• Tidak ada hasil yang ditemukan

ECONOMICS OF HAPPINESS : Kajian Teoritis Bagi Pengukuran Alternatif Kesejahteraan Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ECONOMICS OF HAPPINESS : Kajian Teoritis Bagi Pengukuran Alternatif Kesejahteraan Negara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ECONOMICS OF HAPPINESS :

Kajian Teoritis Bagi Pengukuran Alternatif

Kesejahteraan Negara

Oleh: Bismantara*)

Abstrak

Masih banyak ekonom yang mengukur tingkat kemajuan sebuah negara berdasarkan indeks GDP (Gross Domestic Product)-nya. Hal ini mengalami tantangan dari beberapa ekonom yang mulai mengkaitkan tingkat perkembangan ekonomi dengan tingkat kebahagiaan dari individu ataupun masyarakat yang hidup di negara tersebut. Pendekatan alternatif ini disebut Economics of Happiness atau Ekonomik Kebahagiaan. Dengan mengetahui tingkat kebahagiaan suatu masyarakat di sebuah negara, para pembuat kebijakan (policy makers) dapat lebih memformulasikan serangkaian kebijakan yang lebih komprehensif dan holistik baik di bidang pengentasan kemiskinan, pemanfaatan energi, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan rekayasa sosial dan institusional (social and institutional enginering). Kata Kunci : ekonomi, kebahagiaan

*) Dosen Tetap STIESA

1. PENDAHULUAN

Hingga beberapa tahun terakhir, indeks GDP (Gross Domestic Product) masih dipercaya sebagai sebuah indikator yang menentukan untuk mengukur perkembangan kesejahteraan dari sebuah negara. Sayangnya, pendekatan yang menekankan kepada beberapa indikatornya seperti: hutang jangka panjang dan menengah, investasi, pendapatan dan produksi ini dinilai terlalu bersifat satu

dimensi (one dimension). Hal ini menimbulkan serangkaian ketidakpuasan di beberapa kalangan pengamat ekonomi.

Sifat satu dimensi ini dicoba untuk diperbaiki dengan pendekatan Economics of Happiness (Ekonomik Kebahagiaan) yang mengukur hubungan antaa pendapatan dengan kepuasan hidup (well-being) dari sebuah masyarakat di sebuah negara. Dari penjelasan singkat ini, kita bisa melihat bahwa pendekatan ini seringkali mengkaitkan indikator-indikator ekonomi dengan pengukuran yang bersifat psikologis.

Sebagai sebuah pendekatan, maka kata “kebahagiaan” (happiness) menjadi sebuah indikator yang relevan dan dapat ditelaah dalam mengukur perkembangan ekonomi sebuah negara. Walaupun begitu, kita memang harus berhati-hati dalam menghadapi potensi bias dari survey (penelitian yang diadakan) dan juga kesulitan dalam mengobservasi kebiasaan-kebiasaan yang bersifat pribadi (personal).

Dilihat dari sudut pandang keilmuan, perkembangan ini juga

memperlihatkan perubahan kecenderungan ekonomi yang

menekankan data-data kuantitatif dan fungsionalitas kearah kualitatif dan lebih berfokus pada nilai (value).

2. PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI DAN PENELUSURAN LITERATUR Menurut Carol Graham1, Ekonomik Kebahagiaan adalah :

1 Carol Graham, The Economics of Happiness, Economic Studies Program – The Brookings Institutions, 2005, h. 1

(2)

“..Is an approach to assessing welfare which

combines the techniques typically used by

economists with those more commonly used by psychologists.”

Baginya, walaupun para psikolog sudah lama menggunakan indikator ekonomi sebagai sesuatu yang berpengaruh kepada tingkat kebahagiaan seseorang tetapi baru akhir-akhir ini-lah para ekonom mulai mencoba untuk mengkaitkan keduanya.

Lebih jauh ia mengatakan bahwa pada awalnya memang pandangan-pandangan ekonomi mengkaitkan antara ekonomi dan kepuasan hidup (Aristoteles, Bentham, Mill dan bahkan Adam Smith). Tetapi seiring dengan perkembangan keilmuan ini yang lebih menekankan kepada aspek kuantitatif daripada kualitatif maka definisi, variable serta indikator yang murni bersifat ekonomi dan materialistiklah yang menjadi dominan.

