• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dalam Pencapaian Swasembada Kedelai 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dalam Pencapaian Swasembada Kedelai 2014."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI SERTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI

DALAM PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI 2014

CAHYANA DEPTA WIJAYANTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul analisis peramalan produksi dan konsumsi serta faktor-faktor yang memengaruhi produksi dalam pencapaian swasembada kedelai 2014 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

CAHYANA DEPTA WIJAYANTI. Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dalam Pencapaian Swasembada Kedelai 2014. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama yang penting untuk dikonsumsi masyarakat. Konsumsi kedelai mengalami kenaikan sepanjang tahun akan tetapi produksi kedelai nasional tidak mampu memenuhi keseluruhan konsumsi tersebut. Pemerintah terpaksa melakukan impor untuk menutupi defisit yang terjadi. Impor terus menerus dalam jumlah yang besar dapat menguras devisa negara serta mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. Untuk memutus ketergantungan impor, pemerintah mencanangkan program swasembada kedelai 2014. Peramalan produksi dan konsumsi kedelai diperlukan untuk mengetahui gambaran pencapaian swasembada di masa depan. Hasil ramalan membuktikan bahwa swasembada kedelai belum tercapai tahun 2014 maupun sebelas tahun setelahnya. Analisis terhadap produktivitas, luas panen, harga kedelai dan jagung di tingkat petani, harga benih kedelai, impor kedelai, dan dummy subsidi benih kedelai diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai. Semua variabel kecuali variabel dummy yang dianalisis menggunakan metode regresi berganda menunjukkan hasil berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90%. Untuk mengetahui seberapa besar perubahan masing-masing variabel terhadap produksi kedelai maka dapat dilihat dari nilai elastisitas produksi. Hubungan elastis ditunjukkan oleh masing-masing variabel produktivitas dan luas panen terhadap produksi kedelai. Sedangkan harga riil kedelai di tingkat petani, harga riil jagung di tingkat petani, harga benih kedelai, dan impor kedelai menunjukkan hubungan inelastis terhadap produksi kedelai.

Kata kunci: kedelai, konsumsi, produksi, swasembada ABSTRACT

CAHYANA DEPTA WIJAYANTI. Forcasting Analysis of Production and Consumption with Factors that Influence Production in Soybean Self-sufficiency Attaiment at 2014. Supervised by TANTI NOVIANTI.

(5)

was needed to know factors that influence soybean production. The data were analyzed using multiple regression method. The result showed that all of independent variable except dummy variable were significant at 90% confidence level. To know how much changes that happened between each variable to soybean production can be seen from production elasticity. Elastic relation was showed by productivity and harvested area to soybean production. Whereas

soybean’s and corn’s real price at farmer level, seed of soybean price, and import of soybean showed inelastic relation to soybean production.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI SERTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI

DALAM PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI 2014

CAHYANA DEPTA WIJAYANTI

ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dalam Pencapaian Swasembada Kedelai 2014

Nama : Cahyana Depta Wijayanti NIM : H14080031

Disetujui oleh

Dr Ir Tanti Novianti, M.Si Pembimbing I

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, PhD Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2012 ini ialah swasembada, dengan judul analisis peramalan produksi dan konsumsi serta faktor-faktor yang memengaruhi produksi dalam pencapaian swasembada kedelai 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tanti Novianti, M.Si selaku pembimbing, skripsi serta Dr Ir Wiwiek Rindayati, M.Si dan Dr Muhammad Findi A selaku dosen pembimbing dan penguji skripsi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga dan teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

ABSTRAK ii

PRAKATA ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Kedelai 6

Teori Penawaran 7

Teori Produksi 7

Teori Konsumsi 9

Elastisitas Produksi 10

Metode Box-Jenkins (ARIMA) 12

Metode Regresi Berganda 13

Tinjauan Penelitian Empirik 14

Kerangka Pemikiran 16

Hipotesis Penelitian 18

METODE 19

Jenis dan Sumber Data 19

Alat 19

(12)

Definisi Operasional 27

HASIL DAN PEMBAHASAN 28

Perkembangan Kedelai di Indonesia 28

Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Kedelai 33

Faktor - Faktor yang Memengaruhi Produksi Kedelai Nasional 34

Elastisitas Produksi Kedelai 38

KESIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 39

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 45

(13)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai nasional tahun

2000-2011 2

2 Perkembangan volume dan nilai ekspor dan impor kedelai tahun

2004-2011 2

3 Pola ACF dan PACF pada ARIMA 21

4 Perbandingan hasil permalan produksi dan konsumsi kedelai dengan

target Kementan 33

5 Hasil estimasi persamaan produksi 34

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva elastisitas produksi 11

2 Kerangka pemikiran 17

3 Pola data produksi kedelai Indonesia tahun 1969-2011 29 4 Pola data konsumsi kedelai Indonesia tahun 1969-2011 30 5 Pola data luas panen kedelai Indonesia tahun 1969-2011 31 6 Pola data produktivitas kedelai Indonesia tahun 1969-2011 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji ARIMA 45

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung jawab bersama. Jika dikaitkan dalam suatu lingkup negara maka pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak setiap rakyat Indonesia sebagaimana telah diamanatkan oleh UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan dan gizi, serta kemanan pangan dengan melibatkan peran serta antara pemerintah dan masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaanPasal 50 UU No. 7 Tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan lahan produktif.

Salah satu komoditas pangan utama yang penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat adalah kedelai. Bahkan pemerintah juga memandang penting komoditas ini sehingga telah dimasukkan dalam program pangan nasional sejak PELITA IV, yaitu setelah pemerintah mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Kedelai menjadi penting untuk dikonsumsi karena mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral, serta kadar kolesterol yang rendah sehingga apabila tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam negeri akan mampu memperbaiki gizi masyarakat. Harga yang terjangkau juga menjadikan kedelai sebagai komoditas pangan rakyat. Selain itu, kedelai adalah salah satu komoditas utama kacang-kacangan yang menjadi andalan nasional karena kelebihannya sebagai sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional seperti yang diungkapkan oleh Hasanuddin et al (2005) dalam Atman dan Hosen N (2008).

(16)

2

sedang mengalami penurunan cukup drastis dan didukung dengan melonjaknya tingkat konsumsi.

Tabel 1 Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai nasional tahun 2000-2011 Tahun Produksi

Sumber : FAO (diolah) dari berbagai tahun

Keterangan : ( ) nilai negatif

Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan volume impor Indonesia terhadap kedelai pada tahun 2004 sampai tahun 2011 yang cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2010, volume impor komoditas kedelai mencapai angka 1 772 663 399 kg atau setara dengan nilai US$ 871 173 016. Sebagian besar impor tersebut berasal dari negara Amerika Serikat, yaitu sebesar 1 585 429 ton atau senilai US$ 745 945 000. Impor kedelai tertinggi pernah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 3 761 092 486 kg dengan nilai sebesar US$ 1 200 950 532. Kemudian mengalami penurunan yang drastis pada tahun berikutnya menjadi sebesar 1 203 034 981 kg atau setara dengan nilai US$ 732 721 934, meskipun pada akhirnya volume impor kedelai tetap mengalami kenaikan di tahun-tahun berikutnya.

Tabel 2 Perkembangan volume dan nilai ekspor dan impor kedelai tahun 2004 – 2011

Tahun Volume Kedelai (kg) Nilai Kedelai (US$)

(17)

3 Dibandingkan dengan beberapa komoditas tanaman pangan lainnya, seperti beras, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, dan gandum, volume impor komoditas kedelai menempati posisi kedua terbesar setelah komoditas gandum. Besarnya impor yang harus dilakukan oleh pemerintah tersebut menyebabkan negara kehilangan devisa yang cukup besar dan mengganggu stabilitas ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ketergantungan impor dengan mengeluarkan kebijakan Swasembada Kedelai Tahun 2014. Kebijakan ini merupakan salah satu kontrak kerja yang dilakukan antara Menteri Pertanian dengan Presiden RI. Langkah swasembada harus ditempuh karena ketergantungan yang semakin besar pada impor bisa menjadi musibah terutama jika harga kedelai dunia sangat mahal karena stok yang menurun. Target yang dicanangkan pemerintah untuk program swasembada kedelai pada tahun 2014 nanti adalah produksi kedelai nasional dapat mencapai 2.7 juta ton. Oleh karena itu, seluruh pihak terkait diharapkan berkomitmen tinggi dalam mendukung program swasembada kedelai ini dapat terwujud.

