• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : pemahaman konsep, reaksi redoks, sel Volta, sel elektrolisis, tes diagnostik two tier.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci : pemahaman konsep, reaksi redoks, sel Volta, sel elektrolisis, tes diagnostik two tier."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

MENGGALI PEMAHAMAN MAHASISWA KIMIA ANGKATAN TAHUN PERTAMA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG DALAM POKOK BAHASAN ELEKTROKIMIA MENGGUNAKAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK

TWO- TIER

Evi Yulistia Heriyana, Sri Rahayu, Prayitno Universitas Negeri Malang

Email: chemevi@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif untuk menggali pemahaman mahasiswa kimia angkatan tahun pertama tentang elektrokimia menggunakan instrumen diagnostik two-tier. Subjek penelitian adalah 48 mahasiswa kimia angkatan tahun pertama. Instrumen yang digunakan adalah tes diagnostik two–tier berjumlah 50 soal. Secara umum pemahaman mahasiswa tentang elektrokimia tergolong cukup. Ditemukan dua puluh jenis miskonsepsi yang dialami oleh subjek penelitian, salah satu yang menonjol adalah Jika jembatan garam diganti dengan kawat Pt maka sel Volta tidak dapat bekerja karena yang melewati kawat Pt hanya arus listrik saja tanpa ada aliran ion.

Kata kunci : pemahaman konsep, reaksi redoks, sel Volta, sel elektrolisis, tes diagnostik two–tier.

ABSTRACT: This research was descriptive research to identify 1st chemistry college students’ understanding of electrochemistry using the two-tier diagnostic instrument. Subjects are 48 1st year chemistry college students. Instrument used in this research is 50 items two-tier diagnostic test. Generally, college students’ understanding of electrochemistry can be classified as sufficient. There are twenty misconceptions held by the research subjects such as if the salt bridge in Voltaic cell is replaced with Pt wire, the Voltaic cell won’t work because there is only electric current passing through the wire without the movement of ions.

Key Words: concepts understanding, redox reaction, Voltaic cell, Electrolytic cell, two–tier diagnostic test.

Ilmu kimia sebagai ilmu yang mempelajari materi dan perubahan-perubahan yang dialaminya (Chang dan Overby, 2011:4). Tujuan mempelajari kimia adalah agar dapat memahami konsep-konsep yang ada dalam ilmu kimia dan selanjutnya dapat mengaplikasikan konsep-konsep tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan (Bowen dan Bunce, 1997). Berdasarkan tujuan tersebut, maka pemahaman yang benar tentang konsep-konsep kimia merupakan hal yang sangat penting.

Untuk dapat memahami konsep-konsep dalam ilmu kimia, siswa harus menguasai aspek makroskopis, sub-mikroskopis (molekuler), dan simbolik (Johnstone dalam Taber, 2013). Aspek submikroskopis dan simbolik merupakan dua aspek yang menggambarkan bahwa hal- hal yang dipelajari dalam ilmu kimia bersifat abstrak sehingga tidak dapat dialami secara langsung dan nyata (Gabel, 1999; Lee, 1999; Effendy, 2002; Nahum, Hofstein, Naaman dan Bar-Dov, 2004; Chandrasegaran, Treagust dan Mocerino, 2007). Selain bersifat abstrak, konsep dalam kimia juga berurutan dan berjenjang (Kean dan Middlecamp,1985:5). Apabila mahasiswa mengalami kesulitan pada salah satu konsep dasar, maka terdapat kemungkinan mahasiswa mengalami kesulitan terhadap konsep yang lebih kompleks.

(2)

2

Dalam membangun pengetahuan siswa secara aktif memilih dan menyusun informasi-informasi untuk membentuk struktur konsep (Garnett dan Treagust, 1992(a):1080). Jika konsep yang dikonstruksi oleh siswa berbeda dengan pemahaman yang umumnya dimiliki oleh masyarakat ilmiah maka siswa tersebut mengalami miskonsepsi (Effendy, 2002:1). Miskonsepsi yang ada dalam diri siswa sangat sulit untuk dihilangkan (Hamzah, 2007:142). Menurut Taber (dalam Tüysüz, 2009:626) miskonsepsi yang ada dalam diri siswa harus diidentifikasi sehingga dapat dilakukan metode untuk membantu siswa memperbaiki konsep-konsep tersebut.

Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa elektrokimia merupakan salah satu materi kimia di sekolah yang sering menimbulkan miskonsepsi. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Garnett dan Treagust (1992), Sanger dan Greenbowe (1997), Rahayu, dkk (2011), dan Sia, Treagust dan Chandrasegaran (2012).Penelitian yang dilakukan oleh Ogude dan Bradley (dalam Sanger, 1997) serta Özkaya, Üce dan Şahin (2003) juga menunjukkan adanya miskonsepsi dalam pokok bahasan elektrokimia di perguruan tinggi. Hasil dari penelitian Ogude dan Bradley (dalam Sanger, 1997) menunjukkan bahwa terdapat mahasiswa yang masih kesulitan dalam memahami konsep elektrolisis walaupun telah mendapatkan pengajaran kimia di universitas selama satu tahun. Sedangkan penelitian Özkaya, Üce dan Şahin (2003) menunjukkan cukup banyak mahasiswa calon guru (pre-service teacher) yang kurang memahami konsep dalam sel volta dan sel elektrolisis.

Salah satu metode untuk mengidentifikasi pemahaman dan miskonsepsi pada mahasiswa adalah mengguakan instrumen tes diagnostik two-tier. Tes diagnostik two-tier merupakan tes pilihan ganda yang terdiri dari dua tahap (tier) pilihan. Tier pertama berisi sejumlah pilihan jawaban, sedangkan tier kedua berisi sejumlah pilihan alasan untuk jawaban yang yang dipilih tersebut (Tuysuz, 2009: 627). Jenis instrumen ini pertama kali dikembangkan oleh Treagust. Instrumen diagnostik two-tier dapat mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh tes pilihan ganda biasa.

Untuk itu peneliti bermaksud melakukan penelitan dalam pokok bahasan tersebut dengan judul “Penerapan Instrumen Diagnostik Two- Tier untuk Menggali Pemahaman Mahasiswa Kimia Angkatan Tahun Pertama FMIPA Universitas Negeri Malang dalam Pokok Bahasan Elektrokimia”

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Subjek penelitian adalah 48 mahasiswa angkatan tahun 2012 jurusan kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Instrumen dalam penelitian adalah tes diagnostik two-tier multiple choice yang terdiri dari 50 item soal. Pilihan jawaban dan alasan pada soal tes diagnostik two-tier diperoleh dari kajian literatur, tes terbuka dan wawancara tidak terstruktur terhadap sebagian mahasiswa.

Langkah-langkah dalam penyusunan instrumen adalah menentukan cakupan konsep yang akan diteliti, melakukan kajian liteeratur tentang miskonsepsi, menyusun dan menyebarkan tes terbuka dan penyusunan dan validasi instrumen tes diagnostik two-tier.

Proses pengumpulan data terbagi menjadi dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap pengumpulan data. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menentukan pemahaman dan mengidentifikasi miskonsepsi mahasiswa kimia angkatan tahun pertama pada konsep-konsep dalam pokok bahasan elektrokimia.

(3)

3

Pemahaman mahasiswa pada pokok bahasan elektrokimia ditentukan berdasarkan persentase jawaban benar mahasiswa. Miskonsepsi yang dialami mahasiswa ditentukan berdasarkan konsistensi jawaban salah pada mahasiswa dengan pola tertentu untuk soal-soal yang berpasangan dan kesalahan jawaban mahasiswa yang serupa dengan miskonsepsi yang pernah dilaporkan pada jurnal-jurnal penelitian untuk soal-soal yang tidak berpasangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemahaman Mahasiswa pada Konsep Elektrokimia

Pemahaman mahasiswa dalam konsep elektrokimia disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Pemahaman Mahasiswa

Pemahaman Mahasiswa Persentase (%)

Sangat tinggi 8,33

Tinggi 33,33

Sedang 16,67

Rendah 35,42

Sangat rendah 6,25

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa 8,33% mahasiswa memiliki pemahaman yang sangat tinggi, 33,33% mahasiswa memiliki pemahaman yang tinggi dan 16,67% mahasiswa memiliki pemahaman yang sedang. Selanjutnya sebanyak 35,42% mahasiswa memiliki pemahaman yang rendah. Sedangkan mahasiswa yang memiliki pemahaman sangat rendah sebanyak 6,25%.

B. Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Elektrokimia 1. Reaksi Redoks

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep reaksi redoks disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek Reaksi Redoks

No Aspek Jawaban Mahasiswa (%) Rata-rata (%)

1 Penulisan Persamaan Reaksi Redoks 97,92

78,47

2 Bilangan Oksidasi 87,50

3 Spontanitas Reaksi Redoks 50,00

Berdasarkan Tabel 2 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep reaksi redoks sebesar 78,47% dan angka ini tergolong baik.

2. Prinsip Sel Volta

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep prinsip sel Volta disajikan pada Tabel 3.

(4)

4

Tabel 3. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Prinsip Sel Volta

No Aspek Jawaban Mahasiswa

(%)

Rata-rata (%) 1 Prinsip Kerja Sel Volta 48,96

68,21

2 Notasi Sel Volta 86,47

Berdasarkan Tabel 3 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep prinsip sel Volta sebesar 68,21% dan angka ini tergolong baik.