Kata kunci “kebahagiaan” disini juga harus menjadi perhatian. Kata ini mempunyai definisi yang luas dan fleksibel. Kadangkala, kata ini disamakan dengan tingkat kepuasan hidup ataupun kesejahteraan hidup secara subyektif/personal. Tetapi dalam makalah yang dibuat oleh Frey dan Stutzer2, kebahagiaan disini dikaitkan dengan tingkat hidup.

Meskipun dapat didefinisikan secara berbeda, tetapi pengukuran terhadap orang yang berbahagia sendiri dapat dilihat sebagai sesuatu yang mempunyai tingkat konsistensi, reliabilitas dan

2 Bruno S. Frey and Alois Stutzer, “Happiness, Economy and Institutions”, University of Zurich,1999, h. 2

validitas tertentu. Pendapat yang dikutip oleh Frey dan Stutzer dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa ciri-ciri orang yang bahagia adalah mereka yang suka tersenyum dalam interaksi sosial (Fernandez-Dols dan Ruiz-Belda, 1995), dianggap bahagia oleh teman dan anggota keluarga mereka (Sandvik, Diener dan Serdlitz, 1993) dan oleh pasangan mereka sendiri (Costa dan McRae, 1988). Dan ini adalah ciri-ciri yang dapat dilihat, diukur dan dicatat.

Peneliti yang mulai memperkenalkan dan mengkaji masalah ini adalah Richard Easterlin. Ia mulai meneliti permasalahan ini di sekitar tahun 1970-an. Penelitian ke arah ini mulai berkembang di tahun 1990-an oleh Graham dan Pettianato (2002), Blanchflower dan Oswald (2004) serta Layard (2005).

2.2 PENDEKATAN

Sebagai sebuah disiplin ilmu, ekonomi mengalami perkembangan yang tak berkesudahan. Hal ini seiring dengan berbagai perkembangan fenomena yang diteliti maupun semakin

beragamnya pendekatan maupun metode yang digunakan.

Persentuhan ilmu ekonomi dengan ilmu-ilmu lain seperti politik dan psikologi juga semakin menimbulkan kecenderungan ekonomi yang bersifat multi-disipliner.

Salah satu point penting yang harus diingat adalah bahwa pendekatan ekonomi baru ini (economic happiness) tidak bermaksud menggantikan indikator pendapatan (income) pada skala pengukurannya. Sebaliknya, pendekatan ini bermaksud untuk

(3)

memperluas skala pengukuran tersebut dengan memasukkan beberapa faktor lain yang memperngaruhi kepuasaan hidup, seperti : kesehatan, status pekerjaan dan marital (marital status) serta kepercayaan sipil (civic trust).

Survey untuk mengukur bahagia tidaknya seseorang dilakukan dengan bertanya: “Secara umum, apakah Anda cukup berbahagia dengan hidup Anda?” atau “Apakah Anda cukup puas dengan hidup Anda?”3. Jawaban dari pertanyaan ini diberikan skala dari empat hingga tujuh. Meski para psikolog mempunyai preferesi yang berbeda terhadap pertanyaan yang menyangkut kepuasan hidup, tetapi hasil dari jawaban tentang kebahagiaan dan kepuasan hidup mempunyai korelasi yang sangat dekat. Koofesien korelasi antar keduanya menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris (1975-92) dan Amerika Latin (2000-01) selama beberapa tahun, memberikan hasil antara 0.56 dan 0.50 (Blanchflower dan Oswald, 2004 serta Graham dan Pettianato; 2002).

Riset dari Frey dan Stutzer juga memperlihatkan beberapa determinan yang harus diamati dalam ekonomik kebahagiaan ini, antara lain :

• Faktor personalitas dan demografi. Variabel yang diamati lebih banyak menjadi bahan kajian dari peneliti psikologis. • Faktor ekonomi makro dan mikro. Dalam faktor ini, variabel

seperti pengangguran dan inflasi secara jelas mengakibatkan ketidakbahagiaan.

3 Graham, 2005, h. 3.

• Faktor kondisi institusional di dalam negara dan

masyarakat. Dalam penelitiannya, keduanya menyimpulkan bahwa bentuk demokrasi langsung (inisiatif dan referendum) serta bentuk federasi (otonomi lokal) secara sistematis telah mempertinggi tingkat kebahagiaan masyarakat Swiss. Diluar hal ini, telah terdapat beberapa organisasi dan negara yang mulai mengaplikasikan ekonomiks kebahagiaan ini. Hal ini tercermin dengan adanya pernyataan bahwa Bhutan akan menerbitkan index yang berdasarkan gross national of happiness. Juga terdapat usaha dari the Gallup Organization -sebuah perusahaan survey ternama- yang akan mengadakan pooling via telepon kepada masyarakat Amerika Utara berdasarkan hasil kerja dari para peneliti ekonomik kebahagiaan ini.