Perumusan Masalah

Peningkatan kebutuhan kedelai sepanjang tahun terus terjadi. Namun peningkatan kebutuhan kedelai nasional tersebut belum dapat terpenuhi hanya dengan mengandalkan produksi dalam negeri. Oleh sebab itu, pemerintah masih melakukan impor untuk menutupi defisit kebutuhan konsumsi dalam negeri. Padahal, seperti yang dikemukakan oleh Rasahan (1999) dalam Supadi (2009) bahwa ketergantungan kepada bahan pangan dari luar negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini tidak boleh dianggap sebagai suatu masalah kecil karena ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dapat berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

(18)

4

Pencapaian swasembada kedelai dapat diketahui sejak awal dengan melihat hasil ramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional. Peramalan ini sangat bermanfaat untuk mempersiapkan kebijakan-kebijakan pendukung jika hasil ramalan menunjukkan bahwa swasembada belum bisa tercapai. Kebijakan-kebijakan yang akan diupayakan untuk mendorong pencapaian swasembada juga harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kedelai itu sendiri. Perkembangan produksi kedelai nasional tidak terlepas dari adanya pengaruh perkembangan luas panen, produktivitas, harga kedelai dan jagung di tingkat petani, harga benih kedelai, impor kedelai, dan dummy subsidi benih kedelai. Elastisitas produksi kedelai terhadap faktor-faktor yang berpengaruh nyata juga penting untuk diketahui supaya dapat diketahui besarnya respon atau ketanggapan produksi kedelai nasional terhadap setiap faktor tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dibahas diantaranya:

1. Bagaimana hasil ramalan tingkat produksi dan konsumsi kedelai nasional di masa yang akan datang hingga tahun 2014?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jumlah produksi kedelai nasional?

3. Bagaimana elastisitas produksi kedelai nasional terhadap faktor-faktor yang memengaruhinya?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan melihat bagaimana kondisi tingkat produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia hingga tahun 2014. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perkembangan tingkat produksi dan konsumsi kedelai nasional hingga tahun 2014 berdasarkan hasil peramalan.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi jumlah produksi kedelai nasional.

3. Menganalisis elastisitas produksi kedelai nasional terhadap faktor-faktor yang memengaruhinya.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pencapaian swasembada kedelai tahun 2014 yang dapat dilihat melalui perkembangan produksi dan konsumsi kedelai nasional hingga tahun 2014. Dengan mengetahui kondisi kedelai nasional, diharapkan mampu memberikan informasi kepada pemerintah, para pengusaha, dan investor di bidang komoditas kedelai serta masyarakat untuk dapat mengambil langkah-langkah dan melakukan perencanaan yang tepat guna mendukung perkembangan industri kedelai Indonesia.

Secara khusus manfaat penelitian ini adalah:

(19)

5 Indonesia meliputi kapasitas produksi dalam negeri, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia, dan pengaruh luas area panen, produktivitas, harga kedelai dan jagung di tingkat petani, serta harga benih kedelai yang dapat dijadikan sebagai beberapa bahan acuan dalam perumusan kebijakan sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu kebijakan yang tepat dan mampu mendorong pertumbuhan industri kedelai di Indonesia.

2. Bagi para pelaku usaha, penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran kondisi komoditas kedelai Indonesia saat ini sehingga para pelaku usaha mampu mengambil langkah-langkah yang tepat guna mengembangkan usahanya dalam menghadapi persaingan global.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi komoditas kedelai Indonesia dan permasalahan yang dihadapi sehingga mampu menjawab tantangan-tantangan yang ada di hadapannya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis mengenai tingkat produksi dan tingkat konsumsi kedelai di Indonesia sehingga dapat melihat dampaknya terhadap pencapaian swasembada kedelai nasional di tahun 2014. Analisis diawali dengan melakukan peramalan terhadap perkembangan produksi dan konsumsi kedelai nasional dari tahun 1969 sampai tahun 2011 menggunakan metode ARIMA untuk mengetahui tingkat produksi dan konsumsi kedelai 3 tahun kemudian (2012-2014). Dari hasil peramalan tersebut akan dapat dilihat apakah swasembada kedelai nasional tahun 2014 dapat tercapai. Jika pada tahun tersebut hasil menunjukkan swasembada belum tercapai maka akan dilakukan peramalan 11 tahun ke depan yaitu tahun 2015-2025 untuk mencoba melihat apakah swasembada bisa tercapai dalam kurun waktu tersebut. Selanjutnya digunakan metode regresi berganda untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai yaitu produkivitas, luas panen kedelai, harga kedelai dan harga jagung di tingkat petani, harga benih kedelai, impor kedelai, dan dummy subsidi benih kedelai.

Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:

1. Data yang digunakan merupakan data tahunan (1969-2011) sehingga model yang dirumuskan tidak mampu menggambarkan fluktuasi bulanan, mingguan, bahkan harian maupun fluktuasi musiman.

(20)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai

Kedelai dengan nama latin Glycine max (kedelai kuning) dan Glycine soja (kedelai hitam) merupakan tumbuhan serbaguna dan sebenarnya bukanlah tanaman pangan asli dari Indonesia melainkan berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Sejarah masuknya tanaman pangan ini belum diketahui dengan pasti, namun kemungkinan besar dibawa oleh para pedagang Cina pada abad ke 13. Di negeri asalnya, Cina, tanaman kedelai telah dibudidayakan sejak 1000 tahun sebelum Masehi. Kedelai mulai dibudidayakan di Indonesia mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kedelai merupakan tanaman serbaguna. Hal ini dikarenakan akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas. Selain itu, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein yang tinggi sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Namun, pemanfaatan utama kedelai adalah dari bijinya. Biji kedelai banyak mengandung protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain seperti vitamin (asam fitat) dan lesitin.

Pada tahun 1750, Rumphius melaporkan bahwa kedelai telah banyak ditanam di Jawa dan Bali, serta sedikit ditanam di pulau lainnya. Menurut Romburgh (1892) dalam Manwan dan Sumarno (Ekonomi Kedelai di Indonesia 1996), kedelai telah menjadi pangan penting di samping padi, jagung, ubi kayu, serta ubi jalar dan merupakan bagian usaha pertanian yang mantap di Pulau Jawa pada penghujung abad ke-19. Sejak awal abad ke-20, konsumsi produk olahan biji kedelai, seperti tempe, tahu, tauco, dan kecap juga telah berkembang. Hal ini dikarenakan harga kedelai dan olahan pangannya yang terjangkau sehingga bisa dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan saat ini mulai berkembang produk-produk olahan lainnya seperti sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel yang semuanya diambil dari bentuk minyak kedelai. Bagi orang yang sensitif laktosa, susu kedelai juga bisa menjadi alternatif sebagai pengganti konsumsi susu sapi.

Pada tahun 1896, Kebun Raya Bogor memulai percobaan varietas dan pemupukan serta penanaman kedelai, namun ternyata usaha pengembangan kedelai secara massive pada waktu itu belum berhasil dilaksanakan. Hal ini dikarenakan adanya beberapa hambatan, antara lain : budaya dan penerimaan petani, serta teknologi produksi yang ketika itu merupakan faktor utama dalam menentukan pengembangan usaha tani kedelai. Masyarakat suku Jawa adalah yang paling awal mengadopsi tanaman kedelai. Alasan pasti tentang hal ini belum ada yang mengetahui tetapi mungkin karena pada masa itu adanya hubungan perdagangan antara pedagang Cina dengan masyarakat Jawa. Selain itu, kedelai cocok dengan tipe usaha tani menetap dan intensif serta kondisi agroekologi yang sesuai bagi jenis tanaman ini.

