• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan demikian merupakan kontruksi sosial (Berger & Thomas, 1990: 63).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan demikian merupakan kontruksi sosial (Berger & Thomas, 1990: 63)."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Modal sosial yang diantaranya jaringan sosial,gotong royong, norma dan kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pengusaha juga menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi keberlangsungan industri sehingga banyak industri tetap bertahan ditengah persaingan pasar yang semakin ketat. Pasar adalah mekanisme sosial dimana sumber-sumber daya ekonomi dialokasikan dan pasar dengan demikian merupakan kontruksi sosial (Berger & Thomas, 1990: 63).

Perkembangan industri di negara Indonesia pada saat sekarang ini telah mengalami banyak perubahan. Banyak industri-industri yang mulai menurun. Namun disisi lain banyak juga pengusaha kecil (industri kecil) yang ada saat ini berusaha untuk terus bertahan mengembangkan usaha mereka, dengan memahami permasalahan, hambatan, tantangan, peluang, dan kesempatan yang ada. Salah satunya disini adalah industri kecil mie soun.

Industri kecil mi soun berada di desa manjung yang terletak di lereng selatan gunung merapi berada di kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Desa ini mempunyai keadaan geografi yang bagus, Desa ini selain cocok untuk lahan pertanian, desa ini juga terkenal akan industri kecil mie sounnya. Banyak dari masyarakat desa ini yang mendirikan industri kecil mie soun dan perkembangan industri kecil ini cukup berkembang.

(2)

2

Selain dari segi fisik seperti modal, sarana dan prasarana perkembangan suatu industri kecil juga tidak lupa dipengaruhi oleh faktor non fisiknya, seperti misalnya dari segi sumber daya manusia serta dari segi modal sosial. Menurut Francis Fukuyama (2005) sendiri modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan di dalamnya diikat oleh nilai dan norma yang tumbuh dan dipatuhi. Oleh karena itu kita dapat melihat modal sosial apa saja yang ada dalam industri kecil tersebut serta bagaimana modal sosial tersebut dapat dimanfaatkan untuk perkembangan industri kecil mie soun.

Penelitian ini mengkaji berbagai karakteristik modal sosial yang berada pada sentra industri industri mie soun, apakah sudah mendukung pencapaian kemandirian industri di daerah tersebut atau belum. Terkonsentrasinya sebagian Industri kecil pada lokasi geografis tertentu (sentra) baik yang terbentuk secara alami ataupun sengaja dibentuk oleh pemerintah memiliki peluang untuk berkembang dan tumbuh secara mandiri karena memiliki potensi modal sosial yang cukup besar. Modal sosial yang melekat pada interaksi di antara para pelaku industri diyakini sangat penting untuk mendukung percepatan pertumbuhan industri di suatu wilayah. Dalam upaya melihat aspek modal sosial secara komprehensif pada suatu industri, maka penelitian ini difokuskan pada sentra industri yang berada pada lokasi yang diindikasikan memiliki karakter atau sumber modal sosial yang masih kuat, seperti di daerah pedesaan.

Penelitian ini dimaksudkan sebagai penelitian eksploratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi atau menyingkap tentang modal sosial dan

(3)

3

pemanfaatannya pada pengembangan Industri kecil mi soon di Desa Manjung yang terletak di Lereng Selatan Gunung Merapi Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Terdapat beberapa hal yang mendasari tentang penelitian ini.

Pertama yaitu aktualitas, penelitian tentang industri kecil hingga saat ini masih cukup aktual dan masih menjadi perhatian bagi semua kalangan baik masyarakat biasa maupun pemerintah. Industri kecil masih menjadi salah satu tumpuan bagi peningkatan perekonomian masayarakat kita dan pemerintah. Bahkan keberadaan industri kecil ataupun industri rumahan saat ini semakin banyak, berkembang dan beraneka jenis yang dihasilkan.

Alasan yang kedua yaitu orisinalitas. Penelitian ini memiliki orisinalitas, karena pada saat ini sepengetahuan peneliti tidak ada penelitian yang sama dengan apa yang diteliti penulis, walaupun terdapat penelitian yang berkaitan dengan modal sosial ataupun industri kecil, namun dapat dinyatakan perbedaannya, terutama mengenai focus penelitiannya. Beberapa penelitian yang mengangkat tema tentang modal sosial diantaranya Modal Sosial Dan Keberlangsungan Usaha tahun 2007 yaitu tentang keterkaitan hubungan modal sosial dengan keberlangsungan usaha pengusaha batik di Kampung Kauman, Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa unsur yang terbangun dalam modal sosial dan kerjasama yang dijalin pengusaha batik dalam aktivitas keberlangsungan usaha, dimana unsur-unsur ini mewarnai keberlangsungan usaha batik tersebut. Keterkaitan modal sosial dan keberlangsungan usaha terletak pada tindakan ekonomi yang dilakukan baik itu

