PENGARUH PIJAT OKSITOSIN DENGAN INVOLUSI UTERI PADA
IBU POST PARTUM DI SIDOARJO
Oleh : Yanik Purwanti
(Prodi kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo)
Email:
yanpurwa@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya AKI setelah persalinan yang disebabkan oleh perdarahan. Kematian pada masa nifas sebesar 76,92% hal ini menduduki urutan pertama. Berdasarkan studi pendahuluan di BPM Nuril Masrukah, dari 8 orang ibu nifas menunjukkan bahwa masih terdapat 3 orang ibu nifas yang mengalami subinvolusi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan involusi uteri pada ibu post partum yang dipijat dan tidak dipijat oksitosin.
Metode penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian eksperimen semu atau dengan rancangan non randomized posttest without control group design. Pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel berjumlah 30 orang ibu post partum normal yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu 15 sampel dilakukan pijat oksitosin dan sisanya 15 sampel tanpa dilakukan pijat oksitosin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dipijat oksitosin sebanyak 86,6% involusi uterinya normal dan yang tidak dipijat oksitosin sebesar 60% involusi uterinya normal. Berdasarkan hasil analisis dengan uji fisher’s exact P = 0,215 lebih besar dari 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan antara ibu yang dipijat dan tidak dipijat oksitosin.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa involusi uteri pada ibu post partum yang dipijat oksitosin hampir seluruhnya normal dan yang tidak dipijat oksitosin sebagian besar adalah normal. Tidak ada perbedaan bermakna antara involusi uteri ibu post partum yang dipijat dan tidak dipijat oksitosin. Hal ini disebabkan ada faktor lain yang mempengaruhi involusi uteri seperti mobilisasi dini, IMD, usia, paritas, status gizi, sisa plasenta, efek oksitosin, jenis persalinan dan kondisi psikososial.
ABSTRACT
This research is motivated by the increasing AKI after childbirth due to bleeding. Death during childbirth ranks first in the amount of 76.92%. Based on preliminary studied on BPM Nuril Masrukah, from 8 puerperal women shows that there are 3 people who experience postpartum mothers subinvolution. The purpose of this studied was to determine differences in the maternal uterine involution post partum massage performed oxytocin and no.
This research method using a experimental design with a quasi-experimental research design or the design without non-randomized posttest control group design. Sampling with purposive sampling. Samples were 30 normal post partum mothers were divided into 2 groups: 15 samples carried massage oxytocin and 15 samples without performing massage oxytocin.
The results shows that the oxytocin massages as much as 86.6% uterinya involution normal and not massages oxytocin at 60% of normal uterinya involution. Based on the analysis by Fisher's exact test P = 0.215 greater than 0.05, which means there is no difference between mothers who massaged and massaged oxytocin.
From this study it can be concluds that the mother's uterine involution post partum were massages oxytocin almost entirely normal and are not massages oxytocin are mostly normal. There is no difference between maternal uterine involution post partum were massages and massaged oxytocin. This is due to there are other factors that affect uterine involution as early mobilization, IMD, age, parity, nutritional status, retained placenta, the effect of oxytocin, the type of labor and psychosocial conditions.
Keywords: Massage oxytocin, uterine involution
PENDAHULUAN
Di Jawa Timur, AKI cenderung meningkat dalam 5 (lima) tahun terakhir dapat digambarkan sebagai berikut: pada tahun 2008 sebesar 83 per 100.000 kelahiran hidup (kh); tahun 2009 sebesar 90,7 per 100.000 kelahiran hidup (kh); tahun 2010 sebesar 101,4 per 100.000 kelahiran hidup (kh); tahun 2011 sebesar 104,3 per 100.000 kelahiran hidup (kh); dan di tahun 2012 mencapai 97,43 per 100.000 kelahiran hidup (kh). Capaian AKI Jawa Timur tahun 2012 keadaannya berada 5 point dibawah dari target MDG’s tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (kh). Keadaan ini memacu untuk terus menelaah penyebab kematian ibu agar target MDG’s dapat
tahun 2012). Prawiroharjo (2008) mengatakan perdarahan dapat terjadi pada masa nifas (retensio plasenta, atonia uteri, trauma kelahiran). Di kabupaten Sidoarjo, AKI pada tahun 2012 sebesar 96.27/100.000 kelahiran hidup (29 ibu) dan turun menjadi 72.82/100.000 KH (26 ibu) pada tahun 2013. Berdasarkan masa saat kematiannya adalah masa nifas menduduki urutan pertama, yaitu sebesar 76.92% (Laporan Dinas Kesehatan Sidoarjo 2014).
