilapangan belum optimal.

1.2.1.5. Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten Sidrap Kebijakan penataan bangunan gedung dan lingkungan pada kegiatan penataan bangunan gedung seperti bangunan perkantoran dan rumah dinas. Sedangakan penataan lingkungan belum dilakukan secara optimal.

1.2.2. Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Kondisi fisik bangunan dan lingkungan sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kekumuhan pada daerah perkotaan yang merupakan daerah urban dan nelayan dengan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa melihat secara detail rencana tata ruang yang ada / tanpa melaporkan izin pada dinas tata ruang kabupaten. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penataan kota sehingga tidak menimbulkan kekumuhan dan dampak lingkungan lainnya, randahnya kemampuan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat urban, pengetahuan tentang desain bangunan dan faktor sosial budaya masyarakat.

1.2.2.1. Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Secara umum penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Sidrap khususnya di daerah perkotaan dan perdesaan sudah dilakukan berdasarkan rencana tata ruang yang ada, namun beberapa pembangunan gedung yang dilakukan oeh masyarakat hanya mengikuti seleera ssehingga struktur dan model serta luas lahan yang digunakan tidak mengikkuti kaidah yang sudah ditetapkan dalam konsep tata ruang dan aspek teknis sering diabaikan sehingga hasilnya kurang baik. Oleh karena adanya pelaksanaan bangunan seperti itu maka perlu dilakkukan pembenahan oleh pihak berkompeten secara tegas dan konsisten, namun tetap dilakkukan ssecara

(10)

persuasive sehingga pembangunan yang berjalan tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan

1.2.2.2. Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Pertimbangan lingkkungan selalu menjadi aspek pertimbangan dalam proses perencanaan, termasuk dalam penataan bangunan dan lingkungan. Dari hasil survey lapangan menunjukkan bahwa kondisi bangunan dan lingkungan :

 Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah masih dalam tahap penataan dan pembangunan ssebagai dampak dari berpindahnya ibukota kabupaten.

 Kondisi bangunan khususnya bangunan rumah penduduk di daerah sekitar pantai dan daerah bantaran sungai umumnya tidak memenuhi kriteria teknis suatu bangunan dari jarak antara rumah, penataan dan elevasi seshingga sering terjadi kebakaran, menimbulkan lingkungan kumuh karena tidak teratur dan rutin dilanda banjir yang disebabkan air pasang dan terutama bila musim hujan apalagi jika banjir bersamaan naiknya air pasang, kondisi genangan di areal permukiman bisa bertahan berhari-hari sehingga berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit.

 Khususnya di daerah perdesaan penataan bangunan masih dalam koridor yang ditetapkan apalagi perumahan yang umumnya temporer/non permanen sehingga tidak menimbulkan masalah.

1.2.2.3. Permasalahan yang Dihadapi

 Lingkungan Perkantoran / instansi pemerintah masih dalam tahap pembangunan sehingga membutuhkan penataan yang optimal.

 Kondisi bangunan khususnya bangunan rumah penduduk di daerah pesisir dan bantaran sungai yang umumnya dihuni oleh kaum nelayan yang termasuk kelompok berpenghasilan rendah ummnya tidak memenuhi kriteria teknis suatu bangunan dari hal jarak antara rumah, penataan dan elevasi sehingga menimbulkan lingkungan kumuh karena tidak teratur dan rutin dilanda banjir yang disebabkan kiriman air dari hulu dan terutama bila musim hujan, kondisi genangan di areal permukiman bisa beretahan berhari-hari sehingga berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit.

1.2.2.4. Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

 Agar penyelenggaraan penataan bangunan gedung tertib, fungsional, andal dan efisien.

 Agar penyelenggaraan bangunan dan lingkungan permukiman produktif dan berjati diri

 Agar penyelenggaraan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi.

(11)

 Agar penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dillindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal.

 Agar pengembangan teknologi dan rekayasa arssitektur bangunan gedung untuk menunjang pembangunan regional / internasional yang berkelanjutan. 1.2.3. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

Wujud bangunan dirancang dengan dasar pertimbangan fungsi bangunan, khususnya bangunan perdagangan harus bersifat rekreatif dan dinamis serta memberikan dampak psikologis yang mendukung sebagai bangunan bisnis. Disamping itu faktor lain yang perlu diperrhatikan dalam mengolah wujud bangunan yaitu : kondisi topografi, iklim lingkungan, ciri arsitektur tropis, mencerminkan budaya setempat, keserasian dengan lingkungan sekitar serta mempertimbangkan pemakaian bahan bangunan lokal yang berkkualitas baik.

Untuk mewujudkan bangunan yang menyangkut fungsi bangunan yang monumental atau menyangkut llingkungan kota atau memerlukan penampilan bangunan yang bercirikan tradisional atau khas daerah maka perlu dikonsultasikan dengan tenaga ahli yang berpengalaman yang ditunjuk oleh kepala daerah.

1.2.3.1. Analisa Kebutuhan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Kabupaten Sidrap yang belum menyelesaikan perda bangunan gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG, masih tidak melibatkan Tim ahli bangunan gedung yanga berfungsi dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan. Pemda belum menerbitkan sertifikasi layak fungsi (SLF) bagi sseluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan baru hasil pembangunan.

1.2.3.2. Rekomendasi

 Menyelenggarakan penataan bangunan gedung agar tertib, fungsional, andal dan efisien.

 Pemda harus bertindak sebagai polisi dalam penyelenggaraan lingkungan permukiman agara produktif dan berjati diri.

 Menyelenggarakan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi.

 Menyelenggarakan penaataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian untuk menunjang kearifan budaya lokal.  Mengambangkan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung untuk

(12)

1.2.4. Program Yang Diusulkan

 Melakukan penataan bangunan agar dapat memberi nilai tambah fisik, ekonomi dan sosial.

 Penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal

 Pengembangan permukiman masyarakat agar produktif dan berjatidiri. 1.2.4.1. Usulan dan Prioritas Program

Penetapan kebijakan strategi, penyusunan norma standar dan pedoman, koordinasi pengembangan perumahan, sosialisasi perundang-undangan bidang perumahan, koordinasi pembangunan perumahan dengan lembaga/badan usaha, fasilitas dan stimulasi pembangunan perumahan masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana rumah sederhana sehat, monitoring evaluasi dan pelaporan.

1.2.4.2. Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Bangunan perkotaan seperti kantor bupati Kabupaten Sidrap dan beberapa kantor pemerintah lainnya. Selain itu pembangunan yang akan dilakukan harus secara konsisten mengacu pada rencana tata ruang yang ada dan hal-hal lain aturan yang mengatur tentang pelaksanaan dan pengaturan bangunan, Program Prioritas Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah:

a. Revitalisasi Kawasan permukiman Tradisional / Bersejarah dan Kawasan Permukiman Kota Pangkajene dan Kota Rappang.

b. Penataan bangunan dan lingkungan

 Kawasan Pusat perdagangan dan transportasi

 Kawasan pusat Industri dan pertanian

 Kawasan Permukiman

 Kawasan Terminal Kota Pangkajene

 Kawasan bersejarah dan pariwisata

1.2.4.3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan

Sumber pembiayaan penyelenggaraan proyek ini bersumber dari dana APBD Kabupaten dan APBD Provinsi juga bersumber dari dana pusat dan masyarakat serta kalangan swasta.

1.3. ANALISIS INVESTASI SUB-BIDANG AIR LIMBAH 1.3.1. Umum

(13)

Sub bidang Air Limbah pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Bereacun dan Berbahaya (B3) 1.3.2. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah dalam Rencana

Kabupaten Sidrap

Penanganan masalah pengelolaan air limbah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidrap sifatnya mutlak, tetapi bisa secara berkala dikembangkan/disediakan untuk penduduk. Prioritas pengembangan pada daerah-daerah yang belum terjangkau.

1.3.3. Profil Pengelolaan Air Limbah

1.3.4. Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah

Sistem pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Sidrap dengan sistem on site (penanganan setempat) yang terbagi atas:

 Pengelolaan oleh masyarakat/rumah tangga sendiri, dengan membuat jamban keluarga dan septick tank sendiri.

 Pengelolaan oleh pemerintah, tetapi terbatas pada prasarana untuk tempat umum dengan membuat MCK umum dan septick tank komunal

1.3.4.1. Tingkat Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan

Terkait dengan limbah yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat saat ini belum terasa secara luas, namun pada daerah tertentu seperti pada lingkungan kegiatan ekonomi seperti makan, hotel buangan rumah tangga yang seslama ini belum dilakukan netralisasi sebelum dibuang pada daerah hilir yang menjadi akhir pembuangan yang selama ini sudah mulai terasa. Oleh karena untuk mengantisipasi akibat yang ditimbulkan pada tahun mendatang seiring dengan semakin meningkatnya usaha sosial ekonomi masyarakat sudah perlu dibuat aturan dan master induk penanganannya agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

(14)

Prasarana dan sarana pengolahan air limbah sebenarnya sudah dilakukan pada jenis limbah tertentu seperti untuk tinja namun untuk limbah lain perlu pula dilakukan penanganan karena hal tersebut tidak kurang pengaruhnya terhadap kelestarian lingkungan yang pada akhirnya bermuara pada kerugian manasia.

1.3.4.3. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah

Kabupaten Sidrap saat ini juga belum mempunyai sistem pembuangan air limbah terpusat berupa bangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT). Penanganan pembuangan air limbah ssebagaian besar dilakukan secara individual oleh masyaarakat dengan membuat jamban keluarga dan septicktank.

1.3.4.4. Permasalahan yang Dihadapi

Dengan belum tersedianya sarana dan prasarana pengolahan air limbah sehingga air buangan kota dan buangan rumah tangga, maka akan menimbulkan pencemaaran pada sungai dan laut, disamping itu masih belum terpisahnya antara drainase air hujan dengan limbah buangan rumah tangga sehingga volumenya menjadi besar yang menyebabkan kapasitas sarana yang diperlukan dalam mengolah limbah tersebut cukup besar.

1.3.5. Sasaran Pengelolaan Prasarana dan Sarana (PS) Air Limbah

Sasaran pengelolaan prasarana dan sarana air limbah terutama sampah daerah perkotaan dan air limbah rumah tangga, khususnya pada rumah makan dan sejenisnya yang selama ini cukup memberi sumbangan yang besar terhadap produksi air limbah di lingkungan perkotaan, sedang pada daerah perdesaan masih sangat kecil dan masih dapat ternetralisir secara alamiah.

a. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

Persoalan limbah menjadi masalah di hampir semua tempat terutama pada daerah perkotaan demikian pula di daerah yang mengalami perkembangan deangan beragam aktifitas penduduknya seperti terjadijuga di Kabupaten Sidrap.

b. Analisis Permasalahan

Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk seiring pertumbuhan kota dari tahun ketahun berpotensi untuk menghasilkan produksi air limbah baik yang dihasilkan oleh industri, hotel, rumah makan dan sebagainya.

(15)

1.3.5.1. Alternatif Pemecahan Persoalan

Disamping perlunya dibangun sarana dan prasarana pengolah air limbah, maka saluran pembuang air hijan yang selama ini tergabung dengan air limbah buangan rumah tangga, limbah perkotaan dan sebagainya, maka untuk mengefisienkan dana yang diperlukan sarana pengolah air limbah yang diperlukan maka antara saluran air limbah dan saluran limpasan air hujan harus dipisahkan.