(4)

4

berhubungan dengan keberlangsungan permodalan, sumber daya manusia, produksi dan pemasaran cenderung diwarnai adanya hubungan sosial dalam kegiatan partisipasi jaringan, dalam kegiatan tukar menukar kebaikan (resiprositas) dalam daur kehidupan, yang memiliki norma saling mengguntungkan dalam setiap hubungan sosial yang dibangun dengan pemodal, tenaga kerja, relasi usaha dan pelanggan. Terkandung nilai kepedulian dalam memperlakukan tenaga kerja, relasi usaha, pelanggannya. Nilai kejujuran juga senantiasa mewarnai tindakan ekonomi yang dilakukan pengusaha kepada para tenaga kerja dan pelanggan-pelanggannya.

Selain itu, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Lutfah Ariana, Kusbiantono, Sigit Setiawan (2006), dengan judul Pengaruh Modal Sosial dalam Kemandirian Sentra Industri yang Berlokasi di Daerah Pedesaan. Penelitian ini menunjukkan modal sosial berperan dalam mendorong interaksi dan hubungan jaringan perusahaan pada tingkat internal (within firms) saja. Peran ini terealisasi utamanya dalam menurunkan biaya pengelolaan tenaga kerja atau mengikat orang untuk bekerja di perusahaan tanpa prosedur formal yang panjang, dan penyebaran informasi melalui kedekatan keluarga/ saudara yang lebih mudah dilakukan dan lebih dipercaya seperti yang terjadi pada industri perak Lumajang. Akan tetapi, pada rentang tertentu, modal sosial yang ada tidak bisa mendorong perusahaan untuk memperluas pasar. Hal ini disebabkan perusahaan tersebut tidak terbiasa untuk terlibat kelembagaan secara formal, seperti kelembagaan pemerintah dan kelembagaan formal lainnya.

(5)

5

Alasan yang ketiga yaitu relevansi penelitian dengan ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan yang mempelajari permaslahan sosial yang ada di masyarakat serta pemecahannya. Dalam ilmu pembangunan sosial dan kesejateraan juga menekankan pembelajaran mengenani patologi sosial yang ada pada masyarakat dan berupaya membawa perubahan kearah yang lebih baik, sehingga berkesan double subject matters dan ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan sendiri memfokuskan pada pembelajaran hubungan antar manusia, antar kelompok, antar manusia dan kelompok dalam rangka membangun masyarakat (Winarni 2000:40). Pada masyarakat Desa Mnajung, hubungan antara pengusaha mie soun dengan pengusaha mie soun lainnya dan hubungannya dengan masyarakat masih sangat erat dan saling memberikan kontribusi dalam usaha pengembangan industri mie soun. Hal ini terlihat dari kerukunan warga masyarakat yang ada dalam sentra industri mie soun di Desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Dari pertimbangan-pertimbangan itulah peneliti mengangkat judul “Pemanfaatan Modal Sosial Masyarakat Dalam Penngembangan Industri Kecil Mie Soun di Manjung, Ngawen, Klaten, Jawa Tengah” sebagai judul skripsi.

B. Latar Belakang Masalah

Di tengah dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi yang semakin tinggi, Indonesia mengalami terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju kebangkrutan ekonomi. Hal ini diperparah dengan kehadiran liberisasi dalam perdagangan yakni

(6)

6

persaingan Internasional yang semakin ketat dan mekanisme pasar bebas yang semakin terbuka, turut membawa dampak bagi industri-industri non rumah tangga dan rumah tangga. Tetapi dalam keadaan kondisi ekonomi yang menurun saat ini masih ada harapan untuk meningkatkan kembali perekonomin nasional. Salah satunya adalah dengan adanya industri kecil dimana industri kecil merupakan salah satu sektor yang memeiliki peranan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia baik di masa ini maupun masa mendatang, karena sifatnya yang mudah diterima serta kemampuan industri kecil dalam menyediakan barang dan jasa yang relatif murah sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat dari golongan menengah kebawah.

Menurut BPS Indonesia, perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut. Perusahaan Industri dibagi dalam 4 golongan yaitu : (1) Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih); (2) Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja

20-99 orang); (3) Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang); dan (4) Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang).

Menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM), usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

(7)

7

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap mie menyebabkan bertambahnya jumlah permintaan, hal ini tentunya akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Untuk menghadapi persaingan tersebut produsen memerlukan strategi pemasaran yang tepat dalam mengelola dan memasarkan produknya. Strategi pemasaran merupakan salah satu faktor penting untuk membawa perusahaan pada posisi stabil dalam persaingan yang semakin kuat, agar mampu bertahan dan mampu meningkatkan usahanya sehingga mendapatkan keuntungan. Tingkat persaingan dalam dunia bisnis yang semakin ketat menyebabkan kepemimpinan suatu perusahaan, produk atau merek tertentu tidak akan selamanya stabil. Adanya produk-produk lain yang sejenis, seperti Mie basah, Mie Kering, dan Bihun juga cukup mempengaruhi persaingan bisnis Mie Soun di Desa Manjung di Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.

Dilain pihak, dalam perkembangannya banyak tantangan yang harus dihadapi para pengusaha. Tantangan tersebut antara lain kondisi perekonomian negara yang tidak stabil bisa menghantam sektor industri termasuk industri mie. Belum ditambah lagi terjadi kenaikan harga bahan baku utama yaitu tepung terigu akibat penyesuaian terhadap kenaikan harga bahan bakar. Disamping itu kenaikan harga komoditas di pasar internasional mengakibatkan inflasi yang tinggi dan melemahnya daya beli masyarakat, sehingga mempengaruhi pertumbuhan industri mie. Penurunan terjadi terutama pada segmen bawah karena kenaikan

(8)

8

harga jual mie seiring dengan kenaikan harga tepung terigu sebagai bahan baku utama. Akibatnya sebagian produsen dari mie segmen bawah untuk sementara tidak berproduksi, karena anjloknya permintaan konsumen dari kalangan ini.

Kondisi demikian, menuntut industri kecil untuk tetap bersaing melawan tantangan-tangan yang ada agar mereka tetap eksis dan berproduksi untuk tetap menguasai pangsa pasar yang ada. Sentra Produksi Mie Soun di Desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten sebagai sektor industri kecil saat ini masih mampu bertahan dalam menghadapi gejolak yang ada. Desa Manjung sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu sentra penghasil mie soun. Hampir 20 persen dari jumlah penduduknya, mengandalkan hidup dari mie yang berbahan baku dari tepung aren ini. Dalam sebulan rata-rata produksi mie soun siap edar di desa tersebut mencapai 17 ton perharinya.

Tercatat ada 65 pengusaha mie soun yang tersebar di 10 wilayah di Desa Manjung. Paling banyak terdapat di Dukuh Manjung, Ngaglik, Tegalsari, Dukuh dan Tegalrejo. Sedangkan di Sidomulyo, Tuban Wetan, Jamburejo dan Tuban Kulon hanya ada 1-3 produsen saja. Keberadaan pabrik mie soun ini ternyata mampu menyerap ratusan tenaga kerja yang didominasi ibu-ibu rumah tangga. Mereka diberi tugas untuk melakukan pengemasan. Bisa dikerjakan di rumahnya masing-masing atau datang ke produsennya sendiri.

Pemasaran mie ini hampir di seluruh daerah di Provinsi Jawa Timur. Selebihnya hampir merata di Jawa Tengah. Namun di tengah semangat-semangatnya pengusaha untuk membuat mie soun, mereka justru dihadapi dengan langkanya bahan baku berupa tepung aren dan sagu. Tepung aren didapat dari

(9)

9

Kecamatan Tulung Klaten, sementara untuk tepung sagu didapat dari Pulau Sumatera.

Rata-rata pendapatan perbulan menjadi pengusaha mie soun mencapai puluhan juta. Memproduksi mie soun memang tergantung musim. Jika cuaca panas, maka pengusaha bisa meraup keuntungan berlipat. Tapi kalau cuaca tidak bagus, secara otomatis berdampak pada pendapatan.

Namun kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi pasar yang tidak menentu, harga bahan baku yang relatif tidak stabil dan daya beli masyarakat yang cenderung naik turun tidak menyurutkan industri yang ada untuk tetap bertahan walaupun kebanyakan dari industri ini banyak yang gulung tikar dan mengalami kendala-kendala sifatnya internal seperti kualitas dan kuantitas sumber daya yang tidak memadai, keterbatasan modal, standarisasi produk.

