• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017

T

INGKAT

K

ETIMPANGAN

P

ENGELUARAN

P

ENDUDUK

I

NDONESIA

M

ARET

2017

M

ENURUN

GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335

1.

Perkembangan Gini Ratio Tahun 2010–Maret 2017

Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi.Secara nasional, Gini Ratio Jambi pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,304 dan meningkat menjadi 0,340 pada Maret 2011. Gini Ratio turun pada September 2013 menjadi 0,327 dan naik terus hingga Maret 2015 mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 0,361. Pada September 2015 Gini Ratio mulai turun menjadi 0,344 dan berangsur menurun hingga mencapai angka 0,335 pada Maret 2017.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,384. Angka ini menurun sebesar 0,019 poin dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,403. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio Maret 2017 tercatat sebesar 0,284. Angka ini menurun sebesar 0,008 poin dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,292

Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Jambi yang diukur oleh Gini Ratio tercatat

sebesar 0,335. Angka ini menurun sebesar 0,011 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,346.

Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,384 turun dibanding Gini Ratio

September 2016 yang sebesar 0,403. Sedangkan Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,284 turun dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,292.

 Pada Maret 2017, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 20,72

persen. Artinya pengeluaran penduduk masih berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 18,20 persen yang artinya berada pada kategori ketimpangan rendah. Sementara untuk daerah perdesaan angkanya tercatat sebesar 23,00 persen, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah.

(2)

Gambar 1.

Perkembangan Gini Ratio, 2010

Maret 2017

2.

Perkembangan Distribusi Pengeluaran September 2016–Maret 2017

Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran ketimpangan Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya dibawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada diatas 17 persen. Pada Maret 2017, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 20,72 persen yang berarti Jambi berada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan Maret 2017 ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 20,01 persen.

Sejalan dengan informasi yang diperoleh dari Gini Ratio, ukuran ketimpangan Bank Dunia pun mencatat hal yang sama yaitu ketimpangan di perkotaan lebih parah dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan. Persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2017 adalah sebesar 18,20 atau tergolong ketimpangan rendah. Sementara itu, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan pada Maret 2017 adalah sebesar 23,00 persen yang berarti berada pada kategori ketimpangan rendah.

0.384 0.284 0.335 0.250 0.270 0.290 0.310 0.330 0.350 0.370 0.390 0.410 0.430

(3)

Gambar 2.

Persentase Pengeluaran Kelompok Penduduk 40 Persen terbawah September 2016 dan Maret 2017

Tabel 1

Distribusi Pengeluaran Penduduk di Indonesia September 2016 dan Maret 2017 (Persentase) Daerah/Tahun Penduduk 40

persen Terbawah

Penduduk 40 persen Menengah

Penduduk 20

persen Atas Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan Sep-16 17.46 34.38 48.17 100 Maret 2017 18.20 35.50 46.30 100 Perdesaan Sep-16 22.07 39.81 38.12 100 Maret 2017 23.00 38.84 38.16 100 Perkotaan+Perdesaan Sep-16 20.01 37.10 42.89 100 Maret 2017 20.72 36.78 42.50 100 17.46 18.2 22.07 23.00 20.01 20.72 0 5 10 15 20 25 Sept 2016 Mar 2017

(4)

3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbaikan Tingkat Ketimpangan

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan tingkat ketimpangan pengeluaran selama periode September 2016

Maret 2017 diantaranya adalah:

a. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tercatat bahwa kenaikan pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 40 persen terbawah mengalami peningkatan 0,71 pesen, sementara pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 40 persen tengah dan kelompok 20 % atas masing-masing mengalami penurunan sebesar 0,32 persen dan 0,39 persen.

b. Menguatnya perekonomian penduduk kelas menengah (kelompok 40 persen menengah). Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri/dibantu pekerja tidak dibayar yang merupakan kelompok terbesar pada kelas menengah sebagai dampak dari lebih kondusifnya pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

c. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), terjadi peningkatan jumlah pekerja yang berusaha sendiri/dibantu pekerja tidak dibayar dari 336,7 ribu (Agustus 2016) menjadi 347,4 ribu (Februari 2017) atau naik sekitar 3,18 persen. Untuk jumlah penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di lapangan usaha pertanian, industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, dan perdagangan mengalami peningkatan, secara umum terjadi peningkatan sebesar 6,15 persen dari 1,63 juta (Agustus 2016) menjadi 1,73 juta (Februari 2017).

d. Kenaikan pengeluaran kelompok bawah yang merefleksikan peningkatan pendapatan kelompok penduduk bawah tidak lepas dari upaya pembangunan infrastruktur padat karya, dan beragam skema perlindungan dan bantuan sosial di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan lainnya yang dijalankan oleh pemerintah.

4.

Gini Ratio Menurut Provinsi pada Maret 2017

Pada Maret 2017, provinsi yang mempunyai nilai Gini Ratio tertinggi tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,432 sementara yang terendah tercatat di Provinsi Bangka Belitung dengan Gini Ratio sebesar 0,282 (Gambar 3).

Gambar 3.