3. Arah Aliran Elektron dan Ion pada Sel Volta

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep aliran elektron dan ion dalam sel Volta tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Aliran Elektron dan Ion padaSel Volta

No Aspek Jawaban Mahasiswa

(%)

Rata-rata (%) 1 Aliran Elektron dalam Sel Volta 56,25

54,69 2 Aliran Ion dalam Sel Volta 53,13

Berdasarkan Tabel 4 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep aliran elektron dan ion pada sel Volta sebesar 54,69% dan angka ini tergolong cukup.

4. Fungsi Jembatan Garam

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep fungsi jembatan garam disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Fungsi Jembatan Garam

No Aspek Jawaban Mahasiswa

(%)

Rata-rata (%) 1 Pengaruh Larutan Elektrolit dalam Jembatan Garam 69,73

49,45 2 Pengaruh Jembatan Garam terhadap Kinerja Sel Volta 29,17

Berdasarkan Tabel 5 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep fungsi jembatan garam sebesar 49,45% dan angka ini tergolong cukup.

5. Elektroda pada Sel Volta

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep elektroda pada sel Volta disajikan pada Tabel 6.

(5)

5

Tabel 6. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Elektroda pada Sel Volta

No Aspek Jawaban Mahasiswa

(%)

Rata-rata (%)

1 Jenis Elektroda 35,42

40,02 2 Penentuan Anoda dan Katoda pada Sel Volta 34,38

3 Muatan dan Reaksi di Anoda dan Katoda pada sel Volta 52,78 4 Tempat Berlangsungnya Reaksi Redoks 37,50

Berdasarkan Tabel 6 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep elektroda pada sel Volta sebesar 40,02% dan angka ini tergolong rendah.

6. Potensial Reduksi Standar

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep potensial reduksi standar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Potensial Reduksi Standar

No Aspek Jawaban Mahasiswa (%) Rata-rata

(%) 1 Cara Memperoleh E0suatu Unsur 54,17

65,63 2 Kecenderungan Reaksi Berdasarkan Harga E0 77,09

Berdasarkan Tabel 7 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemhanaman tentang aspek-aspek dalam konsep potensial reduksi standar sebesar 65,63% dan angka ini tergolong baik.

7. Prinsip Sel Elektrolisis

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep prinsip elektrolisis disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Prinsip Sel Elektrolisis

No Aspek Jawaban Mahasiswa (%) Rata-rata

(% 1 Prinsip Kerja Sel Elektrolisis 51,04

52,08 2 Larutan Elektrolit dalam Sel Elektrolisis 53,13

Berdasarkan Tabel 8 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang mamiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep prinsip elektrolisis sebesar 52,08% dan angka ini tergolong cukup.

8. Elektroda pada Sel Elektrolisis

Persentase mahasiswa yang memahami mahasiswa konsep elektroda pada sel elektrolisis dapat dilihat pada Tabel 9.

(6)

6

Tabel 9. Persentase Pemahaman Konsep Elektroda pada Sel Elektrolisis

No Aspek Jawaban Mahasiswa (%)

1 Elektroda pada Sel Elektrolisis 46,11

Berdasarkan Tabel 9 diketahui jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang konsep elektroda pada sel elektrolisis sebesar 46,11% angka ini tergolong cukup.

9. Arah Aliran Elektron dan Ion pada Sel Elektrolisis

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep aliran elektron dan ion dalam sel elektrolisis dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Aliran Elektron dan Ion pada Sel Elektrolisis

No Aspek Jawaban Mahasiswa (%) Rata-rata

(%) 1 Aliran Elektron dalam Sel Elektrolisis 41,67

39,58 2 Aliran Ion dalam Sel Elektrolisis 37,50

Berdasarkan Tabel 10 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep aliran elektron dan ion pada sel elektrolisis sebesar 39,85% dan angka ini tergolong rendah.

10. Hasil Elektrolisis

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep hasil elektrolisis dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Hasil Elektrolisis

No Aspek Jawaban

Mahasiswa (%)

Rata-rata (%) 1 Elektrolisis Larutan Elektrolit 46,89

49,66 2 Elektrolisis Lelehan Elektrolit 51,05

3 Konsentrasi Larutan dalam Proses Elektrolisis 51,04

Berdasarkan Tabel 11 diketahui rata-rata jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep hasil elektrolisis sebesar 49,66% dan angka ini tergolong cukup.

11. Aplikasi Sel Volta dan Sel Elektrolisis

Persentase mahasiswa yang memahami aspek-aspek dalam konsep aplikasi sel Volta dan sel elektrolisis dapat dilihat pada Tabel 12.

