• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGALI PEMAHAMAN SISWA SMA PADA KONSEP LARUTAN PENYANGGA MENGGUNAKAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK TWO-TIER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGGALI PEMAHAMAN SISWA SMA PADA KONSEP LARUTAN PENYANGGA MENGGUNAKAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK TWO-TIER"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGALI PEMAHAMAN SISWA SMA

PADA KONSEP LARUTAN PENYANGGA MENGGUNAKAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK TWO-TIER

Muhammad Ali Kurniawan, Prayitno, Yahmin Universitas Negeri Malang

Email: muhammadalikurniawan@rocketmail.com

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk menggali pemahaman dan miskonsepsi siswa SMA pada

konsep larutan penyangga. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dekriptif. Sebagai subjek penelitian 111 siswa kelas XI IPA. Instrumen penelitian menggunakan tes diagnostik two-tier yang terdiri dari 32 soal. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa tersebut di atas tergolong rendah. Selain itu, ditemukan 14 miskonsepsi terhadap larutan penyangga, diantaranya yang menonjol adalah siswa beranggapan bahwa [H+] atau [OH] ditentukan oleh

perbandingan asam lemah/basa lemah dengan garamnya.

Kata Kunci: pemahaman konsep, miskonsepsi, larutan penyangga, instrumen diagnostik two-tier ABSTRACT: The purpose of this research is to explore the understanding and misconceptions of

high school students to the concept of buffer solution. This research uses a descriptive research design. As asubject of research are 111 students of class XI IPA. Research instrument uses a two-tier diagnostic test consisting of 32 questions. The results showed that students’ understanding is low. In addition there are14 misconceptions of the buffer solution, among which stands out is that students assume that [H+] or [OH-] is determined by the ratio of weak acid/weak base with its salt. Key Words: conceptual understanding, misconceptions, buffer solution, a two-tier diagnostic

instrument

Ilmu kimia merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat materi, struktur materi, perubahan materi, hukum dan prinsip yang mendeskripsikan perubahan materi, serta konsep dan teorinya (Effendy, 2007:1). Menurut Johnstone (dalam Orgill dan Sutherland), untuk memahami ilmu kimia diperlukan kemampuan untuk menggambarkan tiga representasi yaitu makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Namun pada kenyataannya banyak siswa yang tidak memahami dan tidak dapat menggunakan ketiga representasi (makroskopis, submikroskopis, dan simbolik)dalam menjelaskan suatu fenomena(Talanquer, 2010:180). Oleh karena itu, kimia sering disebut sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit.

Orgill dan Sutherland (2008:132) melaporkan bahwa guru cenderung lebih memfokuskan pada aspek perhitungan daripada konseptual dalam menjelaskan materi kimia. Akibatnya siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep-konsep dalam kimia dengan benar. Kesulitan ini menyebabkan siswa memiliki pemahaman yang bermacam-macam terhadap konsep kimia. Diantara pemahaman tersebut, ada beberapa pemahaman yang tidak sesuai dengan pandangan masyarakat ilmiah yang disebut dengan miskonsepsi. Berg (dalam Effendy, 2002:14) menyebutkan bahwa miskonsepsi sulit diperbaiki, sering kali mengganggu, dan terjadi pada siswa yang pandai maupun yang kurang. Siswa yang mengalami miskonsepsi akan mengalami kesulitan dalam menghubungkan konsep yang dimiliki dengan konsep-konsep selanjutnya. Oleh karena itu, guru harus mengatahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa sehingga mampu mengadakan proses belajar yang sesuai dengan konsep awal yang dimiliki siswa.

Ilmu kimia mengandung konsep yang berurutan dan berjenjang (Kean dan Middlecamp, 1985:5). Menurut Nakhleh (1992:191), jika siswa tidak memahami konsep dasarnya, maka siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang lebih kompleks. Apabila siswa

(2)

mengalami miskonsepsi pada salah satu konsep dasar, maka kemungkinan munculnya miskonsepsi pada konsep yang lebih kompleks akan semakin besar.