(21)

7 menjelaskan bahwa Indonesia pernah melakukan impor sebesar 90 500 ton dari Manchuria karena produksi kedelai pada waktu itu sebesar 127 700 ton belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Namun, pada tahun 1934, akibat resesi ekonomi maka impor kedelai dilarang dan perlu diimbangi dengan upaya peningkatan produksi melalui perluasan lahan. Jadi, masalah penyediaan kedelai untuk mencukupi kebutuhan nasional sebenarnya sudah timbul sejak tahun 1920-an.

Teori Penawaran

Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa banyaknya suatu komoditas yang akan dijual oleh perusahaan disebut jumlah atau kuantitas yang ditawarkan dimana dinyatakan dalam berapa banyak per periode waktu tertentu. Dalam kebanyakan komoditas, harga komoditas dan jumlah yang ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan demikian, semakin tinggi harga suatu komoditas, maka semakin besar jumlah komoditas yang akan ditawarkan, begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga maka semakin kecil jumlah komoditi yang ditawarkan.

Faktor-faktor yang memengaruhi penawaran adalah sebagai berikut, yaitu harga komoditas itu sendiri, harga input, tujuan perusahaan atau produsen, dan tahap perkembangan teknologi. Dimana dapat disederhanakan dalam bentuk fungsi :

Qsk = f (Pk, Ps, Pi, G, T) ………(1) Keterangan :

Qsk = Penawaran komoditas Pk = Harga komoditas itu sendiri

Ps = Harga komoditas lain (substitusi dan atau komplementer) Pi = Harga input (faktor produksi)

G = Tujuan perusahaan T = Teknologi

Teori Produksi

Produksi adalah proses dalam membuat suatu komoditas baik berupa barang maupun jasa. Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus mengalami perubahan seiring dengan kemajuan teknologi. Model hubungan antara input dan output adalah formulasi fungsi produksi dari bentuk Q = f (K, T, M,…), dimana Q merupakan barang keluaran yang punya nilai tambah (value added) selama periode waktu tertentu, K merupakan modal, T merupakan input dari tenaga kerja, dan M merupakan penggunaan material atau bahan baku. Fungsi produksi adalah hubungan fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor-faktor produksi yang dipakai dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu (misalnya dalam waktu satu jam, satu hari, satu tahun, dan sebagainya).

(22)

8

dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Tidak semua input digunakan dalam analisis, hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh input terhadap produksi. Dalam suatu penelitian, biasanya input yang relatif bisa dikontrol akan dimasukkan sebagai peubah bebas namun bagi input yang relatif kurang bisa dikontrol biasanya diperhitungkan sebagai galat.

Bentuk persamaan matematis dari fungi produksi pada dasarnya merupakan abstraksi dari proses produksi yang disederhanakan, sebab dengan melakukan penyederhanaan kejadian-kejadian atau gejala-gejala alam yang sesungguhnya begitu kompleks dapat digambarkan tingkah lakunya. Dari fungsi produksi dapat dilihat hubungan teknis antara faktor produksi dengan produksinya, serta suatu gambaran dari semua metode produksi yang efisien. Secara matematis, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3, . . . , Xn)………(2) dimana :

Y : jumlah produk yang dihasilkan

X1, X2, X3, . . . , Xn : faktor-faktor produksi yang digunakan

Persamaan di atas adalah gambaran secara umum mengenai hubungan antara produk dan faktor produksi. Fungsi di atas hanya menyebutkan bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi tetapi belum memberikan hubungan kuantitatif yang terjadi antara produk dan faktor-faktor produksi tersebut. Untuk dapat memberikan hubungan kuantitaif fungsi produksi tersebut harus dinyatakan dalam bentuk yang khas, salah satunya adalah bentuk fungsi Cobb-Douglas dimana Y = aX1bX2cX3d. Y adalah produk yang dihasilkan dan X1, X2, X3 adalah faktor produksi yang dipakai. Di dalam fungsi Cobb-Douglas, setelah variabel-variabelnya dinyatakan dalam logaritma, maka fungsi itu menjadi fungsi linier. Fungsi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang paling mudah untuk dianalisis.

Proses produksi umumnya membutuhkan berbagai macam faktor produksi atau input. Setiap proses produksi pasti memiliki kombinasi input tertentu yang akan dipergunakan untuk menghasilkan output. Jika input X1 yang dipergunakan dalam proses produksi ditambahkan terus penggunaanya sedangkan input yang lain tetap. Kemudian output yang awalnya mengalami penambahan yang semakin besar namun dalam jangka waktu cepat atau lambat akhirnya penambahan output tersebut semakin kecil atau berkurang. Kasus ini dikatakan sebagai Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang atau Law of Diminishing Returns.

(23)

9 Product (MP). Jadi hubungan antara produk marjinal dan input variabel dapat dirumuskan sebagai berikut :

MP(X1) =

Jika hubungan antara tambahan output dan input variabel digambarkan dalam suatu grafik maka akan diperoleh suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical Product (TPP) atau Total Product (TP). Kurva TP ini didefinisikan sebagai kurva yang menunjukkan tingkat produksi total (Y) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel dimana input yang lain dianggap konstan. Kurva lain yang dapat diturunkan dari kurva TP adalah kurva Produk Marginal (MP) dan kurva Produk Rata-Rata (AP). Kurva MP adalah kurva yang menggambarkan perubahan dalam Produk Total (TP) karena adanya tambahan penggunaan satu unit variabel. Secara matematis MP dapat ditulis sebagai berikut :

MP = 1

= TP 1

Kurva AP adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-rata Produk Total (TP) per unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut. Dengan kata lain produksi rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit input variabel yang digunakan untuk memproduksinya dimana secara matematis dapat ditulis :

AP =

= TP

Teori Konsumsi

Konsumsi merupakan kegiatan menggunakan sejumlah barang secara langsung oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Konsumsi kedelai terdiri dari dua macam, yaitu konsumsi langsung dan tidak langsung. Konsumsi langsung adalah konsumsi dalam bentuk kedelai tanpa diolah dimana pengkonsumsi jenis ini hanya terdapat sekitar 1% dari total konsumsi kedelai. sedangkan konsumsi tidak langsung adalah konsumsi terhadap kedelai yang diolah lebih lanjut menjadi suatu produk tertentu untuk konsumsi maupun yang lainnya. Pusdatin Kementan (2012) menyebutkan olahan biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tempe, tahu (tofu), bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), tepung kedelai, minyak (dari sini dapat diolah menjadi sabun, plastic, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco.

(24)

10

Elastisitas Produksi

Untuk mengukur derajat kepekaan setiap peubah tidak bebas pada suatu persamaan dari peubah penjelas, maka digunakan nilai elastisitas. Apabila suatu persamaan :

Yt = β0 + β1X1t + β2X2t+ …. + βiXit ………(3) maka nilai elastisitas dihitung sebagai berikut :

E(YtXit)= ( bi̅̅̅̅it

t

̅̅̅ ) dimana :

E(YtXit) = elastisitas peubah endogen Yt terhadap peubah penjelas Xit bi = parameter dugaan peubah penjelas Xi

it

̅̅̅̅ = rata – rata peubah penjelas Xi t

̅̅̅ = rata – rata peubah tidak bebas Yt

Epp dan Malone (1981) dalam Hardana (2012) menyatakan bahwa elastisitas produksi merupakan rasio antara perubahan relatif dari jumlah output yang dihasilkan dengan perubahan jumlah input yang dipergunakan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa elastisitas produksi mengukur tingkat kepekaan perubahan jumlah output yang dihasilkan terhadap perubahan jumlah input yang dipergunakan. Dengan notasi Ep, elastisitas produksi dapat didefinisikan sebagai berikut :

p perubahan jumlah barang yang dipergunakan (input) perubahan jumlah barang yang dihasilk n (output)

=

=

dimana :

Ep = elastistas produksi Y = perubahan jumlah output X = perubahan jumlah input X = input