(7)

7

Tabel 12. Persentase Pemahaman Aspek-Aspek dalam Konsep Aplikasi Sel Volta dan Sel Elektrolisis

No Aspek Jawaban Mahasiswa (%) Rata-rata (%) 1 Baterai 34,42 46,36 2 Pencegahan Perkaratan Logam 54,17

3 Anoda dan Katoda pada Proses Elektroplating 47,92 4 Anoda dan Katoda pada Proses Elektrorefining 47,92

Berdasarkan Tabel 12 diketahui rata-rata mahasiswa yang mamiliki pemahaman tentang aspek-aspek dalam konsep aplikasi sel Volta dan sel elektrolisis sebesar 46,36% dan angka ini tergolong cukup.

C. Miskonsepsi yang Dialami Mahasiswa pada Konsep Elektrokimia 1. Reaksi Redoks

Sebanyak 22,92% mahasiswa menganggap endapan yang terbentuk di pemukaan paku pada reaksi redoks antara paku besi dengan larutan CuSO4 adalah akibat ion Cu2+

yang menempel pada paku. Penjelasan yang lebih tepat untuk peristiwa tersebut adalah atom Fe pada paku besi teroksidasi (melepaskan 2 elektron) lalu masuk ke larutan elektrolit. Elektron-elektron tersebut kemudian ditangkap oleh ion Cu2+ dari larutan untuk membentuk atom Cu. Atom Cu lalu mengendap di permukaan baku besi (Chang, 2011:116). Miskonsepsi ini serupa dengan hasil penelitian Barke, Hazari, dan Yitbarek (2009) yaitu 22% siswa SMA di Jerman tidak dapat membedakan spesi yang menempel pada permukaan paku adalah atom Cu, senyawa CuSO4 ataukah ion-ion Cu2+.

2. Aliran Elektron dan Ion pada Sel Volta

Sebanyak 16,67% mahasiswa menganggap elektron mengalir dari anoda ke katoda melalui larutan elektrolit. Miskonsepsi serupa pernah dilaporkan oleh Garnett dan Treagust (1992a,b), Sanger dan Greenbowe (1997a,b), Özkaya, Üce dan Şahin (2003), serta Rahayu, Treagust, Chandrasegaran, Kita dan Ibnu (2011) yakni elektron dapat mengalir melewati larutan. Menurut Garnett dan Treagust (1992b:1082) konsep yang tepat adalah elektron dihasilkan dari reaksi oksidasi di anoda mengalir menuju katoda melalui kawat penghantar. Dalam Garnett dan Treagust (1992a: 124) disebutkan bahwa arus listrik timbul akibat pergerakan partikel bermuatan (elektron atau ion). Aliran elektron terjadi di dalam logam sementara aliran ion terjadi di larutan elektrolit. Dengan demikian elektron tidak dapat mengalir melalui larutan elektrolit.

Sebanyak 16,67% mahasiswa menganggap bahwa larutan elektrolit di setengah sel reduksi (katoda) akan kelebihan muatan positif sehingga dapat menarik anion dari anoda atau mengalirkan kation penyebab timbulnya muatan positif tersebut ke anoda. Miskonsepsi ini juga pernah dilaporkan oleh Rahayu, Treagust, Chandrasegaran, Kita dan Ibnu (2011). Konsep yang lebih tepat adalah larutan elektrolit di setengah sel reduksi (katoda) akan kelebihan muatan negatif sehingga akan menarik kation ke katoda sedangkan larutan elektrolit di anoda akan kelebihan muatan positif sehingga menarik anion (Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:921).

(8)

8

Sebanyak 56,25% mahasiswa beranggapan jika jembatan garam diganti dengan kawat Pt maka sel Volta tidak dapat bekerja karena yang melewati kawat Pt hanya arus listrik saja tanpa ada aliran ion. Mahasiswa sudah memahami bahwa saat jembatan garam diganti dengan kawat Pt maka sel Volta akan berhenti beroperasi karena tidak ada penetralan muatan ion-ion di katoda dan anoda. Konsep yang lebih tepat adalah sel Volta tidak dapat bekerja karena dalam kawat Pt tidak ada aliran ion untuk menetralkan muatan di anoda dan katoda. Dalam Garnett dan Treagust (1992a:124).

Miskonsepsi mengenai aliran listrik yang secara kontinu melelwati kawat Pt yang dijadikan pengganti jembatan garam sesuai dengan hasil penelitian Özkaya, Üce dan Şahin (2003) yaitu 36 dari 92 mahasiswa calon guru menganggap bahwa sel Volta tetap akan menghasilkan listrik saat jembatan garam diganti dengan kawat Pt karena kawat Pt dapat menghantarkan arus listrik.