Jaringan sosial yang ada, nilai, norma dan kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pengusaha juga turut mempengaruhi keberlangsungan industri mereka sehingga banyak industri tetap bertahan ditengah persaingan pasar yang semakin ketat. Pasar adalah mekanisme sosial dimana sumber-sumber daya ekonomi dialokasikan dan pasar dengan demikian merupakan kontruksi sosial (Berger & Thomas, 1990: 63). James Coleman, mengatakan bahwa kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust (amanah sama dengan kepercayaan) dari pihak-pihak yang terlibat, maksudnya hubungan transaksi antar manusia baik bersifat ekonomis maupun non-ekonomis, mungkin bisa berkelanjutan apabila ada amanah antara pihak-pihak yang melakukan interaksi dalam (Syahra, 2003:5). Selain itu James Coleman juga mengatakan bahwa modal

(10)

10

sosial menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.

Latar belakang kehidupan sosial pengusaha industri mi soun dan kondisi ekonomi yang ada di desa manjung yang terletak di lereng selatan gunung merapi berada di kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mendorong peneliti mengkaji lebih jauh tentang keterkaitan hubungan modal sosial dengan perkembangan dan pengembagan industri kecil mie soun, dimana keterkaitan ini bertumpu pada perilaku-perilaku ekonomi pengusaha yang didasarkan oleh perilaku sosial yang ada pada diri mereka, sehingga hal ini membuat semakin menarik untuk diteliti lebih jauh.

Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut dalam menguraikan faktor-faktor yang menjadi latar belakang/arti penting masalah ditinjau dari segi kepentingan pengembangan ilmu dan pandangan-pandangan/rasionalitas peneliti mengapa penelitian ini penting dilakukan. Dan berdasarkan hasil penelusuran tentang penelitian mengenai pemanfaatan modal sosial dalam pengembangan industri pada industri kecil Mie Soun di Desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten belum ada yang melakukannya. Dengan demikian, penelitian ini benar-benar merupakan penelitian yang baru dilakukan oleh peneliti dengan mengacu pada paparan yang sudah ada yaitu pada hasil-hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan pertimbangan ini, peneliti mengangkat judul “Pemanfaatan Modal Sosial Masyarakat Dalam Pengembangan Industri Kecil Mie Soun di Manjung,

(11)

11

Ngawen, Klaten, Jawa tengah” sebagai judul skripsi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan, yaitu : Bagaimana pemanfaatan modal sosial masyarakat yang ada di Desa Manjung Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dalam usahanya untuk mengembangkan industri kecil mie soon?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian berfungsi untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian agar tidak menyimpang dari permasalahan yang akan diteliti dan agar penelitian tidak mengalami perluasan yeng mengakibatkan fokus penelitian menjadi tidak jelas. Tujuan penelitian merupakan jawaban atas masalah-masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan modal sosial masyarakat yang ada di Desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dalam usahanya untuk mengembangkan industri kecil mie soun.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melihat pemanfaatan jaringan sosial, kepercayaan, resiprositas, norma, nilai dan tindakan proaktif yang dimiliki pengusaha, didalam melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan keberlangsungan usaha industri kecil mie soon.

(12)

12

2. Mengenali perilaku pengusaha didalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan keberlangsungan usaha industri batik, yang dilihat dari sisi permodalan, manajemen tenaga kerja atau sumber daya manusia, produksi dan pemasaran.

3. Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu sosial dan kesejahteraan pada khususnya, dan ilmu sosial pada umumnya, serta bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi pelaku ekonomi industri kecil.

E. Tinjauan Pustaka 1. Modal Sosial

a. Definisi Modal Sosial

Fukuyuma mendefinisikan bahwa modal sosial (social capital) sebagai norma informal yang dapat mendorong kerjasama antar anggota masyarakat (Fukuyama: 1995). Hal senada juga diungkapkan Arsyad, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa modal sosial juga merupakan sebuah fenomena yang tumbuh dari bawah (bottom-up phenomenon), yang berasal dari sekumpulan individu yang membentuk pola jalinan sosial (social network) yang didasarkan atas prinsip saling mempercayai (trust), resiprositas sosial, norma dalam berperilaku, serta aksi kolektif.

Francis Fukuyama (1995; 2003) memberikan penekanan modal sosial sebagai segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan didalamnya diikat

(13)

13

oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi, menurutnya situasi tersebutlah yang akan menjadi resep kunci bagi keberhasilan pembangunan ekonomi dan demokrasi. Fukuyama (1995) menyebutkan bahwa modal sosial tidak terletak pada individu, tetapi pada kelompok, komunitas, bahkan pada tingkat negara (state).

Modal sosial sangat tinggi pegaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Fukuyama (2002) menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai negara yang menunjukkan bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi.

Modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama, demi menjadi tujuan tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1990). atau secara lebih konperehensif (Burt, 1992) mendefinisikan, modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk berasosiasi berhubungan antara satu dengan yang lain dan selanjutnya menjadi kekuatan penting dalam ekonomi dan aspek eksistensi sosial lainnya.

