• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. (Kajian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. (Kajian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP KONSUMEN

(Kajian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen)

Disusun Oleh :

Benny Ismail

1112048000019

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Benny Ismail NIM 1112048000019 PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP KONSUMEN

(Kajian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen)

. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M. x + 83 halaman.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Pertanggung jawaban produsen obat tradisional terhadap produk yang dikeluarkan adalah tanggung jawab mutlak yang harus dipikul oleh produsen obat tradisional (Product Liability) yang tercantum pada Pasal 19 UUPK. Lebih dari itu tanggung jawab produsen obat tradisional karena kaitannya dengan hak fundamental dari konsumen yakni kesehatan maka diwajibkan baginya untuk melakukan serangkaian khusus sebelum mengedarkan produknya sesuai dengan Peraturan Pepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor hk.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 tentang persyaratan teknis cara pembuatan obat tradisional yang baik.

Penelitian ini menggunakan metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Dimana yang dikaji adalah aturan-aturan yang tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun kaidah lainnya Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu tentu merupakan pendekatan undang-undang (statute approach), karena dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa regulasi perundang-undangan sebagai pendekatannya seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi dari penegakan hukum Perlindungan Konsumen Bidang Kesehatan tidak diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen melainkan penegakan hukum (Law Enforcement) terdapat pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Presiden Republik Indonesia, hal ini menandakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen masih tidak tegas dalam penegakan hukum perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Produsen, Obat Tradisional, Konsumen.

Dosen Pembimbing : Dr. Yayan Sofyan SH. MA. MH Elviza Fauzia SH. MH

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT TRADISIONAL

ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP KONSUME

(Kajian

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

. Sholawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ yang telah membawa kita kepada jalan yang lurus dan diridhai Allah .

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini, Namun demikian penulis tetap berusaha menyelesaikan

dengan kesungguhan dan kerja keras. Selanjutnya, dalam kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar M.A. Phd, Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,

M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

3. Bapak Dr.Yayan Sofyan SH. MA. MH, dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan

nasihat, kritik, dan saran untuk membimbing penulis dalam penyusunan

(7)

4. Ibu Elviza Fauzia SH. MH., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat,

kritik, dan saran untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen serta segenap staff Fakultas Syariah dan Hukum

yang telah ikhlas mengajarkan ilmu, nasihat, bantuan dan pengalamannya

kepada penulis.

6. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas cinta, doa, semangat, kedua

orang tuaku tercinta Mama Nelti, SE. dan Bapak Ismail Zainur, SE. yang

telah memberikan segala dukungan baik materiil maupun immaterial

sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1 juga kepada

Muhammad Thariq Badrawi SE., adiku yang telah banyak membantu

dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga Pesantren Luhur Sabilussalam dan segenap asatidz yang selalu

sabar dan ikhlas dalam memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat

dan keluarga istiqomah angkatan 2013 atas semua masa-masa indah yang

sudah dilalui selama 3 tahun ini.

8. Keluarga KKN STARS untuk segalanya dalam menjalani tugas di Desa

Situ Ilir Bogor untuk Milzam, Didin, Fadhli, Ilham Fuady, Rizky, Asep,

Farid, Ghina Rofahiyah, Ghina Ashila, Lina Shobrina, Neng Ayu, Fanny,

Iind, Liza Nur Amalia, Mba Githa, Zulfa

9. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum

Angkatan 2012, Hukum Bisnis maupun Hukum Kelembagaan Negara.

(8)

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga ALLAH

SWT memberikan berkah dan karunia-NYA serta membalas kebaikan

meraka Aamiin.

Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang

sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang

berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta 8 Oktober 2016

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING... I

LEMBAR PENGESAHAN... II

LEMBAR PERNYATAAN... III

ABSTRAK... IV

KATA PENGANTAR... V

DAFTAR ISI... VI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...10

E. Kajian Studi Terdahulu... 11

F. Kerangka Konseptual... 15

G. Metode Penelitian... 16

H. Sistematika Penulisan... 21

BAB II : PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG KESEHATAN A. Hak Mendapatkan Layanan Kesehatan... 23

B. Hak Perlindungan Konsumen... 27

C. Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Bidang Kesehatan... 33

BAB III: PENGATURAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TERKAIT “CPOTB” A. Tinjauan Umum BPOM Nasional... 36

1. Pengertian dan Latar Belakang BPOM... 36

(10)

3. Prinsip Dasar SisPOM... 39

4. Visi Dan Misi BPOM... 40

5. Struktur Organisasi... 40

B. Syarat-Syarat Izin Edar Sediaan Farmasi... 41

C. Pengaturan Terkait Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB)...47

BAB IV: ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES CPOTB A. Tanggung Jawab Hukum Atas Kesalahan CPOTB Yang Dilakukan Produsen Obat Tradisional... ... 53

1. Pertanggungjawaban Hukum Produsen obat tradisional dan Etika Usaha... 57

2. Tanggung Jawab Hukum Produsen Obat Tradisional Atas Kesalahan CPOTB Menurut Undang- Undang Kesehatan dan Peraturan Lainnya... 61

3. Penyelesaian sengketa melalui Jalur Litigasi... 65

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 68

B. Saran... 69

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dilema dan tantangan penegakan hak konsumen di Indonesia

tampaknya senantiasa mengalami jalan yang berliku-liku dan penuh

rintangan. Persoalan penegakan hak dalam belantara struktur masyarakat

Indonesia masih merupakan hal yang dilematis, meskipun ada banyak

harapan dan tantangan. Susunan dan warna dasar masyarakat yang

berwujud institusi sosial, politik dan ekonomi merupakan rambu-rambu

yang menjadi perintang dalam penegakan hak seseorang.

