• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR, WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR, WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DI YOGYAKARTA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

M1O-01

GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR,

WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL,

PROVINSI DI YOGYAKARTA

Arifudin Idrus1*, Lucas Donny Setijadji1, I Wayan Warmada1, Wilda Yanti Mustakim1

1

Jurusan Teknik Geologi – Universitas Gadjah Mada, *Email: arifidrus@ugm.ac.id Diterima 27 Oktober 2014

Abstrak

Daerah penelitian berada di Gunung Batur dan sekitarnya, Wediombo, Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi DI Yogyakarta yang terletak ±70 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta atau ±30 km ke arah selatan kota Wonosari. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi geologi, karakteristik mineralogi alterasi dan geokimia, mineralisasi bijih dan fasies gunungapi dalam kaitannya dengan sistem hidrotermal daerah penelitian. Metoda penelitian yang dilakukan berupa pemetaan geologi dan zonasi alterasi hidrotermal serta analisis sampel berupa petrografi, mikroskopi bijih, XRD, XRF dan AAS. Litologi daerah penelitian tersusun oleh satuan seperti satuan intrusi diorit, lava andesit dari Formasi Wuni dan batugamping dari Formasi Wonosari. Alterasi yang dijumpai adalah silisifikasi, argilik lanjut, argilik dan propilitik lemah. Mineral penciri alterasi argilik lanjut yang diidentifikasi yaitu dikit, alunit, dan jarosit. Mineralisasi logam dicirikan dengan kehadiran enargit, kalkopirit, emas, pirit dan hematit, dengan tekstur bijih berupa massive silica dan vuggy silica. Geokimia bijih dari 3 sampel batuan menunjukan kadar emas dan tembaga relatif rendah yaitu dari 0,008-0,41 g/t Au, 14-78 g/t Cu, serta Ag (perak) kurang dari detection limit (<0,001 g/t). Berdasarkan pendekatan morfologi dan asosiasi batuan gunungapi, Gunung Batur merupakan fasies sentral dan daerah sekitarnya merupakan fasies proksimal dari sistem gunungapi. Mengacu pada karakteristik mineralogi, tekstur bijih, geokimia bijih dan kaitannya dengan fasies gunungapi, maka mineralisasi di Gunung Batur (Wediombo) diinterpretasikan sebagai sistem epitermal sulfidasi tinggi (HS epithermal system).

Kata kunci: Alterasi hidrotermal, mineralisasi, HS epithermal, Wediombo

Pendahuluan

Lokasi penelitian yaitu daerah Wediombo berada di Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini merupakan bagian dari Zona Pegunungan Selatan dan menempati Subzona Gunung Sewu (Van Bemmelen, 1949). Pada penelitian sebelumnya di daerah ini ditemukan gunungapi purba dan beberapa zona alterasi hidrotermal dan indikasi mineralisasi emas dan sulfida. Penelitian ini dilakukan studi lebih lanjut mengenai indikasi mineralisasi tersebut didukung berupa penelitian lebih detail dan penambahan beberapa metoda analisis yang belum dilakukan pada penelitian sebelumnya. Paper ini bertujuan untuk menjelaskan kondisi geologi dan karakteristik mineralogi batuan vulkanik, mineralogi alterasi hidrotermal, sehingga dapat membantu menjelaskan tipe endapan hidrotermal yang berkembang di daerah Wediombo tersebut.

(2)

