• Tidak ada hasil yang ditemukan

Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika No.2 Bulaksumur Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika No.2 Bulaksumur Yogyakarta"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

GEOLOGI, ALTERASI DAN MINERALISASI ENDAPAN EPITERMAL

SULFIDASI TINGGI DI DAERAH WONOTIRTO DAN SEKITARNYA,

KABUPATEN BLITAR, PROVINSI JAWA TIMUR, INDONESIA

Salma Difa Masti1, Arifudin Idrus1*,

1Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika No.2 Bulaksumur Yogyakarta

*Corresponding Author: arifidrus@ugm.ac.id

ABSTRAK. Secara fisiografi daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami aspek geologi dan karakteristik endapan mineral di daerah penelitian yang difokuskan pada aspek tipe alterasi dan mineralisasi bijih. Metode penelitian yang digunakan adalah pemetaan geologi yang meliputi data litologi dan struktur geologi, serta pemetaan alterasi dan mineralisasi bijih. Analisis petrografi, XRD, mikroskopi bijih, dan FA-AAS dilakukan untuk mengkarakterisasi mineralogi alterasi, mineral bijih, dan kadar logam. Daerah penelitian disusun oleh litologi berupa andesit porfiri, tuf, breksi monomik, breksi polimik, dan batugamping (grainstone). Andesit porfiri, tuf, breksi monomik, dan breksi polimik merupakan satuan batuan bagian dari Formasi Mandalika (Oligosen akhir - Miosen Awal). Intrusi yang berumur Miosen Awal menyebabkan batuan samping (Formasi Mandalika) mengalami alterasi hidrotermal. Tipe alterasi hidrotermal yang berkembang meliputi alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor, alterasi kuarsa-paragonit-ilit, alterasi smektit-kuarsa, alterasi epidot-klorit, dan alterasi klorit-kalsit/kalsedon. Alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor terbentuk pada satuan andesit porfiri dan tuf. Alterasi kuarsa-paragonit-ilit terbentuk pada satuan andesit porfiri, tuf, dan breksi monomik, alterasi smektit-kuarsa dan alterasi epidot-klorit terbentuk pada satuan andesit porfiri. Alterasi klorit-kalsit/kalsedon terbentuk pada satuan breksi polimik dan tuf. Struktur geologi yang mengontrol mineralisasi berupa sesar geser dekstral turun berarah tenggara – barat laut dan silisifikasi yang berarah timur laut – barat daya. Mineralisasi dominan terjadi secara diseminasi pada tipe alterasi kuarsa-alunit-diaspor (mengisi vug), pada breksi monomik dan polimik, serta pada urat kuarsa dengan ketebalan 1 cm. Mineralisasi bijih yang dijumpai adalah pirit (FeS2) dan pada beberapa sampel

mengandung emas (Au) sebesar 0.01 ppm. Umumnya mineral logam yang hadir telah mengalami oksidasi sangat kuat. Adapun mineral oksida yang hadir meliputi hematit drussy dan powdery (Fe2O3) serta jarosit powdery (KFe3+3(OH)6(SO4)2). Berdasarkan tipe alterasi dan

mineral bijih yang hadir, disimpulkan bahwa tipe endapan daerah penelitian merupakan endapan epitermal sulfidasi tinggi yang bersifat dangkal. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam eksplorasi endapan mineral di Zona Pegunungan Selatan Jawa Timur.

Kata kunci: Geologi, Alterasi, Mineralisasi, Epitermal Sulfidasi Tinggi, Zona Pegunungan Selatan Jawa Timur

(2)

1079

I. PENDAHULUAN

Pulau Jawa bagian timur saat ini sedang menarik perhatian para geologis tambang untuk dikaji mengenai potensi endapan mineralnya. Pulau Jawa bagian timur termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan dimana beberapa formasi penyusunnya telah mengalami alterasi hidrotermal karena terobosan magma yang lebih muda (Bemmelen, 1949; Smyth dkk., 2008; Widodo dan Simanjuntak, 2002).