Sebab, sistem sosial tersebut mempunyai pengaruh yang sangat

mendasar terhadap prospek kehidupan seseorang1. Setelah kemerdekaan

Republik Indonesia hingga tahun 1999, Undang-Undang Indonesia belum

mengenal istilah perlindungan konsumen2. Namun peraturan

perundang-undangan di Indonesia berusaha untuk memenuhi unsur-unsur

perlindungan konsumen. Kendatipun demikian, peraturan

perundang-undangan tersebut belum memiliki ketegasan tentang hak-hak konsumen.

Berbagai upaya yang dilakukan antara lain merancang Undang-undang

yang khusus menitik beratkan pada perlindungan konsumen melalui

rancangan naskah akademik oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

1 Andi Baso Zohra, Langkah Perempuan Menuju Tegaknya Hak-Hak Konsumen,

(Makasar: Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan, 2000), h. 2.

2 Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung:

(12)

Pada tahun 1999 lahirlah Undang-Undang perlindungan konsumen

yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan keadilan

hukum bagi konsumen untuk memperjuangkan serta menjaga hak-hak

yang menempel pada diri konsumen. Perihal tanggung jawab produsen

dalam memenuhi hak-hak konsumen yang mana pada pokoknya harus

diatur agar para pelaku usaha dan/atau produsen tidak melakukan hal-hal

yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu lahirnya Undang-Undang

Tentang Perlindungan Konsumen telah membawa angin segar untuk dunia

bisnis Indonesia.

Dalam beberapa kasus banyak ditemukan tindakan curang atau

pelanggaran produsen yang merugikan konsumen bukan hanya dari segi

kualitas barang namun juga efek buruk untuk kesehatan hingga

menyebabkan kematian. Kesadaran hukum sebagai kontrol, mengambil

andil besar dalam permasalahan kesadaran hukum yang bukan merupakan

masalah baru, tetapi menjadi permasalahan hampir diseluruh pelaksanaan

politik negeri ini, mulai pada masa Orde Lama, Orde Baru maupun masa transisi “Reformasi”.

Kesadaran hukum tidak hanya ditujukan kepada masyarakat yang

dikatakan kurang sadar hukum, tetapi juga aparat penegak hukum3.

Kesadaran hukum pada dasarnya merupakan kontrol agar hukum dibuat

dan dilaksanakan sebaik mungkin. Oleh karena itu perlu adanya

3Nur Rohim Yunus, Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, (Jakarta:

(13)

usaha kearah pembinaan kesadaran hukum yang berorientasi kepada

penanaman pemasyarakatan nilai-nilai yang mendasar dari sebuah aturan.

Berikut adalah beberapa kasus pelanggaran yang dilakukan produsen.

1. Sebanyak 1,5 ton mi kuning mengandung formalin ditemukan di Pasar

Bulak Klender, Jakarta Timur. Temuan ini merupakan hasil

penelusuran adanya jajanan mengandung zat berbahaya ketika

menggelar razia makanan pada Ramadan beberapa waktu lalu.4

2. Sebuah pabrik Tahu yang terletak di Jl Raya Hankam Gang Sunter RT

007/005 Jatimurni, Pondok Melato, Bekasi, digerebek aparat Subdit

Industri dan Perdagangan (Indag) Ditrreakrimsus Polda Metro Jaya.

pengolahan Tahu di pabrik milik SM (30) itu menggunakan formalin.

Petugas kemudian melakukan pengujian bersama BPOM "Hasil

pengujian ternyata Tahu di pabrik 'NJM' ini positif mengandung

formalin.5.

3. Kasus penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy6

(Bupivacaine HCl) produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma Tbk.

Karena telah terjadi kelalaian dalam hal CPOB (Cara Pembuatan Obat

4

http://metro.sindonews.com/read/1127287/170/1-5-ton-mi-kuning-berformalin-beredar-di-pasar-bulak-klender-1469789770 Artiker Ini Di Akses Pada Tanggal 6 Agustus 2016 Pukul 23:00

5

http://news.detik.com/berita/3087904/polisi-gerebek-pabrik-tahu-berformalin-di-bekasi, Artikel Ini DI Akses Pada Tanggal 7 Agustus 2016 Pukul 16:00.

6

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/pers/256/Penjelasan-Badan-POM-Tentang-Kejadian-Tidak-Diinginkan-Yang-Serius-Terkait-Injeksi-Buvanest-Spinal.html, Artikel Ini Di Akses Pada Tanggal 7 Agustus 2016, Pukul 16:10.

(14)

yang Baik) yang menyebabkan meninggalnya dua pasien setelah

disuntikan obat bius tersebut, Kata Menteri Kesehatan Nila Djuwita

4. Obat tradisional hwang di dong chong xia cao kapsul produksi dari PT

Multi Usaha Sentosa yang telah dicabut izin edarnya oleh BPOM,

mengandung bahan kimia obat berbahaya yang disebabkan tidak sesuai

dosis atau anjuran dokter yang menyebabkan trombositopenia

(kekurangan trombosit) mengakibatkan muntah darah, pendarahan

pada lambung, urin dan feses berdarah.7

Perkembangan ekonomi yang pesat merupakan faktor pendukung

yang harus dipertimbangkan secara serius karena telah menghasilkan

beragam jenis dan variasi barang dan/atau jasa. Dengan dukungan

teknologi dan informasi, perluasan ruang, gerak, dan arus transaksi barang

dan/atau jasa yang ditawarkan menjadi lebih variatif. Konsumen dituntut

agar lebih cermat dalam memilih dan memilah mana produk yang baik dan

mana yang tidak, selain itu tidak semua konsumen mempunyai

kemampuan yang baik dalam menyeleksi produk terutama pada produk

tertentu.

Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi produsen jelas

sangat merugikan kepentingan rakyat8. Pada umumnya produsen

berlindung dibalik informasi semu yang diberikan oleh produsen kepada

konsumen dalam produk yang disajikan. Hal tersebut bukan menjadi

7

Lampiran Public Warning Badan POM RI, Tahun 2013

8 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

(15)

gejala regional saja, tetapi sudah menjadi persoalan global yang melanda

seluruh konsumen dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini menjadikan

betapa pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen sebagai dasar hukum

dalam menjaga dan membela hak-hak konsumen.

Indonesia melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen

berperan aktif dalam melindungi hak-hak konsumen, sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1. Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang di inginkan

3. Hak atas informasi yang benar, Jelas dan jujur dan mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa

4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakannya

5. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen sesuai

dengan amanat Undang-Undang

7. Hak diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur secara tidak

(16)

8. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang lainnya selama

tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI

adalah organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta

pada tanggal 11 Mei 1973) menambahkan satu hak dasar lagi sebagai

pelengkap hak-hak dasar konsumen tersebut diatas yaitu hak mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat sehingga keseluruhannya dikenal sebagai “Panca Hak Konsumen” yang berarti pemerintah Indonesia

melalui regulasinya melakukan suatu upaya perlindungan terhadap

konsumen dari perilaku produsen yang dapat merugikan konsumen pada

hal-hal tertentu.9

Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat,

kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang

sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik good corporate

governance10 (Tata Kelola Perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan,

kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan,

pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata

kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku

9 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000),

h.16.

10 https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan, artikel ini diakses pada tanggal

(17)

kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan

perusahaan Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah

pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi.

Demi tercapainya pengawasan produk yang sesuai dengan standar

“CPOTB” Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang baik, perusahaan dan/atau produsen obat dituntut lebih teliti dalam memproduksi maupun

memasarkan produknya sesuai dengan 11Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011

Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik.

Produsen obat diharuskan memenuhi hak atas informasi mengenai produk

yang di produksi dan hak lainnya secara lebih detil. Menurut Prof. Hans

W.Micklitz12, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat

ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang bersifat

komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha

memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas

informasi). Kedua, kebijakan kompensatoris yaitu kebijakan yang

berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas

keamanan dan kesehatan). 13

11

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010),h. 1.

12 RUUPK di mata Pakar Jeman, Warta Konsumen Tahun XXIV No.12 (Desember, 1998),

h. 33-34.

13 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), h.

(18)

Saat ini di Indonesia khususnya perihal pengawasan obat-obatan

yang beredar di masyarakat maupun rumah sakit dan produsen obat masih

kurang, oleh karenanya pemerintah bersama lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat, dituntut lebih aktif lagi dalam proses

pengawasan. Juga terkait kehalalan produk sampai dengan keamanan

pemakaian oleh konsumen. Tidak sedikit konsumen yang berkeinginan

untuk mendapatkan keadaan lebih baik, justru mengalami sebaliknya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

dan Peraturan-kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Terkait dengan

pengaturan obat tradisional dalam penerapannya harus lebih ditingkatkan,

dari proses pelaksanaan maupun aplikasinya yang kurang maksimal, atau

dengan kata lain peraturan yang ada di dalam Undang-Undang belum

sesuai dengan implementasi yang ada.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis ingin

mengetahui lebih dalam mengenai pengaturan terkait perlindungan konsumen tentang kesalahan “CPOTB” oleh produsen obat serta upaya

hukum apakah yang dapat dilakukan konsumen untuk mendapatkan

perlindungan terhadap hak-haknya yang didasari oleh UUPK Nomor 8

Tahun 1999, penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan hasil tulisan

berbentuk skripsi maupun sebuah karya ilmiah yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN PRODUSEN OBAT TRADISIONAL

(19)

KONSUMEN (Kajian Terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah cara produsen obat tradisional dalam menjamin hak

kesehatan mengkonsumsi obat tradisional.?

2. Bagaimanakah tanggung jawab hukum produsen obat tradisional

terhadap produk yang mengandung BKO setelah diterbitkannya public

warning ?

3. Perlindungan seperti apakah yang akan didapatkan oleh konsumen

dalam mengkonsumsi obat tradisional.?

4. Bagaimanakah peranan pemerintah dalam mengedukasi masyarakat

untuk lebih mengutamakan unsur kehati-hatian dalam mengkonsumsi

obat tradisional.?

5. Bagaimanakah mekanisme pembuatan obat tradisional yang baik dan

tidak membahayakan konsumen ?

C.

Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat cukup luasnya pembahasan mengenai perlindungan

konsumen, maka dalam penelitian skripsi ini penulis membatasi hanya

membahas perlindungan konsumen dalam hal pertanggungjawaban

hukum produsen obat tradisional atas kesalahan “CPOTB” yang di atur

dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

(20)

Kesehatan. Serta Peraturan Kepala BadanPOM RI Nomor

HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang dan pembatasan masalah

yang telah dijelaskan penulis, permasalahan yang sedang melanda

Indonesia dewasa ini adalah lemahnya perlindungan terhadap hak-hak

konsumen yang seolah-olah hanya menjadi perahan laba untuk

produsen tanpa memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan

keselamatan konsumen terutama dibidang obat dan makanan.