Modal sosial dibentuk dari kehidupan masyarakat tradisional, dan dibentuk setiap hari oleh warga dan organisasi organisasi dalam masyarakat kapitalis modern. Modal sosial akan lebih berkembang ketika teknologi semakin berkembang, organisasi organisasi struktur hirarki semakin bersifat merata (horizontal), dan hirarki dari sistem usaha digantikan oleh jaringan

(14)

14

(Fukuyama, 1995). Modal sosial merupakan seperangkat norma norma atau nilai nilai yang terbentuk secara informal. Umumnya norma norma yang terbentuk secara informal, yakni tidak terulis dan diumumkan. Sedangkan norma yang dibentuk melalui wewenang hierarkis lebih menujukkan kepada bentuk hukum tertulis.

Gambar 1.1 Rentang Norma

Diantara norma-norma sosial, mulai norma hierarkis hingga norma spontan, ada pula hadir norma yang lain dari rasional hingga norma arasional. Sehingga akan terbentuk sebuah gabungan poros norma menjadi empat bilik norma.

(15)

15 Gambar 1.2 Jagat Norma

Penggunaan kata rasional merujuk kepada realitas bahwa norma norma alternatif terbentuk melalui proses perdebatan panjang serta membandingkannya terlebih dahulu. Dalam proses pembuatan norma norma rasional, terjadilah diskusi rasional yang dapat menghadirkan konsekuensi – konsekuensi buruk bila tidak menampung kepentingan kelompok kelompok perumus norma ini. Sedangkan norma norma arasional menjadi begitu vital perannya, seperti dukungan aspek moral dan agama turut mendukung tatanan sosial pertumbuhan ekonomi.

Modal sosial sebagai hubungan yang tercipta dari norma sosial yang menjadikan hal ini sebagai perekat sosial, yaitu terciptanya sebuah kesatuan dalam anggota kelompok secara bersama-sama. Pada jalur yang sama (Solow, 1999) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas.

(16)

16

Modal sosial adalah sebagai setiap hubungan hubungan yang terjadi dan himpun oleh suatu kepercayaan, kesaling pengertian, dan nilai-nilai bersama yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif, (Cohen dan Prusak L, 2001). Senada dengan Cohen dan Prusak L, (Hasbullah, 2006) menjelaskan, modal sosial merupakan segala sesuatu dimana dalam masyarakat tersebut bersama sama menuju kepada kemajuan dan perubahan yang pada dasarnya ditopang oleh norma-norma seperti kepercayaan.

Beberapa defenisi yang diberikan para ahli tentang modal sosial yang secara garis besar menunjukkan bahwa modal sosial merupakan unsur pelumas yang sangat menentukan bagi terbangunnya kerjasama antar individu atau kelompok atau terbangunnya suatu perilaku kerjasama kolektif. Dalam modal sosial selalu tidak terlepas pada elemen pokok yang ada pada modal sosial yang mencakup :

1) Konsep Jaringan Sosial

Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan kerjasama antara manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama dalam masyarakat. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal (Onyx, 1996). Jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari partisipasinya. Menurut Mitchell jaringan sosial sebagai seperangkat

(17)

17

hubungan khusus atau spesifik terbentuk di antara sekelompok orang yang karakteristik hubungan-hubungannya dapat digunakan untuk menginterpretasikan motif-motif perilaku sosial dari orang yang terlibat di dalamnya.

Dilihat dari skala hubungan sosial yang dapat dimasuki oleh individu-individu, Barnes (1969:55-57) menyebutkan adanya dua macam jaringan, yakni: (i) Jaringan total, yaitu keseluruhan jaringan yang dimiliki individu dan mencakup berbagai konteks atau bidang kehidupan dalam masyarakat; (ii) Jaringan bagian, yaitu jaringan yang dimiliki oleh individu terbatas pada bidang kehidupan tertentu, misalnya jaringan politik, jaringan keagamaan, jaringan kekerabatan, dan sebagainya.

Sementara itu, dalam pemikiran James Coleman (1990). Atas hasil studinya tentang pemuda dan pendidikan (youth and schooling) mendefinisikan konsep Modal Sosial sebagai varian entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan dari para pelakunya, apakah dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu struktur sosial. Modal sosial menurutnya inheren dalam struktur relasi antarindividu. Struktur relasi dan jaringan inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma dan sangsi sosial bagi para anggotanya. Coleman dan Bourdieu memiliki kesamaan dalam fokus kajian yaitu individual, terutama yang berkaitan dengan peran dan hubungan dengan sesama sebagai unit analisis Modal Sosial.