penelitian tersusun oleh 2 formasi yaitu formasi Wuni dan Formasi Wonosari. Formasi Wuni tersusun oleh batuan klastika gunungapi terdiri atas aglomerat bersisipan batupasi tuf dan batupasir dan Formasi Wonosari tersusun oleb batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu (Surono drr., 1992). Pola struktur geologi yang berkembang di Pegunungan Selatan dikelompokkan menjadi 4 tahapan (Sudarno, 1997), yaitu: arah timur laut – baratdaya yang umumnya menyebabkan sesar geser sinistral, arah utara-selatan yang sebagian besar juga menyebabkan sesar geser sinistral, arah baratlaut-tenggara yang umumnya menyebabkan sesar geser dekstral dan arah timur-barat yang sebagian besar menyebabkan sesar turun akibat gaya regangan berarah utara-selatan yang berkembang selama Pleistosen Awal. Pulau Jawa terbentuk oleh rangkaian gunungapi berumur Oligosen-Miosen Tengah, Gunung Batur pada daerah Wediombo termasuk dalam jalur vulkanisme Eosen-Miosen Tengah yang diperkuat dari data umur (dating) yang menunjukkan bahwa umur gunungapi ini sekitar 13,22 ± 0,62 Ma (Miosen Tengah) (Setijadji dan Watanabe 2009).

Metoda Penelitian

Metoda yang digunakan pada daerah penelitian meliputi pemetaan geologi dan penyebaran zona alterasi hidrotermal pada skala 1:25.000 dan pengambilan conto batuan untuk analisis mineralogi alterasi, mineralogi bijih dan geokimia. Analisa mineralogy alterasi dilakukan di Jurusan Teknik Geologi FT-UGM berupa analisa petrografi sejumlah 12 conto dan analisa XRD (X-Ray Diffraction) sejumlah 6 conto. Analisa mineralogi bijih berupa analisa sayatan poles sejumlah 6 conto juga dilakukan di Jurusan Teknik Geologi FT-UGM. Analisa Geokimia berupa Analisa AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) sejumlah 3 conto batuan teralterasi dan Analisa XRF (X-Ray Fluorescence) sejumlah 3 conto batuan segar dilakukan di laboratorium Intertek Jakarta.

Hasil dan Pembahasan

Geologi Daerah Penelitian

Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari 3 satuan batuan berupa intrusi dasit, lava andesit dan batugamping. Satuan intrusi dasit merupakan satuan tertua di daerah penelitian, dimana penyebaran litologi ini membentuk topografi tinggian berupa gunung yang deikenal dengan nama Gunung Batur. Satuan ini telah mengalami alterasi klorit-epidot (propilitik lemah). Satuan lava andesit terbentuk secara selaras setelah terbentuknya intrusi dasit dimana kedua satuan ini diinterpretasikan merupakan satu kesatuan dari proses terbentuknya Gunungapi Batur. Sebagian besar satuan ini telah teralterasi argilik hingga argilik lanjut dimana terlihat mineral plagioklas telah berubah menjadi mineral lempung dan ditemukan adanya mineral sulfida berupa pirit pada satuan ini. Satuan paling muda yaitu satuan batugamping yang pelamparannya meliputi wilayah bagian sebelah utara hingga selatan bagian timur daerah penelitian yang memiliki hubungan ketidakselarasan dengan lava andesit. Batugamping tidak mengalami alterasi dan mineralisasai. Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian berupa kekar dan sesar, struktur kekar banyak dijumpai di daerah pantai Wediombo dengan arah utara-selatan dan struktur sesar berupa Sesar Geser Sinistral Pasewan yang ditarik dari adanya pergeseran litologi dan pola kelurusan peta topografi. Hasil pengeplotan data geokimia batuan (XRF) pada klasifikasi TAS tersebut menunjukkan bahwa dari ketiga sampel dua diantaranya menunjukkan batuan beku andesit dan dasit (Gambar 1).

(3)

Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi Bijih

Penentuan zonasi alterasi hidrotermal dilakukan berdasarkan interpretasi terhadap data lapangan batuan teralterasi dan mineral penciri alterasi dari analisa petrografi dan XRD. Secara umum terdapat 4 tipe alterasi hidrotermal yang dijumpai pada daerah penelitian yaitu (a) alterasi silika vuggy - silika masif (silisifikasi), (b) alterasi kuarsa-dikit-alunit (argilik lanjut), (c) alterasi kaolin-illit-kuarsa (argilik) dan (d) alterasi klorit±epidot (propilitik lemah) (Gambar 2 sampai 6).