4. Elektroda pada Sel Volta

Sebanyak 20,83% mahasiswa menganggap bahwa anoda dan katoda pada sel Volta ditentukan berdasarkan harga E0 reaksi antara elektroda dengan larutan elektrolit di setengah sel. Konsep yang benar adalah anoda dan katoda pada sel Volta ditentukan berdasarkan reaksi yang terjadi pada elektroda tesebut (Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:922). Jika elektrodanya termasuk elektroda aktif (soal nomor 5) anoda dan katoda dapat ditentukan berdasarkan harga E0 reduksinya. Elektroda dengan E0 reduksi lebih negatif akan menjadi anoda dan elektroda dengan E0 reduksi lebih positif menjadi katoda. Jika elektrodanya inert (soal nomor 10) maka anoda dan katoda ditentukan berdasarkan harga E0 reduksi spesi yang bereaksi dalam sel Volta. Elektroda yang berada dalam larutan elektrolit spesi yang E0 reduksi lebih negatif akan menjadi anoda dan elektroda lainnya sebagai katoda.

Miskonsepsi lain yang ditemukan berkaitan dengan tempat berlangsungnya reaksi redoks di sel Volta adalah sebanyak 22,92% mahasiswa menganggap bahwa pada sel Volta reaksi redoks terjadi di dalam larutan elektrolit karena dalam larutan elektrolit terdapat ion-ion. Dan 16,67% mahasiswa beranggapan bahwa pada sel Volta reaksi redoks terjadi di dalam kabel dan jembatan garam karena adanya aliran elektron. Konsep yang lebih tepat adalah elektroda merupakan konduktor listrik yang dicelupkan ke dalam larutan elektrolit dan permukaannya merupakan tempat terjadinya setengah reaksi oksidasi dan setengah reaksi reduksi (Garnett dan Treagust, 1992b:1082). Miskonsepsi ini serupa dengan hasil penelitian Rahayu, Treagust, Chandrasegaran, Kita dan Ibnu (2011) dan Özkaya, Üce dan Şahin (2003).

5. Potensial Reduksi Standar

Sebanyak 29,17% mahasiswa menganggap E0 reduksi unsur ditetapkan dengan cara membuat sel Volta yang tersusun dari setengah sel hidrogen dan setengah sel unsur yang diukur, karena E0 reaksi antara H+ dan H2 dengan unsur lain ditetapkan sebagai standar

normal. Miskonsepsi serupa pernah dilaporkan oleh Sanger dan Greenbowe (1997) serta Özkaya, Üce dan Şahin (2003) yaitu potensial standah hidrogen dipilih sebagai standar normal untuk mengukur poensial reduksi standar unsur-unsur lain karena sifat-sifat kimia dri H+ dan H2. Konsep yang lebih tepat adalah elektroda hidrogen digunakan untuk

menentukan harga E0 reduksi unsur lain karena potensial reduksi H+ menjadi H2 dan

potensial oksidasi H2 menjadi H+ dipilih sebagai standar normal (Jesperson, Brady dan

(9)

9

6. Prinsip Sel Elektrolisis

Sebanyak 16,67% mahasiswa menganggap bahwa pada sel elektrolisis reaksi redoks dapat terjadi akibat elektron yang mengalir dari kutub negatif baterai menuju ke elektroda yang terhubung ke kutub positif baterai. Miskonsepsi tersebut serupa dengan miskonsepsi yang pernah dilaporkan oleh Sanger dan Greenbowe (1997) yaitu siswa menganggap pada baterai elektron mengalir dari kutub negtif ke kutub positif. Konsep yang tepat untuk menjelaskan prinsip kerja sel elektrolisis adalah reaksi redoks terjadi karena baterai sebagai sumber energi berfungsi sebagai pemompa elektron dalam sel elektrolisis yang mensuplai elektron ke katoda dan menarik elektron dari anoda (Silberberg, 2010:952).

Sebanyak 16,67% mahasiswa beranggapan bahwa larutan HCl dalam sel elektrolisis akan terurai menjadi ion-ionnya lalu ion H+ akan bergabung membentuk H2 atau tereduksi

di elektroda positif. Konsep yang tepat adalah larutan elektrolit terdiri dari ion-ion serta molekul pelarut yang kemudian bersaing untuk mengalami reaksi oksidasi di anoda dan reaksi reduksi di katoda (Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:955). Miskonsepsi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rahayu, Treagust, Chandrasegaran, Kita dan Ibnu (2011) yaitu 71,7% siswa SMA di Jepang dan 57,7% siswa SMA di Indonesia tidak memahami bahwa larutan HCl encer adalah elektrolit sehingga mengandung ion H+ dan Clˉ. Sia, Treagust dan Chandrasegaran (2012) juga melaporkan miskonsepsi serupa yaitu kurang dari 20% siswa mengalami miskonsepsi tentang ion-ion yang ada pada larutan elektrolit.

