• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun Oleh: HENDRIA IRAWAN NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Disusun Oleh: HENDRIA IRAWAN NIM"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

EKSISTENSI SILSILAH TAREKAT SYATTARIYAH ABU PEULEUKUNG

(Studi Kasus Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya)

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR-RANIRY

BANDA ACEH 2019 M/1440 H

HENDRIA IRAWAN

(2)
(3)
(4)
(5)

EKSISTENSI TAREKAT SYATTARIYAH ABU PEULEUKUNG (STUDI KASUS KECAMATAN SEUNAGAN,

KABUPATEN NAGAN RAYA) Nama : Hendria Irawan

NIM : 140301001

Fakultas : Ushuluddin dan Filsafat Jurusan : Aqidah dan Filsafat Islam Pembimbing I : Dr. Damanhuri, M.Ag Pembimbing II : Raina Wildan, S.Fil.I, MA

Kata Kunci : Tarekat Syattariyah Abu Habib Muda Seunagan, Jamaah Tarekat Syattariyah, Aktivitas Jamaah

ABSTRAK

Syekh Abdullah asy-Syattari ialah pendiri tarekat Syattariyah yang merupakan seorang ulama tasawuf terkenal di India yang wafat pada 1415 M. Ibrahim al-Kurani termasuk salah satu mursyid yang diberikan ijazah oleh Syekh Abdullah Syattari. Ibrahim al-Kurani memapankan karirnya di Madinah setelah menutut ilmu di berbagai tempat di Timur Tengah. Ia adalah ulama yang mempunyai hubungan amat luas, bukan hanya dari segi muridnya, tetapi juga kerena karyanya yang amat dikenal luas. Di Nagan Raya berkembang tarekat Syattariyah yang dikembangkan oleh Habib Muda Seunagan. Habib Muda Seunagan belajar dari Habib Syaikhuna Muhammad Yasin seorang guru dan ayah kandung sendiri untuk menyebarkan sebuah tarekat Syyattariyah. Hingga kini tarekat Syattariyah dikembangkan oleh Abu Habib Qudrat. Masalah yang diangkat dan diteliti oleh penulis adalah bagaimana aktivitas dan eksistensi dayah tarekat Syattariyah hingga saat ini berkembang di Nagan Raya, dan Pante Cermen Aceh Barat. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi dan aktivitas dari dayah-dayah tarekat Syattariyah yang berkembang hingga saat ini. Untuk mendapatkan bahan dan hasil dalam penelitian, digunakan metode kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), dengan meneliti lapangan yaitu mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dari interaksi suatu social, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat. Hasil penelitian menujukkan bahwa ditemukan beberapa Dayah tarekat mulai berkembang pesat, dengan didukung oleh kalangan anak muda terutama di kecamatan Kuala ialah dayah tarekat pertama di kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya, dan di Pante Cermen tepatnya di dayah terekat yang dipimpin oleh Tgk Saminna Daud, di Ule jalan Dayah tarekat khusus perempuan dipimpin oleh Aja Mutia binti Teungku Haji Muhammad Daud.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Eksistensi Dan Silsilah Tarekat Syattariyah Abu Peuleukung (Studi Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya)”. Yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana. Shalawat beriring salam untuk Rasul-Nya Muhammad SAW. Yang di utus ke dunia untuk menjadi tauladan dan membawa suatu perubahan, seorang revolusioner yang bertitle “Agen of Change”. Semoga keberkahan selalu bersama beliau.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu untuk penulisan skripsi ini. Teristimewa kepada ibunda tercinta Yusmanidar dan ayahanda Syarifuddin tercinta dengan doa, dorongan, semangat dan pengorbanan yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi.

Begitu juga kepada Bapak Dr. Damanhuri Basyir, M.Ag selaku pembimbing pertama dan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada ibu Raina Widan S.Fil.I., MA selaku pembimbing dua yang telah membimbing dengan baik dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Kemudian terima kasih juga kepada bapak Dr. Firdaus. M. Hum.Msi selaku ketua prodi Ilmu Aqidah Dan Filsafat beserta Stafnya dan jajarannya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu di dalam srkripsi ini. Yang secara langsung atau tidak

(7)

langsung telah membantu proses pelaksanaan skripsi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada Bapak dekan Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Ar-Raniry beserta jajarannya yang selam ini telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Kepada adik saya Cici Helviza, Putri Yenni, dan Nenek saya Samsyiah, Kakek saya M Dan Afan, Bunda Nurjanah, Makbit Ruwaida Fitriani, Paman Aidi Sufyan, dan seluruh keluarga yang terus mendorong saya agar saya semangat dan harus bisa sampai saat ini, dan terima kasih juga kepada sahabat-sahabat seperjuangan saya Yuyun Rahmadi, S.Sos, Salman Farisi, Mukhlisin, M. Nuzul Iman, Maulina, Yoerifa Aqla, Amrul Halim, Dika, Teuku Murdani, Muhammad Nazar dan teman-teman lainnya yang juga tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selama ini telah berkontribusi dalam memberikan motivasi dan membantu penulis pada saat penelitian.

Penulis juga menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan karya tulis ini. Harapan penulis, karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan kearah yang lebih baik. Amin ya Rabbal‘alamin.

Banda Aceh, 19 Juli 2019 Penulis,

HENDRIA IRAWAN NIM. 1403001001

(8)

DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL... i

KEASLIAN KARYA ILMIAH... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERSETUJUAN PUBLIKASI... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vi

ABSTRAK... vii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Fokus Penelitian... 11

1.3 Rumusan Masalah... 11

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 12

BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 1

2.1 Kajian Pustaka... 13

2.2 Kerangka Teori... 19

2.3 Definisi Oprasional... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 12

3.1 Pendekatan Penelitian... 26

3.2 Populasi Dan Sampel... 28

3.2.1 Gambar... 28

3.2.2 Tabel... 29

3.3 Instrumen Penelitian... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 32

3.5 Teknik Analisis Data... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN... 37

4.1 Pengertian Tarekat... 37

4.1.1 Tarekat Syattariyah... 39

4.1.2 Sejarah Tarekat Syattariyah... 39

4.2 Tarekat Syattariyah di Nusantara... 41

4.2.1 Tarekat Syattariyah di Aceh... 44

(9)

4.3 Perkembangan Tasawuf di Aceh... 52

4.3.1 Tasawuf masa kerajaan Aceh... 53

4.3.1 Perkembangan Tasawuf Abad ke 16 dan 17.. 54

4.4 Tarekat Syattariyah di Nagan Raya... 56

4.4.1 Biografi Habib Muda Seunagan... 57

4.5 Silsilah Tarekat Syattariyah Habib Muda Seunagan 58 5.5.1 Dayah Syaikhuna Darul Istiqamah... 69

5.5.2 Dayah Aja Nih Peunawa... 71

5.5.3 Dayah Syaikhuna Habib Puteh Kila... 72

5.5.4 Dayah Terekat Tengku Saminna Daud... 73

BAB V PENUTUP... 77

5.1 Kesimpulan... 77

5.2 Saran... 86

Daftar Pustaka... 87

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Istilah tarekat berasal dari bahasa Arab “thariqah” berati jalan atau lebih lengkap “jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan amalan tarekat tersebut si pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan dirinya ke sisi Allah SWT (Zamakhsyari Dhofier, 1982: 135). Snouck Hurgronje (1906), untuk pertama kalinya mencatat tentang Syaikh Abdurrauf bin Ali Al Jawi sebagai kunci tarekat Syattariyah di Aceh Khususnya, dan di dunia Melayu-Indonesia pada umumnya.1

Tarekat itu pada dasarnya tak terbatas jumlahnya, karena setiap manusia semestinya harus mencari dan menerima jalan sendiri, sesuai dengan bakat dan kemampuan ataupun kebersihan hati mereka masing-masing. Dalam tasawuf jalan menuju Tuhan ini mereka menamakan thariqat kata Inggris nya the pash. Dalam hal ini R.A Nicholson dalam bukunya The Mystics of Islam menerangkan sebagai beikut:

Para mistikus dalam setiap suku bangsa ataupun agama umumnya menyimbolkan pengembaraan spiritual mereka sebagai suatu perjalanan. Walaupun ada pula simbol simbol lain, namun perjalanan merupakan simbok yang lebih umum. Para sufi yang rindu mengembara mencari tuhan menyebut dirinya sebagai pengembara (salik-musaffir), mereka melangahkan maju dari satu

1Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, (Jakarta:

(11)

2 tingkat ke tingkat atas. Tarekat atau jalan tasawuf ini lebih begitu penting sehingga ilmu tasawuf itu sering dinamakan ilmu Suluk.2

Tasawuf (Sufisme) adalah bentuk masdar berasal dari kata suf yang berati wol, yaitu bahan pakaian kasar yang di pakai oleh orang orang sufi sebagai tanda keterpaan dan penolakan dunia. Etimologi lain dikemukakan oleh penulis penulis Islam yang kemudian, kata sufi berasal dari kata safa yang artinya “menjadi murni” atau dari kata “suffah”, yakni bagian yang ditinggikan pada mesjid Nabi di Madinah, dimana orang orang miskin bisa duduk-duduk dan melakukan kepribadian, atau juga dikemukakan oleh beberapa penulis modern, bahwa sufi berasal dari kata sophos, tetapi yang terakhir ini tidak punya dasar yang kuat. (Rahman, 1984:190; Nicholos, 1963:3; Burckhart, 1984:15). Para sufi sendiri memandang tasawuf sebagai ajaran tentang moral atau akhlak.3

Dalam kehidupan masyarakat Peulukung juga diwarnai dengan ketasawufan dengan mengamalkan Tarekat Syattariyyah. Sammina Daud menjelaskan bahwa dalam ilmu tasawuf, tarekat ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai ajaran yang di contohkan Nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh sahabat-sahabat beliau tabi’in, dan tabi’it- tabi’in turun temurun pada masa kita saat ini.