1.3.5.2. Rekomendasi.

Atas permasalahan yang dihadapi seperti yang disesbutkan pada analisis permasalahan diatas, maka direkomendasikan untuk membangun sarana dan prasarana pengolah air limbah untuk menetralkan air limbah/buangan sebelum dilepas pada pembuangan akhir yaitu sungai.

1.3.6. Sistem Prasarana yang Diusulkan

Agar pengolahan air limbah dapat mencapai tujuan dan sasaran peruntukannya maka perlu dilakukan secara terencana dan terarah dan dilakukan aturan hukum mengenai sanksi bagi yang melanggar kesepakatan yang telah disepakati tentang keharusan setiap individu, lembaga dan swasta yang menghasilkan limbah wajib melakukan pengolahan limbah secara terpadu sebelum di buang ke tempat pembuangan akhir.

1.3.6.1. Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan

Baik pengelolaan pengolahan air limbah dari tinja maupun buangan rumah tangga dan dari berbagai sumber lainnya perlu dilakukan pengembangan sseiring dengan bertambahnya jumlah penghasil air limbah, demikian pula tentang umur ekonomis dan cakupan pelaanannya, hal ini perlu diproyeksikan perencanaan jangka menengah dan jangka panjang.

1.3.6.2. Usulan dan Prioritas Program

Usulan dan prioritas program terutama ditujukan untuk air limbah industri yang dianggap berbahaya bagi manusia dan lingkungan, juga buangan rumah tangga dan kegiatan ekonomi produktif lainnya yang menghasilkan limbah.

(16)

 Pembangunan IPLT serta pengadaan sarana air bersih dan peralatannya (genset, pompa dan instalasinya).

 Pembangunan Septicktank komunal pada kawasan permukiman kepadatan tinggi.

 Pengadaan armada tinja

 Pengembangan sistem penanganan air limbah terpusat (severage system) untuk Kabupaten Sidrap.

1.3.6.3. Pembiayaan Pengelolaan

Agar penanganan air limbah ini dapat memenuhi tujuannya maka perlu sosialisasi dan pemahaman diberikan kepada segenap lapisan masyarakat baik sebagai individu, lembaga swasta, kelompok industri dan seluruh pihak terkait agar penanganan pengolahan air limbah ini dilakukan secara parsipatif demi kebaikan bersama, sehingga beban pemerintah untuk investigasi pembangunan prasarana dan sarana air limbah yang diperlukan dapat diminimalkan. Skenarionya perlu dilakukan secara profesional antara pemerintah, masyarakat dan swasta.

Mengingat dampak yang ditimbulkan terdapat lingkungan cukup signifikan maka sumber pendanaan khususnya pihak pemerintah dapat bersumber dari pemerintah daerah maupun APBN.

1.4. ANALISIS INVESTASI SUB-BIDANG PERSAMPAHAN 1.4.1. Umum

Bahwa untuk mendukung program pemerintah Kabupaten Luwu yang dikenal dengan sejuk bersinar maka tugas pokok kebersihan kota adalah menciptakan lingkungan perkotaan yang bersih dan indah.

1.4.2. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan dalam Rencana Kabupaten Sidrap

1. Penentuan lokasi TPA disesuaikan dengan Tata Ruang Kabupaten Sidrap 2. Pembangunan TPA pada lokasi yang lebih ditentukan

3. Pengadaan sarana dan prasarana persampahan. 1.4.3. Profil Persampahan

(17)

Diperkirakan total timbunan sampah di Kabupaten Sidrap adalah 420 m3 perhari. Prasarana dan sarana dasar persampahan yanga ada di Kabupaten Sidrap masih sangat terbatas dan belum optimal pemanfaatannya.

1.4.3.2. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Yang Ada (Aspek Teknis)

4. Sarana angkutan sampah masih kurang 5. TPS/Pewadahan sampah belum ada 6. Lokasi TPA belum berfungsi optimal 1.4.3.3. Aspek Pendanaan

Dana operaasional kebersihan/persampahan belum tersedia secara khusus APBD, namun untuk sementara menggabung dalam DPA Dinas KIMPRASDA Kabupaten Sidrap.

1.4.3.4. Aspek Kelembagaan Pelayanan Persampahan

Bahwa dalam rangka pengelolaan kebersihan/persampahan secara profesional, maka dipandang perlu membentuk lembaga yang khusus menangani masalah kebersihan/persampahan yaitu Dinas Kebersihan, Keindahan dan Pemakaman.

1.4.3.5. Aspek Peraturan Perundangan

1. Perda No.3 Tahun 2000 tentang Kebersihan /Persampahan 2. Sementara menunggu UU tentang Limbag/ Sampah di DPR RI 1.4.3.6. Aspek Peran Serta Masyarakat

Sosialisasi pada masyarakat tentang kebersihan, lingkungan perkotaan, khususnya Perda No.3 Tahun 2000 tentang Kebersihan

1.4.4. Permasalahan Yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Sidrap adalah:

1. Aspek Kelembagaan :

Belum adanya lembaga/Dinas yang menanganinya secara khusus 2. Aspek Operasional/Teknik

a. Manajemen operasional kebersihan belum dilaksanakan; b. SDM aparat kebersihan masih rendah;

(18)

c. Sistem pengangkutan sampah belum baik;

d. Sistem kebersihan sampah belum terkoordinir dengan baik; 3. AspekPembiayaan:

Belum tersesdianya dana operasional kebersihan dalam APBD Kab.Sidrap melainkan masih menggabung pada DPA Dinas KIMPRASDA Kab.Sidrap.