Materi larutan penyangga merupakan salah satu materi kimia yang banyak mengandung konsep yang kompleks. Untuk dapat memahami larutan penyangga, siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep yang mendasarinya yaitu konsep asam basa dan kesetimbangan. Apabila siswa mengalami miskonsepsi pada konsep asam basa dan kesetimbangan maka kemungkinan besar siswa juga mengalami miskonsepsi pada konsep larutan penyangga. Hasil penelitianOrgill dan Sutherland (2008) menunjukkan adanya miskonsepsi pada konsep larutan penyangga, yaitu siswa menganggap semakin kuat asam basa pembentuk suatu penyangga maka semakin besar kapasitas suatu penyangga. Selain itu,siswa yakin bahwa larutan penyangga dapat dibuat dari campuran asam basa tanpa melihat kekuatan asam maupun basa. Pemahaman seperti ini bisa juga terjadi pada siswa SMA di Indonesia. Pembelajaran yang berpusat pada guru dan penekanan pada aspek hitungan memungkinkan rendahnya pemahaman dan timbulnya miskonsepsi pada siswa.

Banyak cara untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa, misalnya melalui teknik wawancara dan tes tertulis (Tüysüz, 2009:626). Salah satu instrumen yang telah digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi dengan menggunakan tes tertulis adalah tes diagnostik two-tier yang dikembangkan oleh Treagust (1988). Instrumen diagnostik ini terdiri dari 2 lapis (tier). Lapis (tier) pertama berisi pilihan jawaban atas pokok soal, sedangkan lapis (tier) kedua berisi pilihan alasan untuk jawaban yang dipilih.Melalui tes diagnostik two-tier dapat diketahui alasan jawaban siswa sehingga guru mengetahui dengan tepat letak miskonsepsi siswa. Informasi mengenai miskonsepsi siswa tersebut dapat digunakan guru dalam merencanakan strategi belajar mengajar yang sesuai, referensi yang cocok serta evaluasi yang tepat untuk meningkatkan pemahaman siswa.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Menggali Pemahaman Siswa SMA pada Konsep Larutan Penyangga Menggunakan Instrumen Diagnostik Two-Tier”. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pemahaman dan mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas XI SMA.

METODE

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemahaman dan miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMA kelas XI berdasarkan jawaban pada tes diagnostik two-tier maupun wawancara. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 dengan subjek penelitian 111 orang siswa SMA kelas XI.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik two-tieryang terdiri dari 32 soal. Langkah-langkah dalam penyusunan intrumen ini meliputi penentuan cakupan konsep dalam bentuk peta konsep, kajian literatur miskonsepsi, penyusunan dan penyebaran tes terbuka, serta validasi instrumen. Setelah divalidasi, instrumen diujicobakan untuk mengetahui validitas butir soal, taraf kesukaran, daya beda, dan reliabilitasnya.

Tahap pengumpulan data terbagi menjadi tahap pelaksanaan tes dan kegiatan wawancara yang dilakukan setelah tes. Selanjutnya data yang diperoleh di analisissecara deskriptif untuk mengetahui pemahaman dan miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap analisis data meliputi mengoreksi jawaban siswa, pemberian skor 1 untuk benar dan 0 untuk salah, mempersentase total skor yang diperoleh tiap siswa terhadap skor total yang mungkin diperoleh siswa, mempersentase tiap pilihan jawaban dan alasan, dan menentukan

(3)

besarnya persentase kombinasi pemilihan jawaban dan alasan yang konsisten salah untuk setiap pasangan soal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemahaman Siswa pada Konsep Larutan Penyangga

Pemahaman siswa pada konsep larutan penyangga dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Pemahaman Siswa pada Konsep Larutan Penyangga Pemahaman Siswa Jumlah Siswa (%)

Sangat Baik 0,00

Baik 4,50

Cukup 22,52

Rendah 39,64

Sangat Rendah 33,33

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui sebagian besar siswa (39,64%) memiliki pemahaman yang rendah, kemudian sebanyak 33,33% siswa memiliki pemahaman yang sangat rendah. Siswa yang memiliki pemahaman cukup, sebesar 22,52%, sedangkan siswa yang memiliki pemahaman yang baik hanya sebanyak 4,5%. Tidak ada siswa yang memiliki pemahaman yang sangat baik pada konsep larutan penyangga.