7. Elektroda pada Sel Elektrolisis

Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep ini adalah sebanyak 22,92% mahasiswa menganggap bahwa elektroda yang terhubung dengan kutub positif baterai adalah katoda dan elektroda yang terhubung ke kutub negatif baterai adalah anoda. Penjelasan yang tepat adalah pada elektroda positif terjadi reaksi oksidasi karena elektron dilepaskan oleh anion dan baterai mensuplai elektron ke elektroda negatif melalui kawat penghantar untuk digunakan dalam reaksi reduksi (Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:952). Jadi elektroda positif adalah anoda dan elektroda negatif adalah katoda. Miskonsepsi serupa juga muncul pada penelitian yang dilakukan oleh Garnett dan Treagust (1992b), Sanger dan Greenbowe (1997) dan Özkaya, Üce dan Şahin (2003) yakni siswa menganggap pada sel elektrolisis muatan pada kutub-kutub baterai tidak mempengaruhi reaksi di elektroda.

8. Aliran Elektron dan Ion pada Sel Elektrolisis

Miskonsepsi yang ditemukan pada aspek aliran elektron dalam sel elektrolisis adalah sebanyak 16,67% mahasiswa menganggap elektron dihasilkan di elektroda positif kemudian tertarik menuju elektroda negatif melalui larutan karena larutan mengandung kation yang dapat menghantarkan elektron. Penjelasan yang benar adalah saat suplai energi listrik diberikan ke sel elektrolisis reaksi kimia mulai terjadi. Di elektroda positif terjadi reaksi oksidasi yang menghasilkan elektron. Elektron tersebut tertarik ke kutub positif baterai melalui kabel/kawat penghantar, kemudian baterai mengalirkan elektron melalui kabel/kawat penghantar ke elektroda negatif tempat terjadinya reaksi reduksi (Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:952). Miskonsepsi tersebut serupa dengan miskonsepsi yang pernah dilaporkan oleh Garnett dan Treagust (1992b), Sanger dan Greenbowe (1997) serta Özkaya, Üce dan Şahin (2003) yakni siswa menganggap elektron bisa melalui larutan elektrolit karena tertarik oleh ion-ion yang ada di larutan.

Pada aspek aliran ion-ion pada sel elektrolisis ditemukan dua miskonsepsi. Miskonsepsi pertama adalah sebanyak 18,78% mahasiswa menganggap elektroda yang

(10)

10

terhubung ke kutub positif baterai adalah anoda dan muatannya negatif sehingga menarik kation dari larutan. Miskonsepsi kedua adalah sebanyak 20,83% mahasiswa beranggapan bahwa elektroda yang terhubung ke kutub negatif baterai adalah anoda dan muatannya positif sehingga menarik anion dari larutan. Konsep yang benar adalah anoda pada sel elektrolisis bermuatan positif sehingga menarik anion dari elektrolit dan katoda pada sel elektrolisis bermuatan negatif sehingga menarik kation dari elektrolit (Garnett dan Treagust, 1992b:1083). Miskonsepsi tersebut serupa dengan miskonsepsi yang pernah dilaporkan oleh Garnett dan Treagust (1992b), Sanger dan Greenbowe (1997) serta Özkaya, Üce dan Şahin (2003) yakni siswa menganggap pada sel elektrolisis muatan pada kutub-kutub baterai tidak mempengaruhi elektroda mana yang berfungsi sebagai anoda dan katoda. Miskonsepsi tersebut juga serupa dengan hasil penelitian Sia, Treagust dan Chandrasegaran (2012) yaitu kurang dari 20% siswa yang memahami konsep anoda dan katoda pada sel elektrolisis.

9. Produk Elektrolisis

Miskonsepsi yang ditemukan pada aspek penentuan produk elektrolisis larutan elektrolit adalah sebanyak 20,83% mahasiswa menganggap dalam elektrolisis larutan elektrolit, spesi dengan E0 reduksi lebih negatif akan tereduksi di katoda dan spesi dengan

E0 reduksi lebih positif akan teroksidasi di anoda. Konsep yang tepat adalah spesi dengan

E0 reduksi lebih positif akan tereduksi di katoda dan spesi dengan E0 reduksi lebih negatif akan teroksidasi di anoda (Silberberg, 2010:742). Mahasiswa yang mengalami miskonsepsi ini sebenarnya memahami bahwa produk elektrolisis di anoda dan katoda dapat diprediksi berdasarkan harga E0 reduksi spesi yang terlibat dalam proses elektrolisis namun gagal memahami spesi mana yang lebih berpotensi untuk bereaksi. Miskonsepsi ini serupa dengan miskonsepsi yang pernah dilaporkan oleh Garnett dan Treagust (1992b). Hasil penelitian Sia, Treagust dan Chandrasegaran (2012) juga menunjukkan bahwa hanya ada kurang dari 20% siswa yang memahami konsep produk elektrolisis larutan elektrolit.