4. Aspek Peran Serta Masyarakat:

Masyarakat belum memahami tentang kebersihan lingkungan perkotaan. 1.4.5. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

1.4.5.1. Analisis Permasalahan

Dalam pengembangan sistem pembuangan sampah, maka hal yang selalu dipikirkan adalah :

1. Sistem Pengumpulan Sampah

Belum teraturnya pembuangan sampah ke tempat pewadahan sehingga nampak berserakan yang seharusnya pembuangan sampah dari sumber sampah dimasukkan dalam suatu tempat pewadahan (TPS).

2. Sistem Pengangkutan Sampah

Pengangkutan sampah belum dilakukan dengan baik karena belum tersedianya TPS/Tong sampah, belum berfungsinya TPA serta belum tersedianya peta layanan pengangkutan

3. Penampungan Sementara

Belum tersedianya tempat/pewadahan (TPS) yang digunakan sebagai penampungan sementara dari sumber sampah ke TPS

4. Pembuangan Akhir

Operasionalisasi TPA belum optimal

1.4.5.2. Alternatif Pemecahan Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah yang bisa ditempuh antara lain adalah : 1. Sistem Pengumpulan Sampah

Pembuangan sampah dari sumber sampah dimasukkan dalam suatu tempat pewadahan/TPS kemudian dilaksanakan oleh petugas kebersihan dengan menggunakan motor gerobak sampah, dikumpulkan pada kontainer

(19)

Pengangkutan Sampah dilaksanakan dari sumber sampah ke TPS dan ke TPA dengan menggunakan gerobak sampah dan Arm Roll Truck.

3. Penampungan Sementara

Pemerintah dan masyarakat bersama-sama membangun tempat pewadahan (TPS)/ tong sampah.

4. Pembuangan Akhir

Lokasi TPA yang ada segera difungsikan sebagai proses pengolahan sampah

1.4.6. Sistem Pengelolaan Sampah Yang Diusulkan 1.4.6.1. Kebutuhan Pengembangan

Segera dibentuk lembaga/Dinas yang menangani secara khusus 1.4.6.2. Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Sampah

Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan sampah di Kabupaten Sidrap yaitu:

 Pengadaan motor gerobak sampah, arm roll truck, wheel loader dan buldozer D3 serta pembangunan lanjutan lokasi TPA yang baru.

 Sosialisasi Perda tentang Kebersihan kota

 Mengintensifkan penagihan retribusi kebersihan sebagai sumber PAD.

1.5. ANALISIS INVESTASI SUB-BIDANG DRAINASE 1.5.1. Petunjuk Umum Sistem Drainase Perkotaan

Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan kawasan jasa/industri yang selanjutnya menjadi kawasan terbangun. Kawasan perkotaan yang terbangun memerlukan adanya dukungan prasarana dan sarana yang baik yang menjangkau kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah.

Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering kurang terkendali dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan, mengakibatkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai dihuni oleh penduduk. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai.

(20)

Hal-hal tersebut diatas membawa dampak rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, polder-polder, pompa-pompa, pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan air ke laut.

Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang berwawasan lingkungan. Berlainan dengan paradigma lama yang prinsipnya mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, tetapi prinsipnya agar air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan buatan/alamiah seperti kolam tandon, waduk lapangan, sumur-sumur resapan, penataan lansekap dan lain-lain.

Hal tersebut bertujuan memotong puncak banjir yang terjadi sehingga saluran lebih ekonomis, dapat juga membantu menambah sumber-sumber air baku. Penanganan drainase juga harus memakai pendekatan sistem, tidak secara parsial, parameter-parameter teknis ditentukan faktor alam setempat.

Pertambahan penduduk yang semakin meningkat, terbatasnya kemampuan pemerintah, swasta dan masyarakat, seta tuntunan akan kawasan terbangun yang bersih dan sehat mengakibatkan kebutuhan dan pelayanan prasarana dan sarana drainase, harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Tantangan yang dihadapi antara lain:

 Mencegah terjadinya penurunan kualitas kawasan terbangun

 Melakukan optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi terhadap prasarana dan sarana drainase yang sudah terbangun

 Melakssanakan peningkatan dan pengembangan sistem yang ada serta pembangunan baru secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah.

 Pemerataan pembangunan bidang drainase dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional dan daerah setempat.

 Menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat seta terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem penanganan drainase antara lain:

(21)

 Peran Kabupaten/Kota dalam pengembangan wilayah

 Memperhatikan kondisi almiah dan tipologo Kabupaten/Kota bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi dan sebagainya.

 Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan.

 Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi penanganan drainase.

 Keterpaduan penanganan drainase dengan pengembangan sistem sektor lainnya dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik.

 Memerhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia.

 Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efisiensi penanganan drainase bersangkutan.

 Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan.

 Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

 Kelembagaan yang menangani drainase

 Investasi PS drainase dengan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal pemulihan biaya operasi dan pemeliharaan.

 Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam pembangunan dan/atau pengelolaan sarana dan prasarana drainase, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut.

 Safeguard sosial dan lingkungan

 Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis diseertakan dalam bentuk lampiran.

Fungsi drainase perkotaan dapat dibagi dalam kriteria sebagai berikut:

 Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.

 Membebaskan suatu wilayah terutama permukiman yang padat dari genangan air, eroosi dan banjir.

 Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya dengan terlebih dahulu membeerikan air limpasan untuk meresap terlebih dahulu ke dalam tanah (konservasi air)

 Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.

 Meningkatkan kesehatan lingkungan, bila drainase lancar maka memperkecil resiko penyakit yang ditransmisikan melalui ai (water borne desease) dan penyakit lainnya

(22)

 Dengan sistem drainase yang baik tataguna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan-bangunan lainnya.

 Dengan sistem drainase yang terencana maka dapat dioptimalkan pengatur tata air yang berfungsi mengendalikan keberadaan air yang melimpah pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Sistem drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 bagian yaitu : drainase utama (major drainage) dan drainase lokal (minor drainage). Sistem drainase mayor dan minor dapat dibedakan menurut sifat, kriteria dan peruntukannya.