B. Pemahaman Konsep dalam Larutan Penyangga

Pada bagian ini dipaparkan pemahaman konsep dalam larutan penyangga.

1. Fungsi Larutan Penyangga

Persentase jawaban benar siswa pada konsep fungsi larutan penyangga disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Soal tentang Fungsi Larutan Penyangga

Konsep Jawaban

Siswa (%) Fungsi Larutan Penyangga

 Larutan penyangga dapat mempertahankan pH pada penambahan sedikit asam atau sedikit basa.

87,39

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pemahaman konsep fungsi larutan penyangga tergolong sangat baik dengan persentase sebesar 87,39%.

2. Komposisi Larutan Penyangga

Persentase jawaban benar siswa pada konsep komposisi larutan penyangga disajikan pada Tabel 4.3 berikut ini.

(4)

Tabel 4.3Persentase Jawaban Benar Siswa padaSoal tentang Komposisi Larutan Penyangga

Konsep Jawaban

Siswa (%)

Rata-rata (%) Komposisi Larutan Penyangga

 Larutan penyangga terdiri atas asam lemah dan basa konjugasinya atau basa lemah dan asam konjugasinya.

 Spesi dalam larutan penyangga adalah molekul asam lemah atau basa lemah yang terionisasi sebagian, garamnya yang terionisasi sempurna, dan air.

52,7

22,75 37,73

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata pemahaman konsep komposisi larutan penyangga tergolong rendah dengan persentase sebesar 37,73%. Hal ini dikarenakan siswa tidak memahami aspek mikroskopis dalam larutan penyangga seperti yang ditemukan oleh Orgill dan Sutherland (2008).

3. Pembuatan Larutan Penyangga

Persentase jawaban benar siswa pada konsep pembuatan larutan penyangga disajikan pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4Persentase Jawaban Benar Siswa padaSoal tentang PembuatanLarutan Penyangga

Konsep Jawaban Siswa

(%)

Rata-Rata (%) Pembuatan Larutan Penyangga

 Larutan penyangga asam dibuat dengan mencampurkan asam lemah dengan mol berlebih dan basa kuat.

 Larutan penyangga basa dibuat dengan mencampurkan basa lemah dengan mol berlebih dan asam kuat.

 Larutan penyangga dibuat dengan mencampurkan asam/basa lemah dan garamnya.

30,18 49,1 42,34

40,54

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rata-rata pemahaman konsep pembuatan larutan penyangga tergolong cukup dengan persentase sebesar 40,54%.

4. pH Larutan Penyangga

Persentase jawaban benar siswa pada konsep pH larutan penyangga disajikan pada Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5Persentase Jawaban Benar Siswa padaSoal tentang pHLarutan Penyangga

Konsep Jawaban

Siswa (%) pH Larutan Penyangga

 [H+] atau [OH] larutan penyangga dipengaruhi oleh perbandingan

konsentrasi asam lemah/basa lemah dengan konjugasinya.

16,67

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pemahaman konsep pH larutan penyangga tergolong sangat rendah dengan persentase sebesar 16,67%. Hal ini dikarenakan siswa tidak memahami maksud dari rumus menghitung [H+] atau [OH‒] dalam larutan penyangga.