2.3 HASIL-HASIL PENELITIAN

Pada intinya, ada beberapa kesimpulan yang menarik untuk diamati dari beberapa penelitian ini4. Pertama, dari skala dunia, penduduk negara kaya memang lebih berbahagia daripada di negara-negara berkembang. Tetapi penelitian memperlihatkan bahwa perubahan tingkat pendatan (income) tidak/hanya mempunyai pengaruh yang sangat sedikit terhadap tingkat kebahagiaan suatu masyarakat. Inilah yang disebut Paradoks Easterlin. Jika kenaikan GDP tidak berpengaruh terhadap kebahagiaan sebuah masyarakat,

4www.cascadianscorecard.typepad.com.

(4)

maka salah satu argumentasi kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan kenaikan GDP menjadi sesuatu yang harus dipertanyakan.

Kesimpulan itu dapat dilihat juga dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat. Seperti bisa dilihat di tabel dibawah ini, tingkat GNP dari Amerika Serikat ternyata meningkat secara dramatis (tiga kali lipat) dalam kurun waktu 51 tahun. Tetapi tingkat kebahagiaan dari masyarakatnya secara relatif tetap.

Tabel 2.3.1

Perbandingan antara Tingkat GNP dan Tingkat Kepuasan Hidup di Amerika Serikat

5

Kedua, kebahagiaan terkait dengan modal sosial sebuah masyarakat seperti pertemanan dan kepercayaan kepada orang lain.

5www.cascadianscorecard.typepad.com.

Karenanya jelas bahwa isolasi sosial menghasilkan ketidakbahagiaan. Level pertemanan tidak otomatis menyebabkan seseorang bahagia, tetapi tingkat apa yang bisa kita sumbangkan/berikan kepada orang

lain ternyata lebih membahagiakan daripada menerima

bantuan/support dari orang lain. Jika dikaitkan dengan kesimpulan pertama, mungkin bisa dilihat bahwa semakin individualitas sebuah masyarakat yang menyatakan minimnya interaksi diantara sesama anggotanya dapat menjadi sumber bagi rendahnya tingkat kebahagiaan yang dirasakan oleh mereka.

Ketiga, jika kita mengamati tabel selanjutnya, kita dapat melihat bahwa ada beberapa kelompok yang lebih berbahagia dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Dari tabel ini dapat kita melihat bahwa 2 kelompok teratas dalam survey ini adalah (1) orang-orang terkaya di Amerika dan (2) masyarakat Amish yang tinggal di Pennsylvania. Samanya rating yang didapat keduanya dapat memadukan 2 pendapat yang bertentangan, yaitu: (1) bahwa kekayaan memang membuat manusia semakin bahagia, tetapi juga (2) kebahagiaan bukan berkaitan dengan uang tetapi dengan sikap hidup. Orang-orang Amish bukanlah masyarakat yang kaya secara materi tetapi mereka menekankan sikap hidup yang sederhana. Menolak modernisasi, mereka adalah masyarakat yang dapat dianalogikan dengan suku “Baduy” di Indonesia.

(5)

Tabel 2.3.2

Perbandingan Tingkat Kebahagiaan antara Kelompok

Masyarakat yang Berbeda6

2.4 NEGARA PALING BERBAHAGIA DI DUNIA

Riset yang baru-baru ini diadakan di Inggris juga menghasilkan “Happy Planet Index”7. Riset ini diadakan oleh nef (New Economic Foundation) dan dipublikasikan pada bulan Juli 2006. Index ini adalah yang pertama mengkombinasikan antara dampak lingkungan dalam tingkat kesejahteraan hidup untuk

6www.cascadianscorecard.typepad.com. 7www.cascadianscorecard.typepad.com.

mengukur tingkat efisiensi lingkungan di dalam sebuah negara yang menghasilkan kehidupan yang panjang dan bahagia. Hasilnya adalah sebuah temuan yang cukup mengejutkan8:

Pertama, ternyata negara-negara maju di dunia yang tergabung dalam kelompok G8, bukanlah negara yang paling berbahagia di dunia. Tercatat bahwa Inggris ternyata berada pada posisi 108 (berada di bawah Libya) sedang Amerika Serikat berada pada posisi 150. Sementara itu. Italia berada pada posisi 66, Jerman 81, Jepang 95, Kanada 111, Perancis 129 dan Rusia 172. Pertanyaan yang wajar adalah: mengapa? Ternyata dalam penelitian ini, mereka

menjawab bahwa terkadang negara-negara industri ini

mengesampingkan faktor lingkungan dalam pembangunana mereka. Akibatnya masyarakat tidak merasa bahagia karena tingkat pendapatan tinggi yang mereka miliki harus dibayar dengan kerusakan ekologi yang cukup besar.