Minimnya pengetahuan konsumen perihal produk obat yang nantinya

dikonsumsi. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis

menyajikan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimanakah Tanggung jawab hukum produsen obat tradisional

atas produk cacat yang membahayakan ?

b. Bagaimakah mekanisme tanggung jawab hukum produsen obat

tradisional menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen ?

D.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas adapun tujuan dari penelitian

ini adalah:

 Untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum produsen obat tradisional atas kesalahan dalam proses “CPOTB”

(21)

 Untuk mengetahui mekanisme pertanggungjawaban hukum produsen obat tradisional menurut Undang-Undang Perlindungan

Konsumen

 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis.

1. Untuk lebih memperkaya ilmu penulis baik di bidang hukum

maupun di bidang bisnis terkait bidang kesehatan.

2. Untuk mengeleborasikan ilmu yang diperoleh penulis di

perkuliahan dengan fakta hukum yang terjadi di masyarakat.

3. Untuk menambah khasanah keilmuan di bidang hukum bisnis

bagi pembacanya.

b. Manfaat Praktis.

1. Penelitian ini bermanfaat bagi praktisi hukum, pengamat, dan

mahasiswa ilmu hukum khususnya tentang hukum

perlindungan konsumen yang berkaitan dengan obat tradisional

2. Agar penelitian ini menjadi perhatian dan dapat digunakan bagi

semua pihak khususnya yang hidup di lingkungan hukum

bisnis.

E.

Kajian Studi Terdahulu

Pernah ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan fenomena

perlindungan konsumen khususnya terkait kesehatan konsumen dengan

(22)

No. Judul Tentang Perbedaan 1. Skripsi Berjudul: Perlindungan

Hukum Bagi Konsumen

Produk Pangan Dalam

Kemasan Tanpa Label Halal

Pada Usaha Kecil. Disusun

oleh Inayatul Aini.

NIM : 109048000075

Tahun: 1435 H/ 2015 M

Skripsi tersebut membahas

tentang keharusan

pencatuman label halal pada

setiap produk pangan yang

diperdagangkan khususnya

produk industri rumahan

tanpa label dan informasi

pada kemasan, dengan

menggunakan Teori Caveat

Emptor sebagai konsep

dengan metode penelitian

yuridis normatif

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

(23)

2. Skripsi yang berjudul: “Perlindungan Hukum.. Bagi

Pasien Korban.. Malpraktek (Analisis….Putusan Pengadil

an Negeri Jakarta Pusat Nomor

287/PDT.G/2011). Disusun

oleh Verina Pradita Agusti

NIM : 1111048000082

Tahun : 1436 H/2015 M.

Skripsi tersebut membahas

tentang Perlindungan

Hukum bagi

Konsumen/Pasien Koban

Malpraktek dan perbedaan

dengan resiko medis.

Penelitian ini menggunakan

Teori kausalitas Dengan

menggunakan metode

penelitian yuridis normatif

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

(24)

3. Buku yang berjudul “Proses

Penyelesaian Sengketa

Konsumen Ditinjau dari

Hukum Acara Serta Kendala

Implementasinya14

Buku ini membahas tentang

dilema penegakan hukum

sengketa konsumen tentang

objek halal suatu produk

juga tentang gugatan yang

diajukan konsumen. Dengan

menggunakan teori

efektifitas dan dengan

menggunakan metode

penelitian yuridis normatif.

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

penelitian yuridis empiris

14Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 15.

(25)

4. Jurnal Perlindungan Hukum

Terhadap Konsumen Atas

Penjualan Obat Obatan Ilegal

Secara Online. Oleh : Rizka

Annisa Ilham

Jurnal ini membahas tentang

peredaran obat-obatan

illegal secara online yakni

kegiatan E-Commerce, yang

mana obat-obatan tersebut

selain illegal juga banyak

ditemukan pemalsuan obat

yang berbahaya bagi

konsumen. Teori yang

digunakan adalah relatifitas

dengan metode penelitian

normatif

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

penelitian yuridis empiris

F.

Kerangka Konseptual

Untuk lebih memahami isi daripada penelitian ini, maka akan

diuraikan beberapa istilah yang akan digunakan dalam penulisan penelitian

ini agar tidak terjadinya interpretasi, sebagai berikut :

 Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen

(26)

 Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

 Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi

 Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat

tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi mutu yang ditetapkan sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

 Industri Obat Tradisional adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.

 Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika

 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara social dan ekonomis.

G.

Metode Penelitian

(27)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian

kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Dimana yang dikaji

adalah aturan-aturan yang tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun

kaidah lainnya.15

2. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu

tentu merupakan pendekatan undang-undang (statute approach), karena

dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa regulasi

perundang-undangan sebagai pendekatannya seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan, Peraturan Kepala BadanPOM RI Nomor

HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik dan peraturan-peraturan terkait.16

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber penelitian pada skripsi ini antara lain mencakup bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum (tertier).

a. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan acuan bidang hukum atau rujukan hukum syakni

aturan perundang-undangan terkait perlindungan konsumen,

15 Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet 1 ( Jakarta : Tim Pengajar, 2005), h. 9. 16

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Cet II ( Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 1998), h. 21.

(28)

yurisprudensi, perjanjian Internasional, traktat, dan peraturan lain

terkait dengan penelitian ini. Sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998

Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

Presiden Republik Indonesia

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001

Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001

Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007

Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional.