Gini Ratio menurut Provinsi Maret 2017

0.282 0.335 0.432 Ba ngka Be li tung K al im ant an U ta ra S um at era U ta ra M al uk u U ta ra S um at era Ba ra t Ri a u K al im ant an Ba ra t A ce h K al im ant an T im ur L a m pung K epul a ua n Ri au Ja m bi K al im ant an T enga h M al uku K al im ant an S el at a n Be ngkul u S ul aw es i Ba ra t S ul aw es i T enga h N us a T engga ra T im ur S um at era S e la ta n Ja w a T enga h N us a T engga ra Ba ra t Ba nt en Ba li P apua Ba ra t S ul aw es i T engga ra S ul aw es i U ta ra Ja w a T im ur P apua Ja w a Ba ra t S ul aw es i S el at an D K I Ja ka rt a G or on ta lo D I Y ogya ka rt a

(5)

Dibanding dengan Gini Ratio nasional yang sebesar 0,393, terdapat sembilan provinsi dengan angka Gini Ratio lebih tinggi, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (0,432), Gorontalo (0,430), DKI Jakarta (0,413), Sulawesi Selatan (0,407), Jawa Barat (0,403), Papua (0,397), Jawa Timur (0,396), Sulawesi Utara (0,396) dan Sulawesi Tenggara (0,394). Angka Gini Ratio September 2016-Maret 2017 menurut provinsi dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3.

Tabel 3

Gini Ratio menurut Provinsi, September 2016 dan Maret 2017

PROVINSI

September 2016 Maret 2017

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan

(1) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 11 Aceh 0.362 0.296 0.341 0.347 0.293 0.329 12 Sumatera Utara 0.333 0.270 0.312 0.342 0.256 0.315 13 Sumatera Barat 0.323 0.267 0.312 0.336 0.276 0.318 14 Riau 0.368 0.309 0.347 0.353 0.289 0.325 15 Jambi 0.403 0.292 0.346 0.384 0.284 0.335 16 Sumatera Selatan 0.397 0.306 0.362 0.384 0.317 0.361 17 Bengkulu 0.405 0.296 0.354 0.390 0.305 0.351 18 Lampung 0.384 0.311 0.358 0.364 0.297 0.334 19 Bangka Belitung 0.318 0.239 0.288 0.303 0.219 0.282 21 Kepulauan Riau 0.346 0.264 0.352 0.327 0.279 0.334 31 DKI Jakarta 0.397 0.397 0.413 0.413 32 Jawa Barat 0.412 0.310 0.402 0.412 0.324 0.403 33 Jawa Tengah 0.382 0.313 0.357 0.386 0.327 0.365 34 DI Yogyakarta 0.423 0.343 0.425 0.435 0.340 0.432 35 JawaTimur 0.433 0.313 0.402 0.418 0.326 0.396 36 Banten 0.399 0.248 0.392 0.381 0.267 0.382 51 Bali 0.378 0.335 0.374 0.382 0.325 0.384

52 Nusa Tenggara Barat 0.410 0.306 0.365 0.413 0.314 0.371

53 Nusa Tenggara Timur 0.344 0.317 0.362 0.362 0.311 0.359

61 Kalimantan Barat 0.361 0.275 0.331 0.356 0.274 0.327 62 Kalimantan Tengah 0.364 0.326 0.347 0.370 0.310 0.343 63 Kalimantan Selatan 0.363 0.298 0.351 0.365 0.292 0.347 64 Kalimantan Timur 0.314 0.313 0.328 0.323 0.298 0.330 65 Kalimantan Utara 0.308 0.280 0.305 0.298 0.268 0.308 71 Sulawesi Utara 0.388 0.350 0.379 0.405 0.355 0.396 72 Sulawesi Tengah 0.372 0.308 0.347 0.379 0.309 0.355 73 Sulawesi Selatan 0.409 0.340 0.400 0.410 0.348 0.407 74 Sulawesi Tenggara 0.395 0.352 0.388 0.403 0.358 0.394 75 Gorontalo 0.402 0.397 0.410 0.417 0.403 0.430 76 Sulawesi Barat 0.441 0.341 0.371 0.424 0.323 0.354 81 Maluku 0.338 0.303 0.344 0.333 0.312 0.343 82 Maluku Utara 0.326 0.251 0.309 0.322 0.265 0.317 91 Papua Barat 0.357 0.394 0.401 0.349 0.392 0.390 94 Papua 0.318 0.392 0.399 0.322 0.395 0.397 INDONESIA 0.409 0.316 0.394 0.407 0.320 0.393

Referensi

Dokumen terkait

Etnobotani adalah penelitian ilmiah murni yang mengunakan pengalaman pengetahuan tradisional dalam memajukan dan improvisasi kualitas hidup, tidak hanya bagi manusia tetapi

Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI Jl. Anggrek primitif adalah jenis tumbuhan peralihan antara suku-suku dari ordo Asparagales dan suku Orchidaceae. Jenis-jenis

Walaupun dalam penelitian ini menunjukkan hasil peningkatan yang signifikan antara permainan halang rintang terhadap kemampuan gerak dasar lokomotor anak autis,

Kusuma Arta Pemula 5 Segara Gede 06/12/03 Sambirenteng Tejakula Made Astaya Wayan Kari Ketut Nama Pemula 6 Jaladi Karya 09/01/92 Sambirenteng Tejakula Nyoman Sudana Ketut

و .سدنهم وه .ميهاربا ديسلا هسْا ،بِأ اذه .ةيربكلا ترسأ هذه و م دآ يسْا ةغللا :تاغللا ثلاثب م لكتت نأ يمأ عيةتست .ايكرت نم يه .يرام اهسْا ،يمأ هذه نجلإا كِلا

Dalam sambutannya Wakil Bupati Yuli Hastuti mengatakan, pelajar merupakan bagian yang potensial di bidang pembangunan olahraga, sehingga penyelenggaraan POPDA merupakan

Tahap Pasca Kontruksi (Operasional) Aktifitas pasien rawat jalan, pengunjung dan petugas Puskesmas Penuruna n tingkat kebersiha n ruangan, peningka tan timbulan sampah Jumlah