Daerah penelitian berada di Desa Wonotirto, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Peneliti terdahulu, Widodo (2018), melakukan penelitian menggunakan metode

TerraSpec High Resolution dan menyimpulkan bahwa tipe endapan daerah Wonotirto adalah endapan epitermal sulfidasi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami aspek geologi dan karakteristik endapan mineral di daerah penelitian yang difokuskan pada aspek tipe alterasi dan mineralisasi bijih dengan menggunakan metode yang berbeda dari penelitian sebelumnya.

II. GEOLOGI REGIONAL

Secara fisiografis daerah Wonotirto, Kabupaten Blitar, termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan Jawa bagian timur (van Bemmelen, 1949). Secara stratigrafi menurut Syarifudin dan Hamidi (1992) daerah penelitian tersusun oleh formasi Mandalika Formasi mandalika (Oligosen akhir – Miosen awal) yang tersusun atas lava andesit-basal, latit porfiri, riolit, dan dasit. Kemudian terendapkan anggota tuf formasi mandalika (Oligosen akhir – Miosen awal) yang tersusun atas tuf kaca, tuf kristal, tuf breksi dan pumis. Formasi ini terbentuk saling menjari dengan formasi Mandalika. Kedua formasi ini kemudian diterobos oleh intrusi dasit yang diperkirakan berumur Miosen awal. Di atas formasi tersebut diendapkan secara tidak selaras formasi campurdarat (Miosen awal) yang tersusun atas batugamping kristalin dengan sisipan batulempung. Formasi wonosari (Miosen tengah – Miosen akhir) tersusun atas batugamping koral, batugamping lempungan-tufan-pasiran, napal, batulempung hitam bergambut. Adapun struktur geologi yang berkembang di daerah Wonotirto dan sekitarnya berupa kelurusan-kelurusan yang berarah relatif utara timur laut – selatan barat daya. Blok-blok sesar berkembang di bagian tenggara lokasi penelitian (Syafrudin dan Hamidi, 1992).

III. METODOLOGI

Untuk mencapai tujuan penelitian, penulis melakukan metode penelitian berupa pemetaan geologi pada skala 1:25000 dan analisis laboratorium. Metode analisis laboratorium yang dilakukan berupa analisis petrografi, analisis mikroskopi bijih, analisis X-Ray Diffraction (XRD), dan analisis Fire Assay – Atomic Absorption Spectrophotometry (FA-AAS). Analisis petrografi, mikroskopi bijih dan XRD dilakukan di Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada sedangkan analisis FA-AAS dilakukan di PT. Intertek Indonesia.

(3)

IV. HASIL DAN PENELITIAN 1. Geologi Daerah Penelitian

Morfologi daerah penelitian terbagi menjadi dua yaitu satuan perbukitan intrusi berlereng curam dan satuan perbukitan karst berlereng sedang (lihat Gambar 1.). Pola penyaluran yang berkembang di daerah penelitian yaitu pola penyaluran sub paralel dan pola penyaluran dendritik. Penulis mengelompokan struktur geologi daerah penelitian berdasarkan hubungannya dengan proses mineralisasi. Penamaan struktur geologi dibuat berdasarkan klasifikasi jenis struktur oleh Rickard (1972). Struktur geologi syn mineralisasi daerah penelitian berupa sesar geser dekstral turun yang berarah tenggara – barat laut dan urat/silisifikasi yang berarah timur laut – barat daya sedangkan struktur post mineralisasi berupa sesar geser sinistral turun berarah timur laut – barat daya, sesar geser sinistral naik yang berarah timur laut – barat daya, dan sesar geser sinistral yang berarah tenggara – barat laut. Litologi penyusun daerah penelitian adalah satuan andesit porfiri kemudian secara tidak selaras terbentuk satuan tuf, satuan breksi monomik dan breksi polimik. Kemudian diendapkan secara tidak selaras satuan batugamping. Satuan andesit porfiri, tuf, breksi monomik, dan breksi polimik mengalami alterasi hidrotermal sedangkan batugamping tidak mengalami alterasi hidrotermal (lihat Gambar 2.).

