• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERWATAN TB Paru Kelompok 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERWATAN TB Paru Kelompok 1"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERWATAN (ASKEP) TB PARU

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. RINI EKOWATI

2. TAUFIK HIDAYAT

3. YETI SUSIANA

4. SUPRIYADI

5. USWATUN

6. ZUMAROH

STIKES NURUL JADID PAITON - PROBOLINGGO

JURUSAN KEPERAWATAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.

Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.

(3)

teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana TB Paru pada klien dewasa bisa terjadi ?

2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari TB Paru pada klien dewasa ? 3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?

4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan akibat penyakit TB Paru klien dewasa ? 5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?

C. Tujuan

Tujuan Umum

Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan TB Paru. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan konsep dasar TB paru

2. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan TB paru, meliputi : a) Pengkajian TB paru

b) Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan TB paru c) Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan TB paru

D. Manfaat

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah: 1. Mendapatkan pengetahuan tentang TB Paru

(4)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan a. Anatomi system pernafasan

Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru beserta pembungkusnya ( pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.

1) Hidung = Naso = Nasal

Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang( cavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi). Didalam terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.

a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit

b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah:

(1) konka nasalis inferior ( karang hidup bagian bawah) (2) konka nasalis media(karang hidung bagian tengah) (3) konka nasalis superior(karang hidung bagian atas).

Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis(lekukan bagian tengah dan meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut koana.

Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis pada rongga tulang tapis.

(5)

Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki, yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris. Fungsi hidung, terdiri dari

(a) bekerja sebagai saluran udara pernafasan

(b) sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung (c) dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

(d) membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung 2) Tekak=Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus.

Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis( empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.

Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian:

a) bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut nasofaring.

b) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring c) Bagian bawah sekali dinamakan laringgofaring.

3) Pangkal Tenggorokan(Laring)

(6)

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:

a) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria. b) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker

c) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin d) Kartilago epiglotis (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epiteliumnberlapis. Proses pembentukan suara merupakan hasil kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Perbedaan suara seseorang tergsantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara wanita.

4) Batang Tenggorokan ( Trakea)

Merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,hanya bergerak kearah luar.

Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.

5) Cabang Tenggorokan ( Bronkus)

Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalisini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.

a) Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.

b) Bronkiolus terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis( yang mempunyai kelenjar lendir dan silia)

c) Bronkiolus respiratori

(7)

Duktus alveolar dan sakus alveolar Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.

6) Alveoli

Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2. Terdiri atas 3 tipe:

Sel-sel alveolar tipe I : sel epitel yang membentuk dinding alveoli. Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik dan mensekresikan surfaktan ( suatu fosfolifid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)ahanan

Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan.

7) Paru – paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh dareah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis, paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus dan fisura interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.

8) pleura

Merupakan lapisan tipisyang mengandung kolagen dan jaringan elastis. Terbagi menjadi 2:

(8)

b. Fisiologi Pernafasan

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. 1) Pengertian Respirasi

Repirasi luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler dan merupakan pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara.

Respirasi dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh dan merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke seluruh tubuh.

2) Jenis Respirasi a) Pernapasan Dada

(9)

tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

b) Pernapasan perut

Merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.

Fase Ekspirasi.

Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

3) Volume Udara Pernafasan

Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan bernapas, serta kondisi kesehatan.

4) Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan

Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan. Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara berkurang. Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. 5) Proses Kimiawi Respirasi Pada Manusia

a) Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 H2+CO3 ¬H2 + CO2 b) Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 Hb O2

(10)

2. Pengertian TB Paru

TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). 3. Etiologi

Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis : a. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik. b. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan

kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan. c. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.

d. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.

e. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)

Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.

f. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah. g. Nutrisi ; status nutrisi kurang

(11)

4. Patofisiologi

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu:

a. Percabangan bronchus

Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.

b. Sistem saluran limfe

Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis milier.

Aliran darah

Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.

Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

(12)

baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.

Infeksi Primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).

Pengaruh Infeksi HIV

(13)

5. Klasifikasi TB Paru

Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas : a. Berdasarkan organ yang terinvasi

1) TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2, yaitu :

a) TB Paru BTA Positif

Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukan gambaran TB aktif. b) TB Paru BTA Negatif

Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru dengan BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan, bila menunjukan keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.

2) TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :

a) TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal

b) TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin.

6. Berdasarkan tipe penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita :

a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.

b. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.

(14)

d. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.

7. Manifestasi Klinis

Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya: a. Gejala respiratorik, meliputi:

1) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2) Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

b. Gejala sistemik meliputi: 1) Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

2) Gejala sistemik lain :

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

3) Gejala Tuberkulosis ekstra Paru

(15)

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan sputum (S-P-S)

Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.

Rekomendasi WHO skala IUATLD :

1) Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative 2) Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman

3) Ditemukan 10-99 BTA : 1+

(16)

b. Pemeriksaan tuberculin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux

umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras.

Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.

d. Pemeriksaan CT Scan

(17)

berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.

e. Radiologis TB Paru Milier

TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.

f. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain : a. Pencegahan Tuberkulosis Paru

(18)

2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.

