• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Jati

Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur dan awet (mampu bertahan hingga 500 tahun).

Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. Secara histori, nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. ( Sumarna Y, 2011 )

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Jati

Secara morfologi, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar empat. Daun berbentuk opposite (bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing), berukuran panjang 20-50 cm dan lebar 15-40 cm, permukaan berbulu. ( Sumarna Y, 2011 )

(2)

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Jati

Sistematika tumbuhan jati adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona

Spesies : Tectona Grandis L.f

2.1.3 Manfaat Tumbuhan Jati

Daun jati belanda dapat mengurangi pembentukan lemak, menguruskan dan merampingkan badan, tumbuhan ini juga mampu mengontrol kolesterol serta juga menekan diare. Buahnya bisa juga dimanfaatkan untuk obat diare dan batuk, sedangkan kulit batangnya cocok untuk tonikum, serta obat penyakit lepra dan herpes. Bagian dalam kulit jati biasa dipakai sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit cacing, bengkak kaki atau kaki gajah. Hasil seduhan kayu maupun daun jati yang pahit dapat dijadikan sebagai penawar rasa sakit.

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari makhluk hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik, yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi organik, dan terutama dapat untuk menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang berlainan. (Manitto, 1992).

(3)

Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu:

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi

Klasifikasi ini berdasarkan pada kerangka molekuler dari senyawa yang bersangkutan. Menurut sistem ini, ada 4 kelas yaitu:

a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.

Contoh: asam-asam lemak, gula, dan asam-asam amino pada umumnya b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik

Contoh: terpenoida, steroida, dan beberapa alkaloida c. Senyawa aromatik atau benzenoid

Contohnya: golongan fenolat dan golongan kuinon d. Senyawa heterosiklik

Contoh: alkaloida, flavonoida, golongan basa asam inti

Karena klasifikasi ini hanyalah superfisial, maka tidak mengherankan jika suatu senyawa organik bahan alam tertentu dapat dimasukkan kedua kelas berlainan. Contohnya: geraniol, farsenol, dan skualen, termasuk kelas senyawa alifatik rantai terbuka, timol termasuk senyawa aromatik. Namun, keempat senyawa tersebut merupakan anggota dari kelas terpenoida dan steroida.

OH geraniol OH farnesol HO thymol squalene

(4)

2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik

Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan terhadap morfin (1806), penisilin (1939) dan prostaglandin (1963), maka perhatian para ahli sering ditujukan kepada isolasi dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam tertentu. Hampir separoh dari obat-obatan yang digunakan sehari-hari merupakan bahan alam, misalnya alkaloida dan antibiotik, atau golongan-golongan sintetik. Oleh karena itu, senyawa organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan segi aktivitas fisiologik dari bahan yang bersangkutan. Misalnya kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin.

HO O HO H N morphine OH OH COOH H H OH prostagladin S NHR O Me H N Me COOH R = -OCCH2Ph penisilin G

Meskipun asal usul biogenetik sangat bervariasi, namun ada kalanya terdapat korelasi yang dekat antara aspek tersebut dengan kegiatannya. Misalnya, meskipun struktur sangat bervariasi, namun senyawa-senyawa yang menunjukkan aktivitas kardiotik (kardenolid dan bufadienolid) hanyalah struktur yang memiliki komposisi sebagai berikut: (a) cincin A/B terpadu secara cis, (b) memiliki residu berupa gula pada C3 dan (c) memiliki lakton suku -5 atau -6 yang terkonjugasi pada C17, lihat struktur (1) dan (2) di bawah ini.