2. Alterasi Hidrotermal

Berdasarkan hasil pengamatan petrografi dan data XRD, tipe alterasi hidrotermal yang berkembang di daerah penelitian terbagi menjadi 5 (lihat Gambar 3.) yaitu alterasi kuarsa-alunit-pirofilit, alterasi kuarsa-paragonit-ilit, alterasi smektit-kuarsa, alterasi epidot-klorit, dan alterasi klorit-kalsit/kalsedon.

Pelamparan alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor hanya dijumpai secara setempat. Kenampakan di lapangan (lihat Gambar 5.), batuan alterasi ini memiliki tekstur masif atau berlubang (vuggy). Adapun mineral penciri alterasi ini adalah kuarsa sekunder, alunit, dan pirofilit (lihat Gambar 8.). Mineral lainyang hadir berupa diaspor. Berdasarkan hasil XRD, jenis alunit yang hadir adalah natroalunit (lihat Gambar 11.). Intensitas alterasi terjadi secara total sehingga batuan induk (host rock) tidak dapat diketahui.

Zona tipe alterasi kuarsa-paragonit-ilit melampar paling luas hampir sekitar 30% daerah penelitian. Di lapangan (lihat Gambar 5.) kenampakan batuan alterasi ini masih mengandung kuarsa yang dominan namun mineral lempung mulai hadir menyusun batuan alterasi. Paragonit dan ilit merupakan penciri tipe alterasi ini. Adapun berdasarkan data XRD, mineral lain yang muncul berupa alunit dan diaspor (lihat Gambar 8. dan Gambar 12.). Satuan andesit porfiri, satuan tuf, dan satuan breksi monomik mengalami tipe alterasi ini.

Tipe alterasi smektit-kuarsa dapat ditemukan di bagian utara dan bagian tengah daerah penelitian yang secara lateral berdampingan dengan zona alterasi kuarsa-paragonit-ilit. Di lapangan (lihat Gambar 6.), mineral lempung mendominasi penyusun

(4)

1081

(lihat Gambar 9. dan Gambar 13.). Batuan induk dari tipe alterasi ini adalah andesit porfiri dan tuf.

Tipe alterasi epidot-klorit memiliki pelamparan yang sempit dan terbatas pada bagian barat daerah penelitian. Di lapangan (lihat Gambar 6.) batuan alterasi ini tampak masih segar. Hal ini disebabkan karena alterasi hidrotermal terjadi secara selektif dimana plagioklas dan klinopiroksen masih dapat diidentifikasi dengan jelas dan mengalami penggantian menjadi epidot atau klorit (lihat Gambar 9.). Mineral penciri alterasi ini adalah epidot. Adapun batuan induk tipe alterasi ini adalah andesit porfiri.

Tipe alterasi klorit-kalsit/kalsedon dapat di temukan di utara dan selatan bagian barat daerah penelitian. Mineral penciri alterasi ini berupa interlayering klorit-ilit, kalsit, dan atau kalsedon (lihat Gambar 10. dan Gambar 14.). Batuan alterasi yang mengandung kalsit dijumpai di bagian selatan pada satuan tuf sedangkan yang mengandung kalsedon hadir di bagian utara pada satuan breksi polimik (lihat Gambar 7.).