Sistem drainase major adalah sistem utama atau drainase makro (major drainage) yaitu sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (catchment area).

Sistem drainase minor/mikro adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung da mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar didalam wilayah kota.

1.5.2. Maksud dan Tujuan

 Maksud dan tujuan dari Rencana Investasi Sub Bidang Drainase adalah sebagai berikut:

 Mampu menyiapkan program penanganan drainase dengan sasaran individu/kelompok/institusi dari berbagai stakeholder yang terlibat langsung maupun tidak langasung dalam penyelenggaraan drainase yaitu: Institusi pengelolaan sistem dan jaringan drainase dan kawasan tertentu

 Adanya kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab Institusi pengelola drainase.

 Usulan program penyuluhan harus jelas agar peran serta masyarakat dalam kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana drainase dapat lebih ditingkatkan.

1.5.3. Arah Kebijakan Penanganan Drainase

Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsesp drainase yang berwawasan lingkungan. Sasaran kebijakan pengembangan drainase adalah sebagai berikut:

 Terlaksananya pengembangan sistem drainase yang terdesentralisier, efisien, efektif dan terpadu.

(23)

 Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

 Terciptanya peningkatan koordinasi antara kabupaten/kota dalam penanganan sistem drainase.

1.5.4. Isu-isu Strategis dan Permasalahan

1.5.5. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Dalam Rencana Kabupaten Sidrap

1.5.6. Profil Drainase

1.5.6.1. Gambaran Umum Kondisi Sistem Drainase

Dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan yang semakin berkembang dan meningkat di Kabupaten Sidrap maka areal yang tadinya merupakan ruang terbuka dan secara tidak langsung menjadi daerah genangan terutama pada musim hujan, menyebabkan daya tampung drainase yang ada tidak lagi mampu menyalurkan air buangan berupa air hujan terutama jika kejadiannya bersamaan dengan kiriman air yang cukup tinggi dari kawasan hulu sungai maka akan menimbulkan banjir pada kawasan kota.

1.5.6.2. Aspek Teknis

Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi pembangunan atau perbaikan sistem drainase diperkotaan antara lain:

 Tuntutan genangan yang terjadi harus lebih kecil dibandingkan dengan perdesaan

 Pembebasan lahan dan relokasi (pemindahan) penduduk lebih sulit dilaksanakan dibandingkan dengan daerah perdesaan yang jarang penduduknya.

 Diperlukan penyesuaian-penyesuaian berkaitan dengan adanya limbah domestik dan llimbah industri.

 Diharapkan sistem drainase yang dibangun/diperbaiki harus sesuai dengan lingkungan perkotaan.

Perbaikan sistem drainase di daerah perkotaan pada umumnya mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:

 Mempelajari sistem drainase yang sudah ada saat ini.

 Merumuskan rencana perbaikan sistem drainase.

 Perencanaan fasilitas drainase, seperti saluran drainase, tanggul, gorong-gorong, kolam retensi, stasiun pompa dan lain-lain.

 Pelaksanaan pekerjaan

(24)

1.5.6.3. Aspek Kelembangaan

Secara umum organisasi pengelola prasarana dan sarana perkotaan terdiri dari tiga tingkatan yaitu; eksekutif atau direktur, manajer menengah dan operator. Disamping itu diperlukan tingkat keempat sebagai penentu kebijakan, yaitu pemegang otoritas masing-masing tingkatan dari puncak sampai bawah memerlukan perencana untuk bekerja. Rencana meliputi visi, misi, tujuan, obyktif dan rencana kerja. Fungsi akuntabilitas didasarkan pada rencana ini dan evaluasi dilakukan pada tingakat kesuksesan pelaksanaan rencana tersebut.

Organisasi atau lembaga pengelola prasarana dan sarana pengendalian banjir diperkotaan harus dibentuk, tidak hanya pada kawasan perkotaan saja tetapi juga diseluruh daerah tangkapan air dan kawasan perairan pantai dimana sumber permasalahan berasal. Institusi ini mempunyai tanggung jawab mengendalikan peningkata debit dari daerah hulu dengan jalan menurunkan aliran permukaan dan meregulaasai debit puncak melalui berbagai macam cara dan bertanggung jawab untuk mengendalikan pengambilan air tanah yang berdampak pada rembesan tanah (land subsidence).

Disamping itu, lembaga ini juga bertanggung jawab terhadap pengembangan rencana dan program, persiapan dan implementasi sistem pembangunan, melakukan operasi dan pemeliharaan, manajemen keuangan dan menjaga sistem pendukung pengambilan keputusan (Decision Support System / DSS).

DSS adalah sistem yang mengorganissasikan proses dan pengiriman informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan. Struktur utama DSS diperlihatkan pada gambar 4.10, yang menggambarkan aliran permintaan untuk mendukung keputusan dari pengambil keputusan kepada staf pendukung. Dua aktifitas utama dalam DSS yaitu mengolah data dan mempelajari alternatif dan kegiatan mengkonversi data aau informasi menjadi pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Sehingga peran DSS adalah membawa data dan hasil studi, jika diperlukan dengan menggunakan model untuk menghasilkan pendukung keputusan. Jika ini berhasil akan memuat mengenai semua kategori informasi yang diperlukan termasuk data mentah, studi model, pendapat dan hasail analisis.

(25)

1.5.6.4. Aspek Pendanaan

Pembangunan drainase tidak memberikan keuntungan secara lansung kepada masyarakat, sehingga sulit dilakukan secara mandiri/swadaya kecuali yang sifatnya sangat sederhana bahkan di daerah kota masyarakat cenderung acuh dan kurang peduli, sehingga otomatis pembangunan drainase menjadi tugas pemerintah namun disisi pemeliharaan bisa saja dilakukan secara partisipasi oleh masyarakat.