Pada tatanan teoritis maupun praktis, ajaran Islam memuat segala sesuatu yang baik diperlukan manusia untuk mengatur tujuan-tujuan hidupnya yang hakiki. Agama Islam menyediakan cita-cita kebahagian dan kesejahteraan, moralitas, etos kerja, keadilan yang dibutuhkan manusia dalam pergaulan hidup sesama manusia.

Islam adalah jalan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan. 4 Islam melarang bersifat fanatik atau berputus asa,

2Sihum “Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam”(Jakarta:Raja

Grafindo Persada,1997), hlm 39-40.

3Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat: Kebangkitan

Agama di Jawa (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), hlm 21-22.

(12)

3 ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat dan sejahtera di dunia dan di akhirat. Al-Quran menjadi tuntutan, dan pegangan umat Islam sepanjang masa.

Tasawuf terus berkembang dan meluas serta mulai berpengaruh luar, salah satunya ialah filsafat, baik itu filsafat Yunani, India, maupun Persia. Munculnya sesudah abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah.

Para Sufi kemudian membedakan pengertian-pengertian Syariah, thariqat, haqiqat, dan makrifat. Menurut mereka syariah itu untuk memperbaiki amalan- amalan batin (hati), haqiqah untuk mengamalkan segala rahasia yang gaib, sedangkan makrifat adalah tujuan akhir yaitu mengenal hakikat Allah baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya. 5 Orang yang telah sampai ketingkat makrifat dinamakan wali.

Kemampuan luar biasa yang dimilikinya disebut karamat atau supranatural, sehingga dapat terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak bisa di jangkau oleh akal, baik dimasa hidup maupun sesudah meninggal. Syakh Abdul Qadir Jaelani (471-561/1078-1168) menurut pandangan sufi adalah wali tertinggi disebut quthub al auliya (wali quthub), tarekat terdapat program untuk mengadakan latihan-latihan dalam jangka waktu tertentu, biasa disebut suluk. Dalam suluk ini ada murid yang memilih jalan ibadah riyadhah, latihan menderita, latihan memperbanyak memberi pertolongan, latihan membuang kemegahan dan kemewahan dan sebagainya. Pemilihan jenis suluk bagi seorang murid lebih banyak ditentukan oleh guru tarekat, sesuai dengan kondisi murid itu sendiri. 6

5Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian Tentang Mistik

(Jakarta: Fa H.M Tawi dan Soon, 1966), hlm 5.

6Amsal Bakhtiar,Tasawuf dan Gerakan Tarekat (Bandung: Angkasa, 2013),

(13)

4 Tarekat Syattariyyah sangat dikenal di Aceh dan dikemukakan oleh Abdurrauf Bin Ali al-Jawi al-Fansuri As-Singkili, serta pernah menjadi Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kerajaan Aceh. Pendidikan yang dijalani oleh Abdurrauf pada masa kecil, belum ada keterangan yang jelas, namun kemungkinan ia mendapat pendidikan di awal desa kelahirannya, terutama dari orang tuanya. Menurut Ali Hasyimi, ayahnya seorang alim yang mendirikan Madrasah yang mempunyai murid dari berbagai pelosok dalam Kesultanan Aceh. Kemudian ia melakukan perjalanan ke Banda Aceh Darussalam, Ibukota Kesultanan untuk belajar berbagai disiplin ilmu dan selanjutnya melanjutkan perjalanan ilmiahnya ke Saudi Arabia selama 19 Tahun.

Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Abdurrauf dalam Umdah. Di kitab ini ia memberi keterangan tentang masa, lokasi belajar, dan guru yang mengajarnya. Abdurrauf juga pernah belajar disejumlah tempat yang tersebar di rute Haji dari Dhoha, wilayah Persia, Yaman, Jeddah, dan akhirnya ke Mekkah dan Madinah.

Dalam bidang tasawuf Abdurrauf dianggap sebagai pembawa Tarekat Syattariyah di Nusantara.7 Seperti yang telah

disebutkan Abdurrauf telah mendapatkan dua ijazah dalam dua tarekat Syattariyah dan Naqsybandiyah. Abdurrauf tidak sama dengan teman sepeguruanya, gurunya pun lebih dikenal tarekat Naqsybandiyah. Sedangkan Abdurrauf memilih tarekat Syattariyah. Abdurrauf menyebut tarekat Syattariyah lebih mudah dan lebih tinggi dasar amalannya dari Al-Qur’an dan Hadis yang dikerjakan oleh sekalian sahabat. Dibeberapa wilayah tertentu, tarekat menjadi fenomena istana, ketika para pengikut dan sebagian guru tarekatnya menjadi bagian dari keluarga, atau penjabat istana.

Di Aceh misalnya, Nuruddin Ar-Raniry (w.1068/1658), pernah menjabat sebagai Syaikh Al-Islam atau mufti kerajaan Aceh di salah satu kedudukan tertinggi di kesultanan dibawah sultan

7.Damanhuri,Umdah Al-Muhtajin:Rujukan Tarekat Syattariyah

Nusantara, dalam Jurnal Ulumuna Jurnal Studi Keislaman Nomor 2 (2013),hlm. 310.

(14)

5 sendiri, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani (1637-1641) dan awal pemerintahan Sultanah Safiatuddin (1641-1675). Demikian halnya dengan Abdulrauf al-Singkily (1024-1105/1615-1690), yang merupakan khilafah utama Tarekat Syattariyah di dunia Melayu Indonesia, sepanjang karirnya dipercayakan oleh Sulthanah Safiatuddin sebagai Qadi Malik Al-Adil atau Mufti kerajaan, yang bertanggung jawab atas berbagai masalah sosial- keagamaan. Di satu sisi sikap akomondatif para penganut tarekat Syattariyah lebih mudah dan menarik perhatian Non-muslim untuk memeluk ajaran Islam, bahkan hal ini dianggap sebagai kunci sukses berkembangnya ajaran tarekat, akan tetapi disisi lain hal ini juga mengakibatkan banyak konsep-konsep tasawuf dan ritual tarekat yang sinkretis serta dimiliki persamaan dengan konsep- konsep dan ritual Hindu. Di Sumatera Barat melalui upaya Dakwah Syekh Burhanuddin Ulakan (w.1111 H/1691 M), yang merupakan seorang murid dari Abdurrauf Al-Singkly.8

Melalui Tarekat Syattariyyah Syekh Burhanuddin Ulakan memperoleh banyak pengikut, dan pengamalnya di kawasan Pariaman Sumatera Barat. Sesudah Syekh Burhanuddin berkembang pada empat kelompok, yaitu; Pertama silsilah yang diterima dari Imam Maulana, kedua silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan.9 Ketiga, Silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat, Silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa’ aI-Qulub. Berdasarkan silsilah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat Syatariyah di Minangkabau masih kuat dan kokoh, didukung dengan ke1embagaan tarekat dan lembaga formal berupa sosial keagamaan Jamaah Syyattariyah Sumatera Barat beserta di seluruh Minangkabau, bahkan di propinsi tetangga Riau dan jambi.

8Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, (Jakarta:

Prenada Media Group, 2008), hal 33.

(15)

6 Sama halnya dengan di Nagan Raya, tepatnya di Kecamatan Seunagan Timur yang merupakan salah satu ulama yang memiliki peran ini ialah Habib Muda Seunagan atau dikenal dengan nama Abu Peulukung.

Tarekat Syattariyah yang terdapat di Desa Peulukung, Kecamatan Seunagan Timur ini di bawa oleh seorang tokoh yang bernama Abu Habib Muda Seunagan. Setelah Habib meninggal maka dipercayakan kepada anak kandungnya yang tertua yaitu Habib Quraisy di Desa Lhok Mesjid, kemudian mengantikan oleh Habib Qudrat yang merupakan anak bungsu dari Abu Habib Muda Seunagan, hingga sampai sekarang jumlah mengikut tarekat Syattariyah mencapai 50.000 orang dan ajaran tarekat Syattariyah yang berkembang di Desa Peuleukung, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya.