(5)

5. Pengaruh Penambahan Sedikit Asam atau Basa pada Larutan Penyangga

Persentase jawaban benar siswa pada konsep pengaruh penambahan sedikit asam atau sedikit basa pada larutan penyangga disajikan pada Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6Persentase Jawaban Benar Siswa padaSoal tentang Pengaruh Penambahan Sedikit Asam atau Basa padaLarutan Penyangga

Konsep Jawaban

Siswa (%)

Rata-rata (%) Pengaruh Penambahan Sedikit Asam atau Basa pada

Larutan Penyangga

 Penambahan sedikit asam pada larutan penyangga asam akan menggeser kesetimbangan ke arah asam lemah sehingga rasio antara asam lemah dan basa konjugasinya naik sedikit.

 Basa yang ditambahkan pada larutan penyangga asam akan bereaksi dengan H+ dan menggeser kesetimbangan ke arah

basa konjugasinya sehingga rasio antara asam lemah dan basa konjugasinya turun sedikit.

 Asam yang ditambahkan pada larutan penyangga basa akan bereaksi dengan OH‒ dan menggeser kesetimbangan ke arah asam konjugasi sehingga rasio antara basa lemah dan asam konjugasinya turun sedikit.

 Penambahan sedikit basa pada larutan penyangga basa akan menggeser kesetimbangan ke arah basa lemah sehingga rasio antara basa lemah dan asam konjugasinya naik sedikit.

22,82

21,62

21,32

24,93

22,67

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa rata-rata pemahaman konsep pengaruh penambahan sedikit asam atau basa pada larutan penyangga tergolong rendah dengan persentase sebesar 22,67%. Hal ini dikarenakan siswa tidak memahami prinsip kerja larutan penyangga.

6. Kapasitas Larutan Penyangga

Persentase jawaban benar siswa pada konsep kapasitas larutan penyangga disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7Persentase Jawaban Benar Siswa padaSoal tentang KapasitasLarutan Penyangga

Konsep Jawaban

Siswa (%)

Rata-Rata (%) Kapasitas Larutan Penyangga

 Semakin besar mol komponen penyusun larutan penyangga maka kapasitas penyangga akan semakin besar.

 Secara mikroskopis, penambahan asam pada larutan penyangga hingga melebihi kapasitas akan menyebabkan jumlah H+ dalam

larutan bertambah dan komponen basa habis.

26,13

31,53

28,83

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa rata-rata pemahaman konsep kapasitas larutan penyangga tergolong rendah dengan persentase sebesar 28,83%.

7. Fungsi Larutan Penyangga dalam Tubuh Makhluk Hidup

Persentase jawaban benar siswa pada konsep fungsi larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup disajikan pada Tabel 4.8 berikut ini.

(6)

Tabel 4.8 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Soal tentang Fungsi Larutan Penyangga dalam Tubuh Makhluk Hidup

Konsep Jawaban

Siswa (%) Fungsi Larutan Penyangga dalam Tubuh Makhluk Hidup

 Asidosis disebabkan konsentrasi H+ dalam darah meningkat. 27,03

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa pemahaman konsep fungsi larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup tergolong rendah dengan persentase sebesar 27,03%.

C. Miskonsepsi Siswa pada Konsep Larutan Penyangga

Pada bagian ini dipaparkan data jawaban siswa yang konsisten salah (miskonsepsi)pada masing-masing konsep larutan penyangga.

1. Komposisi Larutan Penyangga

Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep komposisi larutan penyangga diantaranya, sebanyak 16,2% siswa beranggapan bahwa larutan penyangga terdiri atas asam/basa kuat dan asam/basa konjugasinya. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Amarta (2011) yaitu siswa beranggapan bahwa larutan penyangga asam terdiri atas asam kuat dan garamnya. Seharusnya larutan penyangga terdiri atas asam/basa lemah dan konjugasinya (Mc Murry, Fay, dan Fantini, 2012:594). Orgill dan Sutherland (2008) menyatakan siswa kesulitan dalam membedakan asam kuat dan asam lemah terkait larutan penyangga. Kesulitan ini menjadi salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi pada siswa.