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia No. 350/Mpp/Kep/12/2001 Tahun 2001 Tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen

8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor

Hk.03.1.23.02.12.1248 Tahun 2012 Tentang Kriteria Dan Tata

Cara Penarikan Obat Tradisional Yang Tidak Memenuhi

(29)

9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor

Hk.04.1.33.02.12.0883 Tahun 2012 Tentang Dokumen Induk

Industri Farmasi Dan Indurstri Obat Tradisional

10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 28

Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan

Obat Tradisional Bahan Suplemen Kesehatan, Dan Bahan Pangan

Ke dalam Wilayah Indonesia

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan

Publik Di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan Makanan

b. Bahan Hukum Sekunder

hukum sekunder erat kaitannya dengan bahan hukum primer

demi kepentingan analisis penarikan kesimpulan dan pengelompokan

data seperti pendapat dan doktrin-doktrin para sarjana hukum, jurnal

hukum, hasil karya tulisan para ahli hukum, artikel, surat kabar,

majalah hukum, makalah atau karya ilmiah dibidang hukum dan

sebagainya yang berguna bagi penelitian.

c. Bahan Non Hukum (Tertier)

Yakni bahan hukum yang membantu penulis dalam hal

pengumpulan data dapat berupa kamus, ensiklopedi, berita, catatan,

ataupun yang dapat menjelaskan bahan hukum primer.

(30)

Untuk memperoleh kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi

ini, maka penulis menggunakan cara penelitian kepustakaan (Library

Research) yaitu suatu metode pengumpulan dengan cara membaca

atau merangkai buku-buku, peraturan perundang-undangan dan

sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan objek

penelitian., sebagaimana kita telah ketahui bahwa dalam penelitian

paling sedikit tiga jenis alat pengumpulan data yakni studi dokumen

bahan pustaka, observasi, dan wawancara. Penulis menggunakan studi

dokumen bahan pustaka dalam penelitian yaitu bahan yang

diperuntukan sebagai acuan analisis dan pembahasan terkait kesalahan

proses CPOTB oleh pelaku usaha dalam hal ini adalah produsen

obat.17

e. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum

Berbagai bahan hukum yang penulis peroleh dalam melakukan

penelitian hukum melalui pendekatan normatif, aturan

perundang-undangan, serta dari buku, surat kabar, website resmi, tentang

tanggung jawab produsen obat tradisional terkait hal yang

menyebabkan obat tradisional mengandung bahan berbahaya

difokuskan kepada rumusan masalah yang akan diteliti setelah itu di

analisa secara mendalam dengan mengaitkan segala data yang didapat

dari hasil studi dokumen dan peraturan-perundang-undangn terkait,

tentang masalah-masalah yang akan di teliti, kemudian dijabarkan dan

17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI

(31)

dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan

yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang timbul dan

dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum ini dilakukan

secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari permasalahan yang

bersifat umum terhadap masalah yang di khususkan oleh penulis.

sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan untuk pertimbangan

hukum dalam mengetahui tanggung jawab pelaku usaha atau produsen

obat tradisional.

4.

Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “petunjuk penulisan skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing

bab terdiri dari beberapa subbab sesuai pembahasan, berikut perinciannya :

Bab pertama, penulis menguraikan mengenai alasan dalam

pemilihan judul atau latar belakang masalah. Selain itu, diuraikan juga

mengenai latar belakang masalah, dilanjutkan dengan batasan dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan terdahulu,

(Review) kajian studi terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab kedua, penulis akan melakukan pembahasan umum mengenai

Perlindungan Konsumen Dalam Bidang Kesehatan yang menguraikan

mengenai teori perlindungan konsumen terkait hak mendapatkan

(32)

konsumen, perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan, hak dan

kewajiban konsumen, hukum perlindungan konsumen dalam bidang

kesehatan.

Bab ketiga, penulis akan menjelaskan mengenai pengaturan

tentang sediaan farmasi juga Badan Pengawas Obat dan Makanan yang

menguraikan beberapa hal penting seperti dasar hukum industri farmasi di

Indonesia, syarat mendirikan industi farmasi di Indonesia, dasar hukum

terbentuknya BPOM, tujuan dan manfaat dibentuknya BPOM, struktur

organisasi BPOM, dan pengaturan terkait cara pembuatan obat tradisional yang baik “CPOTB”

Bab keempat, yaitu tentang Analisis Terkait Pertanggungjawaban

Produsen Obat Tradisional Atas Kesalahan Proses “CPOTB” yang

menguraikan analisa akibat hukum bagi produsen dan atau industri farmasi dalam hal terjadi kesalahan “CPOTB”, Peran pemerintah dalam

mengawasi dan mencegah beredarnya obat tradisional yang tidak sesuai “CPOTB” serta mekanisme apa saja yang bisa dilakukan oleh produsen

dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bab kelima, yaitu penutup Penulis akan menguraikan kesimpulan

yang diambil dari penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan

masalah yang telah disusun sebelumnya, dan juga saran-saran yang

(33)

23

BAB II

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG

KESEHATAN

A. Hak Mendapatkan Layanan Kesehatan.

Definisi dari hukum perlindungan konsumen dapat dimaknai

secara keseluruhan maupun dalam artian terpisah yang akan disatukan

kemudian. Perlindungan hukum bila diartikan secara harfiah bisa

menimbulkan banyak pengertian seperti perlindungan hukum yang berarti

perlindungan terhadap suatu hukum tertentu agar tidak di tafsirkan secara

berbeda dan terpisah-pisah dari tujuan hukum itu sendiri guna

implementasinya yang optimal atau perlindungan hukum dalam artian

bahwa perlindungan yang diberikan oleh hukum akan sesuatu hal atau

seseorang.