Setelah ayahnya wafat dan saudara sepupunya Habib Putik ditangkap dan dibuang oleh pihak belanda, ia pun kemudian tampil menjadi tokoh yang disegani dan mempunyai banyak pengikut, meskipun Habib Muda Seunagan bukan merupakan keturunan asli masyarakat Seunagan, namun masyarakat setempat sangat menghormatinya, karena ia dikenal sebagai sangat alim dan memiliki kepribadian yang mulia.

Sekarang ini keturunan Habib Muda Seunagan telah banyak melakukan kawin campur dengan penduduk asli setempat. Pembaharuan ini semakin memperkuat pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat. Sampai sekarang ini masih banyak masyarakat yang mengagung-angungkannya dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya.

Diantara kebijakan yang pernah dilakukan oleh Habib Muda Seunagan adalah dalam upaya membebaskan empat belas orang pengikutnya yang sempat ditangkap secara sepihak oleh Tentara Republik Indonesia. Penangkapan ini terjadi bersamaan dengan meletusnya Perang Cumbok pada tahun 1946. Pada waktu itu,beberapa orang pengikut Habib Muda Seunagan pergi menangkap ikan ke daerah Seumanyam, kecamatan Darul Makmur

(16)

7 (masih dalam wilayah Aceh Barat). Ketika mereka sedang menangkap ikan, tiba-tiba datang aparat yang mencurigai dan langsung menangkap mereka lalu membawanya ke Meulaboh untuk ditahan karena dianggap sebagai pemberontak.

Peristiwa penangkapan pengikutnya itu diketahui oleh Habib Muda Seunagan dn ia segera menghadap kepala Militer Republik Indonesia Wilayah.

Selain itu, Habib Muda Seunagan juga memiliki kepribadian yang sangat luas dan terbuka. Ia dapat bersahabat dengan siapa sajam maupun menjalin hubungan baik dengan pemerintah serta bersedia membantu menyukseskan berbagai program pemerintah, terutama ikut serta dalam mencerdaskan dan memperbaiki moral umat. Salah satu bukti adanya dukungan terhadap pemerintah adalah ketika tahun 1947, Habib Muda Seunagan membentuk sebuah organisasi jihad yang bertujuan membantu pemerintah mengamankan wilayah Seunagan dan sekitarnya dari berbagai gangguan keamanan. Ketika terjadi pergolakan DI/TII, Habib Muda Seunagan juga ikut membendung agar tidak terjadi pemberontakan di Seunagan dengan memilih dan mengangkat T. Azman (menantunya) sebagai seorang wedana di Seunagan dan Habib Cut di Beutong.

Untuk diketahui, antara Habib Muda Seunagan dengan ulama lainnya terjadi beberapa kontroversi mengenai ajaran agama yang dikembangkan oleh Habib Muda Seunagan, sebagian ulama memandang bahwa ajaran tarekat yang Habib Muda Seunagan kembangkan sudah keluar dari Syariat Islam yang sebenarnya.10

Sebelumnya, Habib Muda Seunagan juga merupakan mursyid dalam tarekat Syattariyyah, Habib Muda Seunagan hidup masa penjajahan Belanda hingga masa kemerdekaan Indonesia, dan memiliki peran keagamaan sebagai Ulama bagi masyarakat di Aceh Barat, Gayo Lues, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Pidie, dan bagian Aceh lain. Ia merupakan Mursyid utama Tarekat

10 Hasbi Amiruddin, Biografi Ulama Ulama Aceh Abad XX, (Banda Aceh:

(17)

8 Syathariyyah di Seunagan yang paling berkembang pesat diberbagai daerah di Aceh hingga saat ini, bahkan murid- muridnya masih memainkan peran sosial keagamaan yang penting dalam masyarakat. Hal lain yang menjadikan sebagai panutan orang bahkan hingga sekarang orang masih berziarah ke makamnya. Ini jelas menjadi bukti bagaimana pengaruh Habib Muda Seunagan dalam keagamaan disana.

Habib Muda Seunagan juga memiliki peran sentral dalam kehidupan sosial politik di Aceh Barat sejak masa kemerdekaan hingga ia wafat. Pada masa penjajahan Belanda ia menjadi pemimpin kaum muslimin mengangkat senjata melawan musuh dengan berbagai peran menujukkan Habib Muda Seunagan memiliki pengaruh besar dalam perkembangan agama, sosial, dan politik Aceh. Pengaruh itu diakui baik oleh masyarakat setempat maupun pemerintah. Pengakuan itu diekspresikan dalam banyak bentuk, seperti berziarah makam, mewarisi cerita Habib Muda Seunagan kepada generasi Muda, pemberian penghargaan kepada Habib Muda Seunagan dan lain sebagainya.

Namun sayangnya, peran dan pengaruh Habib Muda Seunagan tidak terakomondasi dengan baik. Ia berada dalam arus utama ingatan masyarakat Islam di Nusantara. Alih-alih menjadi bagian sejarah, banyak di antara masyarakat Aceh justru memperoleh informasi keliru mengenai Habib Muda Seungan.

Hal ini membuat Habib Muda Seunagan dan pengikutnya dianggap sebagai kelompok sosial yang mempraktikkan aliran keagamaan yang berbeda dengan masyarakat Aceh kebanyakan, dan dituduh menganut aliran sesat serta ada yang menganggap Salik Buta.

Habib Muda Seunagan adalah seorang mursyid dalam Tarekat Syattariyah, akan tetapi dalam catatan silsilah sejarah yang dimiliki keluarganya, tidak ada nama Syekh Abdurrauf disana. Hal ini mengindentifikasikan bahwa beliau mendapatkan tarekat dari jalur yang berbeda dengan yang dikembangkan Abdurrauf.

(18)

9 Hal ini mungkin saja terjadi sebab pada abad-abad setelah Abdurrauf, konflik bergejolak di Aceh, baik internal maupun perebutan kekuasaan di kerajaan atau perlawanan bangsa asing yang mencoba melakukan penjajahan.11

Beberapa referansi dan pembicaraan masyarakat menempatkan ajaran Habib Muda Seunagan dan pengikutnya sebagai kelompok salik buta. Anggapan ini terbentuk karena Habib Muda Seunagan diyakini tidak memiliki guru dalam tarekat. Sementara ia mengakui tarekat syattariyah dan mengembangkannya kepada masyarakat Nagan Raya dan sekitarnya. Sehingga saat ini banyak mengikuti tarekat tersebut.

Snouck Hurgronje mengatakan bahwa tarekat abad ke-18 ajaran tasawuf (Tasawuf yang Bid’ah) dipraktikan di daerah Aceh. Ia menambahkan bahwa ajaran tasawuf yang dipraktikan merupakan Eleumee Salek (ilmu Salik) warisan Al-fansuri, seperti yang dikutip pada umumnya dapat dikatakan bahwa unsur-unsur heterodoks (Bid’ah) dalam kepercayaan rakyat kecil berdasakan iktikad baik karena ketidaktahuan dan cepat mengalah karena ajaran ortodoks.

Sebelum Habib Muda Seunagan wafat sekitar pada tahun 1970-an, ia sempat memberikan wasiat kepada salah seorang putera nya yang bernama Habib Quraisy untuk meneruskan ajaran Tarekat Syattariyah dalam membimbing umat.12

Sementara itu, Noyruzzaman Shiddiqi menyebutkan aliran salik buta di Aceh yang muncul setelah meninggalnya Abdurrauf al-Singkily sampai pada dipimpin oleh Ibrahim Juluk, di Teupin Raya (Pidie) yang dipimpin oleh Tgk. Teureubeu’Id, dan di Peulukung Jeuram di pimpin Tgk. Mahyuddin (Abu Peulukung atau Habib Muda Seunagan).13 Ajaran tasawuf yang dibentuk oleh Habib Muda Seunagan (Abu Peulukung) merupakan ajaran tasawuf

11Sehat Ihsan Shadiqin, Abu Habib Muda Seunagan Republiken Sejati Dari

Aceh,(Banda Aceh: Bandar Publishing, 2015), hlm 92.

12Hasbi Amiruddin, Biografi Ulama Ulama Aceh Abad XX, hlm 102. 13Misri A. Muchsin, Dinamika Tasawuf Di Aceh Pada Abad ke 20, hlm

(19)

10 yang mendapat dukungan dan pengikut paling sedikit di daerah Nagan Raya, dan keberadaannya ditemukan hingga Abudullah Ujong Rimba meninggal. Ajarannya memiliki beberapa konsep, antara lain: Pertama, berziarah terhadap makam Habib Abdul Rahim (Ayah pemimpin aliran tersebut), peziarah diharuskan mempercayai Habib Abdul Rahim sebagai guru mereka dan melaksanakan upacara pengkeramatan untuk berhubungan dengan Allah.