O O OH H OR H H 3 17 (1) O O (2) R = residu gula

(5)

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuh-tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme, metabolit terakhir bisanya dibuang ke luar tubuh, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan, metabolit tersimpan dalam tumbuhan itu sendiri. Pada mulanya, beberapa metabolit dianggap hanya berasal dari tumbuh-tumbuhan tertentu. Kemudian diketahui bahwa beberapa metabolit tersebar pada berbagai tumbuhan dan ternyata bahwa banyak konstituen tumbuhan (seperti alkaloida dan terpenoida) yang dapat diisolasi dari spesies, genera, suku atau family tumbuhan tertentu. Dalam satu spesies tunggal, dapat ditemukan sejumlah konstituen yang strukturnya berhubungan erat satu sama lain. Misalnya, “opium” dari Papaver somniferum mengandung dua puluhan alkaloida, termasuk morfin, tebain, kodein dan narkotin, yang kesemuanya dibiosintesis dari precursor 1-benzilisokuinolin melalui penggandengan (coupling) secara oksidasi. Oleh karena itu, alkaloida-alkaloida tersebut yang strukturnya mirip satu sama lain dan berasal dari genus tumbuhan tertentu, disebut alkaloida opium.

O O HO H N codeine narkotin N 1-benzilisokuinolin MeO HO H OMe OH tebain

(6)

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam organisme melalui reaksi-reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu. (istilah “biosintesis” dan “biogenesis” mempunyai arti yang sama: pembentukan bahan alam oleh organisme hidup. “Biosintesis” mengacu kepada perolehan data eksperimental dalam membuktikan jalur sintesis yang berlangsung, sedangkan “biogenesis” masih bersifat hipotetik dan lebih menekankan aspek spekulatif dari fakta).

Setelah pengetahuan tentang kimia organik bahan alam semakin berkembang sejak tahun 1930-an, beberapa ahli mulai menyusun teori langkah-langkah biogenetik dari senyawa organik bahan alam yang berlangsung dalam organisme hidup. “Aturan isopren” yang diusulkan oleh Ruzicka menyatakan bahwa semua senyawa terpenoida terbentuk dari “unit isopren” C5.

“Teori poliketometilen” diusulkan oleh Robinson menyatakan bahwa senyawa golongan fenolat terbentuk melalui biosintesis asetogenin (poliketida).

O O O COOH O Me COOH O Me O O O COOH O Me OH O OH O endokrosin

Teori lain dengan nama “jalur asam sikimat” diusulkan oleh Davis, yang menyatakan bahwa biosintesis dari asam-asam amino aromatik dan senyawa aromatik yang bertalian. Robinson juga menemukan hubungan di antara alkaloida dengan asam amino prekursornya.

(7)

Dari semua teori biogenesis itu dapat disimpulkan adanya 4 kelas senyawa organik bahan alam, yakni:

a. Poliketida (asetogenin) b. Fenolat (fenilpropanoida) c. Isoprenoida

d. Alkaloida (Tobing, 1989)

2.3 Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yang terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita. (Markham, 1988).

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spectrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida (Harbone, 1996).

Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981).

(8)

Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya tampak, dan ini membuatnya berwarna.

Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umunya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies.

Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain. Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah, atau pada gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan, maka bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin. (Salisbury, 1995).

(9)

2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai berikut :

C C C

A B

Kerangka dasar senyawa flavonoida

Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.

O

C

3

OH

HO

C

6

A

O C3 HO C6 A

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut : O C3 OH HO HO C6 A OCH3 O C3 OCH3 H3CO H3CO C6 A

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3, 4-, 3,4, 5- terhidroksilasi

C3 (A) C6 R R' R'' B R = R’ = H, R’ = OH R = H, R’ = R” = OH R = R’ = R” = OH (juga, R = R’ = R” = H) (Sastrohamidjojo, 1996)

(10)

2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne, 1996).

1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat.

2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa.

3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada gula.

4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.

(11)

5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain. (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

1. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O O

OH

flavonol

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

(12)

O O

flavon

3. Isoflavon

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

O O

isoflavon

4. Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O O

(13)

5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

O OH

Flavanonol

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan. O HO OH OH OH OH katekin 7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

O

OH

HO OH

(14)

8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

O

OH

Antosianin

9.Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996).