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer

(Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari

consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada.

Secara harfiah arti kata consumer itu adalah”(lawan dari produsen) setiap

orang yang menggunakan barang”. Tujuan penggunaan barang atau jasa

itu nanti menentukan termasuk konsumen mana pengguna tersebut.18 Kata

konsumen juga sering dipergunakan dalam percakapan sehari-hari.

18 AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, cet. II, (Jakarta :

(34)

Berbagai pengertian tentang “konsumen” yang dikemukakan baik dalam

rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Maupun dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat ditemukan pada kedua hal

tersebut.19Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 2

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersebut dalam masyarakat , baik bagi kepentingandiri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

Secara lengkap pengertian dari perlindungan konsumen yang terdapat pada

kutipan UUPK Pasal 1 Angka 1 yaitu Perlindungan Konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen, secara jelas merupakan aturan yang

mewakili sebagian besar hak konsumen

Kesehatan adalah hak yang melekat pada manusia karena

kelahirannya sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bukan sebagai

pemberian negara namun karena kelahirannya sebagai manusia. Dalam

konteks religius hak-hak ini merupakan karunia Tuhan. Definisi Kesehatan

adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis (Pasal 1 Point 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan)

Pelayanan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan derajat kesehatan baik perorangan maupun kelompok atau

kelompok masyarakat secara keseluruhan. Pelayanan kesehatan adalah

19 Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, cet.

(35)

setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok dan/atau msyarakat.20

Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai

kondisi yang diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain yang telah diakui

secara Internasional. Hak atas kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan

kehidupan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan

perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak. Pasal 25 Universal

Declaration of Human Right menyatakan hal itu sebagai berikut:

Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi diluar kekuasaannya

Perkembangan konsepsi hak asasi manusia telah menempuh tiga

tahap, sehingga hak asasi manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kategori, yaitu hak asasi manusia generasi pertama, generasi kedua, dan

generasi ketiga. Hak asasi manusia generasi pertama adalah hak-hak asasi

manusia dalam bidang sipil dan politik, yang oleh T. Koopmans disebut

sebagai de klassieke grondrechten (hak-hak dasar yang klasik). Karakter

hak asasi manusia generasi pertama tersebut adalah negatif, Hak asasi

20 Abdul Bari Syaifudin, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, (Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 2002), h. 17.

(36)

manusia generasi kedua yang disebut oleh T.Koopmans21 sebagai de

sociale grondrechten (hak-hak dasar sosial), sedangkan hak asasi manusia

generasi ketiga ialah yang dikenal dengan sebutan “solidarity rights”, yang

memaknai hak asasi manusia bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat

Meskipun pada masa itu hak asasi manusia terpusat hak-hak sipil dan

politik tetapi diakui tigak yang sangat mendasar yaitu hak hidup (Life),

hak Kemerdekaan (Liberty) , dan kepemilikan (Property)22

Hak atas kesehatan dalam hubungannya dengan kategori hak asasi

manusia tersebut, sering dimasukkan dalam hak asasi manusia generasi

kedua dan hak asasi manusia generasi ketiga. Apabila hak atas kesehatan tersebut dikaitkan dengan “kesehatan individu”, dia masuk ke dalam

hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, tetapi jika terkait dengan “kesehatan masyarakat”, dia masuk ke dalam hak atas pembangunan. Menurut

Muladi, kategori hak asasi manusia generasi ketiga diberikan kepada

hak-hak kolektif atas dasar solidaritas antar umat manusia berlandaskan rasa

persaudaraan dan solidaritas yang sangat dibutuhkan. Hak asasi manusia

ini mencakup the right development, right to peace and the right to

healthy. 23

21Sri Soemantri, Refleksi HAM di Indonesia, Makalah Penataran Hukum Humanoiter

Internasional dan Hukum HAM, kerjasama Fakultas Hukum UGM dan ICRC, Juni 1998, h. 5.

22

James W.Nickel, Making Sense Of Human Rights, Terjemahan Titis Eddy Arini,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1996), h. 5.

(37)

Indonesia mengakomodir hak kesehatan atas setiap warga negara

yang terdapat dalam, Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

menyatakan : bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap orang berhak atas

kesehatan, artinya kesehatan sebagai kebutuhan dasar manusia merupakan

hak bagi setiap warga negara. ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-undang

Nomor-36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.24

B. Hak Perlindungan Konsumen

Hak perlindungan konsumen dimaknai dengan kepentingan para

pihak yang berada dalam ruang lingkup hukum perlindungan konsumen,

namun dalam hal ini konsumen adalah pihak yang berada pada posisi

tawar rendah, berikut adalah penjabaran mengenai hak dan kewajiban

konsumen :Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy25, pernah

mengemukakan empat hak dasar konsumen, yaitu:

1. The right to safe product

2. The right to be informed about product

3. The right to definite choices in selecting product 4. The right to be heard regarding consumer interest

Setelah itu, Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248

Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen, (Guide Lines For

24http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/kesehatan sebagai

hakasasi-manusia .pdf Artikel Ini Di Akses Pada Tanggal 5 Mei 2016, Pukul 11:00.

(38)

Consumer Protection) juga merumuskan berbagai kepentingan

konsumen yang perlu dilindungi, yaitu meliputi:

a. Perlindungangan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap

kesehatan dan keamanannya

b. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat

sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;

d. Pendidikan konsumen

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau

organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan

kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya

dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut

kepentingan mereka.26

Hak dan kewajian konsumen terdapat pula pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada pasal 4 sebagai berikut: Pada Pasal 4 “Hak

konsumen, adalah:

 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

26 Abdul Halim Barakatullah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, (Bandung: Nusa Media, 2008), h. 22.

(39)

 Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

 Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan

 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan lainnya.