Habib muda Seunagan mengatakan bahwa menziarahi makam yang dianggap suci disamakan dengan melakukan ibadah haji (disebut dengan istilah haji kecil).14 Sehingga banyak pengikut menziarahi makam tersebut pada tanggal 10 (zulhijjah). Hal ini karena setelah menziarahi makam tersebut tidak wajib lagi melakukan ibadah haji (yang memerlukan banyak biaya) dan masyarakat meyakini bahwa Habib Muda Seunagan adalah seorang ulama yang berpengaruh dan diakui pada masa Presiden Soekarno. Alasan penulis memilih judul tersebut adalah karena adanya kesenjangan antara teori yang melandasi eksitensi tarekat Syattariyah dengan realita dilapangan khususnya bagi masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. Ketidaksesuaian antara idealitas dan realitas membuat penulis tertarik untuk meneliti apa yang sebenarnya yang jadi masalah bagi masyarakat dan eksitensi tarekat tersebut ditengah masyarakat.

(20)

11 B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah aspek-aspek dari subjek penelitian yang menjadi tujuan penelitian, hal ini meliputi:

1. Melakukan penelitian terhadap silsilah tarekat Syattariyyah Abu Habib Muda Seunagan di Nagan Raya.

2. Meneliti terhadap pandangan dan kritik masyarakat terhadap tarekat Syathariyyah Abu Habib Muda Seunagan 3. Membahas apa yang menjadi fenomena terhadap Tarekat

Syattariyah Abu Peulukung hingga ke Abu Qudrat Secara Filosifis.

4. Meneliti terhadap aktivitas-aktivitas di dayah dayah tarekat 5. Meneliti Jumlah jamaah di dayah-dayah tarekat Syattariyah C. Rumusan Masalah

Berdasarkan dan latar belakang di atas, muncul permasalahan yang akan di teliti dan di amati dalam skripsi ini yaitu bagaimana :

1. Bagaimana silsilah tarekat Syattariyah Abu Qudrat hingga masih tetap eksis sampai saat ini ?

2. Bagaimana pengikut Abu Qudrat merespon tuduhan-tuduhan yang diberikan kepada mereka ?

3. Apa saja aktivitas di Dayah Tarekat dan berapa jumlah jamaah di Dayah tarekat ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian a) Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana Tarekat Syattariyah Abu

Qudrat Abu Qudrat hingga tetap eksis sampai saat ini.

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi tuduhan yang diberikan kepada Tarekat Syattariyah Abu Peulukung.

(21)

12 b) Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah pemahaman baru mengenai bagaimana perkembangan dan eksitensi Tarekat Syattariyyah Abu peuleukung dalam kehidupan Masyarakat di Seunagan, Nagan Raya.

2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan didalam mengkaji ilmu keberagamaan Islam lokal terutama bagi mahasiswa Fakultas Ushuluddin khususnya dan mahasiswa UIN Ar-Raniry pada umumnya .

(22)

13 BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Pustaka

Sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian yang memiliki kesamaan dengan judul penelitian dan permasalahan yang penulis teliti. Meskipun ada beberapa literature yang membahas tentang Tarekat Syattariyah Habib Muda Seunagan. Berkaitan dengan permasalahan yang diangkat, tentang eksistensi dan silsilah tarekat Syattariyah Abu Habib Muda Seunagan telah di kemukakan beberapa karya yang berkaitan dengan tema diatas yang diantaranya ialah tasawuf yang memiliki peran besar dalam menentukan arah dan dinamika masyarakat. Dari beberapa rujukan buku yang telah dibaca diantaranya karangan

Sehat Ihsan Sadiqin, Habib Muda Seunagan Republiken sejati dari Aceh menjelaskan Habib Muda Seunagan (Abu Peulukung) dan pengikutnya menempatkan semua ajaran tarekatnya pada keyakinan bahwa semua berasal dari cara beramal Rasulullah yang diajarkan kepada Sahabat-sahabatnya yang kemudian sampai pada generasi saat ini. Mereka yakin yang apa yang dilakukan adalah berdasarkan ajaran tarekat Rasulullah. Dalam bahasa lain disebutkan: ”Tarekat Syathariyah” dalam keyakinan para penganutnya, keyakinan yang seyakin-yakinnya yang Alimul Al Yaqin, Ainul al-Yaqin, Haqqul al-Yaqin, dan kamalul Yaqin, ialah yang sebener-benarnya Tharikat Rasulullah Saw. Habib Muda Seunagan juga memiliki pengaruh besar dalam perkembangan agama, sosial, dan politik di Aceh, bahkan pengaruh Habib Muda Seunagan diakui oleh masyarakat setempat, maupun pemerintah. Bahkan Habib Muda Seunagan juga sosok ulama yang sangat

(23)

14 berpengaruh di Nagan Raya, dan juga Mursyid dalam tarekat Syathariyyah.16

Misri A.Muchsin, Dinamika Tasawuf di Aceh pada abad ke-20 dalam disertasinya menjelaskan bahwa, Tarekat Syathariyyah yang ada di Nagan Raya termasuk ke dalam kelompok salik buta jika merujuk pada apa yang ditemukan oleh Abdullah Ujong Rimba. Hal ini didasari pada beberapa keyakinan dan ritual yang dilaksanakan oleh pengikut tarekat Syathariyyah yang dianggap tidak sesuai dengan praktik beragama pada umumnya. Misalnya: naik Haji ke Pulo Ie, puasa tumpang, dan beberapa anggapan lainnya. Berdasarkan fakta yang disampaikan oleh Misri dalam disertasinya, juga kurang tepat. Kalau kita melihat lebih dekat, tinggal di Peuleukung, berdiskusi dengan keluarga dan pengikutnya Habib Muda Seunagan, disini menemukan fakta yang berbeda, anggapan bahwa Habib Muda Seunagan melarang Jemaahnya menunaikan ibadah Haji seperti yang ditulis oleh Misri, misalnya, sama sekali tidak tepat. Karena kenyataannya anak cucu, keturunan dan demikian juga dengan pengikutnya melaksanakan ibadah Haji ke Mekkah.17

Saminna Daud, Abu Habib Muda Seunagan Thariqat Syattariyah menjelaskan, Abu Habib Muda Seunagan, seorang ulama mazhab Syafi’i pengikut paham Ahlussunah wal jama’ah, penyebaran Thariqat Syattariyah, sebagai mursyid/guru di Aceh Barat dan Aceh Selatan, bahkan seluruh Aceh yang memiliki murid pada tahun 1971 puluhan ribu orang, beliau telah mencurahkan seluruh hidupnyauntuk Thariqat Syattariyah pada abad ke-20 hingga beliau wafat. Usaha-usahanya dibelakang hari akan diikuti oleh Ulama-ulama tempatan secara berantai tiada putus-putusnya hingga sekarang ini.

16Sehat Ihsan Shadiqin, Abu Habib Muda Seunagan Republiken Sejati

Dari Aceh,(Banda Aceh: Bandar Publishing, 2015), hlm 95-96

17Sehat Ihsan Shadiqin, Abu Habib Muda Seunagan Republiken Sejati

(24)

15 Beliau hidup zuhud, wara dan istigamah, juga disertai dengan pandangan sufi yang teguh dalam menghadapi dan memecahkan masalah, juga berbagai macam persoalan yang telah dihadapinya, Habib Muda Seunagan juga hidup dengan cara disiplin setelah mendapat bimbingan dan intruksi dari seorang Ulama Habib Syaikhuna Muhammad Yasin sebagai guru dan ayah kandungnya sendiri untuk menyebarkan sebuah Thariqat yang terbentuk berkat ispirasi seorang alim dari India Syekh Abdullah as-Syattari.18

Cut Rahma Rizki, Patronase Masyarakat Peulukung (Nagan Raya) Pengikut Habib Muda Seunagan Dalam Menentukan 1 Ramadhan”, dalam Skripsinya membahas Habib Muda Seunagan (Abu Peulukung) sudah sangat terkenal, masyarakat mengenalnya sebagai Ulama yang ikut memimpin perlawanan terhadap penduduk belanda dan jepang pada masa penjajahan.19 namun dalam hal ini, banyak yang beranggapan bahwa tarekat yang dibawa oleh Habib Muda Seunagan merupakan ajaran ulama tertentu, yang diikuti oleh umat secara salah, bahkan disebutkan ulama itu telah menciptakan sendiri tata cara ibadah dan mengajarkan kesesatan. Anggapan ini lahir karena berbeda pandangan dalam memahami agama, namun anggapan itu perlu diluruskan agar pemahaman terhadap pengikut tarekat tidak terdistorsi. Habib Muda Seunagan menjelaskan tarekat merupakan jalan menuju Allah yang diajarkan Rasulullah, ulama, hingga sampai kepada pengikutnya.