Alterasi silika vuggy - silika masif (silisifikasi) ditemukan hanya di satu daerah yaitu pada bagian utara Nampu. Secara geometri, singkapan alterasi ini berupa bongkah-bongkah berukuran > 1 m yang menyerupai batuan beku (gambar 1). Kenampakan fisik dari batuan yang mengalami alterasi ini adalah batuan berwarna abu-abu hingga merah kecoklatan berstruktur masif – vuggy dengan komposisi dominan mineral kuarsa. Batuan induk (host rock) alterasi yang dijumpai di lapangan adalah lava andesit. Mineral bijih yang diidentikasi berupa pirit (Fe2S), kalkopirit (CuFeS2) dan emas (Au). Hasil AAS

menunjukkan kadar emas 0,41 g/t dan tembaga 14 g/t.

Zona alterasi berikutnya yaitu argilik lanjut (advanced argillic) yang dicirikan oleh kehadiran mineral dikit, kaolin, alunit, jarosit dan pirofilit. Keterdapatan dikit dan pirofilit menandakan bahwa akterasi ini terbentuk pada kondisi pH yang rendah/asam (Corbett & Leach, 1996). Batuan teralterasi kuarsa-dikit-alunit ini ditemukan pada daerah Nampu bagian tengah dan berada diluar dari zona alterasi silisifikasi. Tipe alterasi ini mengubah batuan asal yaitu lava andesit. Mineral sulfida yang dapat dijumpai pada batuan teralterasi ini adalah pirit (Fe2S), hematit, enargit (Cu3AsS4), kalkopirit (CuFeS2) dan emas (Au).

Hasil analisis AAS menunjukkan kadar emas 0,04 g/t dan tembaga 14 g/t.

Alterasi kaolin-ilit-kuarsa (argilik) ditemukan pada daerah Nampu bagian selatan hingga mengarah ke Pantai Jung Wok serta bagian barat daya Balong. Alterasi ini dicirikan dengan kehadiran kaolin dan montmorilonit. Secara megaskopis batuan yang teralterasi argilik didominasi mineral lempung sehingga batuan ini menjadi lebih lunak. Hampir secara keseluruhan batuan teralterasi kaolin-ilit-kuarsa ini berwarna merah pada bagian luar yang terjadi akibat proses oksidasi. Berdasarkan analisa XRD mineral penyusun batuan teralterasi ini yaituL kuarsa, pirit, klorit, ilit, kaolin dan jarosit.

Batuan teralterasi klorit-epidot (propilitik) umumnya ditemukan pada Gunung Batur dan tinggian sebelah barat dari Pantai Jungwok. Secara megaskopis batuan teralterasi ini berwarna abu-abu terang hingga kehijauan dengan kenampakan fisik masih seperti batuan asalnya. Dari hasil analisa sayatan tipis menunjukkan bahwa batuan tersusun oleh mineral kuarsa, plagioklas, mineral lempung, klorit, epidot dan mineral opak. Kehadiran mineral penciri alterasi yaitu klorit dan epidot tidak terlalu signifikan, sehingga batuan ini teralterasi lemah klorit±epidot (propilitik lemah).

Tipe Endapan

Alterasi dan mineral yang ditemukan pada daerah penelitian dapat menentukan karakteristik endapan mineral tertentu. Pada daerah penelitian alterasi yang berkembang antara lain alterasi silika vuggy – silika masif (silisifikasi kuat), alterasi kuarsa-dikit-alunit (silisifikasi – argilik lanjut), alterasi kaolin-ilit-kuarsa (argilik) dan alterasi klorit lemah epidot (propilitik lemah). Alterasi-alterasi tersebut merupakan karakteristik alterasi pada endapan sulfidasi tinggi. Selain itu ditemukan juga mineral dikit, jarosit, enargit yang terbentuk pada kondisi pH rendah. Mineralisasi bijih di daerah penelitian hadir berupa mineral sulfida pirit, kalkopirit dan enargit. Plot pada diagram log ƒS2 -1000/T (cf.