Selanjutnya, miskonsepsi lainnya yaitu sebanyak 17,1% siswa beranggapan bahwa spesi yang ada dalam larutan penyangga hanya garam dan air. Siswa beranggapan jika asam dan basa direaksikan akan menghasilkan garam dan air berapapun jumlah molnya. Siswa tidak memahami konsep pereaksi pembatas. Spesi-spesi yang ada dalam larutan penyangga adalah molekul asam/basa lemah yang terurai sebagian, garam yang terurai sempurna menjadi kation dan anion, serta air.

Selain itu, sebanyak 17,1% siswa menganggap dalam suatu larutan penyangga terdapat asam/basa lemah dengan konjugasinya. Akan tetapi, konjugasinya berasal dari penguraian dari asam/basa lemah itu sendiri. Pernyataan yang benar adalah dalam larutan penyangga terdapat asam/basa lemah dan konjugasinya yang berasal dari garamnya. Miskonsepsi ini terjadi karena siswa tidak memahami asal dari asam/basa konjugasi itu sendiri sehingga siswa membangun pemahamannya sendiri.

2. Pembuatan Larutan Penyangga

Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep pembuatan larutan penyangga diantaranya,sebanyak 27,02% siswa beranggapan bahwa larutan penyangga asam dapat dibuat dengan mencampurkan asam lemah dan basa kuat dengan konsentrasi asam lemah berlebih.Pembuatan larutan penyangga asam yang benar adalah mencampurkan larutan asam lemah dan basa kuat dengan mol asam lemah berlebih. Miskonsepsi pada konsep ini dimungkinkan karena siswa tidak membaca buku secara lengkap. Pada buku teks sering disebutkan bahwa untuk membuat larutan penyangga asam maka asam lemah harus berlebih. Penjelasan lebih lanjut biasanya menggunakan contoh. Apabila siswa tidak membaca penjelasan

(7)

dengan lengkap maka siswa akan mengalami kebingungan menentukan bagian mana yang harus berlebih.

Selain itu,sebanyak 17,1% siswa menyatakan bahwa larutan penyangga basa dibuat dengan mencampurkan basa lemah dan asam kuat dengan konsentrasi basa lemah berlebih.Hal ini dimungkinkan karena siswa kurang memahami penjelasan guru atau penjelasan yang ada pada buku teks. Siswa berpedoman pada kalimat yang menyatakan bahwa larutan penyangga basa dapat dibuat dengan mencampurkan basa lemah dan asam kuat dengan basa lemah berlebih. Kalimat ini benar, namun butuh penjelasan lebih lanjut agar siswa tidak mengalami miskonsepsi. Pada kenyataannya banyak siswa yang belum memahami cara pembuatan larutan penyangga basa. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi pada pembuatan penyangga basa.

Miskonsepsi lain yang ditemukan pada pembentukan larutan penyangga yaitu sebanyak 16,2% siswa menyatakan larutan penyangga dapat dibuat dengan mencampur asam/basa lemah dengan sembarang garam.Hal ini dapat terjadi karena siswa sering membaca buku yang menjelaskan bahwa larutan penyangga asam dibuat dengan mencampurkan asam lemah dengan garamnya, namun siswa tidak mengerti apa yang dimaksud dengan “garamnya”. Siswa menganggap kata “garamnya” memiliki pengertian yang sama dengan “garam” saja. Akibatnya ketika asam atau basa lemah dicampur dengan sembarang garam pun siswa akan menjawab terbentuk larutan penyangga. Hasil ini sejalan dengan temuan Arofah (2012) yang menyatakan bahwa siswa telah mengerti pembuatan larutan penyangga yaitu dengan mencampurkan asam lemah dan garamnya. Akan tetapi, siswa tidak mampu mendefinisikan arti dari garamnya secara tepat.