18Saminna Daud, Abu Habib Muda Seunagan Thariqat Syattariyah Jakarta:

Karya Sukses Sentosa, 2009), hlm 147.

19Cut Rahma Rizki, Patronase Masyarakat Peuleukung (Nagan

Raya) Pengikut Abu Habib Muda Seunagan Dalam Menentukan 1 Ramadhan,(Semarang:Skripsi Patronase Masyarakat Peuleukung 2017). hlm 39.

(25)

16 Abu Habib Muda Seunagan setelah mempelajari ilmu Syar’i dari ayahnya kemudian beliau mempelajari ilmu tarekat yakni jalan atau petunjuk di dalam melaksanakan suatu ibadah sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah dalam melaksanakan suatu ibadah sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah SAW.

Hasan Basri, Perkembangan Thariqat Syattariyyah Desa Peuleukung Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, 1972-2014, dalam Skripsinya menjelaskan tarekat Syattariyah yang terdapat di Desa Peuleukung kecamatan Seunagan timur pada awalnya diperkenalkan oleh Habib Muda Seunagan, perkembangan jumlah pengikut Tarekat Syattariyah di Aceh tidak terlepas dari ajaran tarekat Syattariyah di Desa Peuleukung, ajaran yang pertama dibawa oleh Habib Muda Seunagan ini telah tersebar ke seluruh penjuru Aceh. Pada awalnya pengikut ajaran Tarekat Syattariyah ini hanya berkembang disekitaran kampung kediaman Habib Muda Seunagan saja, yaitu di Peuleukung. Namun, karena banyak menarik perhatian masyarakat, mereka berdatangan ke Desa Peuleukung dan memasuki atau di baiat masuk tarekat ini.

Pengikut yang berdatangan ini terutama di dominasi kaum dewasa dan para pelajar yang telah mahir di bidang agama Islam, karena kebanyakan diantara mereka merupakan alumni dayah. Pendalaman terhadap ini ajaran tarekat Syattariyah pada awalnya mereka memperoleh langsung dari mursyid yaitu Habib Muda Seunagan, setelah mereka mahir tentang ajaran dalam tarekat Syattariyah ini, maka pengikut yang kembali ke negeri asalnya banyak mendirikan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti ajaran tersebut.20

Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonensia. Buku ini menjelaskan awal dan

20Hasan Basri, “Perkembangan Thariqat Syattariyah Di Desa

Peulekung Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya, 1972-2014” (dalam Skripsi Unsyiah, 2015), hlm 30-39.

(26)

17 berkembangnya tarekat Syattariyah di wilayah Melayu-Indonesia tidak dapat dipisahkan dari masa kembalinya Abdurrauf al-Singkili dari Haramyn pada awal paruh kedua abad ke 17 tepatnya pada tahun 1661 M setelah guru utamanya yang bernama al- Qursyasyi wafat.

Sedangkan di Aceh misalnya, Nuruddin Ar-Raniry (w.1068/1658) yang merupakan salah seorang guru utama dalam tarekat Rifa’iyah pernah menjabat sebagai sultan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani (1637-1641) dan awal pemerintahan Sultanah Safiatuddin (1641-1690), demikian hal nya dengan Abdurrauf al-Singkili (1024-1105/1615-1690), yang merupakan khalifah utama tarekat Syattariyah di dunia Melayu-Indonesia, sepanjang karirnya dipercayakan oleh Sultanah Safiatuddin sebagai Qadi Malik al-Adil atau Mufti Kerajaan, yang bertanggung jawab atas segala macam sosial keagamaan.

Syeikh Abdurrauf al-Singkili telah mendapatkan thariqah yaitu sebagai pertanda telah lulus dalam pengujian secara suluk. Beliau telah diberikan selendang putih oleh gurunya bahwa beliau telah dilantik sebagai Mursyid tarekat Syattariyyah. Yang berarti beliau boleh pula membai’at orang lain, dan telah di akui bahwa beliau mempunyai silsilah yang bersambung dari gurunya hingga Rasulullah SAW.21

Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, penulis lebih meneliti terhadap eksistesi dan silsilah tarekat Syattariyah Abu Peuleung atau Habib Muda Seunagan yang berkembang di Nagan Raya, sehingga penulis lebih tertarik meneliti perkembangan tarekat Habib Muda Seunagan hingga eksis sampai pada saat ini. Adapun dari penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini penulis juga melihat respon pengikut Habib Muda Seunagan terhadap tuduhan Salik buta. Selain itu peneliti juga melihat berapa jumlah

21Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan tokoh tokoh nya

(27)

18 jamaah tarekat Syattariah, hingga ativitas dayah tarekat Syattariyah.

B. Kerangka Teori

Dalam penelitian skripsi ini penulis lebih menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), penelitian lapangan yaitu mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dari interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.22 Menurut Kenneth D. Bailey pengertian lapangan (field research) merupakan istilah yang sering digunakan bersamaan dengan istilah studi (ethnographic study atau etnography).

Disisi lain, penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan di lapangan, serta yang diamati penulis mengenai eksistensi tarekat syattariyah dengan berhadapan langsung pada masyarakat Desa Peuleukung, dan jamaah tarekat Syattariyah Abu Habib Muda Seunagan. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dalam penelitian kualitatif beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan.

Tujuan utama dalam penelitian kualitatif yaitu, pertama,

22 Husaini Usman dkk, Metodologi Penelitian Sosial.(Jakarta: PT. Bumi

(28)

19 menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore) dan kedua, menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).

Dalam penelitian tersebut, Habib Muda Seunagan juga merupakan mursyid tarekat Syattariyah dan juga sosok ulama yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan agama, sosial, dan politik Aceh. Pengaruh ini diakui oleh masyarakat setempat maupun pemerintah, pengakuan itu diekspresikan dalam banyak bentuk seperti menziarahi makam, mawarisi cerita Habib Muda Seunagan kepada generasi muda, pemberian penghargaan dan penabalan nama jalan.

Habib Muda Seunagan atau yang sering disebut dengan Abu Peuleukung ini hidup pada abad ke-19 dan 20, oleh sebab itu banyak yang menjadi saksi tentang kehidupan beliau, banyak orang yang masih ingat bagaimana penampilan Habib Muda Seunagan, cara berjalan, duduk, dan menjalani kehidupannya sehari-hari, dan beberapa diantaranya pernah berinteraksi langsung dengan sang Habib, namun banyak pula yang hanya melihat dari jauh, banyak yang menyebutkan Habib Muda Seunagan adalah sosok pemberani, dan tegas, dibelik keberanian dan ketegasan, Habib Muda Seunagan tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Habib Muda Seunagan selalu memberi kenyamanan kepada semua rakyat bersamanya.

Pada usia dewasa Habib Muda Seunagan menikah. Sepanjang hidupnya, ia menikah dengan tiga orang istri, mereka dikenal dengan sebutan Mak Bulkis, Mak Balee, dan Mak Blang Ara. Tidak ada yang tahu menganai nama asli mereka. Mak bulkis yang merupakan istri pertamanya melahirkan anak pertama yang bernama Aja Bulkis dan meninggal saat ia masih belia. Dari Mak Balee, Habib Muda Seunagan memiliki beberapa pewaris keturunanya, yaitu Sayed Tuha dan meninggal diusia belia, anak kedua bernama Habib Bustaman. Ia tumbuh sebagai anak cerdas

(29)

20 dan alim dalam ilmu agama. Masyarakat dan keluarga lebih mengenalnya dengan nama Abu Quraisy.

