• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. di Provinsi Jambi. Luas wilayah Tanjung Jabung Timur adalah 5.445

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. di Provinsi Jambi. Luas wilayah Tanjung Jabung Timur adalah 5.445"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tanjung Jabung Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Jambi. Luas wilayah Tanjung Jabung Timur adalah 5.445 . Pada tahun 2010 jumlah penduduknya 205.272 jiwa atau 10,86 % dari luas Provinsi Jambi. Kabupaten ini terdiri dari 11 Kecamatan dan dibagi menjadi 60 desa. Kabupaten ini memiliki pantai terpanjang yaitu 561,36 km dengan 24 pulau kecil. Kabupaten ini secara geografis terletak pada 0°53’ - 1°41’ LS dan 103°23 - 104°31 BT, dengan batas-batas disebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, serta disebelah Timur berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.

Salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah Nipah Panjang. Kecamatan Nipah Panjang yang terbentuk berdasarkan SK Mendagri No:45 Tahun 1947 Tanggal 6 maret 1974 dan berdasarkan Undang – undang No 54 tahun 1999 tentang Kabupaten Tanjung Jabung Timur (LN.No. 182 Tambahan LN.No. 3909). Kecamatan Nipah Panjang termasuk kedalam Kabupaten Pemekaran di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Luas Kecamatan Nipah Panjang adalah ± 34.235 m² dari 8 desa dan 2 kelurahan.

(2)

2.2 Ikan Sembilang (Plotosus canius Hamilton-Buchanan, 1822).

Menurut Dewanti, 2012: 136 (Ball and Rao, 1984). Ikan Sembilang (Plotosus

canius Hamilton-Buchanan, 1822) merupakan sumberdaya perikanan ekonomis

penting yang tergolong dalam family Plotosidae. Ikan sembilang adalah jenis ikan berkumis (Catfishes), bentuknya memanjang tanpa sisik. Ikan ini memiliki duri pada sirip punggung dan sirip perut, yang dapat mengakibatkan luka. Ikan sembilang hidup di sungai besar atau anak sungai utama di bagian hilir, sering juga terdapat di muara sungai, perairan estuaria, tapi tidak menetap di perairan tawar. Ikan dewasa lebih menyukai hidup sendiri, namun dapat juga dijumpai berenang dalam kelompok kecil. Menurut Harteman (2015:6) ukuran ikan ini dapat mencapai 150 cm. Ikan sembilang merupakan jenis ikan karnivora predator yang memakan ikan-ikan lain yang berukuran lebih kecil. Selain itu, ikan sembilang memangsa hewan laut lainnya yang hidup di dasar perairan, seperti kelompok gastropoda, moluska dan krustasea. Ikan ini masih berkerabat dekat dengan ikan lele, dengan anatomi bentuk tubuhnya yang sangat mirip dengan ikan lele.

Menurut Nontji (2005:230) ikan sembilang (Plotosus canius) tergolong dalam anak bangsa (sub ordo) Siluroidei, yang mempunyai sungut dibibirnya. Mungkin karena sungutnya mengingatkan pada kucing maka dalam bahasa inggris ikan ini disebut “cat fish”. ikan ini licin dan warnanya biasanya coklat kehitam–hitaman seperti warna lumpur, tempat ikan ini biasa dijumpai. Kepalanya gepeng mendatar dengan mulut yang lebar. Pada sirip punggung, sirip dadanya terdapat duri yang berbisa yang sangat ditakuti oleh para nelayan. Umumnya sengatan oleh duri ikan ini

(3)

terjadi karena terpegang pada saat memindahkan dari jaring atau melepasnya dari pancing. Di perairan pantai Indonesia hanya ada dua jenis sembilang (suku Plotosidae), yang umum dijumpai ialah sembilang betul (Plotosus canius) dan sembilang karang (Plotosus anguilaris). Sembilang betul (Plotosus canius) bisa mencapai panjang 90 cm, mempunyai sirip punggung bagian belakang yang menyatu dengan sirip ekor. Mulutnya mempunyai bibir yang tebal menghadap ke bawah. Makanannya adalah hewan-hewan kecil seperti, kerang, ketam dan udang.