(4)

tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa mineralisasi di daerah penelitian merupakan system epitermal sulfidasi tinggi (HS epithermal system).

Kesimpulan

Secara stratigrafi litologi penyusun daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan batuan yaitu intrusi dasit, lava andesit dan secara tidak selaras diatasnya berupa satuan batugamping. Struktur geologi yang berkembang berupa sesar geser sinistral. Berdasarkan pendekatan morfologi dan volkanostratigrafi daerah penelirian dapat dibagi menjadi fasies sentral dan proksimal. Menurut Vessel dan Davies (1981) fasies sentral dicirikan dengan asosiasi lubah lava, tubuh batuan beku intrusi dangkal yang memiliki tekstur porfiritik hingga fanerik. Fasies proksimal sendiri dicirikan asosiasi berupa perselingan aliran lava dan bataun aliran piroklastik kasar. Daerah penelitian sendiri tersusun oleh litologi intrusi dasit, lava andesit dan dibeberapa tempat ditemukan breksi autoklastik serta batugamping. Daerah dengan litologi intrusi dasit yaitu Gunung batur yang secara jelas merupakan fasies sentral dari suatu gunungapi, sedangkan daerah dengan litologi lava andesit dan breksi autoklastik merupakan fasies proksimal.

Alterasi yang ditemui pada daerah penelitian antara lain alterasi silika vuggy – silika masif (silisifikasi kuat), alterasi kuarsa-dikit-alunit (silisifikasi – argilik lanjut), alterasi kaolin-ilit-kuarsa (argilik) dan alterasi klorit±epidot (propilitik lemah). Alterasi silika-dikit-alunit dicirikan dengan kehadiran mineral lempung dikit dan alunit. Mineral bijih yang ditemui antara lain adalah pirit dan kalkopirit. Alterasi silika-kaolin-illit dicirikan oleh kehadiran mineral lemung kaolin dan illit. Alterasi ini terjadi pada lava andesit. Mineral bijih yang ditemui antara lain pirit. Alterasi klorit±epidot dicirikan oleh kehadiran klorit dan sedikit epidot Alterasi ini terjadi di lava andesit dan intrusi dasit. Data geokimia bijih dari 3 sampel batuan teralterasi menujukkan kadar emas dan tembaga bervariasi yaitu 0.008 - 0.41 g/t Au dan 14 – 78 g/t Cu, sedangkan dari ketiga sampel tersebut tidak terdeteksi adanya kandungan perak (Ag). Kadar emas dan tembaga tertinggi berada pada batuan terlaterasi silika masif-vuggy. Mengacu pada karakteristik mineralogi, tekstur bijih, geokimia bijih dan kaitannya dengan fasies gunungapi, maka mineralisasi di Gunung Batur (Wediombo) diinterpretasikan sebagai sistem epitermal sulfidasi tinggi (HS epithermal system).

Daftar Pustaka

Arribas, Antonio Jr., 1995, Characteristicsof HighSulfidation EpithermalDeposits, And Their Relaiton To Magmatic Fluid, Mineral Resources Department, Geological Survey of Japan,l-l-3 Higashi, Tsukuba 305, Japan.

Bronto, Sutikno., 2007, Asal Usul Pembentukan Gunung Baturdi di daerah Wediombo, Gunung Kidul, Yogyakarta, Jurnal Geologi Indonesia.

Corbett, G.J. and Leach, T.M., 1996, SW Pasific Rim Gold and Cooper System (Structure, Alteration, and Mineralization), CMS New Zealand Ltd., Auckland.

Einaudi, M.T., Hadenquist, J.W., Inan, E.E., 2003, Sulphidation State of Fluids in Active and Extinct Hydrothermal Systems: Translation from Porphyry to Epithermal Environtments. Published Society Economic Geologist and Geochemical Society, vol. 10.

Evans, A. M., 1993. Ore Geology and Industrial Minerals., 3rd Edition. Blackwell Scientific Publications, Oxford, 398 p.