Y = output

Hubungan antara MP dan AP yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat menjelaskan tentang elastisitas produksi. Jika elastisitas produksi dikaitkan secara matematis dengan produk total (TP) maka akan diperoleh rumus :

Ep = ̅̅̅ / ̅

=

=

(25)

11 Hubungan antara marginal produk, produk rata-rata, dan produk total terkait elastisitas produksi dapat digambarkan dalam grafik seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Kurva elastisitas produksi Sumber : Lipsey et al (1995) diolah Keterangan :

A : MP maksimum

B : AP maksimum dimana MP=AP ; EP = 1 C : MP = Ep = 0

0-B : Daerah I ( EP > 1) B-C : Daerah II (0 < EP < 1) C>> : Daerah III (EP < 0) Y : Hasil produksi

X : Faktor produksi atau input TP : Produk total

AP : Produk rata–rata MP : Produk marginal

Pembagian daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dibedakan atas tiga daerah, yaitu :

(26)

12

2. Daerah II (Eprod = 1 sampai Eprod = 0). Daerah yang memiliki nilai elastisitas produksi antara 0 dan 1 (0 < E < 1), sehingga setiap penambahan faktor produksi sebesar 1% akan mengakibatkan penambahan produksi paling tinggi 1% dan paling rendah sebesar 0%. Pada daerah ini pendapatan maksimum akan tercapai karena faktor produksi telah digunakan secara maksimum.

3. Daerah III (Eprod = 0 sampai Eprod < 0). Daerah yang elastisitas produksi lebih kecil dari 0, sehingga setiap penambahan faktor produksi sebesar 1% akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar nilai elastisitasnya. Pada daerah ini mencerminkan bahwa pemakaian faktor produksi sudah tidak efisien.

Soekartawi et al. (1984), mendefinisikan skala usaha sebagai penjumlahan dari semua elastisitas faktor–faktor produksi. Skala usaha dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1) Kenaikan hasil yang meningkat (Increasing return to scale). Pada daerah ini Ep > 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

2) Kenaikan hasil yang tetap (Constant return to scale). Pada daerah ini Ep = 1, yang berarti penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.

3) Kenaikan hasil yang berkurang (Decreasing return to scale). Pada daerah ini Ep < 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih kecil.

Metode Box-Jenkins (ARIMA)

Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Menurut Assauri (1984), peramalan merupakan suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi yang dimiliki dari masa lalu dan sekarang agar kesalahan dapat diperkecil. Salah satu metode peramalan untuk data time series adalah metode ARIMA. Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dikembangkan oleh George Box dan Gwilyn Jenkins. Metode peramalan Box-Jenkins adalah suatu metode yang tepat untuk menangani atau mengatasi kerumitan deret waktu dan situasi peramalan lainnya (Assauri 1984).

ARIMA bermanfaat dalam menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu model time series seperti ARIMA adalah kestasioneran dari data. Suatu data dapat dimodelkan pada metode deret waktu ARIMA apabila data tersebut stasioner. Kestasioneran data tersebut diperlukan untuk mempermudah dalam identifikasi dan penarikan kesimpulan. Suatu data dikatakan stasioner apabila rataan dan variannya (relatif) konstan dari suatu periode ke periode.

(27)

13 merupakan gabungan dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Peramalan model Autoregressive (AR) didasarkan pada fungsi linier dari nilai pengamatan masa lalu yang berurutan. Sedangkan peramalan model Moving Average (MA) didasarkan pada fungsi linier dari error masa lalu yang berurutan.

Pengolahan data sekunder yang berupa data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Eviews 7 untuk meramalkan data produksi dan konsumsi kedelai nasional. Model peramalan yang digunakan adalah ARIMA dengan menggunakan sistem trials and errors, yaitu dengan mencoba berbagai kombinasi model ARIMA sehingga dapat diperoleh nilai MSE dari hasil analisis. Peramalan ARIMA akan menggunakan nilai MSE yang terkecil karena hasil peramalannya akan semakin mendekati nilai aktualnya. Model ARIMA akan dapat menunjukkan hasil peramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional hingga tahun 2014.

Terdapat beberapa alasan penggunaan ARIMA sebagaimana telah dijelaskan oleh Hanke et al. (2003), antara lain :

1. Model tersebut dapat menghasilkan ramalan akurat berdasarkan uraian pola historis data dibandingkan dengan model peramalan time series lainnya.

2. Model ARIMA merupakan gabungan dari Autoregressive dan Moving Average sehingga lebih lengkap dibandingkan peramalan time-series lainnya.

3. Model ARIMA tidak mengikutsertakan variabel bebas dalam pembentukannya, melainkan hanya menggunakan informasi dari deret waktu yang akan diramal itu sendiri untuk menghasilkan ramalan. Penelitian ini juga tidak mengikutsertakan variabel bebas lain dalam peramalan selain data produksi dan konsumsi kedelai itu sendiri. Sehingga produksi dan konsumsi kedelai nasional tahunan akan memproyeksikan pola produksi dan konsumsi kedelai nasional historis untuk meramalkan produksi dan konsumsi kedelai nasional di tahun-tahun mendatang.

4. Data time-series yang ber-trend sebaiknya menggunakan teknik-teknik peramalan seperti Moving Average, Exponential Smoothing Tipe Holt, Regresi Linier Sederhana, Kurva Pertumbuhan, dan ARIMA. Sedangkan teknik peramalan yang paling sesuai dengan data time-series pada penelitian ini adalah ARIMA seperti yang telah dijelaskan pada nomor 3.

Metode Regresi Berganda

(28)

14

Pada pembahasan metode regresi berganda ini akan dibuat persamaan regresi produksi. Jadi, pada analisis regresi berganda ini variabel dependen (Y) yaitu produksi sedangkan variabel independennya (X) adalah luas panen, produktivitas, harga kedelai di tingkat petani, harga jagung di tingkat petani, dan harga benih kedelai.

Pada persamaan produksi, selanjutnya dilakukan uji validasi yang terdiri dari uji deskriptif (R-sq) dan uji statistik (uji F dan uji t). Selain itu juga dilakukan uji diagnostik seperti tidak adanya autokolerasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Jika ketiga jenis uji tersebut sudah dianalisis dan variabel yang signifikan telah diperoleh maka dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya. Tahapan selanjutnya akan menganalisis faktor-faktor yang secara signifikan memengaruhi produksi kedelai.

Tinjauan Penelitian Empirik

Tastra, Ginting, dan Fatah (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan kebijakan yang strategis dalam upaya menuju swasembada kedelai. Di dalam penelitian tersebut digunakan model simulasi sistem dinamik swasembada kedelai dimana diperoleh 15 skenario menuju swasembada kedelai yang sesuai dengan agroekosistem daerah yang pernah menjadi sentra produksi kedelai. setelah dilakukan verifikasi model simulasi menggunakan data produksi tahun 2009-2010, akhirnya terpilih skenario swasembada yang terdiri dari kombinasi input perluasan areal (PPA) 15%/tahun, laju peningkatan produktivitas (LAJUY) 4%/tahun, sasaran pengurangan hasil pasca panen (KHKDL) 2%, laju peningkatan jumlah penduduk (KB) 1.5%/tahun, dan laju peningkatan konsumsi kedelai (LAJUK) 1.0%/tahun.

Hernanda (2011) melakukan analisis mengenai peramalan tingkat produksi dan konsumsi gula Indonesia dalam mencapai swasembada gula nasional. Pada penelitian ini metode peramalan yang digunakan adalah ARIMA dengan menganalisis deret waktu mulai dari tahun 1981-2007. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa swasembada gula belum dapat tercapai pada tahun 2014, sebagaimana yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Namun, swasembada gula baru akan tercapai pada tahun 2015.