Kematian ibu secara tidak langsung diidentifikasi sebagai fenomena “Tiga terlambat dan empat terlalu”. Tiga terlambat yang dimaksudkan adalah
kesehatan dan terlambat mendapat pertolongan yang cepat dan tepat di fasilitas kesehatan. Sedangkan empat terlalu yang dimaksudkan adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak. Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan sejak pertolongan persalinan kala tiga yaitu kala pengeluaran uri, pada tahap ini akan terjadi proses pelepasan dan pengeluaran uri. Setelah terjadi pengeluaran plasenta akan terjadi kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus menerus untuk mencegah perdarahan post partum. Pada fase kala tiga kadar oksitosin didalam plasma meningkat dimana hormon ini jelas sangat berperan dalam proses involusi. Proses involusi akan berjalan dengan bagus jika kontraksi uterus kuat sehingga harus dilakukan tindakan untuk memperbaiki kontraksi uterus (Cunningham, 2006).
Penyebab perdarahan post partum primer meliputi atonia uteri, resensio plasenta, plasenta rest, trauma persalinan dan gangguan pembekuan darah. Atonia uteri terjadi karena otot uterus tidak mengalami retraksi dan kontraksi yang kuat sehingga pembuluh darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan yang banyak sehingga membahayakan jiwa pasien, dengan demikian diperlukan langkah penanganan secara cepat dan tepat (Manuaba, 2007). Penyebab perdarahan post partum yang lain adalah sisa plasenta yaitu pengeluaran lochea yang disertai darah lebih dari 10 hari dan tertinggalnya selaput ketuban serta trauma persalinan (Manuaba, 2007). Adapun faktor predisposisi kejadian ini adalah anemia, multiparitas, pasca tindakan operasi vagina, distensi uterus berlebihan, partus lama dan trauma persalinan (Gangguan kontraksi/Couvariale Uteri) (Manuaba, 2007).
METODE
Penelitian kuasi eksperimen merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai adanya pengaruh suatu perlakuan atau treatment atau menguji hipotesis tentang ada tidak perbedaan suatu tindakan. Jenis penelitian menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu atau kuasi eksperimen dengan rancangan non randomized posttest without control group design.
Penelitian kuasi eksperimen ini digunakan untuk mengukur pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus. Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan mengungkap kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antara variabel tanpa adanya manipulasi suatu variabel. Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuasi eksperimen.
HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Involusi uteri pada ibu post partum yang dipijat oksitosin di Sidoarjo
Involusi Uteri Jumlah Persentase
Normal 13 86,7
Tidak Normal 2 13,3
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 15 responden ibu post partum yang dilakukan pijat
ositosin di Sidoarjo, hampir seluruhnya involusi uterinya normal sebanyak 13
orang (86,7%).
Tabel 4.2 Involusi uteri pada ibu post partum yang tidak dipijat oksitosin di Sidoarjo
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 15 responden ibu post partum yang tidak dilakukan pijat
oksitosin di Sidoarjo, sebagian besar involusi uterinya normal yaitu 9 orang (60%).
Tabel 4.3 Tabel silang Involusi Uteri Pada Ibu Post Partum yang Dipijat dan Tidak Dipijat Oksitosin di Sidoarjo
Perlakuan Involusi Uteri Normal Tidak Normal Jumlah p n % n % n % Pijat 13 86,7 2 13,3 15 100 0,215 Tanpa Pijat 9 60 6 40 15 100 Total 22 8 30 Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang dilakukan pijat oksitosin hampir seluruhnya memiliki involusi uteri normal yaitu 86.7% Dibandingkan dengan
responden yang tidak dilakukan pijat oksitosin, sebagian besar memiliki involusi uteri normal yaitu 60% dan hampir setengahnya involusi uteri tidak normal 40%.