Kedua, Negara yang “paling bahagia” di dunia adalah sebuah pulau kecil di Pasifik yaitu : pulau Vanuatu. Populasi dari negara ini hanya 209.000 orang dan tingkat GDP-nya ($2,900) hanya nomor 207 dari 233 negara di dunia. Negara ini mengandalkan income-nya dari pertanian dan turisme. Negara ini mendapat tingkat yang paling tinggi karena masyarakatnya :

• Tidak merasa terlalu stress dengan kehidupannya, • Hidup hingga rata-rata mencapai umur 70 dan

8

(6)

• Pembangunan yang mereka jalankan tidak terlalu merusak lingkungan ekosistem yang mereka punyai.

Ini menandakan bahwa ukuran sebuah negara dan tingkat GDP tidak berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan mereka. Lebih jauh, tingkat kebahagiaan di negara kepulauan lebih tinggi daripada yang lain. Ini disebabkan lebih tingginya tingkat kepuasan hidup mereka, ekspektasi hidup yang lebih tinggi dan lebih rendahnya tingkat kerusakan lingkungan. Analisa sekilas yang dapat diberikan adalah karena terbatasnya sumber alam yang mereka punyai mempengaruhi kehati-hatian mereka dalam mengelolanya. Tingkat keefisienan tentu saja menjadi pertimbangan utama bagi keamanan masa depan mereka yang sangat bergantung dari sumber daya alam yang terbatas tersebut.

3. PENUTUP

Ekonomik Kebahagiaan belumlah menjadi mainstrem dari perkembangan ekonomi saat ini, tetapi seiring dengan perkembangan waktu dan penelitian yang kian banyak maka penulis optimis bahwa pendekatan ini akan menjadi trend yang cukup signifikan di masa mendatang.

Sumbangan terbesar dari Ekonomik Kebahagiaan, menurut penulis adalah bahwa fokus penelitian ini berkisar pada kebahagiaan yang berfokus pada individu dan bukan sekedar besaran yang abstrak seperti income negara. Walaupun demikian, ia haruslah diperlakukan

sebagai sesuatu yang bersifat komplementer dan belum dapat menggantikan fungsi index GNP dan GDP.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Makalah (format PDF) :

Graham, Carol (2005), The Economics of Happiness, Economic Studies Program – The Brookings Institutions

Frey, Bruno S and Alois Stutzer (1999), “Happiness, Economy and Institutions”, University of Zurich

Internet :

www.cascadianscorecard.typepad.com.

www.guardian.co.uk www.neweconomics.org www.happyplanetindex.org

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Pola Komunikasi orang Tua dengan Kenakalan Remaja di SMA Muhammadiyah Yogyakarta Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Konsep Diri pada Siswa

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi krisi pangan dan lahan adalah dengan cara pengoptimalan lahan yang ada, atau disebut dengan.... Sedangkan usaha perluasan

Kerangka kerja OBRiM akan memberikan panduan dalam menentukan pilihan mana yang sesuai dengan risiko yang muncul sehingga pembuat keputusan akan sangat terbantu dalam

 Peserta didik yang tidak masuk sekolah selama sekurang-kurangnya 5 (lima) hari secara akumulatif/tidak berturut-turut tanpa memberikan keterangan (alpa) dalam 1 (satu)

Kegiatan Riset Aksi Pengembangan Perikanan Lokal Rawa Gambut: ”Pengembangan Teknologi Budidaya Ikan Lokal Rawa Gambut Untuk Mendukung Upaya Restorasi Gambut Di Desa

Sementara keunggulan dari usaha Piachy 168 adalah belum adanya pesaing yang menjual produk dengan inovasi yang sama di daerah Palembang.. Usaha ini menawarkan 8

Malah, menjadi penempatan transit bagi pelatih sebelum ditetapkan balai berkhidmat, kawasan yang berkeluasan 76 hektar itu turut ditempatkan sebagai depoh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok usia 18 – 24 tahun sebanyak 33 orang (62,3%) di dukung oleh penelitian herlina