(29)

15 Maretha (2008) melakukan penelitian mengenai peramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional serta implikasinya terhadap strategi pencapaian swasembada kedelai nasional. Dalam penelitian ini digunakan data produksi dan konsumsi kedelai nasional mulai tahun 1969 sampai tahun 2007 dengan menggunakan metode peramalan ARIMA. Dari hasil peramalan menggunakan ARIMA diperoleh nilai produksi dan konsumsi pada tahun 2015 masing-masing sebesar 775 437 ton dan 2 080 272 ton dimana dari nilai tersebut terlihat bahwa swasembada kedelai belum dapat tercapai. Kemudian dibuatlah skenario pencapaian swasembada kedelai tahun 2015 menggunakan metode kausal pada produksi kedelai dengan meningkatkan luas panen dan produktivitas kedelai. Dari hasil skenario diperoleh nilai prediksi produksi kedelai tahun 2015 sebesar 2.673.225 ton. Hal ini menunjukkan bahwa dapat tercapainya swasembada kedelai tahun 2015 karena nilai prediksi produksi hasil skenario lebih besar dibandingkan nilai prediksi konsumsi ARIMA (2 080 272 ton) dan nilai prediksi konsumsi Departemen Pertanian (2 341 594 ton).

Yuwanita (2006) melakukan analisis kemungkinan pencapaian swasembada kedelai nasional dengan metode peramalan deret waktu. Penelitian ini menggunakan pola data produksi dan konsumsi kedelai mulai tahun 1969 sampai tahun 2004. Beberapa metode peramalan time series yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Naïve, Trend, Simple Average, Simple Moving Average, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing dari Brown, Double Exponential Smoothing dari Holt dan metode ARIMA (1,2,0). Dari hasil penerapan metode peramalan time series, didapatkan metode peramalan yang paling akurat untuk meramalkan produksi dan konsumsi kedelai adalah metode ARIMA (1,2,0). Sedangkan dari hasil peramalan produksi dan konsumsi kedelai tersebut didapatkan hasil bahwa Indonesia belum bisa mencapai swasembada kedelai pada tahun 2010 dan diramalkan baru bisa tercapai pada tahun 2015.

Sahara dan Gunawati (2012) melakukan analisis permintaan kedelai di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi permintaan kedelai, elastisitas permintaan jangka pendek, dan elastisitas permintaan jangka panjang sehingga dapat diketahui status kedelai di daerah tersebut merupakan barang normal atau inferior. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data time series 10 tahun dari tahun 1994 sampai tahun 2003. Fungsi permintaan kedelai diestimasi oleh variabel jumlah penduduk, pendapatan per kapita, harga kedelai, dan harga jagung menggunakan analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa permintaan kedelai di Kabupaten Banyumas dipengaruhi oleh harga kedelai, jumlah penduduk, dan harga jagung. Sedangkan pendapatan dan permintaan tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata secara statistik.

(30)

16

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia setidaknya juga ikut mendorong pertumbuhan sektor pertanian terutama di bidang pangan. Peningkatan jumlah penduduk dapat mendorong peningkatan terhadap konsumsi. Oleh karena itu diperlukan pemenuhan terhadap konsumsi dalam negeri. Swasembada merupakan jalan yang perlu ditempuh dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor. Perubahan karakteristik demografis penduduk seperti tingkat pendidikan yang semakin tinggi dan pendapatan yang meningkat berimplikasi terhadap kebiasaan masyarakatnya yang semakin sadar terhadap kesehatan dan peningkatan mutu gizi. Kedelai sebagai salah satu komoditas pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia karena kedelai memiliki nilai gizi tinggi dan sehat. Di Indonesia, kedelai menjadi salah satu alternatif konsumsi umum bagi berbagai lapisan masyarakat.

Peningkatan permintaan terhadap kedelai tidak hanya datang dari konsumen individu dan industri pengolahan seperti tempe, tahu, tauco, dan kecap tetapi juga dari industri pakan ternak. Peningkatan konsumsi dalam negeri sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri saja. Hal ini mengakibatkan defisit yang besar karena kesenjangan lebar yang terjadi antara produksi dan konsumsi kedelai tersebut. Selama ini pemerintah melakukan impor kedelai yang jumlahnya semakin lama semakin meningkat untuk menutupi kesenjangan tersebut. Dalam jangka panjang, impor kedelai yang terus meningkat dapat mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. Kecenderungan impor kedelai ini perlu segera diatasi yaitu dengan kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah terkait swasembada kedelai tahun 2014 dimana Indonesia akan berusaha mencukupi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan peramalan terhadap produksi dan konsumsi kedelai dalam negeri agar dapat diketahui gambaran pencapaian swasembada pada tahun 2014. Jika pada tahun tersebut belum dapat tercapai, maka dapat dibuat kebijakan pendukung pencapaian swasembada kedelai tersebut.

(31)

17

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia

Peningkatan konsumsi kedelai

Pemenuhan konsumsi kedelai

Terjadi defisit yang besar karena adanya

kesenjangan antara produksi dan konsumsi

Impor kedelai Produksi kedelai

Masalah Ketahanan dan Kedaulatan

Pangan

Pemerintah mengadakan Program Swasembada Kedelai Nasional 2014

Dibutuhkan metode peramalan produksi dan konsumsi kedelai untuk mengetahui pencapaian swasembada kedelai

Identifikasi pola data produksi dan konsumsi kedelai nasional

Metode ARIMA untuk mengetahui pencapaian Program Swasembada Kedelai

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai

Metode Regresi Berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai

Produksi Konsumsi

Elastisitas produksi kedelai Kebijakan pencapaian swasembada kedelai

(32)

18

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hubungan antara tujuan penelitian serta kerangka pemikiran terhadap rumusan masalah penelitian, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Hasil proyeksi produksi dan konsumsi menunjukkan swasembada kedelai belum tercapai sampai tahun 2014.

2. Luas panen berpengaruh nyata dan memiliki hubungan positif terhadap produksi kedelai karena semakin luas areal panen maka hasil panen yang diperoleh artinya juga semakin banyak.

3. Produktivitas berpengaruh nyata dan memiliki hubungan positif terhadap produksi kedelai karena semakin tinggi produktivitas tanaman maka hasil panen yang bisa diperoleh juga semakin banyak.

4. Harga kedelai di tingkat petani berpengaruh nyata dan memiliki hubungan positif terhadap produksi kedelai. Harga merupakan faktor yang sensitif dalam memengaruhi tingkat produksi suatu komoditas. Hal ini dikarenakan jika harga kedelai yang diterima petani tinggi maka petani sebagai produsen akan semakin termotivasi untuk memproduksi kedelai lebih banyak. Dengan demikian, jumlah produksi kedelai nasional juga akan mengalami peningkatan.

5. Harga jagung di tingkat petani berpengaruh nyata dan memiliki hubungan positif terhadap produksi kedelai. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Sahara dan Gunawati (2012), hasil menunjukkan bahwa jagung merupakan barang komplementer terhadap kedelai. Sehingga apabila terjadi peningkatan terhadap harga jagung di tingkat petani maka produksi terhadap kedelai cenderung mengalami peningkatan. Fakta juga menunjukkaan bahwa di beberapa daerah seperti Sumatera, usaha tani kedelai dan jagung dilakukan dengan sistem tumpangsari untuk memaksimalkan areal lahan sehingga produksi kedua komoditas tersebut berjalan beriringan. 6. Harga benih kedelai berpengaruh nyata dan memiliki hubungan negatif

terhadap produksi kedelai. Apabila terjadi kenaikan harga benih kedelai maka daya beli petani sebagai produsen terhadap kedelai akan cenderung menurun. Karena berkurangnya jumlah benih yang bisa dibeli oleh petani maka benih yang bisa digunakan untuk produksi akan berkurang sehingga pada akhirnya jumlah produksi kedelai juga akan berkurang.

7. Impor kedelai berpengaruh nyata dan berhubungan negatif terhadap produksi kedelai. Apabila terjadi peningkatan impor kedelai maka akan menurunkan jumlah produksi kedelai nasional. Hal ini karena kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor yang harganya lebih murah. Sehingga petani mengalami kerugian dan tidak ingin berproduksi kedelai lagi.

(33)

19 jumlah yang lebih banyak sehingga akan mendorong produksi kedelai meningkat.