Abu Habib Quraisy mengantikan Habib Muda Seunagan sebagai mursyid tarekat Syattariyah setelah Habib wafat pada 1972. Habib Quraisy meneruskan kepemimpinan orangtuanya hingga beliau wafat pada 1995 di Desa Lhok Mesjid, kecamatan Seunagan Timur. Setelah lama berkeluarga, beliau tidak memiliki keturunan. Anak ketiga adalah Aja Nih Kalimah. Ia menikah dengan Habib Tjut Banta. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai dua orang anak, yaitu Teungku Syahminan Basny, beliau merupakan seorang Ulama lulusan Dayah Darussalam Labuhan Haji yang didirikan oleh Abuya Muda Wali. Anaknya kedua bernama Teungku Mustafa Kamal. Aja Nih Kalimah wafat beberapa tahun setelah kemerdekaan. Pada masa meletusnya DI/TII Habib Tjut Banta menikah lagi dan bergabung dengan Darul Islam. Ia diangkat sebagai komandan Batalyon DI/TII untuk wilayah Aceh Barat. Sementara anak-anaknya dari pernikahan Aja Nih Kalimah diasuh oleh kakek mereka, Habib Muda Seunagan. Keturunan Habib Muda Seunagan semakin berkembang. Banyak diantara mereka tetap tinggal di Nagan Raya, namun banyak pula yang hijrah ke berbgai Provinsi.23

Setalah Abu Habib Muda Seunagan meninggal 14 juli 1972, maka sesuai dengan wasiat almarhum guru mursyid Tarekat Syattariyah dipercayakan kepada anak kandungnya yang tertua yaitu Habib Quraisy di Desa Lhok Mesjid setelah Habib Quraisy meninggal maka digantikan pula oleh Habib Qudrat yang merupakan anak bungsu dari Habib Muda Seunagan. Hingga sampai sekarang tempat-tempat murid Habib Muda Seunagan masih aktif dalam mengembangkan ajaran tarekat Syattariyah ialah kecematan Seunagan Timur, Seunagan, kecamatan Kaway

23Sehat Ihsan Shadiqin, Abu Habib Muda Seunagan Republiken Dari

(30)

21 XVI, Kecamatan Darul Makmur dan beberapa kecamatan di Nagan Raya dan Aceh Barat.

Adapun cara Baiat dan masuk tarekat Syattariyah di Desa Peuleukung, Kecamatan Seunagan Timur ialah melaui Baiat, kata Baiat dipakai dalam istilah tarekat Syattariyah ialah Barokah. Barokah karena telah berjanji mengikuti jejak guru washiah. Baiat di tarekat tersebut memiliki dua macam, yaitu baiat masuk Tarekat Syattariyah dan Baiat Tojadud artinya memperbaharui baiat. Dalam mengerjakan baiat ada beberapa syarat ialah, niat, suci dari hadas, menutup aurat, orang Islam dan Kifarat ( jenis denda yang wajib dibayar oleh seseorang yang telah melakukan perbuatan tertentu yang telah dilarang Allah SWT). Kifarat tanda seseorang bertaubat kepada Allah SWT.

Tujuan seseorang dalam berbaiat tersebut adalah untuk masuk Tarekat Syattariyah dan kemudian bisa memperoleh ilmu Tauhid yaitu Ilmu Syattariyah. Pada pelaksanaan baiat mengambil tempat di mushala, mesjid, ataupun rumah Tanjung sebagai tempat berdomisili mursyid yang membaiat. Ataupun di mushala/ mesjid/ rumah dengan cara mendatangkan mursyid.

Habib Muda Seunagan memiliki peran sentral dalam kehidupan sosial politik di Aceh Barat sejak masa kemerdekaan hingga beliau wafat. Pada masa penjajahan Belanda ia menjadi pemimpin kaum muslimin mengangkat senjata melawan musuh. Namun sayangnya, peran dan pengaruh Habib Muda Seunagan tak terdokumentasikan dengan baik. Ia belum berada dalam arus utama ingatan masyarakat Islam di nusantara, alih-alih menjadi bagian sejarah, banyak di antara masyarakat Aceh justru memperoleh informasi keliru mengenai Habib Muda Seunagan. Informasi yang salah ini membuat Habib Muda Seunagan dan pengikutnya dianggap sebagai kelompok sosial yang mempraktikkan aliran keagamaan yang berbeda dengan masyarakat Aceh kebanyakan. Mereka dituduh penganut aliran sesat. Kondisi ini terjadi karena ritual tarekat Syattariyah Habib

(31)

22 Muda Seunagan dinilai dari pendekatan fiqh yang sempit. Adat, tradisi, dan budaya yang di amalkan Habib Muda Seunagan dianggap keliru dan bahkan sesat-menyesatkan dan anggapan keliru itu tersebar dari mulut ke mulut radio meu-igoe.

Snouck Hurgronje untuk pertama kalinya mencatat tentang Syekh Abdurrauf bin Ali al-Jawi sebagais tokoh kunci tarekat Syattariyah di Aceh khususnya, dan di dunia Melayu- Indonesia pada umumnya. Akan tetapi, kajian mendalam tentang tarekat Syattariyah dikemukakan pertama kali oleh D.A Rinkes (1878-1954), seorang pegawai pemerintah Belanda yang menulis disertasinya yang berjudul Abdoerraoef van Singkel: Bijdrage to de kennis van de mysiek op Sumatra en Java. Dalam disertasinya ini, Rinkes, antara lain, mengemukakan tentang riwayat hidup Abdurrauf, tentang ajaran martabat tujuh Abdulrrauf, khususnya yang berkembang di Jawa.24

Habib Muda Seunagan yang kerab ditulis dalam narasi sejarah perang Belanda dan Aceh dikenal sebagai Teungku Puteh, yang menjadi aktor intelektual dibelakang layar atas apa yang terjadi dan dialami oleh Kolonel G.F.V. Gosenson saat itu, namun dalam hal ini Prof. Misri A. Muchsin yang memposisikan tarekat Syathariyyah Habib Muda sebagai Salik Buta, dan Selanjutnya Abdullah Ujong Rimba juga mengatakan bahwa ajaran Salik Buta bukan berasal dari ajaran Islam yang sesungguhnya, melainkan berasal dari ajaran agama lain, misalnya ajaran mengenai pengekangan dan kehilangan nafsu. Menurut ajaran Islam (dalam pandangan Abdullah Ujong Rimba), manusia menjadi makhluk istimewa karena memiliki tiga unsur, yaitu unsur nafsu, unsur ruhm dan unsur akal. Nafsu merupakan unsur yang berkeinginan terhadap sesuatu, seperti harta, anak, dan lain-lain. Ruh merupakan unsur yang berhubungan dengan hal-hal ghaib, seperti

24Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, (Jakarta:

(32)

23 Malaikat dan Jin, sedangkan akal merupakan unsur yang berfikir dan menimbang segala sesuatu, baik faedah dan mudharatnya.

Dalam hal ini Abu Muda Seunagan juga sebagai kelanjutan dari praktik dan pengembangan ajaran wahdat al-wujud yang di kembangkan oleh al- Fansuri dan al-Sumatrani sebelumnya tarekat ini pada awalnya dibawa masuk ke Aceh oleh ulama Abdurrauf al-Sinkili atau Syiah Kuala. Habib Muda Seunagan dalam buku juga dikisahkan keterlibatan dan kepeloporan beliau dalam mempertahankan keutuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Aceh. Pada masa pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mr. Ali Sastromidjojo, tepatnya tanggal 21 September 1953, terjadi perlawanan (kecewa) terhadap pemerintah pusat Soekarno yang dipimpin oleh Tengku Muhammad Daud Beureueh muncul karena penyatuan daerah Aceh dengan Tapanuli dan Sumatera Timur menjadi provinsi Sumatera Utara.

Tengku Muhammad Daud Beureueh memproklamirkan bahwa Aceh adalah Negara Islam di Aceh yang disebut dengan DI/TII, dan mengangkat senjata melawan pemerintah pusat. Akan tetapi Abdullah Ujong Rimba keluar dari gerakan DI/TII, terlihat kelihatannya terispirasi dan terpengaruh dengan pendapat beberapa ulama kenamaan ketika itu, yaitu Tgk. Muda Wali al-Khalidy, Tgk. Hasan Krueng Kalee, Habib Muda Seunagan, dan lainya menyebutkan DI/TII sebagai buqhah mazmun (pemberontakan tercela). Menurut mereka, pengikut tersebut menyalahi hukum Allah dan Rasul-Nya, sebab mereka dianggap pemberontak pada pemerintah yang sah, dan memberontak pada pemimpin muslim.

Meskipun Habib Muda Seunagan dan beberapa ulama lain tidak setuju, namun gerakan DI terus berkembang dan menyusup kedalam masyarakat. Pada awalnya mereka hanya menyerang dan berperang melawan tentara Indonesia, namun lama-kelamaan mereka mulai menganggap masyarakat biasa. Pertama-tama

(33)

24 hanya meminta uang untuk “makan minum” namun kemudian meningkat menjadi “Pajak Nanggroe” yang berupa punggutan liar untuk memperkaya diri dan keluarga anggotanya.

Kondisi ini sangat memprihatinkan dan mendorong Habib Muda Seunagan menentukan sikap melawan pasukan DI tersebut. Dan Habib Muda Seunagan secara lantang menyatakan Ketidaksetujuannya dengan gerakan Darul Islam (DI) pimpinan Daud Beureu’eh, dan dengan tegas Habib Muda Seunagan mengatakan bahwa pemberontakan kepada pemerintah yang sah hukumnya haram. Sikap Daud Beureueh ini banyak mendapat tentangan dari ulama Aceh sendiri, termasuk diantaranya Abu Habib Muda Seunagan yang pada akhirnya terjadilah perang sesama atau peristiwa berdarah. Habib Muda Seunagan merespon gerakan yang dilakukan Darul Islam (DI) dengan cepat.