Sembilang karang (Plotosus anguilaris) ukurannya lebih kecil dari sembilang betul, biasanya tidak lebih dari 30 cm, hidupnya di karang-karang, dan bergerombol, yang muda mempunyai warna kehitaman dengan dua garis putih memanjang pada sisi tubuhnya (Nontji. 2005:232).

Gambar 2.1 Ikan Sembilang (Plotosus canius Hamilton-Buchanan, 1822, ( Dokumentasi Pribadi, 2016 ).

Klasifikasi Ikan Sembilang menurut Suweni (2009: 160): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Order : Siluriformes Family : Plotosidae Genus : Plotosus

(4)

Menurut Kottelat, M, (2001:243), yang menjadi ciri khas ikan sembilang

(Plotosus canius) adalah menyatunya sirip punggung ke-2, sirip ekor dan sirip anus

serta sisi punggung ikan ini tampak sama dengan ikan Sidat. Ikan Sembilang sangat rakus, ia bakal melahap apa saja yang ada di hadapannya.

Sistem reproduksi dari ikan sembilang sendiri dapat dikatakan seperti pada ikan lainya. Dia melakukan pemijahan di dasar dan kemudian meletakkan telur-telurnya di dasar yang berlumpur sehingga sulit untuk di deteksi oleh pemangsanya atau predatornya. Setelah melewati masa embrio, Ikan sembilang tetap akan berada pada dasar laut dan memakan ikan kecil.

2.3 Bagian – bagian tubuh ikan Sembilang.

Menurut Sharifudin (2012:104) bagian ikan secara umum ada tiga yaitu,

1. Caput: bagian kepala, yaitu mulai dari ujung moncong terdepan sampai dengan ujung tutup insang paling belakang. Pada bagian kepala terdapat mulut, rahang atas, rahang bawah, gigi, sungut, hidung, mata, insang, tutup insang, otak, jantung, dan sebagainya.

Gambar 2.2 Bagian-bagian Ikan Sembilang (Plotosus canius Hamilton-Buchanan, 1822

(html//:www/Ikan Sembilang _ IFT.htm)

(5)

2. Truncus: bagian badan, yaitu mulai dari ujung tutup insang bagian belakang sampai dengan permulaan sirip dubur. Pada bagian badan terdapat sirip punggung, sirip dada, sirip perut, serta organ-organ dalam seperti hati, empedu, lambung, usus, gonad, gelembung renang, ginjal, limpa, dan sebagainya.

3. Cauda: bagian ekor, yaitu mulai dari permulaan sirip dubur sampai dengan ujung sirip ekor bagian paling belakang. Pada bagian ekor terdapat anus, sirip dubur, sirip ekor, dan kadang-kadang juga terdapat scute dan finlet.

2.4 Morfologi ikan Sembilang (Plotosus canius Hamilton-Buchanan, 1822). Menurut Dasmir (2016:3) Morfologi adalah pengamatan bentuk dan struktur luar makhluk hidup seperti bentuk mulut, ekor, sirip, sisik dan warna tubuh. Ikan Sembilang adalah jenis ikan laut yang bentuk tubuhnya menyerupai ikan Lele. Hidupnya pada kedalaman hingga 10 m. Sering dijumpai di daerah pesisir pantai atau laut dangkal. Bentuk badannya panjang tanpa sisik, sirip punggung pertama berduri tajam dekat dengan kepala, sirip punggung kedua bersambung dengan sirip ekor dan sirip dubur.

Menurut Harteman (2015:8) ikan sembilang dikatakan besar apabila panjang total mencapai 20 cm keatas, dan kelas menengah 10 cm sampai 19,99 cm. Ikan ini dapat mencapai panjang 150 cm. Ikan Sembilang merupakan ikan predator, yang memangsa ikan-ikan kecil, selain itu ikan ini juga memakan hewan-hewan yang hidup di dasar laut yaitu hewan-hewan kelompok gastropoda, moluska dan krustasea.