1.5.6.5. Aspek peraturan Perundangan

Untuk dapat melaksanakan konsep penanganan banjir secara konprehensif berdasarkan paradigma manajemen air diperlukan seperangkat peraturan. Dalam peraturan tersebut harus meliputi filosofi manajemen air (khususnya air hujan) dan implementasinya kedalam pendekatan teknis, susunan institusi, finansial, perilaku masyarakat, yang diharapkan dan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar Peraturan harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh pengelola dan masyarakat yang menjadi stakeholder.

1.5.6.6. Aspek Peran Serta Masyarakat

Untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas yang akan dikembangkan perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini perlu untuk menghindarai terjadinya pertentangan tujuan antara kehendak pemerintah dan masyarakat. Juga untuk menghilangkan kesan bahwa fasilitas yang dibangun semata-mata untuk pemerintah, sehingga masyarakat tidak peduli dengan keberhasilannya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dan sosialisasi yang terus-menerus sebelum proyek dilaksanakan. Masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap kegiatan pembangunan, mulai dari perumusan gagasan, perencanaan,, pelaksanaan, sampai operasi dan pemeliharaan.

1.5.7. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dapat dilihat dari aspek yaitu permasalahan sistem drainase yang ada, sasaran drainase, rumusan masalah.

1.5.7.1. Permasalahan Sistem Drainase Yang Ada

Dari permasalahan banjir yang selama ini terjadi di Kabupaten Sidrap, sistem drainase yang ada baru bisa terpenuhi 25% yang termasuk baik, sedang 75% masih

(26)

kategori buruk, sehingga diperlukan pembangunan/peningkatan ssebesar 75%, disamping itu terdapat kondisi yang dianggap sudah baik, tetap memerlukan pemeliharaan secara periodik baik dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. 1.5.7.2. Sasaran Drainase

Saluran drainase yang sudah ada diharapkan agar banjir yang selama ini terjadi dipermukiman penduduk terutama permukiman. Namun sasaran utama yanga sangat perlu mendapat perhatian selain daerah permukiman, areal perkantoran/pelayanan umum maupun sarana ekonomi.

1.5.8. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi 1.5.8.1. Analisis Kebutuhan

Melihat permasalahan banjir yang selama ini terjadi di Kabupaten Siddrap, hal itu menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan prasarana drainase tersebut masih jauh dari kebutuhan, namun diakui bahwa untuk membebaskan sama sekali dari banjir yang memang kondisi geografinya, khususnya di daerah kota memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karen itu untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan pemda dalam membiayai pembangunan drainase, perlu dilakukan sistem prioritas berdasarkan fungsi kawasan/wilayah daerah banjir tersebut sekaligus membuat skenario yang sesuai.

1.5.8.2. Analisis Sistem Drainase

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang begitu cepat telah menyebabkan perubahan tata guna lahan. Banyak lahan yang semula berupa lahan terbuka atau hutan brubah menjadi areal permukiman maupun industri. Hal ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan namun sudah merambah kekawasan budidaya dan kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Dampak dari perubahan fungsi lahan tersebut adalah meningkatnya aliran tanah. Akibatnya setelah distribusi air yang makin timpang antara musim hujan dan musim kemarau, debit banjir meningkat dan ancaman kekeringan semakin besar.

Bertolak dari permasalahan tersebut maka konsep dasar pengembangan drainase berkelanjutan meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Diperlukan usaha-usaha konfrehensif dan

(27)

integratif yang meliputi seluruh proses baik yang bersifat struktural maupun non struktural.

1.5.8.3. Analisis Jaringan Drainase

Agar jaringan drainase yang direncanakan dan dilaksnakan maka setiap perencanaan yang dilakukan harus bersinergi dengan jaringan drainase yang sudah ada baik tersier, sekunder maupun primer, sehingga tidak ada satupun saluran drainase yang terputus dengan jaringan drainase lainnya. Dari hasil infestigasi yang ada sudah menunjukkan ke arah tersebut. Oleh karena itu maka master plan tentang drainase perlu lebih disempurnakan dan disosialisasikan keberadaannya bagi seluruh lapisan masyarakat.

1.5.8.4. Analisis Ekonomi

Seluruh tahapan pembangunan sistem drainase, mulai dari studi dan perencanaan rinci sampai pelaksanaan fisik dan siap dioperasikan, direncanakan selesai dalam jangka waktu empat tahun. Umur teknis bangunan diperkirakan 50 tahun terhitung sejak dimulainya operasi.

Biaya pembangunan terdiri dari biaya dasar pembangunan (investasai awal), biaya operasi, pemeliharaan dan penggantian (O/M & R). sedangkan keuntungan yang diperoleh berasal dari hilangnya kerugian banjir dengan adanya pembangunan sistem drainase.

1.5.8.5. Alternatif Penyelesaian Masalah

Pembangunan drainase berupa saluran dengan berbagai type pada masing-masing kawasan/areal, tergantung dari debit banjir dan luas areal kawasan. Sedang pada daerah hilir didekat muara dipasang klep otomatis yang bertujuan untuk mengatasi masuknya air laut pada saat pasang.

1.5.8.6. Rekomendasi

Untuk menyelesaikan masalah banjir yang dialami Kabupaten Sidrap selama ini maka perlu penanganan secara sinergis terutama masyarakat dan pemerintah dengan

(28)

memperhatikan segala yang terkait terutama aspek teknis dan berorientasi pembangunan berkelanjutan.

1.5.9. Sistem drainase yang diusulkan 1.5.9.1. Usulan dan Prioritas program

Pembangunan drainase di semua kawasan sebagai saluran pengendali banjir.