3. pH Larutan Penyangga

Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep pH larutan penyangga adalah sebanyak 39,6% siswa beranggapan bahwa konsentrasi H+ atau OH‒ dapat dihitung dengan rumus [H+] = 𝐾𝑎[𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ]

[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚] atau OH

= 𝐾𝑏[𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ]

[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚] apapun garamnya.Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Marsita, Priatmoko, dan Kusuma (2010) yang menyatakan bahwa siswa mengalami kesalahan dalam perhitungan mol asam basa konjugasi yang dipengaruhi oleh bilangan valensi terkait pH larutan penyangga. Rumus yang paling tepat untuk menghitung konsentrasi H+ atau OH- suatu larutan penyangga adalah H+ = 𝐾𝑎 [𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ]

[𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑠𝑖𝑛𝑦𝑎] atau OH ‒ =

𝐾𝑏 [𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ]

[𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑠𝑖𝑛𝑦𝑎]. Kemungkinan miskonsepsi siswa ini terjadi karena siswa tidak mengerti

maksud dari rumus tersebut. Siswa hanya memasukkan angka-angka ke dalam rumus yang ada untuk menyelesaikan soal hitungan tanpa mengerti makna dari rumus tersebut.

4. Pengaruh Penambahan Sedikit Asam atau Basa pada Larutan Penyangga

Miskonsepsi yang ditemukan adalah sebanyak 24,3% siswa beranggapan bahwa penambahan sedikit asam pada larutan penyangga asam akan meningkatkan konsetrasi H+ tanpa bereaksi dengan apapun sehingga konsentrasi asam lemah dan basa konjugasinya tetap.Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Khodaryah (2010) yang menyatakan bahwa siswa menganggap penambahan sedikit asam pada larutan penyangga akan meningkatkan konsentrasi H+ dalam larutan namun konsentrasi asam lemah dan basa konjugasinya tetap. Konsep yang benar adalah jika sedikit asam ditambahkan pada larutan penyangga asam, maka ion H+ dari asam yang ditambahkan akan bereaksi dengan komponen basa (Silberberg, 2010:634). Hal ini sama artinya dengan menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan komponen asam. Akibat penambahan

(8)

sedikit asam ini adalah peningkatan sedikit rasio konsentrasi asam lemah dan basa konjugasinya sehingga pH larutan turun sedikit. Miskonsepsi pada konsep ini disebabkan karena siswa tidak memahami cara kerja larutan penyangga. Kemungkinan siswa tidak paham karena buku pegangan siswa tidak menjelaskan bagaimana cara kerja larutan penyangga.

Miskonsepsi lain yang ditemukan adalah sebanyak 28,8% siswa menganggap penambahan sedikit basa pada larutan penyangga asam akan menurunkan H+ karena ion OH

yang ditambahkan bereaksi dengan H+, namun konsentrasi asam lemah dan basa konjugasinya tetap. Selanjutnya pH akan meningkat sedikit karena adanya penurunan H+. Menurut Mc Murry, Fay, dan Fantini (2012) jika pada larutan penyangga asam ditambahkan sedikit basa, maka akan terjadi reaksi netralisasi antara ion OH‒ dan asam lemah. Hal ini sama artinya dengan menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan komponen basa. Namun pada kenyataannya banyak siswa yang tidak mengerti sehingga mereka membangun pengetahuannya sendiri seperti yang ditemukan oleh peneliti. Miskonsepsi yang serupa juga ditemukan oleh peneliti yang lain. Khodaryah (2010) menemukan miskonsepsi pada siswa yaitu penambahan sedikit basa pada larutan penyangga asam akan meningkatkan konsentrasi OH‒ dalam larutan, namun konsentrasi asam lemah dan basa konjugasinya tetap.

Selanjtnya, sebanyak 22,25% siswa beranggapan bahwa penambahan sedikit asam pada larutan penyangga basa akan menurunkan konsentrasi OH‒ dalam larutan karena H+ yang ditambahkan bereaksi dengan OH‒, namun konsentrasi basa lemah dan asam konjugasinya tetap. Peneliti lain juga menemukan miskosepsi yang serupa pada konsep ini. Khodaryah (2010) menemukan sebagian siswa menganggap penambahan sedikit asam pada larutan penyangga basa akan meningkatkan konsentrasi H+, namun konsentrasi basa lemah dan asam konjugasinya tidak berubah. Seharusnya, penambahan sedikit asam akan bereaksi dengan komponen basa dari larutan penyangga yang sama artinya dengan menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan komponen asam. Akibatnya konsentrasi komponen asamnya meningkat dan konsentrasi komponen basanya akan berkurang. Kurangnya pemahaman siswa dimungkinkan menjadi penyebab miskonsepsi ini.

