• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis yang belum begitu terkenal, di mana bank tidak perlu mencari nasabah tetapi sebaliknya nasabahlah yang datang mencari bank. Kemudian era tahun 80-an dan 90-an kesan dunia perbankan menjadi terbalik, karena di era ini justru perbankan mulai aktif mengejar nasabah. Keaktifan bank dalam mengejar nasabahnya ini dikarenakan pada era ini sangat banyak bank-bank baru yang bermunculan dan berusaha mencari pangsa pasarnya. Kemunculan bank-bank ini dipicu oleh peraturan pemerintah tentang definisi perbankan itu sendiri, peraturan ini dibuat agar bank yang berada di Indonesia tidak menyimpang dari fungsinya. Peraturan ini dimaninvestasikan dalam Pasal 1 ayat 2 UU No. 10 tahun 1998, tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Undang-undang ini pula yang membuat bank Islam lahir di Indonesia dalam bentuk bank syariah. Bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah ada sebelum Undang-undang No.7 tahun 1992 direvisi menjadi Undang-undang No.10 tahun 1998, yaitu dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia. Apabila hanya melihat pada undang-undang No.7 tahun

(2)

1992 memang tidak ada aturan tentang bank syariah, karena dalam undang-undang tersebut hanya menjelaskan tentang perbankan konvensional, bahkan tidak ada satu katapun yang menyinggung tentang bank syariah. Bank Muamalat Indonesia berdiri pada tahun 1992 didasarkan pada Undang-undang N0.7 tahun 1992 sebagai landasan hukumnya dan Peraturan Pemerintah N0.72 tahun 1992 tentang penjelasan bank umum yang berdasarkan prinsip bagi hasil, karena pada dasarnya bank syariah adalah bank yang menerapkan system bagi hasil dalam setiap kegiatannya sesuai dengan syariat Islam. Seiring dengan direvisinya Undang-undang No.7 tahun 1992 tersebut,maka ketentuan tentang prinsip syariah kemudian dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-undang No. 10 tahun 1998 dimana pada undang-undang sebelumnya belum dijelaskan secara terperinci. Ketentuan Bank Indonesia ini merangsang munculnya beberapa bank umum syariah, BPR syariah, dan juga bank konvensional yang membuka unit usaha syariah.

Kemunculan bank-bank syariah ataupun unit usaha syariah inilah yang menjadi fenomena menarik di Indonesia sekarang. Bank syariah ini berdiri pada awalnya hanya untuk memenuhi keinginan sebagian dari masyarakat yang ingin menerapkan sistem yang syar’i dan tidak memiliki unsur riba sesuai dengan syariat Islam dimana agama Islam merupakan agama mayoritas dari masyarakat Indonesia.

Fenomena kemunculan bank-bank syariah ini akan menimbulkan persaingan dalam dunia perbankan. Persaingan ini akan semakin ketat antara bank konvensional dan bank syariah, karena hingga akhir 2010 jumlah Bank umum

(3)

Syariah (BUS) telah ada 11 perusahaan, jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) 26 unit, dan jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 132 perusahaan sedangkan asset kelolaan perbankan syariah per Februari 2009 telah berjumlah Rp 52,152 Triliyun, dimana perkembangan aset perbankan syariah dalam periode lima tahun terakhir pada 2004 - 2008 terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 34,1% per tahun. Penghimpunan dana dari masyarakat atau disebut dana pihak ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan DPK tercatat rata-rata 32,8% per tahun dalam periode 2004 - 2008, yaitu melonjak menjadi Rp 36,8 triliun pada 2008 dari Rp 11,8 triliun pada 2003. Dari segi pembiayaan, pertumbuhan pembiayaan syariah mengalami pertumbuhan rata-rata 35,0% per tahun.

Penilaian kinerja keuangan dapat dianalisis dengan menggunakan analisis rasio yang menitikberatkan pada faktor-faktor : permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian kinerja keuangan dalam dunia perbankan sangat penting untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan manajerial di segala aspek. Hal ini berpengaruh pada kepercayaan pihak lain di luar perbankan , misalnya saja investor. Dengan adanya kinerja keuangan yang baik, maka investor tidak akan ragu-ragu dalam menanamkan modalnya baik pada bank konvensional maupun bank syari’ah.

Pola bagi hasil pada bank syariah memungkinkan nasabah untuk mengawasi langsung kinerja bank syariah melalui monitoring atas jumlah bagi hasil yang diperoleh. Jumlah keuntungan bank semakin besar maka semakin besar pula bagi

(4)

hasil yang diterima nasabah, demikian juga sebaliknya. Jumlah bagi hasil yang kecil atau mengecil dalam waktu cukup lama menjadi indikator bahwa pengelolaan bank merosot. Keadaan itu merupakan peringatan dini yang transparan dan mudah bagi nasabah. Berbeda dari perbankan konvensional, nasabah tidak dapat menilai kinerja hanya dari indikator bunga yang diperoleh (Wulandari, 2004).