 Pembangunan Bronjong dan talud didaerah bantaran sungai

 Pembangunan dan rehabilitasi drainase

1.5.9.2. Usulan dan Prioritas Proyek Penyediaan Drainase 1.5.9.3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Drainase

1.6. ANALISIS INVESTASI PENGEMBANGAN AIR MINUM 1.6.1. Umum

Sub bidang Air Minum Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan air minum di pedesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air. Selain itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi dalam pembangunan sarana iar minumdi perkotaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem pengadaan air minum antara lain :

 Peran kabupaten/ kota dalam pengembangan wilayah

 Rencana pembnagunan kabupaten/kota

 Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi kabupaten/kota bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, tofografi dan sebagainya.

 Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

 Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum.

Kerangka Logis (Logical Framework) penilaian kelayakan investasi pengeloaan air minum

 Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan,

pengembangan sekurang-kurangnya dilaksanakan pada setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik.

(29)

1.6.2. Gambaran Kondisi Pelayanan Air Minum

1.6.2.1. Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan

1.6.2.2. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Penyediaan dan Pegelolaan Air Minum Kondisi sistem sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air minum di Kabupaten Sidrap saat ini, belum manpu memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat, oleh karena itu dari hasil evaluasi yang dilakukan menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas sarana dan prasarana demikian pula kualitas air yang belum memenuhi syarat sehingga kurang layak untuk dikonsumsi.

Kondisi sarana dan prasarana air minumyang ada di Kabupaten Sidrap untuk jenis pelayanan, perpipaan yang pengelolaannya oleh Perusahaan daerah Air MinumKabupaten Sidrap, dimana kapasitas produksi pada tahun 2008 adalah 65 liter/detik sementara kebutuhan 120 liter/detik.

1.6.2.3. Sistem Non Perpipaan

Sistem non perpipaan yang ada umumnya berupa sumur, baik berupa sumur gali maupun sumur bor, dimana untuk sumur bor masih sangat terbatas penggunaannya akibat biaya yang cukup besar dan bisa memacu terjadinya intrusi air laut masuk ke sumber air penduduk. Sementara untuk sumur gali permasalahannya adalah kwalitas air yang dihasilkan pada umumnya rasanya asin, disamping itu cenderung terjadi pencamaran, karena banyak yang masih belum dilantai dan sekat dengan septik tank warga sehingga cenderung terkontaminasi dengan sumur mereka yang bisa menimbulkan efek negative bagi kesehatan.

1.6.2.3.1. Aspek Teknis

 Sebelum dibuat sumur bor, perlu dilakukan pendugaan air tanah dengan memakai alat Geolistrik

 Berdasarkan hasil duga air tanah dilakukan pengeboran sesuai dengan kedalaman dari hasil duga air tanah

 Konstruksi sumur bor harus memakai Cassing (sumur) dan pipa yang mengangkat air

Menggunakan pompa celup (Submersible) dengan head dan kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan

 Pipa angkat sebaiknya menggunakan pipa GIP dan cassing menggunakan pipa PVC

(30)

1.6.2.3.2. Aspek Pendanaan

Mengingat ketersediaan dana dari Pemerintah maupun kemampuan masyarakat dalam membiayai pembiayaan sarana dan prasarana air bersih, maka diperlukan dukungan dan dari fihak ke tiga yang diharapkan mampu menbantu kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih sehingga kesehatan masyarakat terkait dengan konsumsi air bersih bisa terpenuhi.

1.6.2.3.3. Aspek Kelembagaan dan Peraturan

Belum adanya lembaga yang menangani masalah ini baik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun masyarakat, sehingga samapai saat ini hanya dilakukan secara individu. Penanganan prasarana ini juga biasanya dilakukan program pemberdayaan masyarakat dan program yang dilakukan oleh Dinas Permukiman dasn Tata Ruang daerah maupun propinsi.

1.6.2.4. Sistem Perpipaan

Tingkat pelayanan rendah, hal ini disebabkan karena ketersediaan air yang ada tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga perlu mencari sumber air baku yang diperkirakan manpu memenuhi tujuan tersebut. Operasional dan Maintenance tidak sesuai standar, sehingga banyak mengalami kendala, disamping itu ketersediaan tenaga untuk melayani operasionalisasi sistem perpipaan tersebut sangat kurang yang menyebabkan pelayanan kepada pelanggan mengalami kendala.

1.6.2.4.1. Aspek Teknis

Sumber air baku/air permukaan sebelum dimanfaatkan perlu dilakukan survey pendahuluan yang malipiuti :

 Kualitas air baku

 Kuantitas air baku

Lokasi bangunan Intake 1.6.2.4.2. Aspek Pendanaan

(31)

Terbatasnya dana APBD, dimana kebutuhan lain yang sifatnya lebih urgen, hingga saat ini pemenuhan dana untuk kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau jaringan pipa belum dapat direalisasikan, disamping itu untuk menyediakan prasarana dan sarana memang memerlukan investasi yang cukup besar apalagi jika yang akan dihasilkan adalah air bersih yang layak minum.

1.6.2.4.3. Aspek Kelembagaan dan Peraturan

Dari sisi kelembagaan sebenarnya sudah ada yaitu PDAM yang didukung oleh PERDA. Namun dari efektifitas lembaga itu sendiri perlu ditingkatkan, hal ini terindikasi dengan masih banyaknya keluhan dari para pelanggan dan tindak lanjut dari keluhan itu kurang terlihat.

1.6.3. Permasalahan Yang Dihadapi

1.6.4. Sasaran Penyediaan dan Pengelolaan Prasarana dan Sarana (PS) Air Minum Sasaran penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih seluruh masyarakat terutama di daerah perkotaan dan daerah yang mengalami kesulitan air bersih terutama pada musim kemarau. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat air bersih merupakan kebutuhan primer sehingga usaha mengatasi dari seluruh stake holder perlu dilakukan secara terpadu.