3. Mineralisasi

Tidak banyak mineral logam yang dijumpai di daerah penelitian. Pirit adalah satu-satunya mineral logam yang hadir di daerah penelitian (lihat Gambar 11.). Pirit hadir secara diseminasi pada breksi polimik, mengisi vug pada batuan alterasi kuarsa

-alunit-diaspor dan hadir dalam bentuk urat berukuran 1 cm. Berdasarkan hasil data FA-AAS (lihat Tabel 1.) pada batuan yang mengalami mineralisasi, menunjukan bahwa terdapat kandungan emas (Au) sebesar 0.01 ppm. Keterdapatan mineral logam sulit ditemukan di lokasi penelitian karena mineral logam telah mengalami proses oksidasi membentuk mineral-mineral oksida seperti jarosit (dominan) dan hematit. Di lapangan, kenampakan jarosit memiliki tekstur powdery sedangkan hematit memiliki tekstur

drussy dan powdery (tekstur dominan). Adapun peta sebaran mineral oksida daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

V. DISKUSI 1. Tipe Endapan

Berdasarkan hasil kompilasi mengenai karakteristik tipe endapan menurut Corbett dan Leach (1997), dan Sillitoe (1999), bahwa tipe endapan daerah penelitian adalah endapan epitermal sulfidasi tinggi yang bersifat dangkal (lihat Tabel 1.). Salah satu aspek karakteristik endapan pada daerah penelitian yaitu tipe alterasi, menunjukan kesamaan dengan pola tipe alterasi endapan epitermal sulfidasi tinggi yang diajukan oleh Arribas (1995). Dalam model endapan Arribas (1995), alterasi kuarsa atau silisifikasi menjadi pusat alterasi sekaligus sebagai jalur utama fluida hidrotermal bereaksi dengan batuan dinding. Kemudian ke arah lateral, tipe alterasi berubah secara gradual membentuk alterasi argilik lanjut, alterasi argilik, dan alterasi propilitik. Corbett dan Leach (1997) menyebutkan bahwa alterasi argilik lanjut tersusun oleh kelompok mineral kaolin, alterasi argilik diwakili oleh kelompok mineral ilit, dan alterasi propilitik diwakili oleh kehadiran klorit atau epidot. Kedua pola ini terlihat pada tipe alterasi yang berkembang di daerah penelitian yaitu (urutan dari

(5)

pusat ke tepi) alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor, alterasi kuarsa-paragonit-ilit, alterasi smektit-kuarsa, alterasi epidot-klorit, alterasi klorit-kalsit/kalsedon.

Keterdapatan pirit di daerah penelitian bukan menjadi penciri suatu tipe endapan karena pirit dapat terbentuk pada berbagai kedalaman (Corbett dan Leach, 1997). Tetapi umumnya markasit dan melnikovit-pirit hadir pada kedalaman yang dangkal (Corbett dan Leach, 1997). Mineralisasi di daerah penelitian dapat dijumpai pada tipe alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor, sebagai pengisi kekar (urat), dan pada breksi polimik. Umumnya pirit hadir secara diseminasi. Adapun berdasarkan analisis FA-AAS, daerah penelitian mengandung emas sebesar 0.01 ppm.

2. Kontrol Geologi

Proses alterasi dan mineralisasi daerah penelitian dikontrol oleh struktur geologi dan litologi. Kontrol struktur geologi tampak sangat memengaruhi proses alterasi dan mineralisasi daerah penelitian sebab host rock yang dominan hadir yaitu andesit porfiri merupakan batuan yang impermeable. Struktur geologi syn mineralisasi diidentifikasi melalui struktur yang terisi mineral logam dapat berupa kekar terisi (urat) atau sesar, dan orientasi alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor (diasumsikan sebagai pusat alterasi utama). Adapun struktur syn mineralisasi daerah penelitian berupa sesar geser dekstral turun berarah tenggara – barat laut dan urat/silisifikasi yang berarah timur laut – barat daya.