Sebagai lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syariah harus bersaing dengan bank konvensional yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Persaingan yang semakin tajam ini harus dibarengi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa terus bartahan hidup adalah kinerja (kondisi keuangan) bank. Banyak cara untuk menilai kinerja (kondisi keuangan) suatu bank, maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan rasio CAMELS (Capital, Asset, Management, Earning, Liabillity, Sensitivity to market risk) dalam menilai kinerja keuangan bank sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP.

Adapun rasio yang digunakan adalah Capital Adequacy Ratio (mewakili rasio permodalan), Non Performing Loan (mewakili rasio kualitas aktiva produktif), Return on Asset dan Return on Equity (mewakili rasio rentabilitas), Beban Operasional dibagi Pendapatan Operasional (mewakili rasio efisiensi), Loan to Deposit Ratio (mewakili rasio likuiditas), serta Posisi Devisa Neto (mewakili rasio sensitivitas terhadap risiko pasar). Capital Adequacy Ratio, aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan

(5)

modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.

Non Performing Loan (mewakili rasio kualitas aktiva produktif), merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Return on Asset dan Return on Equity (mewakili rasio rentabilitas), ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. ROE mengukur besar pengembalian yang diperoleh pemilik bisnis (pemegang saham) atas modal yang dia setorkan untuk bisnis tesebut. ROE merupakan indikator yang tepat untuk mengukur keberhasilan bisnis dalam memperkaya pemegang sahamnya. Beban Operasional dibagi Pendapatan Operasional (mewakili rasio efisiensi), rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya dengan membandingkan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional.

Loan to Deposit Ratio (mewakili rasio likuiditas), adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya.

(6)

Posisi Devisa Neto (mewakili rasio sensitivitas), adalah rasio perbandingan selisih antara aktiva valuta asing dengan pasiva valuta asing terhadap modal bank. Rasio ini digunakan untuk meminimalkan risiko pasar ataupun untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar. Semakin rendah rasionya maka semakin mampu bank meminimalkan risiko kerugian terhadap fluktuasi nilai tukar.

Berdasarkan fenomena dan masalah yang telah diuraikan secara ringkas ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai perbandingan kinerja antara bank syariah dan bank konvensional dengan menggunakan rasio CAMELS yang meliputi Capital Adequacy Ratio (mewakili rasio permodalan), Non Performing Loan (mewakili rasio kualitas aktiva produktif), Return on Asset dan Return on Equity (mewakili rasio rentabilitas), Beban Operasional dibagi Pendapatan Operasional (mewakili rasio efisiensi), dan Loan to Deposit Ratio (mewakili rasio likuiditas), serta Posisi Devisa Neto (mewakili rasio sensitivitas).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : adakah capital adequacy ratio, non performing loan, return on asset , return on equity, beban operasional dibagi pendapatan operasional, loan to deposit ratio, serta posisi devisa neto berbeda signifikan antara bank syariah dan bank konvensional baik secara parsial maupun secara keseluruhan yang diwakili oleh variabel kinerja?

(7)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah perbandingan kinerja antara bank konvensional dan bank syariah dengan menggunakan rasio CAMELS.

2. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, dengan melakukan penelitian ini penulis memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan baru mengenai perbankan syariah. 2. Bagi Bank syariah, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk

mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan.

3. Bagi bank konvensional, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan atau pertimbangan untuk membentuk atau menambah Unit Usaha Syariah atau bahkan mengkonversi menjadi bank syariah. 4. Bagi Peneliti Lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan wawasan dan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh rasio-rasio CAMELS yang berkaitan dengan penilaian kinerja perbankan, seperti memasukkan rasio sensitivitas ataupun rasio CAMELS lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Korelasi klinikopatologis: Histopatologis pada lesi hiperpigmentasi lentigo adalah ditemukannya peningkatan jumlah melanosit epidermal dan pada lesi yang lama dapat dijumpai

Selama ini pungutan Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Pelecehan seksual pada penelitian ini diungkap melalui skala, yang terdiri dari dua bentuk atau karakteristik pelecehan seksual, yaitu tingkah laku yang berupa

Abstrak : Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu hamil dan neonatal yang tinggi terutama di negara berkembang Sampai saat ini preeklampsia dan eklampsia

Dengan menerapkan strategi Discovery Learning dan Project Based Learning siswa dapat memahami, mengaplikasikan, menganalisis, meniru, mengorganisir dan menulis teks

Anak yang membutuhkan perlindungan khusus adalah anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang

Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dari hasil penelitian didapatkan bahwa remaja perempuan yang memiliki self-esteem

Meskipun dalam pencatatan ada perbedaan nama akun yaitu pada akun ekuitas, Neraca yang disajikan Koperasi Unit Desa Sida Mulya sudah sesuai dengan PSAK No.27. Tabel