1.6.5. Analisa Permasalahan dan Rekomendasi 1.6.6. Analisa Kebutuhan Prasarana Air Minum 1.6.6.1. Analisa Kondisi Pelayanan

Melihat kondisi ketersediaan air minum di Kabupaten Sidrap masih belum mampu melayani kebutuhan masyarakat secara optimal, hal ini disebabkan kapasitas produksi yang memang tidak cukup untuk memenuhi masyarakat disamping kualitas produksi air yang masih perlu ditingkatkan.

1.6.6.2. Analisis Kebutuhan Air

Untuk memenuhi kebutuhan warga kota mengenai air bersih, seiring dengan semakin meningkatnya usaha sosial ekonomi masyarakat, seperti semakin tumbuhnya perhotelan dan perumahan dan lain-lain maka tentu akan diikuti dengan semakin meningkatnya tingkat kebutuhan air bersih. Oleh karena itu dengan kondisi sekarang ini

(32)

saja sudah menunjukkan kekurang mampuan pihak PDAM dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pencairan sumber air baku yang baru dan memenuhi kualitas menjadi suatu kebutuhan.

1.6.7. Analisa Sistem Prasarana dan Sarana Air Minum

Berdasarkan data diatas menunjukkan kebutuhan bahwa kebutuhan air bersih pada tahun 2012 terdapat kekurangan sebesar 50 liter/detik dari berbagai sumber air, disamping itu air yang diproduksi melalui PDAM kualitasnya belum memenuhi standar kebutuhan air bersih, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat perlu mencari sumber air baku yang lain baik bentuknya dari mata air yang disalurkan melalui jaringan pipa maupun sumur bor dan sumur gali. Satu hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan penyediaan air dengan sumur bor adalah masuknya air asin ke lingkungan permukiman yang dapat menyebabkan asinnya sumur yang ada.

1.6.8. Analisa Kebutuhan Program

Berdasarkan data tersebut diatas menunjukkan bahwa alternatif program yang bisa dilakukan dan efisien dari segi operasional adalah dengan menambah jaringan perpipaan dengan mencari sumber air baku yang baru yang memungkinkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan. Hal yang paling memungkinkan adalh pengaliran malalui sistem gravitasi karena daerah pelayanan pada umumnya letaknya lebih rendah dari sumber air.

1.6.9. Rekomendasi

1.6.10. Sistem Prasarana Yang Diusulkan

 Jaringan perpipaan, baik di kota maupun perdesaan yang memiliki sumber mata air / sumber air baku yang memungkinkan untuk manjangkau kebutuhan masyarakat setempat.

 Sumur bor pada daerah pedesaan yang berada pada daerah yang memiliki muka air tanah yang cukup dalam.

 Sumur gali di daerah pedesaan yang permukaan air tanahnya cukup rendah dan kwalitas airnya tidak asin.

1.6.10.1. Sistem Non Perpipaan 1.6.10.2. Sistem Perpipaan

1.6.10.3. Usulan dan Prioritas Program

(33)

 Kegiatan Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Minum, yang terdiri dari pengadaan perpipaan untuk daerah pesisir, pengadaan Hidran Umum, sumur bor, pengadaan mesin pompa dan pembuatan bak penampungan air yang lokasinya tersebar di beberapa desa dan kecamatan di Kabupaten Sidrap.

 Kegiatan Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Minum bagi kawasan RHS yang terdiri dari penyusunan Master Plan Air Minum Kabupaten Sidrap.

 Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana di desa rawan air, pesisir dan dan desa terpencil.

 Kegiatan bantuan teknis / bantuan program penyehatan PDAM diantaranya pembenahan jaringan PDAM, perencanaan dan pembangunan jaringan air sistem gravitasi kapasitas 0,5 liter/detik dan instalasi penjernihan air bersih / minum.

 Kegiatan pembangunan SPAM IKK/Kawasan yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan peningkatan cakupan air minum perpipaan di area perkotaan.

1.6.10.4. Usulan dan PrioritasProyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum 1.6.10.5. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan

Adapun pembiayaan proyek penyediaan pengelolaan air bersih / minum diharapkan melalui sumber APBN mengingat kebutuhan dana yang diperlukan cukup besar, sehingga diharapkan dari pemerintah daerah melalui dana APBD maupun dari dana APBD Propinsi dan juga partisipasi masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Guru memberikan tugas akhir berupa diskusi kelompok untuk membuat sebuah slide presentasi untuk dikerjakan selama 1 minggu dengan komposisi slide sesuai dengan materi

Seperti yang telah disinggung pada bagian pendahuluan mengenai jumlah bangunan suci bercorak Agama Hindu dan Buddha di Penanggungan, Gunung Penanggungan adalah

Dukungan dari Penerbit ATAU percetakan yang memiliki ISO 9001..berarti kami mencari buku tidak harus dari penerbit yang bersangkutan, melainkan bisa mencari naskah

Dari hasil perbandingan tersebut, metode vorteks dapat menunjukkan struktur aliran vortisitas yang mirip dan konsisten dengan yang ditunjukkan oleh eksperimen

Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis pada Website Universitas Sriwijaya untuk mengukur kelayakan User Interface pada website tersebut dengan menggunakan

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

Menurut Herjanto (2007: 151) analisis Break Even Point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan titik dalam kurva biaya pendapatan.. yang menunjukkan

Selain pemberian teladan, Ibu Shofiyah juga menggunakan nasehat dalam mengembangkan pengamalan materi PAI pada siswa kelas XI IPA 2 di SMA 1 Gebog Kudus, metode nasehat