(6)

Ikan dewasa dapat hidup sendiri atau dalam kelompok kecil (Mutmainah & Nurwanti, 2008).

2.5 Morfometri ikan Sembilang (Plotosus canius Hamilton-Buchanan, 1822). Menurut Rahmatin (2010:1) Morfometri adalah suatu studi yang bersangkutan dengan variasi dan perubahan dalam bentuk (ukuran dan bentuk) dari organisme. Menutut Parin (1999:3) ukuran ikan adalah jarak antara bagian tubuh yang satu ke bagian tubuh yang lain. Karakter morfometri yang sering digunakan untuk mengukur adalah panjang total, panjang baku, panjang ekor, tinggi dan lebar badan, tinggi dan panjang sirip.

Satuan ukuran yang digunakan dalam morfometri sangat bervariasi. Di Indonesia sendiri, satuan ukuran yang sering digunakan adalah sentimeter (cm) atau milimeter (mm), tergantung kepada keinginan dari peneliti. Ukuran ini disebut dengan ukuran mutlak. Supaya dapat memperoleh hasil pengukuran yang lebih teliti, pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong (calliper). Ukuran yang digunakan dalam mengidentifikasi hanyalah suatu ukuran perbandingan. Seekor ikan yang memiliki panjang total 25 cm dan panjang kepala 5 cm, maka perbandingan yang dinyatakan di dalam buku-buku identifikasi adalah panjang kepala sama dengan seperlima panjang total tubuhnya (Syarifudin, 2011:57).

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat pengelompokan populasi ikan antara lain secara anatomi (morfometri dan meristik), cara fisiologi, biokimia, sejarah hidup dan pemberian tanda. Menurut Nasution (2004:2) sebagian peneliti telah melakukan kajian perbedaan populasi ikan secara anatomi seperti, pengukuran

(7)

morfometri pada ikan gurami (Osphronemus goramy) dengan menggunakan 10 karakter dan mencatat ada tiga nisbah morfometri yang membedakan tiga varietas ikan gurami. Pengukuran morfometri juga dilakukan pada ikan Rainbow selebensis

(Telmatherina ladigesi) dengan menggunakan 11 karakter untuk membedakan

morfologi ikan yang berasal dari Sungai Makkatoang dan Sungai Bantimurung di Sulawesi (Andayani, 2000:2).

Menurut Syarifudin, (2011: 34-57) Setiap ikan mempunyai ukuran tubuh yang berbeda, tergantung dari jenis kelamin, umur dan keadaan dari lingkungan tempat hidupnya. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan antara lain makanan, derajat keasaman (pH) air, suhu, dan salinitas. Faktor-faktor tersebut dapat secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama dapat menyebabkan pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan ikan. Artinya, walaupun dua ekor ikan yang sama serta mempunyai umur yang sama, namun ukuran mutlak di antara kedua ikan tersebut dapat berbeda.

Bentuk tubuh ikan biasanya berkaitan erat dengan tempat dan cara mereka hidup. Secara umum, tubuh ikan berbentuk setangkup atau simetris bilateral, yang berarti jika ikan tersebut dibelah pada bagian tengah, maka ukuran dan bentuk bagian tubuh kiri dan bagian kanan ikan akan sama. Selain itu, ada beberapa jenis ikan yang mempunyai bentuk non-simetris bilateral, yaitu jika tubuh ikan tersebut dibelah secara melintang (crosssection) maka akan terdapat perbedaan pada bagian kanan dan bagain kiri tubuh ikan.