3) Vaksinasi BCG

4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.

5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).

b. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :

1) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat

2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)

3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu 1) Fase intensif (2-3 bulan) :

(19)

2) Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.

Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.

Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).

Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:

a) Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap lanjutan ).

b) Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif diberikan kepada :

(1) Penderita kambuh (2) Penderita gagal terapi

(3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat c) Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )

(20)

d) Kategori IV

Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.

c. Obat-obatan anti tuberkulostatik

1) Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah. Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.

2) Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan. Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.

3) Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.

(21)

perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan.

5) Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder diberikan untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi. Termasuk obat sekunder adalah kapreomisin, sikloserin, makrolid generasi baru (azitromisin dan klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) dan protionamid.

Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis

(22)

Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi, diantaranya :

1) Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis. 2) Komplikasi lanjut :

a) Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tubercolosis)

b) Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.

(23)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Bagian tengah

nekrosis

Pembentukan sputum berlebihan

Menurunnya permukaan efek paru

Membentuk jaringan keju

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Alveolus

Sekret keluar saat batuk

Alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi

Batuk produktif (batuk terus menurus

Gangguan pertukaran gas

Droplet infection Batuk berat

Terhirup orang sehat

Distensi abdomen

Resiko infeksi Mual, muntah

Intake nutrisi kurang

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

(24)

1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru ialah sebagai berikut :

a. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan utama : Batuk produkif dan non produktif b. Riwayat Penyakit Sebelumnya:

1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

3) Pernah berobat tetapi tidak teratur.

4) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.

5) Daya tahan tubuh yang menurun.

6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur. c. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:

1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.

2) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.

3) Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.

4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir. d. Riwayat Sosial Ekonomi:

1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.

2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

e. Faktor Pendukung:

1) Riwayat lingkungan.

2) Pola hidup.

Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.

3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

f. Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 –410C) hilang

(25)

Subjektif :Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. h. Respirasi

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). i. Rasa nyaman/nyeri

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

j. Integritas ego

Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.

Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. k. Pemeriksaan Diagnostik:

1) Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.

2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).

3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.

5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

6) Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun. 2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan TB Paru NANDA-I 2012-2014

a. Ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal, penuruanan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dyspneu d. Resiko infeksi berhubungan dengan oraganisme purulen

e. Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat

(26)

Nursing Outcomes Classification

mempertahankan kebersihan jalan nafas.

 Batuk yang tidak efektif

 Ortopnea

- Respiratory status : Ventilation - Respiratory status : Airway patency - Respiratory Status: Gas Exchange

Aspiration Prevention, yang dibuktikan dengan indikator sebagai berikut:

(1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)

Kriteria Hasil :

- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat

2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.

3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning

4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.

5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal

8. Monitor status oksigen pasien

9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion

10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management Aktivitas keperawatan:

1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

(27)

 Eksudat dalam alveoli

 Materi asing dalam jumlah

napas

 Adanya jalan napas buatan

 Sekresi yang tertahan/sisa

 Penyakit paru obstruksi kronis

 Hyperplasia dinding bronchial

 Infeksi

 Disfungsi neuromuskular

5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau

suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara Kassa

basah NaCl Lembab

11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

12. Monitor respirasi dan status O2 13.

2. Gangguan pertukaran gas

Definisi : Kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada membran alveolar kapiler

Batasan karakteristik :

 PH darah arteri abnormal

 PH arteri abnormal

 Pernafasn abnormal (miss, kecepatan, irama,kedalaman)

 Warna kulit abnormal (miss. Pucat kehitaman)

 Konvusi

 Sianosis(pada neonatus saja)

 Penurunan karbon dioksida

 Diaforesis

 Dispneu

 Sakit kepala saat bangun  Hkiperkapnea

 Hipoksemia

 Hipoksia

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam klien akan:

- Respiratory status : Gas exchange - Respiratory status : Ventilation - Vital sign status

Kriteria Hasil :

- Mendemonstrasikan peingkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat - Memelihara kebersihan paru paru dan

bebas dari tanda – tanda distress pernafasan

- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea ( mampu mengeluarkan sputum , mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pussed lips)

- Tanda – tanda vital dalam rentang normal

Airway Management Aktivitas keperawatan:

1. Buka jalan nafas, gunakan tehnik chinlift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya

pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu

5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu 6. Keluarkan secret dengan batuk atau

suction

7. Auskultasisuara nafas catat adanya suara tambahan

8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikanbronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara 11. Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan 12. Monitor respirasi dan status oksigen Respiratory Monitoring

(28)

 Irritabilitas

2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, reaksi otot supraclavicular dan intercostal

3. Monitor suara nafas,seperti dengkur 4. Monitor pola nafas: bradipena,

takipena, kussmaul, hiperventilasi, cheynostoke, biots,

5. Catat lokasi trakea

6. Monitor kelelahan otot diafragma (Gerakan paradoksis)

7. Auskultasi suara nafas,catat area penuruanan atau tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crackles dan ronchi pada jalan nafas utama

9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam klien akan:

- Nutritional Status : food and Fluid Intake

- Weight : Body Mass, yang

dibuktikan dengan indikator sebagai berikut:

(1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)

Kriteria Hasil :

- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

- Mampu mengidentifikasi kebutuhan

Nutrition Management Aktivitas keperawatan:

1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

(29)

 Kurang informasi

 Kurang minat pada makanan

 Penurunan berat badan

dengan asupan makanan adekuat

 Mengeluh gangguan sensasi rasa

 Mengeluh asupan makanan

kurang dari RDA (recommended daily allowance)

 Cepat kenyang setelah makan

 Sariawan rongga mulut

 Steatore

 Kelemahan otot pengunyah

 Kelemahan otot untuk

menelan

- Tidak ada tanda tanda malnutrisi - Tidak terjadi penurunan berat badan

yang berarti

( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring Aktivitas keperawatan:

1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat

badan

3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

5. Monitor lingkungan selama makan 6. Jadwalkan pengobatan

tidak selama jam makan

7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

8. Monitor turgor kulit

9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

10. Monitor mual dan muntah

11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

12. Monitor makanan kesukaan 13. Monitor pertumbuhan dan

perkembangan

(30)

16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 17. Catat jika lidah berwarna magenta,

scarlet

 Pertahanan tubuh primer yang

tidak adekuat

 Gangguan peristalsis

 Kerusakan integritas

kulit (pemasangan kateter intravena, prosedur invasif) adekuat, agens farmaseutikal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam klien akan:

- Immune Status - Infection Severity

- Knowledge : Infection control - Nutritional status

- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal - Menunjukkan perilaku hidup sehat

Infection Control Aktivitas keperawatan:

1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

2. Pertahankan teknik isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu

4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingktkan intake nutrisi

12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection Aktivitas keperawatan:

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

(31)

termasuk imunosupresan, steroid, antibodi monoklonal, imunomodulator) terhadap patogen lingkungan meningkat

 Wabah

3. Monitor kerentanan terhadap infeksi 4. Batasi pengunjung

5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular

6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

7. Pertahankan teknik isolasi k/p

8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema

9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah 11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup 12. Dorong masukan cairan

16. Ajarkan cara menghindari infeksi 17. Laporkan kecurigaan infeksi 18. Laporkan kultur positif

5. Defisiensi Pengetahuan Definisi :

Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.

 Perilaku tidak tepat (mis ;

histeria, bermusuhan, agitasi,

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam klien akan:

- Kowledge : disease process - Kowledge : health behavior, yang dibuktikan dengan indikator sebagai berikut:

(1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)

Kriteria Hasil :

- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

- Pasien dan keluarga mampu

Teaching : Disease Process Aktivitas keperawatan:

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

(32)

apatis)

 Pengungkapan masalah

Faktor yang berhubungan :

 Keterbatasan kognitif

 Salah interpretasi informasi

 Kurang pajanan

 Kurang minat dalam belajar

 Kurang dapat mengingat

 Tidak familiar dengan sumber

informasi

melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar - Pasien dan keluarga mampu

menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

cara yang tepat

5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

7. Hindari harapan yang kosong 8. Sediakan bagi keluarga informasi

tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

11. Dukung pasien untuk

mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13. Rujuk pasien pada grup atau agensi

di komunitas lokal, dengan cara yang tepat

(33)

3. Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi / pelakasanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawtan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan seta mendokumentasikan pelaksanaan

perawatan.

4. Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :

a. Keefektifan bersihan jalan napas. b. Gangguan pertukaran gas teratasi

c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.

d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.

(34)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.

B. SARAN

1. Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB paru karena merupakan media penularan bakteri tuberculosis

2. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB paru. 3. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid 1. Jogjakarta; MedAction

Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid 2. Jogjakarta; MedAction\

.Nuzulul.2011.Asuhan keperawatan TB Paru. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35527-Kep%20Respirasi-Askep%20TB%20Paru.html diakses 6 Desember 2014

(36)

Referensi

Dokumen terkait

Neonatal yang dilakukan oleh bidan sebagaimana dimaksud pada angka 1 (ANC), angka 4 (PNC , dan angka 7 (pelayanan KB dalam lampiran I angka II huruf B Peraturan

Penertiban pasar simpang aur (Jalan AURI) yang selama ini ditempati untuk berjualan, dan sekarang jalan tersebut telah dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya

4.4.1 Pengaruh Media Iklan Televisi Terhadap Pembentukan Brand Awareness pada Produk Kartu Perdana Indosat Ooredoo di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muria

SASARAN 48 : Sekolah mampu membuat laporan dan mendokumentasikan laporan sesuai dengan penggunaan dana.  Pendokumentasian dan pelaporan

Kemandirian belajar siswa tunarungu SMPLB Negeri Ungaran mengalami peningkatan setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan video berbasis BISINDO yang telah layak

A2 : Kompetensi Minat Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, A3 : Kompetensi Minat Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, A4 : Kompetensi Minat Studi Ilmu Hama dan

In this research, we perform a quantitative analysis about multi-image triangulation using NAC images with consideration of convergent angle and image matching

[r]