(18)

18

Francis Fukuyama (2002) menekankan pada dimensi yang lebih luas yaitu segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, dan di dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Situasi tersebutlah yang akan menjadi resep kunci bagi keberhasilan pembangunan di segala bidang kehidupan, dan terutama bagi kestabilan pembangunan ekonomi dan demokrasi. Pada masyarakat yang secara tradisional telah terbiasa dengan bergotong royong serta bekerjasama dalam kelompok atau organisasi yang besar cenderung akan merasakan kemajuan dan akan mampu, secara efisien dan efektif, memberikan kontribusi penting bagi kemajuan negara dan masyarakat.

2) Konsep Kepercayaan Sosial

Sebagaimana dijelaskan Fukuyama (1995) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh didalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma yang dianut bersama. Dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan sosial cenderung bersifat positif, hubungan juga bersifat kerjasama. Menurut Cox (1995 : 5) dijelaskan bahwa :

“We expect others to manifest good Hill, we trust our fellow human being. We tend to work co operatively, to collaborate with others in collegial relationship”.

Menurutnya kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik, adanya modal sosial yang baik ditandai oleh

(19)

19

adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh sehingga modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1993). Sementara itu kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomia dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).

Pada hakekatnya kepercayaan memiliki dampak positif, berfungsi tidak saja bagi hubungan sosial dengan mitra kerja tetapi bagi komunitas dalam arti yang lebih luas. Selanjutnya masyarakat di lihat sebagai proses transformasi diri dalam arti praksis socio-individual dimana secara spesifik dibantu oleh agen manusia melakukan tindakan yang diterima dalam konteks struktural dan akibat perubahan baik dalam struktur maupuan bantuan pribadinya, mengubah kesempatan untuk praksis dimasa datang. Kekuatan individu tergantung pada sumberdaya-individu dan struktural dari masyarakat tertentu. Sebagian dari mereka tidak berbentuk modal, sumberdaya alam, jumlah penduduk, lokasi geopolitikal, kewiraswastaan.

3) Konsep Norma

Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai (berupa aturan dan sanksi), harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang (komunitas). Norma dapat bersumber dari agama, panduan moral maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik professional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 2000; Fukuyama, 2002).

(20)

20

Norma-norma merupakan prakondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.

Norma mengacu kepada adanya suatu aturan yang mengatur kegiatan dan perilaku anggota di dalamnya. Homans dalam (Lawang, 2005:70) mengatakan bahwa norma terbentuk dalam bentuk kewajiban sosial karena adanya pertukaran yang terjadi berulang-ulang dengan memegang prinsip saling menguntungkan. Setelah itu norma membentuk suatu hak dan kewajiban bersifat resiprokal antara kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan pertukaran. Menurut Blau, norma yang terbentuk juga memegang prinsip keadilan dalam mengatur hak dan kewajiban antara pihak yang terlibat dalam suatu pertukaran sehingga apabila terjadi pelanggaran akan ditindak dengan tegas dengan memberlakukan sanksi.

Merujuk dari definisi-definisi konsep modal sosial yang telah dikemukakan diatas maka dalam penelitian ini definisi konsep modal sosial yang dipakai adalah mengacu pada inti telaah modal sosial yang

dikemukakan oleh Jousairi Hasbullah dalam (Hasbullah, 2006) bahwa : Modal Sosial adalah kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai suatu tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi yang imbal balik dan saling menguntungkan, dan dibangun diatas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh

(21)

21

semangat proaktif membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip imbal balik, saling menguntungkan dan dibangun diatas kepercayaan.

Adapun unsur-unsur pokok modal sosial yang dipakai dalam penelitian ini secara lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1) Partisipasi Dalam Suatu Jaringan

Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas individu dalam membangun suatu jaringan dalam suatu kelompok atau komunitasnya. Salah satu kunci keberhasilan dalam membangun modal sosial terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Dapat bahwa masyarakat selalu berhubungan dengan masyarakat yang lain melalui berbagai varisai hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility).

2) Resiprocity

Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok (resiprokral atau hubungan imbal balik).

3) Trust

Trust atau rasa percaya (mempercayai/kepercayaan) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang disadari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa

(22)

22

bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung yang tidak akan merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 2000). Dalam pandangan Fukuyama (2002), trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain, atau dapat dikatakan melakukan hubungan/kerjasama. 4) Norma Sosial

Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial untuk mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Konfigurasi norma yang tumbuh di tengah masyarakat akan menentukan apakah norma tersebut akan memperkuat kerekatan hubungan antar individu dan memberikan dampak positif bagi perkembangan masyarakat tersebut.