Miskonsepsi lain yang juga ditemukan pada aspek produk elektrolisis lelehan elektrolit adalah 18,75% mahasiswa menganggap dalam elektrolisis lelehan elektrolit kation dari elektrolit akan tertarik ke anoda untuk dioksidasi. Jumlah mahasiswa yang mengalami miskonsepsi ini konsisten dengan jumlah mahasiswa yang mengalami miskonsepsi tentang aliran ion di sel elektrolisis (pembahasan pada nomor 9). Hasil penelitian Sia, Treagust dan Chandrasegaran (2012) juga menunjukkan bahwa hanya ada kurang dari 20% siswa yang memahami konsep produk elektrolisis lelehan elektrolit. Miskonsepsi ini juga serupa dengan miskonsepsi yang pernah dilaporkan Garnett dan Treagust (1992) yaitu siswa menganggap anoda bermuatan negatif sehingga menarik kation dan katoda bermuatan positif sehingga menarik anion.

Pada aspek konsentrasi ion-ion dalam larutan elektrolit pada proses elektrolisis ditemukan miskonsepsi yaitu sebanyak 20,83% mahasiswa menganggap dalam elektrolisis larutan yang mengandung anion sisa asam oksi molekul air akan berkurang karena dioksidasi di anoda dan menyebabkan ion sisa asam oksi bertambah banyak. Konsep yang tepat adalah ion sisa asam oksi seperti ion SO42ˉ dan NO3ˉ tidak teroksidadi di anoda karena

atom pusat pada ion tersebut memiliki biloks tertinggi. Ion-ion tersebut akan menjadi ion spektator dan tidak berubah jumlahnya (Silberberg 2010:743, Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:956). Hasil penelitian Sia, Treagust dan Chandrasegaran (2012) juga menunjukkan

(11)

11

bahwa hanya ada kurang dari 20% siswa yang memahami konsep perubahan konsentrasi dari larutan elektrolit selama proses elektrolisis.

10. Aplikasi Sel Volta dan Sel Elektrolisis

Miskonsepsi yang ditemukan pada aspek aplikasi sel Volta dalam baterai yaitu 22,92% mahasiswa menganggap reaksi redoks pada baterai hanya akan terjadi saat baterai dipasang dalam alat elektronik. Baterai adalah aplikasi konsep sel Volta di kehidupan nyata (Silberberg, 2010:947). Reaksi pada sel Volta merupakan reaksi redoks yang spontan, maka reaksi yang terjadi pada baterai juga spontan.

Analisis jawaban mahasiswa pada aspek perkaratan pada logam menunjukkan adanya miskonsepsi yaitu 27,08% mahasiswa menganggap Cr dapat melindungi Fe dari karat karena Cr lebih mudah tereduksi. Konsep yang benar adalah tujuan utama pelapisan besi oleh logam lain adalah mencegah terjadinya perkaratan. Untuk itu besi harus dilapisi oleh unsur yang lebih mudah teroksidasi (Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:929)

Pada aspek elektroplating ditemukan miskonsepsi yakni 16,67% mahasiswa beranggapan bahwa elektroda negatif pada proses elektroplating akan teroksidasi dan melepaskan kation dan elektron ke larutan yang kemudian direduksi di elektroda positif. Konsep yang lebih tepat adalah elektroda yang akan teroksidasi adalah elektroda yang terhubung ke elektroda positif baterai (Jesperson, Brady dan Hyslop, 2012:952). Maka logam yang akan digunakan sebagai pelapis seharusnya dihubungkan dengan kutub positif baterai/sumber arus. Persentase mahasiswa yang mengalami miskonsepsi ini cukup konsisten dengan persentase mahasiswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep elektroda dalam sel elektrolisis (22.92%).

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman mahasiswa pada konsep reaksi redoks, prinsip sel Volta dan potensial reduksi standar tergolong tinggi, pemahaman mahasiswa pada konsep aliran elektron dan ion pada sel Volta, fungsi jembatan garam, prinsip sel elektrolisis, hasil elektrolisis dan aplikasi sel Volta dan sel elektrolisis tergolong cukup dan pemahaman mahasiswa pada konsep elektroda pada sel Volta dan aliran elektron and ion pada sel elektrolisis tergolong rendah. Ditemukan 20 jenis miskonsepsi yang dialami oleh lebih dari 16% subjek penelitian.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan sebagai berikut. 1. Berkaitan dengan banyaknya miskonsepsi yang ditemukan pada mahasiswa, dosen

diharapkan menerapkan metode pembelajaran yang lebih berpusat pada mahasiswa, salah satunya adalah metode inkuiri atau inkuiri terbimbing.