METODE

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data tersebut meliputi Data-data produksi kedelai, konsumsi kedelai, luas panen kedelai, produktivitas kedelai, harga kedelai dan jagung di tingkat petani, serta harga benih kedelai. Data-data tersebut bersifat kuantitatif yang berasal dari instansi-instansi terkait seperti Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian (Pusdatin Kementan), FAO, World Bank, dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan untuk peramalan produksi dan konsumsi kedelai serta analisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi berupa data time series. Rentang waktu peramalan adalah tahun 1969-2011 sedangkan rentang tahun untuk analisis faktor yang memengaruhi produksi adalah 1986-2010.

Alat

Pengolahan data sekunder yang berupa data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14 untuk meramalkan data produksi dan konsumsi kedelai nasional. Model peramalan yang digunakan adalah model ARIMA. Dari model tersebut akan diperoleh hasil peramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional sampai tahun 2014 (sampai tahun 2025 apabila hasil ramalan menunjukkan swasembada tidak tercapai pada tahun 2014). Sedangkan untuk dapat menentukan faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai nasional dilakukan analisis regresi berganda yang menggunakan software Eviews version 7.

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil analisis. Analisis kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis terhadap peramalan produksi dan konsumsi kedelai serta faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai. Analisis kuantitatif menggunakan ARIMA dan analisis regresi berganda.

Box Jenkins (ARIMA)

(34)

20

kedelai hingga tahun 2014(hingga tahun 2025 apabila hasil ramalan menunjukkan swasembada tidak tercapai pada tahun 2014).

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa gabungan dari Autoregressive (p) dan Moving Average (q) akan membentuk model ARIMA (p,d,q) dimana p adalah ordo/derajat dari AR, d merupakan ordo/derajat differencing, dan q adalah ordo/derajat dari MA. Tingkat dari model AR (nilai p) ditunjukkan oleh jumlah observasi atau pengamatan masa lalu yang akan dimasukkan ke dalam model untuk meramalakan periode yang akan datang. Misalnya, AR (2) merupakan model Autoregressive tingkat dua yang menggunakan dua nilai masa lalu terakhir dalam model. Komponen model I (d) menunjukkan pembedaan data yang dilakukan untuk menghasilkan kestasioneran data (Aritonang 2009). Hal ini dapat juga dikatakan bahwa banyaknya perlakuan differencing (d) menunjukkan tingkat diferensiasi model. Misalnya, Yt tidak stasioner sehingga perlu distasionerkan dengan proses differencing Zt = Yt – Yt-1. Tingkat model MA (nilai q) ditunjukkan oleh banyaknya error masa lalu yang digunakan dalam model dalam peramalan periode yang akan datang. Misalnya, jika dalam model digunakan tiga error peramalan pada masa lalu maka dinamakan model Moving Average tingkat tiga dimana bisa juga ditulis MA (3). Bentuk dasar dari model AR, MA, dan ARIMA adalah sebagai berikut :

Model AR (p):

Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + . . . + bpYt-p+ t ………..(4) Model MA (q):

Yt = a0 + t a1 t-1 a2 t-2 . . . aq t-q ………(5) Model ARIMA (p,d,q):

Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + . . . + bpYt-p+ t a1 t-1 a2 t-2 . . . aq t-q ……(6) dimana:

Yt : variabel dependen/ tak bebas pada waktu ke-t Yt-1, Yt-2, …, t-p : variabel time lag / masa sebelumnya

b0, b1, b2, …, bp : konstanta dan koefisien model yang diestimasi

t : error pada waktu ke-t

a0, a1, a2, …, aq : konstanta dan koefisien model yang diestimasi

t-1, t-2, …, t-q : error dari time lag / masa sebelumnya p, q : bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3, … dst)

Tahapan dalam peramalan menggunakan metode ARIMA adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Model

Identifikasi model dapat dilakukan dengan menentukan kestasioneran data. Data time series dapat dikatakan stasioner jika data tersebut memenuhi kondisi sebagai berikut (Firdaus 2006) :

1. Nilai tengah atau rataan series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan E(Zt) = untuk setiap t

2. Ragam atau varian series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan Var (Zt) = E [(Zt - )2] = untuk setiap t 3. Koragam atau kovarian dua series konstan untuk setiap periode

(35)

21 Data yang stasioner dapat juga disebut sebagai data yang tidak mengandung trend. Kestasioneran data dapat dilihat dari uji Augmented Dicky Fuller (ADF) melalui pengamatan pola ACF dan PACF.

Tabel 3 Pola ACF dan PACF pada model ARIMA

Model ACF PACF

MA (q) Terpotong (cut off) setelah lag q (q=1 atau q=2)

Perlahan-lahan menghilang (dies down)

AR (p) Perlahan-lahan menghilang (dies down)

Data yang rata-ratanya tidak stasioner dapat ditransformasi (distasionerkan) dengan metode pembedaan atau differencing, yaitu data yang asli (Yt) diganti dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data asli tersebut atau dirumuskan t t t t-1. Jika data sudah stasioner maka I(1) itu dapat digunakan dalam model ARIMA, namun jika belum stasioner maka perlu dilakukan differencing sesuai dengan direfensiasi derajat berapa data tersebut mencapai kestasioneran.

First order difference : Yt= Yt – Yt-1………...(7) Second order difference : Yt = (Yt) = (Yt – Yt-1)

= Yt–2Yt-1+ Yt-2………..(8) Ketidakstasioneran varian mungkin terjadi karena adanya varian musim. Varian dapat distasionerkan dengan mentransformasikan data menjadi bentuk logaritma atau pangkat, misalnya Yt diubah menjadi bentuk logaritma log Yt. Jika varian masih belum stasioner maka dapat dicoba logaritma natural (ln). Contoh (ln) pada data perbedaan pertama adalah ln (Yt)– (Yt-1). Kadangkala, data yang dilogaritmakan adalah data pembedaan pertama atau kedua agar rata-rata dan variannya bisa stasioner sekaligus (Aritonang 2002).

2. Estimasi dan Pengujian Model

Setelah model diindentifikasi melalui uji ADF, kemudian dilakukan estimasi parameter model. Hal yang terlebih dahulu perlu dilakukan adalah menentukan ordo maksimum dari AR (p) dengan melihat PACF dan ordo maksimum dari MA (q) dengan melihat ACF. Ordo dari differencing (d) juga harus ditentukan.

Ada dua cara mendasar yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi terhadap parameter model, antara lain :

a. Cara mencoba-coba (trial and error)

Pengujian terhadap beberapa nilai yang berbeda dan memilih diantara nilai-nilai tersebut yang memiliki jumlah kuadrat nilai sisa (galat) (sum of squared residuals) yang minimum.

b. Perbaikan secara iteratif (pengulangan)

Memilih nilai taksiran awal dan membiarkan program komputer untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif (berulang).

(36)

22

Pada tahap ini dilakukan uji diagnostik dalam upaya untuk memastikan apakah model yang diestimasi sudah baik atau belum. Model harus memenuhi beberapa kriteria untuk dapat menjadi model yang terbaik, yaitu (Firdaus, 2006):

a. Residual peramalan bersifat acak dan tersebar normal

Suatu residual dapat dikatakan tidak berpola atau tersebar acak apabila tidak terdapat autokorelasi dan parsial autokorelasi yang signifikan pada pola ACF dan PACF. Pola ACF dan PACF dari residual ini , jika dalam grafik menunjukkan pola cut off atau secara statistik harus sama dengan nol. Jika tidak, kondisi ini mengindikasikan bahwa model yang digunakan belum sesuai dengan data. Untuk menguji autokorelasi residual dapat menggunakan uji statistik Chi-square (X2

) berderajat

m = jumlah selang waktu yang disertakan dalam pengujian

r = jumlah total parameter estimasi dalam model ARIMA (p - q) = fungsi autokorelasi sampel dari residual

ke-Kesimpulan:

Jika Q > X2α(m-r) atau apabila nilai P (P-value) terkait dengan statistik Q kecil (misalnya P < 0,05) maka tolak H0 dan model dipertimbangkan tidak memadai.

b. Berlaku prinsip parsimonious

Model yang dipilih merupakan model dalam bentuk yang paling efisien dimana memiliki jumlah parameter paling sedikit.