5) Nilai-Nilai

Nilai adalah suatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Nilai senantiasa berperan penting dalam kehidupan manusia. Pada setiap kebudayaan,

(23)

23

biasanya terdapat nilai-nilai tertentu yang mendominasi ide yang berkembang. Dominasi ide tertentu dalam masyarakat akan membentuk dan mempengaruhi aturan-aturan bertindak masyarakat (the roles of conducts) dan aturan-aturan bertingkah (the roles of behavior) yang secara bersama-sama menurut istilah para sosiolog, membentuk pola-pola kultural (cultural pattern).

6) Tindakan Proaktif

Tindakan Proaktif adalah keinginan kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan kemasyarakatan. Ide dasar dari primise ini, bahwa seseorang atau kelompok senantiasa mencari kesempatan yang dapat memperkaya tidak saja dari sisi material tapi juga kekayaan hubungan sosial, dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama.

b. Dimensi Modal Sosial Dalam Ekonomi

Modal sosial berbeda dengan (human capital) baik secara definisi serta terminologinya. Bentuk dari human kapital merupakan sebuah dimensi yang merujuk kepada pendidikan dan keterampilan pada manusia (Fukuyama, 1995). Human capital secara konvensional merupaka sesuatu yang diperoleh dari pendidikan pada universitas, jenjang pendidikan, pelatihan dan sebagainya yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas. Sedangkan modal sosial merupakan kapabilitas yang lahir dari kepercayaan

(24)

24

masyarakat umum atau kelompok kelompok kecil, untuk menunjang peroses kehidupan baik ekonomi maupun non ekonomi.

Dalam aspek ekonomi modal sosial merupakan aktifitas non pasar yang berimplikasi langsung terhadap proses ekonomi yakni peningkatnya income real (Filer, 1985), Bank Dunia (1999) meyakini modal sosial adalah sebagai sesuatu yang merujuk kedimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas serta kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukanlah sekedar deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang kehidupan sosial, melainkan dengan spektrum yang lebih luas. Yaitu sebagai perekat yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama.

Norma-norma yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat berperan serta dalam proses ekonomi, aspek kepercayaan mendasari terciptanya sebuah sistem ekonomi yang kokoh, kepercayaan (trust) merupakan hal mendasar dalam ekonomi, paling sederhana kita bisa melihat proses transaksi terjadi bukan semata mata kita butuh akan barang tersebut akan tetapi ada hal yang lebih dalam dimana kita percaya bahwa barang yang dijajakan merupakan barang yang sesuai dengan yang dikatakan oleh penjual. Namun seiring berjalanya proses ekonomi terjadi degradasi moral yang mengakibatkan kegagalan pasar (market failure)

Stiglitz dalam Cowen, Crampton, Market failure terjadi karena adanya degradasi moral dalam proses ekonomi, dimana terdapat ketidak jujuran dalampelaksanaan implmentasi ekonomi sehingga menutupi

(25)

25

informasi yang sebenarnya, ketidak terbukaan atas informasi ini menjadikan kecurangan ekonomi paling kecil dilihat ialah pengelabuan harga, bobot timbangan. Kejatuhan moral inilah yang disebut (moral hazard), dari kejatuhan moral ini menggiring para ekonom melakukan kejahatan ekonomi (economic crime).

Adam Thirer (2009) dalam (Fukuyama, 1995) “ The Theory of Moral Sentiments” : (Smith held) that people are born with a moral sense, just as they have inborn ideas of beauty or harmony. Our conscience tells us what is right and wrong: and that is something innate, not something given us by lawmakers or by rational analysis. And to bolster it we also have a natural fellow-feeling, which Smith calls “sympathy”. Between them, these natural senses of conscience and sympathy ensure that human beings can and do live together in orderly and beneficial sosial organizations. So our morality is the product of our nature, not our reason. And Smith would go

on to argue that the same „invisible hand‟ created beneficial sosial

patterns out of our economic actions too. The Theory of Moral Sentiments establishes a new liberalism, in which sosial organization is seen as the outcome of human action but not necessarily of human design. Indeed, our unplanned sosial order is far more complex and functional than anything we could reason out for ourselves (a point which Marxist politicians forgot, to their cost).

Adam Smith, The Theory of Moral Sentiments, 1759 dalam (W.I.M Poli, 2011). Adam smith mengemukakan tiga pasang kecenderungan moral

(26)

26

dalam diri manusia yang mencegahnya bertindak berlebih lebihan dalam usaha mencapai keuntungan pribadinya secara rasional. Ketiga pasang kecenderungan moral tersebut adalah:

1) Cinta kepada diri sendiri dan simpati kepada orang lain (self-love & sympathy).