PEMBAHASAN
Perbedaan Involusi Uteri Pada Ibu Post Partum yang Dipijat dan Tidak Dipijat Oksitosin
Berdasarkan hasil penelitian antara responden yang dipijat oksitosin dan tidak dipijat oksitosin tidak memiliki
yang dipijat oksitosin memiliki involusi uteri yang normal yaitu pada hari ke-10 TFU sudah tidak teraba. Sedangkan responden yang tidak dipijat oksitosin memiliki involusi uteri yang tidak normal yaitu pada hari ke-10 TFU masih teraba
Involusi Uteri Jumlah Persentase
Normal 9 60
Tidak Normal 6 40
mempengaruhi involusi uteri seperti: mobilisasi,IMD, usia, paritas, status gizi, sisa plasenta, efek oksitosin, jenis persalinan dan kondisi psikososial
Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara responden yang dipijat dan tidak dipijat oksitosin. Hal ini menunjukkan Involusi tidak hanya disebabkan karena adanya pijat oksitosin, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi involusi uteri. Seperti status gizi yang normal. Manurut Almatsier (2006) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Ibu nifas dengan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan tonus otot-otot uterus untuk berkontraksi dengan baik, mempercepat involusi uterus.
Kandung kemih juga dapat mempengaruhi pada proses involusi uteri. Kandung kemih yang penuh akan menekan uterus sehingga tidak dapat berkontraksi secara maksimal. Sehingga pada saat kandung kemih penuh dapat terjadi perdarahan. Menurut Manuaba (2007) bahwa pengosongan kandung kemih dapat mengurangi bendungan lochea dalam rahim, kontraksi uterus yang baik, meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat normalisasi alat kelamin dalam keadaan semula.
Ibu yang meneteki bayinya 2 jam sekali atau sesering mungkin akan membantu dalam proses involusi uteri. Dengan demikian sering menyusui penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara bengkak), tetapi justru memperlancar
pengaliran ASI. Selain itu oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot rahim, sehingga mempercepat keluarnya plasenta dan mengurangi perdarahan setelah persalinan. Menurut Anidar (2008) bahwa efek fisiologis dari oksitosin adalah merangsang kontraksi otot polos uterus baik pada masa persalinan maupun masa nifas sehingga akan mempercepat proses involusi uterus.
Seluruh responden yang berada di Sidoarjo mengalami jenis persalinan spontan. Menurut Cunningham (2006) dan Prawirohardjo (2007) mengatakan bahwa semua jenis persalinan akan menyebabkan terjadinya kontraksi uterus untuk proses involusi uterus tetapi kecepatan proses involusi yang berbeda. Pada persalinan dengan secsio caesarea akan terjadi pemotongan pada syaraf, pembuluh darah dan pembuluh limfe yang akan mempengaruhi proses involusi uterus.
Ibu yang kondisi psikologisnya baik dapat menerima bayinya bagaimana ibu merawat bayinya dan bagaimana ibu menjaga dirinya sendirinya. Ibu dapat merawat bayinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Menurut Hamranani (2010) bahwa post partum blues merupakan perasaan yang dialami ibu sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Disamping itu kadar estrogen yang rendah pada ibu post partum akan memberikan efek pada kondisi psikologis ibu. Sementara kondisi psikologis mempengaruhi produksi ASI sehingga hormon oksitosin juga terhambat produksinya. Apabila hormon oksitosin melambat maka dapat mempengaruhi involusi uteri yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya subinvolusi.
KESIMPULAN
Hampir seluruh involusi uteri pada ibu post partum yang dipijat oksitosin adalah normal. Dan Sebagian besar involusi uteri pada ibu post partum yang tidak dipijat oksitosin adalah normal dan simpulannya, Tidak ada perbedaan involusi uteri pada ibu post partum yang dipijat dan tidak dipijat oksitosin di Sidoarjo.
SARAN
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai perbedaan involusi uteri pada ibu post partum pentingnya meningkatkan involusi uteri pada ibu post partum tidak hanya dilakukan dengan melakukan pijat oksitosin saja, banyak faktor yang dapat mempengaruhi involusi uteri yaitu mobilisasi dini, IMD, usia, paritas, status gizi, sisa plasenta, efek oksitosin, jenis persalinan dan kondisi psikososial.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendekia
Anidar. 2008. Manfaat ASI. http://eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 20 April 2015
Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Bobak, I.M., Lowdermik, D.L., & Jensen, M.D. 2005. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Cunningham. F. G. Donald, P, C. Mc Gant, N, F. alih bahasa dr. Joko S. dr. Andri. H. 2005. Obstetri Williams. Ed XXI. Volume 2. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2005. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta: JNPKKR-HPIEGO
http://www.cnrl.net.publikasi.pdf.MPO. Diakses tanggal 25 April 2015