O kalkon

10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995).

(15)

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:

Golongan flavonoida

Penyebaran Ciri khas

Antosianin Proantosianidin Flavonol Flavon Glikoflavon Biflavonil Khalkon dan auron

pigmen bunga merah marak,dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.

terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu.

terutama ko-pigmen tanwarna dalam bunga sianik dan asianik; tersebar luas dalam daun. seperti flavonol

seperti flavonol

tanwarna; hampir seluruhnya terbatas pada gimnospermae.

pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat

larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

menghasilkan antosianidin (warna dapat diekstraksi dengan amil alkohol ) bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.

setelah hidrolisis, berupa bercak kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV;

maksimal spektrum pada 330 – 350 setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal; maksimal spektrum pada 330-350 nm.

mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.

pada kromatogram BAA beupa bercak redup dengan RF tinggi .

dengan amonia berwarna merah ; maksimal spektrum 370-410 nm.

(16)

Flavanon

Isoflavon

tanwarna; dalam daun dan buah

( terutama dalam Citrus ) tanwarna; sering kali dalam akar; hanya terdapat dalam satu suku,Leguminosae

berwarna merah kuat dengan Mg / HCl; kadang – kadang sangat pahit .

bergerak pada kertas dengan pengembang air; tak ada uji warna yang khas.

2.2.3 Metoda isolasi senyawa flavonoida

a. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Chowdhurry

Pada metoda ini, daun tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu sebanyak 100 gram. Lalu diekstraksi dengan Petroleum Eter (60-80 oC) dalam alat soklet selama 10 jam. Selanjutnya diekstraksi dengan Benzena selama 10 jam. Ekstrak Benzena diuapkan pelarutnya, menghasilkan semipadat berwarna coklat. Lalu dilarutkan dalam Eter dan dipisahkan dalam suasana asam, basa dan netral. Fraksi pertama (ada empat macam) masing-masing 50 ml dielusi dengan Benzena memberikan residu padat dengan titik lebur 151-152 oC.

Kristalisasi dengan Metanol menghasilkan senyawa flavonoida (I), kristal tidak berwarna dengan titik lebur 156 oC. Penelitian ini juga dilakukan oleh Prof. Dreyer, L., D., dengan melakukan pengukuran titik lebur, kromatografi lapis tipis dengan Spektrum Infra Merah. Dari fraksi lima sampai delapan masing-masing dilarutkan dengan Benzena lalu menghasilkan zat padat berwarna kuning terang dengan titik lebur 191-193 oC. Kristalisasi dilakukan dengan Metanol menghasilkan Hibiscetin Hepta Metil Eter, titik lebur 196-197 oC, kristal berwarna kuning sebanyak 50 gram. (Chowdhurry, 1971) O OCH3 OCH3 H3CO OCH3 OCH3 OCH3 O OCH3

(17)

b. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Joshi

Daun tumbuhan yang telah dikeringkan diekstraksi dengan n-heksana, lalu ekstrak n-heksana dikromatografi kolom dengan fasa diam alumina, menghasilkan kristal dengan titik lebur 125-126 oC sebanyak 0,1%. Diidentifikasi, ekotin C23H26O10. (Joshi, 1969)

O

OCH

3

OCH

3

H

3

CO

OCH

3

OCH

3

OCH

3

O

OCH

3

H

3

CO

c. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Dreyer, L.D

Dalam metoda ini, daun diekstraksi dengan Aseton, kemudian pelarut dievaporasi dan diperoleh ekstrak pekat. Ektrak pekat yang diperoleh dikromatografi kolom dengan menggunakan alumina sebagai fasa diam dan Benzena sebagai fasa gerak hingga dihasilkan residu. Lalu direkristalisasi dengan campuran Etil asetat : n-heksana dan dilanjutkan dengan Metanol. Diperoleh kristal kuning terang, diidentifikasi sebagai 3,3`,4`,5,5`,6,7-hepta metoksi flavon dengan titik lebur 156-157oC. (Dreyer, 1968)

O

H

3

CO

H

3

CO

OCH

3

OCH

3

OCH

3

OCH

3

OCH

3

O

d. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Harborne

Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan,

(18)

diasamkan dengan H2SO4 2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar pertengahan (Terpenoida atau senyawa Fenol). (Harborne, 1996)

2.3.4 Sifat Kelarutan Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.

(19)

Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat dan alur sikimat (Markham, 1988).