Keterdapatan breksi monomik dan polimik di daerah penelitian menambah permeabilitas batuan sehingga kehadiran keduanya mengontrol proses alterasi dan mineralisasi. Hal ini ditunjukan adanya pirit yang terbentuk secara diseminasi pada tubuh breksi polimik dan hematit drussy yang terbentuk pada tubuh breksi monomik. VI. KESIMPULAN

Morfologi daerah penelitian terbagi menjadi dua yaitu satuan perbukitan intrusi dan satuan perbukitan karst. Adapun litologi penyusun dari tua ke muda adalah satuan andesit porfiri, satuan tuf, satuan breksi monomik, satuan breksi polimik dan satuan batugamping. Adapun struktur geologi yang mengontrol alterasi hidrotermal dan mineralisasi berupa silisifikasi berarah timur laut – barat daya dan sesar geser dekstral turun berarah tenggara – barat laut. Tipe alterasi hidrotermal yang berkembang yaitu alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor, alterasi kuarsa-paragonit-ilit, alterasi smektit-kuarsa, alterasi epidot-klorit, dan alterasi klorit-kalsit/kalsedon. Mineralisasi daerah penelitian terjadi secara diseminasi pada breksi polimik, mengisi vug pada batuan alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor, dan pada urat kuarsa. Mineral logam yang hadir adalah pirit, dan selebihnya mineral logam telah teroksidasi membentuk jarosit bertekstur powdery (dominan) dan hematit bertekstur powdery dan drussy (minor). Adapun kandungan emas (Au) di daerah penelitian sebesar 0.01 ppm. Berdasarkan karakteristik alterasi dan mineralisasi disimpulkan bahwa tipe endapan daerah penelitian adalah endapan epitermal sulfidasi tinggi yang bersifat dangkal.

(6)

1083

ACKNOWLEDGEMENT

Penelitian ini sebagian dibiayai melalui Hibah Penelitian Skripsi S1 Departemen Teknik Geologi FT-UGM 2019 dan Hibah Program RTA (Rekognisi Tugas Akhir) 2019 dari Universitas Gadjah Mada yang diberikan kepada penulis pertama dengan Nomor Kontrak 3339/UN1/DITLIT/DIT-LIT/LT/2019. Terima kasih atas bantuan dana penelitian dan dukungan semua pihak.

REFERENSI

Arribas Jr., A., 1995, Characteristics of High-Sulfidation Epithermal Deposits, and Their Relation to Magmatic Fluid dalam Thompson, J.F.H., 1995, Magmas, Fluids, and Ore Deposits, Mineralogical Association of Canada Short Course Vol. 23.

Corbett, G., Terry, L., 1997, Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure, Alteration, and Mineralization, Short Course Manual.

Hall, R., 2002, Cenozoic Geological and Plate Tectonic Evolution of SE Asia and the SW Pacific: computer-based reconstructions, model, and animations, Journal of Asian Earth Sciences 20 p. 353-431, Elsevier Science Ltd.

Rickard, M.J., 1972, Fault Classification – Discussion, Geological Society of America Bulletin, v. 83, p.2545-2546.

Sillitoe, R.H., 1999, Styles of High Sulfidation Gold, Silver and Copper Mineralisation in Porphyry and Epithermal Environments, Pacrim, Bali.

Sjarifudin, M.Z., Hamidi, S., 1992, Peta Geologi Lembar Blitar, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Smyth, H.R., Robert, H., Gary, J.N., 2008, Cenozoic Volcanic Arc History of East Java, Indonesia: The Stratigraphic Record of Eruptions on an Active Continental Margin, Special Paper, The Geological Society of America.

Widodo, B., Akhmad, S., Andi, K., 2018, Studi Alterasi Hidrotermal dengan Analisis Spektral Daerah Wonotirto dan Sekitarnya, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Program Studi Teknik Geologi FT Universitas Pakuan, Bogor (Tidak diterbitkan).

Widodo, W., Sahat, S., 2002, Hasil Kegiatan Eksplorasi Mineral Logam Kerjasama Teknik Asing Daerah Pegunungan Selatan Jawa Timur (JICA/MMAJ – Jepang) dan Cianjur (KIGAM – Korea), Kolokium Hasil Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM).

(7)

Tabel 1. Hasil analisis kadar emas (FA-AAS) di daerah penelitian dalam satuan ppm.

Tabel 2. Perbandingan karakteristik tipe endapan epitermal sulfidasi tinggi daerah penelitian dengan karakteristik endapan menurut Corbett dan Leach (1997) dan Sillitoe (1999).