Menurut Habib Muda Seunagan (Abu Peulukung), Darul Islam telah melakukan kezaliman kepada masyarakat dan kepada negara, banyak masyarakat yang tidak bersalah menjadi korban atas kekerasan yang dilakukan tentara DI. Abu Habib Muda Seunagan dalam rapat umum di desa Peulukung yang dihadiri oleh ribuan pengunjung secara tegas menyatakan menentang terhadap tindakan tersebut.

Tidak hanya itu, Abu Habib Muda Seunagan juga memutuskan untuk membentuk sebuah organisasi rakyat yang disebut dengan Organisasi Pagar Desa (OPD) di daerah- daerah yang menjadi basis para pendukungnya dan bersama dengan para pengikutnya, Abu Habib Muda Seunagan akan tetap setia berdiri dibelakang pemerintah Republik Indonesia, sebagai bentuk komitmen terhadap NKRI, Habib Muda Seunagan juga membentuk pasukan tempur yang terdiri dari para pendekar pedang yang selalu siap siaga menjalankan perintah.

Sehingga, suatu ketika terjadi perlawanan antara pasukan pro-NKRI pimpinnan Abu Habib Muda Seunagan dengan kelompok yang menentang NKRI. Atas jerih payah dan ketulusan

(34)

25 beliau pula akhirnya Abu Habib Muda Seunagan dipanggil ke istana negara oleh Bung Karno. Pertemuan yang akrab dan hangat tersebut laksanakan antara bapak dan anak yang sudah lama tidak berjumpa. Bung Karno sebagai sosok yang lebih muda dan sebagai representasi figur umara meminta nasehat dan masukan kepada Habib Muda Seunagan dalam merumuskan dan mengambil kebijakan,25 terutama yang berkaitan dengan konflik di Aceh. Abu Habib Muda Seunagan menyarankan agar dalam menyelesaikan masalah di Aceh pemerintah pusat lebih menggunakan pendekatan kemanusiawan dan bukan menggunakan cara-cara kekerasan.

C. Definisi Oprasional

Definisi Oprasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan Istilah-istilah dalam judul Skripsi. Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Eksistensi Dan Silsilah Tarekat Syattariyah Abu Peulukung” Studi Kasus Kecamatan Seunagan Kab Nagan Raya”, maka definisi Opresional yang perlu dijelaskan, yaitu :

a). Perbandingan

Perbandingan yaitu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga dapat melihat kesamaan dan perbedaannya, dalam penelitian skripsi ini dapat diartikan dan membandingkan Rata-rata tingkat pemahaman masyarakat terhadap tarekat Syattariyyah Habib Muda Seunagan di Nagan Raya (awal mucul), dan eksistensi Tarekat Syattariyah Abu Qudrat di Nagan Raya dalam kehidupan masyarakat saat ini.

25Sehat Ihsan Shadiqin, Abu Habib Muda Seunagan Republiken Sejati

(35)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis. Sugiyono (2014, hlm.6) menyatakan bahwa:

“Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah”.

Dalam penelitian Skripsi menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), dengan meneliti lapangan yaitu mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dari interaksi suatu social, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.28 Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan fenomenologis (yang berusaha mengerti dan memahami kejadian/peristiwa dalam situasi tertentu yang nampak),29 guna mengumpulkan data mengenai eksistensi dan Silsilah Tarekat Syatariyyah yang dilakukan oleh Jamaah Abu Peuleukung hingga ke Abu Qudrat. Penelitian ini memiliki langkah-langkah sebagai berikut;

a) Melakukan pengumpulan data pada kasus pertama, yaitu Jama’ah tarekat Syattariyah Abu Peleukung dan pengikut Abu Qudrat.

28 Husaini Usman dkk, Metodologi Penelitian Sosial.(Jakarta: PT. Bumi

Aksara, 2006), hlm.5

29 Lexi.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remadja

(36)

27 b) Melakukan pengumpulan data pada kasus kedua, yaitu informasi yang didapatkan melalui profil dan silsilah dari pengikut tarekat Syattariyah Abu peuleukung beserta Abu Qudrat dan kritikan dari masyarakat

c) Melakukan Pengumpulan data pada kasus ketiga, yaitu sejauh mana eksistensi tarekat Syattariyah Abu Qudrat dalam lingkungan masyarakat Seunagan.

d) Menggabungkan temuan pada langkah pertama, langkah kedua, dan langkah ketiga.

e) Melakukan analisis dan mengambil kesimpulan dari analisis tersebut.

1) Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tepatnya di kecamatan Seunagan. Adapun pemilihan lokasi ini berdasarkan banyak pengikut Habib Muda Seunagan di lokasi yang telah di tentukan, sehingga penulis meneliti beberapa pengikutnya dengan berhadapan langsung dan mewawancarai pengikutnya secara langsung. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut karena menurut peneliti tempat tersebut sangat cocok untuk ditemukan beberapa pengikutnya yakni di Peulukung, dan di kecamatan Seunagan tepatnya di desa Latong, Desa Blang Baro, dan Alue Thoe sehingga lebih bisa mendapat informasi yang akurat dan falid mengenai hasil penelitian yang di maksud.

2) Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang oleh peneliti dijadikan sebagai sumber informasi. Dalam hal ini subjek penelitian adalah pengikut Habib Muda Seunagan atau Abu Peulukung hingga pada pengikut Abu Qudrat yang Insya Allah akan penulis temui di beberapa tempat tertentu yakni di Desa Peulukung, ataupun di Kecamatan Seunagan guna untuk mendapatkan data yang valid sebagai pegangan yang kuat, untuk lebih lengkapnya akan peneliti

(37)

28 paparkan secara lengkap Dalam Bab ke–IV yang berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan

B. Populasi dan Sampel a) Populasi

Populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, yang padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Objek ini disebut dengan satuan analisis, satuan analisis memiliki kesamaan prilaku atau karakteristik yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian Skripsi ini ialah di Kecamatan Seunagan tepat nya di Desa Blang Baro, Desa Latong, Desa Alue Thoe dan Desa Peuleukung.

Adapun jumlah kependudukan di kecamatan Seunagan antara lain.

1.1 Gambar

Jumlah penduduk kecamatan Seunagan.30

(38)

29 b) Sampel

Sampel merupakan contoh atau himpunan bagian (Subjek) dari suatu populasi yang dianggap mewakili populasi tersebut sehingga informasi apa pun yang dihasilkan oleh sampel ini bisa dianggap mewakili keseluruhan populasi.

Dari sampel tersebut peneliti ingin mewawancarai untuk memperoleh sampel dari penelitian yang sedang penulis teliti diantaranya :

1.1 Table

Pimpinan Dayah Tarekat

No Nama Dayah

Tarekat

Jumlah Jamaah Alamat Pimpinan

Laki-Laki Perempuan Nama Desa Pimpinan Dayah 1 Dayah Syaikhuna

Darul Istiqamah

150 Orang 150 Orang Cot Danti Tengku Muda Ansari 2 Dayah Aja Nih

Peunawa - 490 Orang Ule Jalan Aja Mutia

3 Diperumahan 300 200 Orang Canggai Tgk Jalin

4 Dayah Syaikhuna Habib Puteh Kila

20 Orang 10 Orang Blang Mesjid Tgk Zainal Abidin 5 Langsung Ke

Peuleukung

50 Orang 50 Orang Parom Tgk Sakdan

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa angket atau kusioner yang dibuat sendiri oleh peneliti. Sugiyono (2014,hlm.96) menyatakan bahwa “Instrumen penelitian

(39)

30 adalah suatu alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Dengan demikian instrumen penelitian yaitu mencari informasi yang lengkap menganai suatu masalah, fenomena alam, maupun sosial. C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ialah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data dalam peneitian ini mengunakan metode Wawancara, dokumentasi, dan observasi.

a) Kuesioner atau angket

Angket atau kuesioner pada umumnya digunakan sebagai instrumen penelitian dengan menggunakan metode kualitatif. Kuisioner bisa terdiri atas dua pertanyaan; pertanyaan yang bersifat terutup dan terbuka. Kuesioner dengan pertanyaan tertutup memberi opsi responden untuk memilih jawaban yang sudah tertulis dalam kuesioner. Pertanyaan terbuka memberi kesempatan pembaca untuk memberi kesempatan pembaca untuk menuliskan jawabannya sendiri. Tidak ada standar baku tentang struktur kuesioner. Namun demikian, kuisioner sedikitnya harus melibatkan pertanyaan tentang identitas dan pertanyaan penelitian.Indentitas responden pada umumnya dicatat adalah, nama, umur, dan variabel lain yang berguna untuk analisis.

b) Paduan wawancara

Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan dengan tujuan salah seorang di antaranya dapat memperoleh informasi atau ungkapan dari orang yang di wawancarai. Dalam bentuknya yang paling sederhana, wawancara terdiri atas sejumlah pertanyaan yang di persiapkan oleh peneliti dan di ajukan kepada seseorang mengenai topik peneliti secara tatap muka dan peneliti merekam jawabanya sendiri.