c. Parameter yang diestimasi harus berbeda nyata dari nol

Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value kooefisien yang kurang dari 0.05. Jika ingin menguji k menggunakan uji-t pada tingkat signifikan 0.05 maka dapat digunakan nilai t-table = 2 sebagai batas nilai kritis dengan hipotesisnya adalah

H0 : k = 0 H1 : k ≠ 0

H0 : tidak terdapat autokorelasi pada deret waktu

(37)

23 dimana:

rk = koefisien autokorelasi antara dua set data

S (rk) = galat baku autokorelasi selang k disimpulkan tidak tolak H0 dimana artinya tidak terdapat autokorelasi ( k = 0).

d. Harus memenuhi kondisi invertibilitas dan stasioneritas

Hal ini ditunjukkan oleh jumlah koefisien masing-masing AR atau MA harus kurang dari 1. Zt adalah fungsi linier dari data stasioner yang lampau (Zt-1, Zt-2, …). Dengan mengaplikasikan analisis regresi pada nilai lag deret stasioner, maka dapat diperoleh autoregresi karena komponen trend sudah dihilangkan. Data stasioner Zt saat ini adalah fungsi linier dari galat masa kini dan masa lampau.

Zt µ + t –θ1 t-1 –θ2 t-2 –…–θq t-qs………...(9) Jumlah koefisien MA harus kurang dari 1

θ1+ θ2 + … + θq < 1 (kondisi invertibiliti) Zt + θ1Zt-1 –θ2Zt-2 +…+ t………...(10) e. Proses iterasi harus konvergen

Proses harus berhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter dengan Sum Square Error (SSE) terkecil. Apabila syarat tersebut telah terpenuhi maka pada sessioen akan terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0.0010.

f. Nilai MSE model harus kecil

MSE

=

1

n

nt 1 t 2

Metode peramalan yang memiliki nilai MSE paling kecil menunjukkan bahwa hasil peramalan tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya (forecasting power semakin kuat) dimana artinya model secara keseluruhan lebih baik.

Model yang telah memenuhi kriteria-kriteria yang dijelaskan di atas dapat dikatakan sebagai model terbaik. Model terbaik ini mampu menggambarkan hubungan antar variabelnya baik variabel dependen dengan variabel independen maupun hubungan antar variabel independen.

4. Peramalan Model

(38)

24

dilakukan terhadap model yang dipilih kerena kemungkinan terdapat perubahan pada pola data. Dari hasil peramalan tersebut akan dapat dilihat apakah swasembada kedelai nasional tahun 2014 dapat tercapai.

Metode Regresi Berganda

Selanjutnya dilakukan metode kausal dengan bentuk regresi berganda untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh (nyata dan tidak nyata) pada produksi kedelai yang selanjutnya digunakan untuk melihat elastisitas terhadap beberapa faktor yang signifikan. Dalam swasembada kedelai jumlah produksi yang diminta untuk dapat memenuhi kebutuhan permintaan merupakan produksi dari lokal atau dalam negeri sehingga dapat dikatakan jumlah produksi yang dimaksud tersebut sama dengan jumlah penawaran dalam negeri.

Persamaan umum metode regresi berganda untuk produksi kedelai adalah: PRODKt β0 + β1PRDVt + β2LPt + β3HRKPt + β4HRJPt + β5HRBt + β6IMPKt +

β7DSUBKt + t………(11) dimana :

PRODK : produksi kedelai (ton)

β0 : intersep

PRDV : produktivitas (ton/ha)

LP : luas panen (ha)

HRKP : harga riil kedelai di tingkat petani (Rp/kg) HRJP : harga riil jagung di tingkat petani (Rp/kg) HRB : harga riil benih (Rp/kg)

IMPK : impor kedelai (ton)

DSUBK : dummy subsidi benih kedelai

β1, β2, β3, β4, β5,β6, β7 : koefisien regresi variabel bebas (independen) : galat

t : time series (tahun)

Model yang baik hendaknya memenuhi asumsi klasik yaitu tidak ada multikolinearitas, tidak ada heteroskedastisitas, tidak ada autokorelasi, dan error term (galat) menyebar normal. Pengujian asumsi klasik dimaksudkan agar estimator-estimator yang diperoleh dengan metode Ordinary Least Square (OLS) memenuhi syarat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian terhadap pelanggaran asumsi klasik dilakukan melalui :

1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Pada pembahasan ini akan dilakukan uji Klein untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas. Apabila korelasi antar peubah bebas/independen masih lebih kecil dari nilai R-square maka tidak terdapat multikolinieritas.

2. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas menyatakan bahwa variasi dari setiap unsur residual model adalah sama (konstan). Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model dapat dilakukan uji Breusch-Pagamn yaitu dengan cara meregresikan kembali nilai residual yang telah dikuadratkan dengan variabel-variabel bebas dalam model.

(39)

25

R2 = koefisien determinasi dari auxiliary regression Kriteria uji :

p-value < α 0.05 atau LM > X2P-1(α) dimana α 0.05 maka tolak H0 yang berarti ada masalah heteroskedastisitas.

p-value > α 0.05 atau LM < X2P-1(α) dimana α 0.05 maka tidak tolak H0 (terima H0) yang berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linear antara serangkaian error yang diurutkan menurut waktu (data time series). Uji autokorelasi perlu dilakukan apabila data yang dianalisis merupakan data time series (Gujarati dan Porter 2011).

Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan probabilitasnya pada tes normalitas. Apabila pada grafik titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan p-value > α dimana α 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa residual model terdistribusi dengan normal.

Selain melakukan uji asumsi klasik di atas, diperlukan juga pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel bebas baik secara keseluruhan maupun secara parsial terhadap variabel tidak bebas. Pengujian tersebut, antara lain :

1. Uji F

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan layak untuk menduga parameter dari variabel tidak bebas.

H0 : β1 β2 . . . βi = 0, variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi atau konsumsi kedelai)

(40)

26

dimana :

R2 = koefisien determinasi

k = jumlah parameter termasuk intersep n = jumlah observasi

Kriteria uji :

F-hitung > Fα(k-1,n-k), maka tolak H0

F-hitung < Fα(k-1,n-k), maka tidak tolak H0 (terima H0)

Jika tolak H0 artinya seluruh variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas pada tingkat signifikan tertentu dan derajat bebas tertentu. Jika terima H0 artinya seluruh variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel tidak bebas pada tingkat signifikan tertentu dan derajat bebas tertentu.

2. Uji t

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh secara parsial terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis :

k = jumlah parameter termasuk intersep

n = jumlah observasi

Kriteria uji :

t-hitung > tα 2(n-k) maka tolak H0

t-hitung < tα 2(n-k) maka tidak tolak H0 (terima H0)

Jika t-hitung > t-tabel (α, n-k) maka tolak H0, artinya peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model pada taraf nyata α % dan begitu pula sebaliknya. Apabila t-hitung < t-tabel (α, n-k) maka tidak tolak H0 (terima H0),artinya peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model pada taraf nyata α %.

Elastisitas

Elastisitas digunakan untuk mendapatkan ukuran respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang memengaruhinya. Jadi, elastisitas produksi kedelai nasional mengukur ketanggapan atau kepekaan kuantitas yang diproduksi terhadap perubahan faktor-faktor yang memengaruhinya. Rumus nilai elastisitas adalah sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld dalam Nugroho 2013) :

E (Yt,Xt) βt( t) ( t) dimana :

E (Yt,Xt) = elastisitas variabel penjelas Xt terhadap variabel produksi Yt

(41)

27 Yt = rata-rata variabel produksi Yt

Kriteria uji :

1. Jika nilai elastisitas elastisitas sama dengan nol (E = 0) maka dikatakan inelastis sempurna

2. Jika nilai elastisitas elastisitas kurang dari 1 (E < 1) maka dikatakan inelastis (tidak responsif) karena perubahan 1% variabel independen mengakibatkan perubahan variabel dependen kurang dari 1%

3. Jika nilai elastisitas elastisitas sama dengan satu (E = 1) maka dikatakan unitary elastis

4. Jika nilai elastisitas elastisitas lebih dari satu (E > 1) maka dikatakan elastis (responsif) karena perubahan 1% variabel independen mengakibatkan perubahan variabel dependen lebih dari 1%

5. Jika nilai elastisitas elastisitas tidak terhingga (E = ∞) maka dikatakan elastis sempurna

Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Produksi kedelai (PRODK) adalah variabel yang menunjukkan banyaknya jumlah kedelai dalam negeri yang dihasilkan tiap tahun. Di dalam penelitian ini, produksi kedelai adalah representasi dari penawaran komoditas. Jadi, produksi kedelai merupakan perkalian variabel luas panen kedelai dan variabel produktivitas atau produksi kedelai per hektar. Variabel ini diukur menggunakan satuan ton.