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK

lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali

dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F Kennedy27 di depan

kongres pada tanggal 15 Maret 1962, sedangkan dalam Rancangan

Akademik Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen yang

27 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Raja

(40)

dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen

Perdagangan dikemukakan enam hak dasar konsumen, yaitu empat hak

dasar yang disebut pertama, ditambah dengan hak untuk mendapatkan

barang sesuai dengan nilai tukar dan hak mendapat penyelesaian hukum.

a. Hak atas keamanan dan keselamatan

Hak atas keamananan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk

menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan

barang atau jasa yang diperolehnya.

b. Hak untuk memperoleh informasi

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya

informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga

merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan

cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai.

c. Hak untuk memilih

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan

kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai

dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan pihak dari luar. Berdasarkan

itu maka ketentuan yang dapat membantu penegakan hak tersebut

dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, baik

dalam pasal 19 maupun Pasal 25 ayat (1). Pasal 19 Undang-Undang

(41)

“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik

sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

berupa:

1. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk

melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang

bersangkutan

2. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya

untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha

pesaingnya itu

3. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa

pada pasar yang bersangkutan

4. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

5. Hak untuk didengar

d. Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak

dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari

kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang

berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang

diperoleh tentang produk tertentu kurang memadai.

e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup Hak ini merupakan hak yang

sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan

demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh

(42)

(secara layak). Hak-hak ini terutama yang berupa hak atas pangan,

sandang, papan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk

memperoleh pendidikan, kesehatan, dan lain lain.

f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan

yang telah menjadi rusah (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan

barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini

sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan

konsumen, baik yang berupa materi, maupun yang menyangkut diri

(sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen.

g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar

konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang

diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan

produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen

akan dapat menjadi lebih kritis dalam memilih suatu produk yang

dibutuhkan.

h. Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat;Hak atas

lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap

konsumen hak ini ada dalam Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 1997.

i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang

diberikannya Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari

(43)

keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang

yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas

barang atau jasa yang diperolehnya. Penegakan konsumen ini

didukung pula oleh ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.28

Selain memperoleh hak tersebut, sebagai Penyeimbang

(balance), konsumen juga diwajibkan untuk: 29

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut. Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri

memperoleh perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya.

C. Hukum Perlindungan Konsumen Bidang Kesehatan

Perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan yang dimaksud

adalah perlindungan terhadap manusia agar kesehatannya tidak menurun

28 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 41-45.

29 Abdul Halim Barakatullah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, (Bandung : Nusa Media, 2008), h. 28.

(44)

atau hilang sebagai akibat penggunaan produk. Perlindungan konsumen

bidang kesehatan ini sangat penting bagi konsumen, sehingga perlu bagi

setiap konsumen. Begitu pentingnya hal ini, maka dalam WTO dijadikan

suatu bahasan tersendiri, yaitu persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan

Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan

(selanjutnya disebut perlindungan kesehatan manusia), yang mana salah

satu ketentuan yang terkandung didalamnya adalah perlindungan

kesehatan manusia yang didasarkan pada bukti Ilmiah.30

Ketentuan yang menghendaki perlindungan kesehatan manusia

didasarkan pada bukti ilmiah dimaksudkan agar suatu Negara anggota

tidak memperlakukan secara berlebihan terhadap produk Negara lain

dengan dalih tindakan perlindungan kesehatan manusia. Apabila dikaitkan

dengan UUPK, maka dalam UUPK tidak ditemukan ketentuan khusus

menyebutkan bahwa untuk melindungi kesehatan konsumen, dan hanya

menyebutkan kata keamanan dan keselamatan konsumen pada uraian

tentang asas perlindungan konsumen dan hak konsumen tanpa uraian lebih

lanjut.31

Ketentuan mengenai perlindungan kesehatan bagi konsumen diatur

lebih khusus pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, berdasarkan ketentuan yang ada, pengawasan terhadap produk

yang berkaitan langsung dengan kesehatan manusia, baik yang berupa

30

Lampiran IA persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

31 Ahmad Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,

(45)

makanan/minuman maupum sediaan farmasi (obat-obatan, kosmetik dan

alat kesehatan) 32 dilakukan dalam berbagai tahap, baik mengenai bahan,

cara produksi, lingkungan produksi, pengangkutan, dan lain-lain, sehingga

apabila berbagai ketentuan tersebut dilaksanakan dengan baik maka

konsumen akan terlindungi.

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam

pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial.

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan

melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan

secara menyeluruh yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.

.33

32

Ahmad Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h. 193

(46)

36

BAB III

PENGATURAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TERKAIT

CPOTB

A. Tinjauan Umum BPOM Nasional

1. Pengertian dan Latar Belakang BPOM

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan

yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia,

makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan

teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi

dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan

cakupan yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi

transportasi dan penghalang yang makin tipis dalam perdagangan

internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat

singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi

yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.

Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud

cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup

masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan

masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan

menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan

dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk

(47)

Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan

internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya

meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan

keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau

terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan

berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.

Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat

dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu

mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud

untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya

baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk BPOM

yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan

penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. 34

2. Fungsi Dan Wewenang BPOM

Berdasarakan Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun

2001, BPOM mempunyai fungsi :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang

pengawasan Obat dan Makanan.

b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan

Makanan.

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.