(8)

Secara umum ada tiga fungsi morfometri yaitu : 1. Mengetahui ukuran tubuh ikan

2. Untuk identifikasi jenis ikan dan umurnya

3. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan ikan

2.6 Meristik

Menurut syarifuddin, (2012:159-161) Berbeda dengan karakter morfometri yang menekankan pada pengukuran bagian-bagian tertentu tubuh ikan, karakter meristik berkaitan dengan penghitungan jumlah bagian-bagian tubuh ikan (counting

methods). Variabel yang termasuk dalam karakter meristik antara lain jumlah jari-jari

sirip, jumlah sisik, jumlah gigi, jumlah tapis insang, jumlah kelenjar buntu (pyloric caeca), jumlah vertebra, dan jumlah gelembung renang. Menghitung jumlah jari-jari sirip merupakan bagian dari meristik. Dalam menghitung jari-jari sirip diperlukan rumus suatu sirip tertentu, terlebih dahulu harus dicantumkan huruf kapital yang menentukan sirip yang dimaksud. Sirip punggung disingkat dengan D, sirip ekor dengan C, sirip dubur dengan A, sirip perut dengan V, dan sirip dada dengan P. Menghitung jari-jari sirip yang berpasangan dilakukan pada sirip yang terletak pada sisi sebelah kiri, kecuali jika ada ketentuan khusus.

Pada saat melakukan pemeriksaan, harus diingat bahwa ikan diletakkan dengan kepala menghadap kekiri dan perut mengarah kebawah. Secara umum jari-jari sirip pada ikan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu jari-jari keras dan jari-jari lemah. Jari-jari keras tidak berbuku-buku, pejal (tidak berlubang), keras, dan tidak dapat

(9)

dibengkokkan. Jari-jari keras ini biasanya berupa duri, cucuk, atau patil, dan berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri. Jari-jari lemah bersifat agak cerah, seperti tulang rawan, mudah dibengkokkan, dan berbuku-buku atau beruas-ruas. Bentuknya berbeda-beda tergantung pada jenis ikannya. Jari-jari lemah ini mungkin sebagian keras atau mengeras, pada salah satu sisinya bergigi-gigi, bercabang, atau satu sama lain saling berlekatan. Perumusan jari-jari keras digambarkan dengan angka Romawi, walaupun jari-jari itu pendek sekali atau rudimenter. Cara perumusan semacam ini juga dipergunakan untuk menggambarkan jumlah cabang jari-jari yang bersatu menjadi satu “jari-jari keras”. Jari-jari seperti ini misalnya ditemukan pada ikan baung (Hemibagrus nemurus).

2.7 Teknik Pengukuran Untuk Morfometri

Menurut Rahmat, (2011:2) Pengukuran morfometri dilakukan terhadap 31 karakter sebagai berikut,

1. TL = total length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai ujung ekor atas (panjang total).

2. FL = fork length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai pangkal cabang ekor (panjang baku).

3. SL = precaudal length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai ujung gurat sisi (panjang standar).

4. PD2 = pre second dorsal length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai pangkal bagian depan sirip punggung belakang.

(10)

5. PD1 = pre first dorsal length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai pangkal bagian depan sirip punggung depan.

6. HL = head length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai bagian ujung celah insang belakang.

7. PGI = prebranchial length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai bagian depan celah insang depan

8. PSP = prespiracular length diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai spiracle

9. POB = preorbital length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai ujung bagian depan mata.

10. PP1 = prepectoral length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai depan celah insang bagian depan

11. PP2 = prepelvic length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai depan sirip perut bagian depan.

12. SVL = snout vent length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai bagian tengah sirip perut tengah.

13. PAL = preanal length, diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai pangkal bagian depan sirip perut belakang.

14. IDS = interdorsal space, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip punggung depan sampai pangkal bagian depan sirip punggung belakang. 15. DCS = dorsal caudal space, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip

(11)

16. PPS = pectoral pelvic space, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip perut depan sampai bagian pangkal depan sirip perut tengah.

17. PAS = pelvic anal space, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip perut tengah sampai bagian pangkal depan sirip perut belakang.

18. ACS = anal caudal space, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip perut belakang sampai bagian pangkal depan ekor bawah.

19. PCA = pelvic caudal space, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip perut tengah sampai bagian pangkal depan ekor bawah.