2. Mahasiswa diharapkan bisa berperan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran diantaranya dengan cara lebih sering berdiskusi dengan teman sebaya maupun dosen. Metode pembelajaran yang sesuai adalah metode cooperative learning.

3. Instrumen diagnostik two-tier dapat digunakan secara beriringan dengan suatu metode pembelajaran sehingga pemahaman mahasiswa tetang materi dalam ilmu kimia dapat ditingkatkan.

(12)

12

4. Dalam proses penyusunan instrumen hendaknya peneliti selanjutnya lebih banyak melakukan kajian literatur dan menyebarkan tes terbuka serta wawancara agar didapatkan respon yang lebih bervariasi sehingga instrumen yang dihasilkan lebih efektif dalam mengidentifikasi tingkat pemahman dan miskonsepsi yang dimiliki mahasiswa.

DAFTAR RUJUKAN

Bowen, C. W. dan Bunce, D. M. 1997. Testing for Conceptual Understanding in General Chemistry. The Chemical Educator, 2 (2): 1-17.

Chandrasegaran, A. L., Treagust D. F. and Mocerino, M. 2007. The Development of aTwo-tier Multiple-Choice Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Ability to Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation. Chemistry Education Research and Practice, 8 (3): 293-307.

Chang, R. and Overby, J. 2011. General Chemistry: The Essential Concepts (sixth edition). New York: McGraw-Hill Companies.

Effendy. 2002. Upaya untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media Komunikasi Kimia, 6(2):1-22.

Gabel, D.1999. Improving Teaching and Learning through Chemistry Education Research: A Look to the Future. Journal of Chemical Education, 76 (4): 548-554.

Garnett, P. J. dan Treagust, D. F. 1992a. Conceptual Difficulties Experienced by Senior High School Students of Electrochemistry: Electric Current and Oxidation-Reduction Equations. Journal of Research In Science Teaching, 29 (2): 121-142. Garnett, P. J. dan Treagust, D. F. 1992b. Conceptual Difficulties Experienced by Senior

High School Students of Electrochemistry: Electrochemical (Galvanic) and Electrolytic Cells. Journal of Research In Science Teaching, 29 (10): 1079-1099. Hamzah, K. M. dan Wickman, Per-Olof. 2008. Beyond Explanations: What Else Do

Students Need to Understand Science? Science Education, 93 (6):141-164. Jesperson, N. D., Brady, J. E. dan Hyslop, A. 2012. Chemistry: The Molecular Nature of

Matter 6th Edition. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.

(13)

13

Lee, K-W L. A 1999. Comparison of University Lecturers’ and Pre-Service Teachers Unserstanding of A Chemical Reaction at The Particulate Level. Jounal of

Chemical Education, 76 (7): 1008-1012.

Nahum, T. L., Hofstein, A., Naaman, R. M., dan Dov, Z. B. 2004. Can Final Examination Amplify Student`s Misconceptions in Chemistry? Chemistry Education Research

and Practice, 5 (3): 301-325.

Taber, K. S. 2013. Revisiting The Chemistry Triplet: Drawing Upon the Nature of Chemical Knowledge and The Psychology of Learning to Inform Chemistry Education. Chemistry Education Research and Practice, 14: 156-168. Özkaya, A. R., Üce M. dan Şahin, M. 2003. Prospective teachers’ Conceptual

Understanding of Electrochemistry: Galvanic and Electrolytic Cells. University

Chemistry Education, 7:1-11.

Rahayu, S., Treagust, F. D, Chandrasegara, A.L., Kita, M. dan Ibnu, S. 2011. Assesment of Electrochemical Concepts: A Comparative Study Involving Senior High-School Students in Indonesia and Japan. Research in Science and Technological Education, 29 (2):167-185.

Sanger, M. J. dan Greenbowe, T. J. 1997. Common Students Misconception in Electrochemistry: Galvanic, Electrolytic, and Concentration Cells. Journal of

Research in Science Teaching, 34 (4): 377-398.

Sia, D. T., Treagust, D. F., Chandrasegaran, A.L. 2012. High School Students’ Proficiency and Confidence Levels in Displaying Their Understanding of Basic Electrolysis Concepts. International Journal of Mathematics and Science Education, 10 (6): 1325-1345.

Silberberg, S. M. 2010. Priciples of General Chemistry. New York: McGraw-Hill Tüysüz, C. 2009. Development of Two-Tier instrument and Assess Students`

Referensi

Dokumen terkait