Miskonsepsi lain yang ditemukan adalah sebanyak 29,97% siswa beranggapan bahwa penambahan sedikit basa pada larutan penyangga basa akan meningkatkan konsentrasi ion OH‒ tanpa bereaksi dengan apapun, sehingga konsentrasi basa lemah dan asam konjugasinya tetap. Konsep yang benar mengenai penambahan sedikit basa pada larutan penyangga basa adalah jika suatu larutan penyangga basa ditambahkan sedikit basa maka ion OH‒ akan bereaksi dengan komponen asam atau menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan komponen basa, sehingga konsentrasi basa lemah meningkat sedikit dan asam konjugasinya turun sedikit (Effendy, 2007:48).

5. Kapasitas Larutan Penyangga

Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep pembuatan larutan penyangga diantaranya,sebanyak 25,2% siswa beranggapan bahwa kapasitas larutan penyangga ditentukan oleh perbandingan mol komponen penyusun penyangga, jika perbandingan mol komponen penyangga sama maka kapasitasnya sama. Menurut Mc Murry, Fay, dan Fantini (2012:596), kapasitas suatu larutan penyangga bergantung pada seberapa banyak mol asam lemah dan basa konjugasinya. Pada kenyataannya, dalam menentukan kapasitas larutan penyangga siswa berpedoman pada rumus untuk mengitung pH larutan penyangga. Jadi, ketika dua larutan penyangga memiliki pH yang sama, maka kapasitas penyangganya juga sama.

(9)

6. Fungsi Larutan Penyangga dalam Tubuh Makhluk Hidup

Miskonsepsi yang ditemukan pada siswa dalam menjelaskan penyebab asidosis adalah sebanyak 36,94% siswa menganggap asidosis disebabkan oleh penurunan konsentrasi H+ dalam

darah. Siswa berpikir bahwa konsentrasi H+ berbanding lurus dengan pH, sehingga ketika konsentrasi H+ naik maka pH naik pula. Seharusnya konsentrasi H+ berbanding terbalik dengan pH sehingga ketika konsentrasi H+ meningkat maka pH akan turun.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pemahaman siswa kelas XI SMA pada konsep larutan penyangga tergolong rendah. Pemahaman konsep sangat baik terdapat pada konsep fungsi larutan penyangga, sedangkan pemahaman konsep cukup terdapat pada konsep pembuatan larutan penyangga. Pemahaman konsep rendah terdapat pada konsep komposisi larutan penyangga, pH larutan penyangga, kapasitas larutan penyangga, pengaruh penambahan sedikit asam atau basa pada larutan penyangga, dan fungsi larutan penyangga dalam tubuh.

Miskonsepsi pada larutan penyangga yang telah diidentifikasi diantaranya (1) sebanyak 39,6% siswa menganggap [H+] atau [OH‒] ditentukan oleh perbandingan konsentrasi asam/basa lemah dengan garamnya, (2) sebanyak 29,7% siswa menganggap penambahan sedikit basa pada larutan penyangga basa akan meningkatkan konsentrasi OH‒ dalam larutan sementara konsentrasi basa lemah dan konjugasinya tetap, (3) sebanyak 25,2% siswa beranggapan bahwa kapasitas larutan penyangga ditentukan oleh perbandingan mol komponen penyusun larutan penyangga, jika perbandingan mol komponen penyusun larutan penyangga sama maka kapasitasnya sama.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat disampaikan peneliti adalah sebagai berikut.

1. Banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep larutan penyangga. Oleh karena itu, hendaknya guru memilih metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana guru hanya sebagai fasilitator, salah satunya yaitu menggunakan pendekatan inkuiri. Untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat digunakan strategi konflik kognitif. Selain itu, hendaknya guru memberikan soal konseptual disamping soal hitungan.

2. Siswa hendaknya meningkatkan pemahaman pada konsep-konsep larutan penyangga yang termasuk dalam kategori sangat rendah, rendah, dan cukup dengan cara belajar, berdiskusi, dan bertanya pada guru sehingga dapat meminimalisir munculnya miskonsepsi.

3. Instrumen dalam penelitian ini masih memiliki banyak kelemahan khususnya dalam mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Hal ini disebabkan kurangnya kajian literatur dan wawancara yang dilakukan pada saat pengembangan instrumen. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya hendaknya lebih banyak mengkaji literatur dan wawancara sehingga instrumen yang dihasilkan lebih baik dalam menggali miskonsepsi siswa.

(10)

DAFTAR RUJUKAN

Amarta, F. 2011. Analisis Miskonsepsi pada Buffer. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.

Arikunto, S. 2010. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoretis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arofah, C. 2012. Identifikasi Persepsi Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Buffer pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Malang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM

Effendy. 2002. Upaya untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media Komunikasi Kimia, 6(2):1-22.

Effendy. 2007a. A-Level Chemistry for senior High School Students (volume 1A). Malang: Bayumedia Publishing.

Effendy. 2007b. A-Level Chemistry for senior High School Students (volume 2B). Malang: Bayumedia Publishing.

Kean, E. & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia.

Khodaryah, N. 2010. Analisis Kesalahan Konsep tentang Larutuan Buffer pada Siswa kelas XI IPA SMAN 2 dan SMA YPK Bontang serta Upaya Memperbaikinya dengan

Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Marsita, R.A., Priatmoko, S. & Kusuma, E. 2010. Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA

dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan Menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 4: 512-520.

McMurry, J.E., Fay, R.C. & Fantini, J. 2012. Chemistry, (6th edition). Boston: Prentice Hall.

Nakhleh, M.B. 1992.Why Some Students Don’t Learn Chemistry.Journal of Chemical Education. 69(3):191-196.

Orgill, M. & Sutherland, A. 2008.Undergraduate Chemistry Students’ Perception of and Misconception about Buffer and Buffer Problems. Chemistry Education Research and Practice. 9, 131-143.

Silberberg, M.S. 2010. Chemistry The Molecular Nature of Matter and Change (fifth edition). New York: McGraw-Hill Companies.

Talanquer, V. 2011. Macro, Submicro, and Simbolic: The Many Faces of The Chemistry :Triplet”. International Journal of Science Education, 33 (2): 179-195.

Tüysüz, C. 2009. Development of Two-Tier instrument and Assess Students` Understanding in Chemistry. Scientific Research and Essay, 4 (6): 626-631.

Referensi

Dokumen terkait

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati   ini   dengan   penempatannya   dalam   Berita   Daerah   Kabupaten   Barito

proses pembinaan nilai-nilai akhlak mulia pada mahasiswa muslim. Berdasarkan uraian di atas, maka muncul pertanyaan bagaimana

pada siang hari yang cerah langit berwarna biru kamu dapat melihat matahari dan awan. matahari adalah

Dengan ditetapkannya Batik sebagai bagian dari kebudayaan oleh UNESCO, maka pada dasarnya bangsa Indonesia mempunyai peluang yang sangat besar untuk

Peserta didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru (selain itu misalkan dalam bentuk lembar kerja, tugas mencari materi dari buku paket atau

Para pendatang ini memperkenalkan berbagai alat musik dari negeri mereka, misalnya biola, selo (cello), gitar, seruling (flute), dan ukulele. Mereka pun membawa sistem solmisasi

Guna meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi hakekat negara siswa, guru perlu melakukan tindakan kelas yakni dengan memperbaiki proses pembelajaran dengan memodifikasi

Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2016 tentangi. Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus (Berita