Karakteristi k Endapan

Corbett dan Leach

(1997) Sillitoe (1999) Lokasi Penelitian

Kedalaman

paleosurface Dangkal Dangkal Dangkal

Tipe alterasi (dari pusat ke tepi) Kuarsa-alunit, kelompok mineral kaolin (pirofilit-dickite-kaolinit), kelompok mineral ilit (serisit, ilit, smektit), klorit-karbonat atau epidot/aktinolit-albit-klorit-karbonat pada kondisi lebih dalam

Silisifikasi (mayoritas) atau vuggy quartz, kuarsa-alunit, dickite-pirofilit Alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor, kuarsa-paragonit-ilit, smektit-kuarsa, klorit-kalsit/kalsedon, epidot-klorit Mineral bijih Markasit, Melnikovit-pirit Kovelit, Tellurides Pirit

Jenis logam As, Sb, Au, Te Ag, Hg, Au Au

Style mineralisasi

Mengisi vug, mengisi kekar (sebagai urat),

dan pada tubuh

breksi

Diseminasi/veinlet

Mengisi vug pada

alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor, mengisi kekar (sebagai urat), dan pada breksi polimik

Au1

Au2

Au3

Batas Deteksi

0,01

0,01

0,01

FA51/AA FA51/AA FA51/AA

Kode Sampel

SDM 10

0,01

0,01

SDM/24/1

<0.01

SDM/24/2

0,01

(8)

1085

Gambar 1. Peta geomorfologi daerah penelitian

(9)
(10)

1087

(11)

Gambar 4. Peta sebaran mineral oksida beserta tekstur mineral.

Gambar 5. Singkapan batuan alterasi alunit-pirofilit (kiri) dan batuan alterasi kuarsa-paragonit-ilit (kanan).

(12)

1089

Gambar 6. Singkapan batan alterasi smektit-kuarsa (kiri) dan batuan alterasi epidot-klorit (kanan).

(13)

Gambar 8. Fotomikrograf dari batuan alterasi kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor (atas) dan batuan alterasi kuarsa-paragonit-ilit (bawah).

(14)

1091

Gambar 10. Fotomikrograf dari batuan alterasi klorit-kalsit/kalsedon.

Gambar 11. Hasil pengamatan mikroskopi bijih menunjukan keterdapatan pirit dan hematit (kiri: nikol sejajar, kanan: nikol bersilang).

(15)
(16)

1093

(17)
(18)

1095

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis kadar emas (FA-AAS) di daerah penelitian dalam satuan ppm.
Gambar 1. Peta geomorfologi daerah penelitian
Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian.
Gambar 3. Peta alterasi daerah penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berlatihlah untuk memperkuat pemahaman kalian tentang materi yang dipelajari pada Aktivitas 1.3 dengan mengerjakan tugas berikut.. Suatu jenis bakteri akan membelah diri

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan mengenai minuman energi serbuk, iklan, pengaruh teman (peer group), motivasi

Pada konsentrasi yang tinggi, asam akan lebih banyak mendegradasi komponen polisakarida serat menjadi mole- kul yang lebih kecil dan bersifat lebih larut.. Secara alami

Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-11/PB/2016 tanggal 5 Februari 2016 tentang Batas Maksimum Pencairan Dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Penerimaan

sehingga penelitian dan penulisan yang kami sampai untuk untuk dapat diuji adalah “ Upaya peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Think Pair Share ( TPS

Dari penjabaran para ahli mengenai definisi dari event marketing diatas, maka dapat disimpulkan bahwa event marketing merupakan kegiatan promosi untuk kepentingan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang muncul adalah terdapat hubungan negatif yang tidak signifikan antara

Suatu keunggulan kompetitif tercapai bila perusahaan mampu dan dapat menampilkan aktivitas-aktivitas rantai nilai seperti pengembangan teknologi pemasaran dan