34 http://www.pom.go.id/new/index.php/view/latarbelakang Artikel Ini Diakses Pada

(48)

d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap

kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan

Makanan.

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di

bindang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata

laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,

perlengkapan dan rumah tangga.

3. Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)

Berasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun

2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai fungsi:

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan

penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat

adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan

bahan berbahaya.

c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian

mutu produk secara mikrobiologi.

d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

e. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi

(49)

f. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.

h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

i. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala

BadanPengawas Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang

tugasnya.35

4. Prinsip Dasar SisPOM

a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.

b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis

bukti-bukti ilmiah.

c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh

siklus proses.

d. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja

internasional.

e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.

f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat

yang berkolaborasi dengan jaringan global.

g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.36

5. Visi: Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat

dan Daya Saing Bangsa.

35 http://www.pom.go.id/new/index.php/view/fungsi. artikel ini diakses pada tanggal 15

Juli 2016, pukul 11:00.

36 http://www.pom.go.id/new/index.php/view/prinsipdasar. artikel ini diakses pada

(50)

Misi

a. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis

risiko untuk melindungi masyarakat

b. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan

keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan

pemangku kepentingan.

c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.37

6. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Strukturisasi organisasi pada BPOM diawali dengan Kepala

BPOM selaku pimpinan membawahi beberapa bagian yang

mempunyai porsi khusus dalam tugas dan fungsinya sebagai pejabat

BPOM gambaran struktur organisasi yang terdapat pada BPOM

Republik Indonesia yang bersumber dari laman resmi BPOM dengan

data dan informasi yang bersumber dari staf fungsional Badan POM RI

dapat dilihat melalui website (http ://www.pom.go.id).

B. Syarat-Syarat Izin Edar Sediaan Farmasi

Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi

kriteria menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional sebagai berikut :

1. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu

37http://www.pom.go.id/new/index.php/view/visimisi. artikel ini diakses pada tanggal 15

(51)

2. Dibuat dengan menerapkan CPOTB

3. Memenuhi persyaratan farmakope herbal Indonesia atau persyaratan

lain yang diakui

4. Berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun menurun, dan/atau

secara ilmiah

5. Penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak

menyesatkan

Dalam upaya mendapatkan izin edar sediaan farmasi, produsen

obat tradisional harus mendaftarkan produknya ke Badan Pengawas Obat

dan Makanan dengan melakukan berbagai prosedur yang diperlukan agar

obat tradisional atau sediaan farmasi yang di produksi menjadi aman,

bermanfaat, dan bermutu saat diedarkan di masyarakat luas, dibawah ini

adalah skema prosedur pendaftaran / registrasi obat tradisional yang dapat

dilakukan produsen obat tradisional melalui Badan POM Republik

Indonesia diawali dengan pembagian jenis layanan terhadap obat

tradisional / suplemen kesehatan / obat kuasi38 :

1. Pendaftaran / registrasi baru

2. Pendaftaran ulang

3. Pendaftaran / registrasi variasi

4. Konsultasi

38 Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Pedoman Standar Pelayanan Publik Di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, (Jakarta: Badan

(52)

Maksud penetapan standar pelayanan ini adalah sebagai acuan bagi

pemohon dalam mengajukan permohonan pendaftaran/registrasi obat

tradisional, suplemen kesehatan, obat kuasi dan pedoman bagi

penyelenggaraan pelayanan pendaftaran/registrasi obat tradisional,

suplemen kesehatan dan obat kuasi. Untuk obat tradisional low risk,

permohonan pra-registrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik.

Beberapa definisi terkait dengan pendaftaran / registrasi obat tradisional,

a. fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan

keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan uji

klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

b. Izin edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran obat tradisional, obat

herbal terstandar, fitofarmaka, suplemen kesehatan dan obat kuasi yang

diberikan oleh kepala badan untuk dapat diedarkan di wilayah

Indonesia

c. Jamu adalah obat tradisional Indonesia

d. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji

praklinik dan bahan baku telah distandarisasi.

e. Obat kuasi adalah obat yang telah lama dikenal dan digunakan untuk

keluhan ringan dan tidak memiliki efek farmakologi dengan

kandungan bahan tunggal maupun kombinasi.

f. Obat tradisional adalah bahan baku atau ramuan bahan yang berupa

Referensi

Dokumen terkait

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Mikrostruktur kamaboko tanpa penambahan karaginan komersil (K(-)) (Gambar 6) terlihat matriks gel protein yang terbentuk seperti serabut yang kasar, hal ini disebabkan

Kegiatan PkM dilakukan dengan penyampaian materi dan diskusi tentang model pembelajaran inovatif berupa pembelajaran dengan menerapkan flipped classroom , pendidikan

Putri Musi Rawas mampu mengalahkan Pansa FC dengan skor yang besar. Hasil dari data yang diperoleh peneliti dari pada tim Putri Musi Rawas melawan Pansa FC yaitu

Secara umum dapat dikatakan bahwa perbedaan ini terutama terletak pada klien: klien analisis kebijakan adalah pengambil keputusan spesifik perorangan dan organisasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional dan pemberdayaan psikologis terhadap kinerja karyawan dengan kreativitas

A vizsgált mutatók alapján a telepeket rangsoroltuk az SRD (Sum of Ranking Difference) módszerrel.. Az SRD módszert Héberger (2010) fejlesztette ki, és a módszer

Peluang yang cukup besar untuk mengembangkan hasil-hasil penelitian dengan memanfaatkan pestisida nabati sudah menunjukkan efektivitasnya sebagai insektisida dari