20. VCL = vent caudal length, diukur mulai dari bagian tengah sirip perut tengah sampai ujung ekor atas.

21. CLO = clasper outer length, diukur mulai dari bagian pangkal luar sirip perut tengah sampai ujung clasper.

22. CLI = clasper inner length, diukur mulai dari bagian pangkal dalam sirip perut tengah sampai ujung clasper.

23. CLB = clasper base width, diukur mulai dari bagian atas sisi clasper sampai bagian bawah sisi clasper.

24. DIB = first dorsal base, diukur mulai dari bagian pangkal depan sirip punggung sampai bagian pangkal belakang sirip punggung.

25. DIA = first dorsal anterior margin, diukur mulai dari bagian pangkal depan sirip punggung sampai bagian ujung atas sirip punggung.

26. DIP = first dorsal pasterior margin, diukur mulai dari bagian ujung atas sirip punggung sampai bagian ujung bawah sirip punggung.

(12)

27. DIH = first dorsal hight, diukur mulai dari bagian ujung badan atas sampai bagian ujung atas sirip punggung.

28. PIB = pectoral base, diukur mulai dari bagian pangkal depan sirip dada sampai bagian pangkal belakang sirip dada.

29. PIA = pectoral anterior margin, diukur mulai dari bagian pangkal depan sirip dada sampai bagian ujung bawah sirip dada.

30. PIH = pectoral height, diukur mulai dari bagian pangkal belakang sirip dada sampai bagian ujung bawah sirip dada.

31. PIP = pectoral posterior margin, diukur mulai dari bagian ujung atas sirip dada sampai bagian ujung bawah sirip dada.

2.8 Jenis Alat Tangkap dan Kapal yang digunakan Nelayan

Sebagai seorang nelayan ada beberapa komponen penting agar hasil tangkapan menjadi maksimal. Menurut nelayan Nipah Panjang komponen tersebut adalah alat tangkap serta kapal atau perahu.

2.8.1 Jenis Alat Tangkap

Secara umum ada empat jenis alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan dilaut. Menurut Arimoto (2000:39) alat tangkap yang digunakan harus ramah lingkungan agar tidak merusak lingkungan sekitar. Yakni alat tangkap yang tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Faktor lain adalah

(13)

bagaimana dampaknya terhadap biodiversity dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.

Menurut Mulyanto (1995:4) jenis alat tangkap yang dominan digunakan, mencakup:

1. Jaring insang (gill net) adalah alat tangkap ikan berbentuk lembaran panjang jaring dengan ukuran mata jaring yang sama. Jaring dilengkapi dengan pelampung pada tali atas dan pemberat pada tali bawah.

2. Rawai (longline) adalah alat tangkap ikan yang yang berupa panjing dengam menggunakn umpan atau tanpa umpan dangan kail diujungnya.

3. Pukat cincin (purse seine) pukat cincin atau jaring lingkar (purse seine) adalah jenis jaring tangkap ikan dengan bentuk persegi empat panjang atau trapesium, yang dilengkapi dengan tali yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali bagian bawah).

4. Jaring udang (trawl) adalah jenis jaring berbentuk kantong dengan sasaran tangkapannya udang. Jaring dilengkapi sepasang (2 buah) papan pembuka mulut jaring dan Turtle Excluder Device/TED.

Menurut Bapak Ahmad Eswandi selaku ketua PPI dan Yayut Selaku pemilik salah satu Bangsal Ikan di Kecamatan Nipah Panjang. Para nelayan mengutamatan peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan sejenis ikan Sembilang (Plotosus

canius) adalah jaring insang. Menurut para nelayan sebutan jaring insang adalah

jaring sembilang. Karena ikan yang menjadi target penangkapan adalah ikan sembilang. Jaring ini memiliki lubang berdiameter 3 inci, panjang 250 meter, dengan

(14)

kedalaman 6 meter dan mempunyai pelampung sebagai penanda jaring serta pemberat pada bagian ujung bawah jaring.