2. Konsumsi kedelai (KONSK) adalah variabel yang menunjukkan banyaknya jumlah kedelai yang dikonsumsi dalam negeri tiap tahun. Variabel ini diukur dalam satuan ton.

3. Luas panen kedelai (LPK) adalah variabel yang menunjukkan nilai luas areal panen kedelai sebuah negara dalam tahun tertentu. Variabel ini diukur dalam satuan hektar (ha).

4. Produktivitas kedelai (PRDVK) adalah variabel yang menunjukkan tingkat produksi per hektar sebuah negara dalam tahun tertentu. Variabel ini diukur dalam satuan ton per hektar (ton/ha).

5. Harga kedelai di tingkat petani (HRKP) adalah variabel yang menunjukkan nilai harga kedelai yang diterima petani di sebuah negara dalam periode tahun tertentu. Variabel ini diukur dalam satuan rupiah (Rp/kg).

6. Harga jagung di tingkat petani (HRJP) adalah variabel yang menunjukkan nilai harga jagung yang diterima petani di sebuah negara dalam periode tahun tertentu. Variabel ini diukur dalam satuan rupiah (Rp/kg).

7. Harga benih kedelai (HRB) adalah variabel yang menunjukkan nilai harga benih kedelai di sebuah negara dalam periode tahun tertentu. Variabel ini diukur dalam satuan rupiah (Rp/kg).

(42)

28

9. Dummy subsidi benih kedelai (DSUBK) adalah variabel yang menunjukkan ada atau tidaknya kebijakan subsidi benih kedelai yang dilakukan pemerintah tiap tahun. Apabila pada tahun tersebut pemerintah menerapkan kebijakan subsidi maka nilai dummy pada tahun tersebut adalah 0. Namun, apabila pada tahun tersebut pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan subsidi maka dummy pada tahun tersebut bernilai 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Kedelai di Indonesia Produksi Kedelai

Secara keseluruhan, produksi kedelai di Indonesia pada periode 1969-2010 cenderung berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.298% per tahun. Menurut data ARAM II BPS tahun 2012, produksi kedelai sebesar 783.16 ribu ton atau turun sebesar 68.13 ribu ton (8.00%) dibandingkan tahun 2011. Penurunan produksi lebih besar dialami oleh wilayah di luar Jawa yaitu sebesar 34.07 ribu ton (12.29%), sedangkan di Jawa sebesar 34.06 ribu ton (5.93%). Produksi kedelai mulai tahun 1969 sampai 1975 menunjukkan peningkatan dari 388 907 ton menjadi 589 831 ton. Produksi meningkat sebesar 51.7% dengan laju pertumbuhan sebesar 7.583%. Pada periode berikutnya terjadi fluktuasi produksi dengan rata produksi sebesar 618 779 ton per tahun. Pada periode ini, rata-rata produksi meningkat sebesar 98 669 ton per tahun dari periode sebelumnya.

Dalam rentang tahun 1979 sampai tahun 1983, produksi kedelai cenderung menurun dengan laju pertumbuhan -4.815% per tahun. Produksi kedelai turun dari 679 825 ton pada tahun 1979 menjadi 536 103 ton pada tahun 1983. Penurunan produksi pada periode ini terjadi akibat adanya kemarau panjang pada tahun 1982 dan 1983 (Yuwanita 2006). Meskipun terjadi penurunan, rata-rata produksi kedelai pada periode ini masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata produksi pada periode sebelumnya.

(43)

29

Gambar 3 Plot data produksi kedelai Indonesia tahun 1969-2011

Pada tahun 1989 sampai tahun 1993 rata-rata produksi mencapai 1 587 248.4 ton per tahun. Walaupun pernah terjadi penurunan produksi pada tahun 1993 namun dalam periode ini produksi meningkat 29.92%. Dalam rentang periode tersebut dan bahkan hingga tahun sekarang, produksi kedelai tertinggi terjadi pada tahun 1992, yaitu mencapai 1 869 713 ton. Hal ini dikarenakan pada tahun 1992 terjadi luas panen tertinggi, yaitu sebesar 1 665 710 hektar. Namun demikian, tingkat produksi ini masih jauh di bawah tingkat produksi negara produsen kedelai terbesar di Asia, yaitu Cina yang mencapai sepuluh juta ton.

Setelah tahun 1992, produksi kedelai Indonesia cenderung mengalami penurunan sampai tahun 2007 yaitu dari 1 665 710 ton menjadi 592 634 ton. Penurunan produksi yang dratis selama periode ini disebabkan karena adanya penghapusan tata niaga kedelai melalui SK Menperindag No. 406/MPP/Kep/II/1997. Di dalam SK tersebut tata niaga kedelai yang semula oleh BULOG dihapuskan dan Importir Umum juga dapat mengimpor kedelai tanpa dikenakan bea masuk (0%) (Maretha 2008). Hal ini menyebabkan banyaknya arus kedelai impor dengan harga yang lebih murah dari berbagai negara seperti Amerika, Brazil, dan Argentina. Dengan demikian tidak terdapat proteksi impor terhadap produksi kedelai dalam negeri.

Penurunan produksi paling besar terjadi pada tahun 2000, yaitu sebesar 26.41%. Angka penurunan ini juga merupakan penurunan terbesar yang terjadi sejak tahun 1969 hingga sekarang. Seperti halnya yang mempengaruhi tingginya produksi pada tahun 1992, penurunan produksi secara drastis pada tahun 2000 ini juga disebabkan oleh menurunnya luas panen kedelai sebesar 28.373% dari tahun sebelumnya.

Menurut Pusdatin Kementan (2012), perkembangan selama 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa produksi secara rata-rata meningkat sebesar 1.89% per tahun. Dalam rentang 43 tahun, produksi kedelai Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup besar dimana propinsi-propinsi di Jawa memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap produksi nasional dibandingkan

propinsi-0

1969 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011

Gambar

Tabel 2  Perkembangan volume dan nilai ekspor dan impor kedelai tahun 2004 –
Gambar 1  Kurva elastisitas produksi
Gambar 2  Kerangka Pemikiran
Gambar 4  Pola data konsumsi kedelai Indonesia tahun 1969-2011
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisis pendapatan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh petani responden usaha tambak bandeng milik Pak Zainul yang

Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi

Volatilitas spillover dapat terjadi pada beberapa jenis pasar finansial dari negara yang mengalami krisis atau market crash ke negara lain dalam pasar finansialnya.. Apte

Pada perbaikan bagan kendali pergerakan data (data driven ) ini, penaksiran untuk kuantil ekstrim digantikan oleh penaksiran kuantil biasa, sehingga dapat digunakan untuk ukuran

Pada saat teransformator memberikan output sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias hingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

“kegiatan pelayanan perpustakaan merupakan suatu sub unit kerja di perpustakaan yang mempunyai tugas pokok untuk memberikan layanan, bimbingan, informasi dan pengarahan berikut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) formula pupuk NPK majemuk berbasis amonium nitrat relatif lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman kentang dan meningkatkan produktivitas

Dalam penelitian ini, kafein pada kopi Aceh ditentukan denan cara mengisolasi kafein dari kopi yang kemudian dilanjutkan dengan proses identifikasi guna menentukan kadar