Hedenquist, J., W., 2000, Exploration for Epithermal Gold Deposits. Gold in 2000: Review in Economic Geology, vol. 13.

(5)

Sillitoe, R H, 1999.,Styles of High-Sulphidation Gold, Silver and Copper Mineralisation in Porphyry and Epithermal Environments.Bali,Indonesia, 35 p.

Surono., Budianto T., Ignatius S.,1992, Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

White, N.C. and Hedenquist, J.W., 1995. Epithermal Gold Deposits: Styles, Characteristic and Exploration. Published in SEG Newsletter, 1995, No. 23, pp. 1, 9-13.

Van Bemmelen, R.S., 1949, The Geology of Indonesia, v. II, Economic Geology: The Hague, Government Printing Office, 265 p.

(6)

Gambar 1. Klasifikasi batuan vulkanik di daerah Wediombo berdasarkan diagram TAS

(cf. Le Bas dkk., 1986)

Gambar 2. Singkapan alterasi vuggy silica-masif (a) dan conto setangan batuan teralterasi

vuggy silica-masif (b)

(7)

Gambar 4. Fotomikrograf dari batuan yang teralterasi argilik (a & c nikol sejajar, b & d

nikol silang). (Ket: clay=mineral lempung, opq=mineral opak, qz=kuarsa)

Gambar 5. Fotomikrograf mikroskopi bijih pada batuan yang teralterasi

(8)

Gambar 6. Singkapan batuan teralterasi kaolin-ilit-kuarsa di dekat tempat parkiran wisata

Pantai Wediombo (kiri) dan pada tebing paling Barat dari Pantai Wediombo (kanan)

Gambar 7. High sulfidation state ( ) dari mineralisasi hidrotermal di daerah penelitin

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi batuan vulkanik di daerah Wediombo berdasarkan diagram TAS (cf. Le Bas dkk., 1986)
Gambar 5. Fotomikrograf mikroskopi bijih pada batuan yang teralterasi kuarsa-dikit- kuarsa-dikit-alunit yang menujukan kehadiran pirit (py), hematit (hem), enargit (eng) dan kalkpirit (ccp)
Gambar 6. Singkapan batuan teralterasi kaolin-ilit-kuarsa di dekat tempat parkiran wisata Pantai Wediombo (kiri) dan pada tebing paling Barat dari Pantai Wediombo (kanan)

Referensi

Dokumen terkait

 Berdasarkan asosiasi mineral ubahan pada daerah penelitian, maka zona ubahan dibagi menjadi antara lain Zona Alterasi Monmorilonit dan Zona Alterasi Klorit.  Daerah

Hubungan alterasi dengan mineralisasi pada daerah penelitian berdasarkan model endapan Lowell-Guilbert (1995, Dalam Pirajno, 2009), seperti pada Gambar 2, daerah

Dari hasil penentuan zona alterasi yang terdiri dari alterasi silisifikasi, alterasi argilik lanjut, alterasi argilik, dan alterasi propilitik serta keseluruhan kumpulan

Citra Landsat yang telah dilakukan menunjukkan hubungan yang cukup baik antara sebaran mineral alterasi hidrotermal terhadap potensi bahan mineral tambang di daerah

dijumpai berupa bongkah-bongkah besar di daerah sebaran granit, keterdapatan endapan pasir kuarsa dan kuarsit dijumpai berupa arenit kuarsa malihan (kuarsit dan silika)

a) : hadirnya mineral alterasi berupa klorit dan pirit pada beberapa singkapan alaupun masih terlihat intensitas lemah. Kaolinit WX yang hadir mengikuti pola tertentu, dimana

Zona alterasi hidrotermal yang berkembang di daerah penelitian adalah alterasi propilitik (epidot-serisit-kalsit).Mineral-mineral bijih yang utama adalah mineral

Karakteristik karakteristik fisik dan optis mineral-mineral alterasi yang dijumpai pada sayatan tipis batuan di daerah penelitian diketahui melalui kenampakan fisik