(40)

31 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara secara terbuka dan informal. Artinya peneliti tidak membatasi jawaban yang disampaikan oleh informan dan berjalan dalam suasana biasa. Sehingga pertanyaan dan jawaban juga disampaikan seperti pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam melakukan wawancara, sebelumnya peneliti telah menyiapkan kerangka garis- garis besar pertanyaan. Garis- garis besar pertanyaan tersebut bertujuan agar segala yang di butuhkan dapat tercakup keseluruhan dan tidak harus di tanyakan secara berurutan. Isi dari garis garis besar pertanyaan yang telah peneliti sipkan sebagaimana ada di dalam rumusan masalah.31

c) Buku catatan dan buku harian

Peneliti juga memiliki catatan penelitian atau buku harian untuk menuliskan apa yang menarik dan berhubungan dengan fokus penelitian. Proses penelitian berlangsung dalam kurung waktu tertentu. Pada kurun waktu itu, sering sekali ide atau peristiwa terjadi diluar dugaan atau diluar kendali peneliti. Peneliti mengunakan buku catatan guna untuk mendokumentasikan momentum penting yang kita tidak tahu atau seperti mencatat silsilah sejarah, biografi dan kronologi proses penelitian dari kacamata subjektif.

Menentukan kualitas data tidaklah mudah, karena peneliti kadang lupa bagaimana konteks sosial yang terjadi ketika data itu muncul. Pada saat itulah catatan dalam buku bisa membantu peneliti mengingat kembali kontes sosial yang mendasari, dan penulis juga menulis dalam bentuk catatan kaki.

d) Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis seperti buku, majalah, catatan dan lain- lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Data yang di

(41)

32 peroleh dari dokumentasi ini merupakan data sekunder sebagai pelengkap data primer, yang berkaitan dengan tarekat Syattariyah Habib Muda Seunagan. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal–hal atau variable yang berupa catatan, tramskrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda, foto dan lain sebagainya.32

Metode dokumentasi di gunakan untuk mengumpulkan data- data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih actual dan sesuai dengan kajian penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ialah Subjek dari mana data tersebut di peroleh. Adapun data yang di peroleh Meliputi :

1) Data primer

Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari sumber yang pertama.33Dan sumber utama adalah pengikut Abu Peulukung yang akan penulis teliti yaitu di Kecamatan Seunagan untuk lebih lengkapnya akan peneliti paparkan secara lengkap Di Bab ke-IV yang berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan.

2) Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang di peroleh tidak dari sumber aslinya.Artinya, Data tersebut merupakan data yang di kumpulkan, di olah, disajikan oleh pihak lain.34

32 Lexi.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:

Remadja Karya, Bandung, 1989), hlm.114.

33 Burhan Ashofa, Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: Rineka

Cipta, 2001), hlm.9.

34 Amiriddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

(42)

33 Adapun data skunder dalam penelitian ini adalah, dalam buku karangan Sehat Ihsan Shadiqin “Abu Habib Muda Seunagan Republiken Sejati Dari Aceh”.

Buku karangan Misri A.Muchsin “ Dinamika Aceh Pada Abad ke-20”.

Cut Rahma Rizki, dalam skripsinya “Patronase Masyarakat Peulukung (Nagan Raya) Pengikut Habib Muda Seunagan Dalam Menentukan 1 Ramadhan”.

Hasan Basri, dalam skripsinya “Perkembangan Tarekat Syattariyah di desa Peulekung Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya”.

Buku Karangan Sehat Ihsan Shadiqin “Tasawuf Aceh”.

Dalam buku karangan, Oman Fathurahman ”Tarekat Syattariyah Di Minangkabau”.

Dalam buku karangan, Saminna Daud, Abu Habib Muda Seunagan Thariqat Syattariyah

Pada dasarnya data sekunder merupakan data yang menjelaskan data primer. Data sekunder meliputi dokumen resmi miliki instasi terkait, surat kabar, dan jurnal yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Analisis adalah proses yang membawa bagaimana data yang di atur, mengorganisasikan apa yang ada dalam sebuah pola, kategori, dan unit deskripsi dasar. Bogdan dan Biklen mengatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang di lakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah- memilahnya menjadi satuan yang dapat di kelola, mesintesiskanya, mecari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari, serta memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain.disisi lain, menganalisis data yang di dapatkan di berbagai sumber sudah menjadi kewajiban dalam sebuah

(43)

34 penelitian. Dengan demikian, hal pertama yang akan peneliti lakukan setelah memperoleh data- data yang di butuhkan adalah melukan pengeditan terhadap data.

Pengeditan merupakan proses peneliti kembali terhadap catatan, berkas-berkas, atau informasi yang di kumpulkan oleh peneliti.35Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian kembali atas data data yang di peroleh dari lapangan, baik data primer maupun sekunder yang bertujuan untuk mengetahui kelengkapan data dan kejelasan makna serta kesesuainya dengan data yang di perlukan. Sehingga dalam di harapkan kekurangan atau kesalahan data akan di temukan.

Setelah melakukan pengeditan, peneliti akan menyusun data- data tersebut untuk kemudian di jadikan dasar utama dalam menganalisis, sehingga pada akhirnya akan di dapat keselarasan data dengan analisis yang di berikan. Setelah data tersusun dengan sistematis, selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap data- data tersebut. Dalam hal ini teknik yang peneliti gunakan adalah analisis deskripsikan.

Analisis deskriptif merupakan metode untuk menganalisis data dengan cara memberi gambaran atau mendeskripsikan data yang sudah terkumpul, sehingga peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu memang demikian adanya.36 Dengan teknik inilah penulis akan mendeskripsikan bagaimana Eksitensi Dan Silsilah Tarekat Syattariyah Abu Peuleukung (Studi Kasus Kecamatan Seunagan, Kab Nagan Raya).

Data yang telah dikumpulkan dengan lengkap di lapangan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah penelitian. Adapun untuk menjawab masalah penelitian tentu saja data yang di dapat perlu di organisasikan dengan mengunakan analisis deskripsikan kualitatif, dimana deskripsikan merupakan

35 Lexi.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:

Remadja Karya, Bandung, 1989), hlm.248.

(44)

35 laporan penelitian yang berisi kutipan- kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.37 Dan dalam pengolahan data perlu melalui beberapa tahapan untuk menyimpulkan suatu realitas dan fakta dalam menjawab sebuah persoalan. Tahap- tahap pengolahan data di antaranya :

1) Proses Editing

Pada proses atau cara ini harus pertama kali di lakukan dengan meneliti kembali catatan informasi yang di peroleh dari data di lapangan untuk mengetahui apakah catatan atau informasi tersebut sudah cukup baik atau belum, dan dapat segera di persiapkan untuk keperluan proses berikutnya. Peneliti mengamati kembali data data yang di peroleh di lapangan melalui wawancara dan catatan di lapangan. Pada saat penelitian kemudian memilah apakah data yang telah ada sudah cukup untuk keperluan analisis atau cukup yang berkaitan dengan penelitian.

2) Classifying

Setelah di pilah-pilah antara data dengan yang bukan data maka peneliti memasuki tahap selanjutnya yaitu : classifying dalam metode ini peneliti membaca kembali dan menelaah secara mendalam seluruh data yang di peroleh baik pengamatan, wawancara maupun dokumentasi. Kemudian peneliti membentuk sebuah hipotesa untuk mempermudah dalam mengolah data dan di samping itu, peneliti juga mengelompokkan data-data yang ada sesuai dengan rumusan masalah yang ada.

3) Verifikasi

Verifikasi adalah langkah dan kegiatan yang di lakukan peneliti untuk memperoleh data dan informasi dari lapangan dan

(45)

36 harus di croscek kembali agar validitasnya dapat di akui oleh pembaca.38

4) Analysing

Analisis data adalah proses penyerdehanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah di baca dan di interpestasikan. Analisis data merupan proses yang tidak pernah selesai proses analisis data itu sebenarnya merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-tema dan merumuskan suatu jawaban permasalahan dalam penelitian. Dalam metode ini peneliti membuat kesimpulan dari data-data yang di peroleh untuk mempermudah membaca dan memahami data yang sudah di kumpulkan.

5) Concluding

Concluding adalah merupakan hasil suatu proses. Pengambilan kesimpulan dari proses penelitian yang menghasilkan suatu jawaban yang menjadi generalisasi yang telah di paparkan di bagian latar belakang. Di dalam metode ini peneliti membuat kesimpulan dari semua data- data yang telah di peroleh dari seua kegiatan penelitian yang sudah di lakukan baik melalui wawancara maupun dokumen.

38Nana Sujana Ahwal Kusuma, Proposal Penelitian di Perguruan

Referensi

Dokumen terkait