2.8.2 Kapal Nelayan

Selain alat tangkap, kapal atau perahu juga merupakan bagian penting dalam kegiatan nelayan karena jika tidak ada perahu, maka nelayan tidak bisa pergi ke laut. Menurut Badan Pusat Statistik Sumatra Utara (2007) jenis kapal yang biasa digunakan nelayan :

1. Perahu tanpa motor seperti Jukung yang merupakan sampan atau perahu dengan bentuk yang sederhana, Perahu papan dengan ukuran Kecil (panjangnya lebih kecil dari 7 m), Sedang (panjangnya 7-10 m) dan Besar (panjangnya lebih besar dari 10 m)

(15)

2. Perahu motor tempel, klasifikasi kapal motor dengan mesin (< 5 GT), (5-10 GT), (10-20 GT), (20-30 GT), (20-50 GT), (50-100 GT), (100-200 GT) dan 200 GT ke atas.

Berdasarkan diskusi dengan nelayan setempat, mereka mengatakan bahwa kapal yang biasa digunakan menangkap ikan Sembilang (Plotosus canius) adalah perahu motor tempel dengan mesin dibawah 5 GT. Kapal tersebut memiliki panjang 5 meter dan lebar 1,5 m dengan bahan bakar solar dan kekuatan mesin Changdong sebesar 16 PK. Daerah penangkapan alat tangkap jaring sembilang menggunakan tuasan. Tuasan ini berjarak 1 mil dari bibir pantai. Nelayan memiliki tuasan yang akan dibongkar dengan melihat kondisi perairan di sekitarnya.

2.9 Musim Penangkapan Ikan Sembilang (Plotosus canius Hamilton-Buchanan, 1822).

Menurut bapak Apek Oli selaku pemilik dari salah satu bangsal di Nipah Panjang mengatakan, bahwa ikan sejenis sembilang ini banyak didapat para nelayan pada waktu air pasang dan air surut. Karena pada waktu air tenang ikan jenis ini tidak berada di pinggiran laut, melainkan berkisar antara 2 – 3 mil dari pinngiran laut.

Selain pada waktu air pasang dan surut, ikan Sembilang banyak didapat oleh para nelayan pada bulan-bulan tertentu, yakni kisaran dari bulan Desember-Juli. Dan biasanya para nelayan juga melihat cuaca yang memungkin untuk mencari ikan tersebut. Misalnya, cuaca harus cerah dan tidak ada ombak. Karena kalau cuaca

(16)

kurang bersahabat dan ombak besar ikan ini susah didapat dan para nelayanpun susah untuk meletakkan kapalnya (komunikasi pribadi dengan pemilik Bangsal ikan Nipah Panjang).

Gambar

Gambar 2.1 Ikan Sembilang (Plotosus canius Hamilton-Buchanan, 1822,  ( Dokumentasi Pribadi, 2016 )
Gambar 2.3: Jaring insang (Dokumentasi pribadi, 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melakukan penelitian, peneliti dapat menganalisis bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Kreatif Produktif siswa memiliki

Selain beberapa beberapa aspek di atas, percobaan klasifikasi topik juga membandingkan hasil klasifikasi topik dari segi keseragaman data yaitu keseragaman jumlah data

Untuk melakukan uji Alpha, digunakan instrumen penelitian untuk mengetahui kualitas instrumen penelitian yang disusun berdasarkan penilaian dari validator (para ahli)

Hal ini dikarenakan bila terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah arus gangguan masih relatif  gangguan hubung singkat fasa ke tanah arus gangguan masih

Karena memiliki alur, maka jenis ini mempunyai kapasitas dapat menahan beban secara ideal pada arah radial maka jenis ini mempunyai kapasitas dapat menahan beban secara ideal

Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi angka prevalensi kejadian penyakit kusta dengan metode regresi data panel agar

Keputusan yang merupakan hasil dari kesepakatan dikalangan Nahdlatul Ulama mempunyai hirarki dan sifat tersendiri. Ini sesuai dengan Keputusan Muktamar Nahdlatul

Korosif pada logam, Kategori 1, H290 Toksisitas akut, Kategori 4, H302 Toksisitas akut, Kategori 4, H312 Iritasi kulit, Kategori 2, H315 Iritasi mata, Kategori 2, H319