(20)

2.4 Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995).

2.4.1 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. (Underwood, 1981).

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:

1) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan): a.kromatografi lapis tipis

b.kromatografi penukar ion

2) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat

3) Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.

4) Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni : a. kromatografi gas–cair

(21)

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.1.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30 menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut. (Sudjadi, 1986).

Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. (Gritter,1991).

Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:

1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.

(22)

5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas. (Markham, 1988).

2.4.1.2 Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung. (Markham, 1988).

2.4.1.3 Harga Rf (Reterdation Factor)

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding.

(23)

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.2 Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator. (Harborne, 1996).

2.5 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi

(24)

yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979).

2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet

Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986).

Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.

(25)

Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut : λ maksimum utama (nm) λ maksimum tambahan (nm) (dengan intensitas nisbi) Jenis flavonoida 475-560 390-430 365-390 350-390 250-270 330-350 300-350 275-295 ± 225 310-330 ± 275 (55%) 240-270 (32%) 240-260 (30%) ± 300 (40%) ± 300 (40%) tidak ada tidak ada 310-330 (30%) 310-330 (30%) 310-330 (25%) Antosianin Auron Kalkol Flavonol Flavonol

Flavon dan biflavonil Flavon dan biflavonil Flavanon dan flavononol Flavonon dan flavononon Isoflavon

(Markham, 1988).

2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.

Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis

(26)

karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi) beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan vibrasi lentur.

1. Vibrasi regang

Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetri.

2.Vibrasi lentur

Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa twisting (Noerdin, 1985).

2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidroge (Cresswell, 1982).

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu senyawa organik.

2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik. (Dachriyanus, 2004).

(27)

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan (Bernasconi,1995).

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu :

1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat.

CH3

CH3 Si CH3

CH3

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. (Silverstein, 1986)

Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja,1995).

Gambar

Gambar 1 : Biosintesis flavonoida (Markham, 1988)

Referensi

Dokumen terkait

pen%u&ur diste3 dan dipe3i5ara menurut a&urasi 2an% dis2arat&an sesuai prosedur pem#ua8 tann2a atau prosedur operasi standar   Perawatan dan pen2impanan

Secara garis besar, strategi ini dilakukan dengan langkah-langkah: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang; (2) Sebelum para mahasiswa belajar dalam kelompok,

PROVINSI ACEH Realisasi Target Kinerja Hasil Program dan keluaran kegiatan 2008 s/d tahun 2013) 1 Target Renja SKPD Tahun 2014 Target Renja SKPD Tahun 2014 (PERUBAHAN) Realisasi

Keunikan yang ada pada karya seni rupa jenis ukiran yang diterapkan pada kayu sangat mengagumkan, berikut yang bukan termasuk unsur keindahan ukiran adalah ….. Motif ukiran

Proses penyusunan Renja SKPD, Sesuai dengan pasal 5 ayat (3) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa setiap SKPD

admin dengan level provinsi akan menerima daftar lambaga yang sebelumnya sudah di proses oleh kabupaten, yang di anggap oleh kabupaten sudah memenuhi

Ini merupakan azet nasional sehingga perlu dilestarikan, sebagian bahkan belum terekploitasi sehingga harus terus dikembangkan dan diperkenalkan," kata Ketua

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis bahan bakar terhadap jarak tempuh kendaran bermotor dengan pendekatan eksperimen, serta dapat