2) Keinginan untuk bebas dan keterikatan pada rasa sopan santun terhadap orang lain (The desire to be free and sanse of propriety).

3) Kebiasaan untuk bekerja, menghasilkan apa yang dibutuhkan, dan kecenderungan untuk mengadakan pertukaran hasil produksi sendiri dengan hasil produksi orang lain (the habit of labour and the propensity to exchange).

Kecenderungan diatas merupakan gambaran bahwa moral memiliki peran sebagai “kaki” yang melangkah pertama untuk menjalankan apa yang menjadi tujuan selanjutnya oleh Adam Smith “kaki” Kedua yakni melangkahkan “kaki” kesejahteraan yang termuat dalam “An inqury in to the nature and causes of the wealth of nation”, sehingga kita dapat membayangkan bahwa ketika adam smith kehilangan satu “kaki”.

Dari kutipan diatas kita dapat melihat bahwa dimensi moral tercipta dalam kehidupan sosial melalui hubungan hubungan antar individu dalam masyarakat, sehingga kita dapat menyimpulkan ekonomi ada dalam masyarakat, dan didalam masyarakat ada individu, dan dalam individu ada moral.

(27)

27 c. Tipologi Modal Sosial

Dalam kajian kajian modal sosial banyak menjatuhkan perhatian terhadap hubungan interaksi sosial atau hubungan antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Dimensi dimensi lain pula yang menarik perhatian ialah mengenai tipologi modal sosial, yaitu mengenai bagaimana pola pola iteraksi beserta konsekwensinya antara modal sosial yang berbentuk bonding/eksklusive atau berbentuk bridging/inclusive. Keduanya memilik sifat-sifat berbeda di dalamnya. 1) Modal Sosial Terikat (Bonding Sosial Terikat)

Modal sosial terikat ini cenderung bersifat eksklusif, dimana sifat sifat yang terkandung hanya terbatas kepada iteraksi masyarakat kelompok itu sendiri, konsep ide relasi serta perhatian lebih berinteraksi kedalam (inward looking) ragam masyarakat ini pada umumnya homegen. Kelompok masyarakat ini sering disebut sacred society.

Sacred society mengedepankan dogma tertentu dan

mempertahankan sifat dari masyarakat yang totalitarian, hierarchical serta tertutup. Dimana pola interaksi sehari hari mengdepankan norma yang menguntungkan anggota kelompok hierarki tertentu serta feodal. Walaupun kelompok masyarakat ini mempunyai keeksklusifan yang kuat namun tidak kuat untuk menciptakan modal sosial yang kuat.

Walaupun masyarakat ini bersifat inward looking bukan berarti masyarakat ini tidak mempunyai modal sosial, modal sosial itu ada akan tetapi hanya mempunyai akses terbatas serta kekuatan yang terbatas pula

(28)

28

dalam satu dimensi saja. Dimensi itu yakni kohesifitas dimana pola nilai yang melekat lebih tradisional.

2) Modal Sosial yang Menjembatani (bridging sosial kapital).

Modal sosial ini yang disebut sebagai asosiasi, grup, atau lebih umum kita menyebutnya masyarakat. Prinsip yang dianut berdasarkan keuniversalan tentang persamaan, kebebasan serta nilai nilai kemajemukan, humanitarian. Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah merupakan dasar-dasar ide humanitarian.

Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging sosial kapital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging sosial kapital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk

(29)

29

berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal.

Mengikuti (Coleman, 1990), tipologi masyarakat bridging sosial kapital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada demensi fight for (berjuang untuk). Yaitu yang mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok (pada situasi tertentu, termasuk problem di dalam kelompok atau problem yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat fight againts yang bersifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbol-simbol dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar hasrat bersolidaritas (solidarity making).

Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging kapital sosial) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Hasil-hasil kajian di banyak negara menunjukkan bahwa dengan tumbuhnya bentuk modal sosial yang menjembatani ini memungkinan perkembangan di banyak demensi kehidupan, terkontrolnya korupsi, semakin efisiennya pekerjaan-pekerjaan pemerintah, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia akan meningkat dan bangsa menjadi jauh lebih kuat.

(30)

30 d. Modal Finansial

Modal (barang modal) dapat diartikan sebagai barang barang yang diproduksi yang tahan lama dan pada gilirannya dapat digunakan sebagai input input untuk produksi lebih lanjut (Samuelson, 2003). Ada tiga kategori utama dari barang modal;Struktur (yang di dalamnya berupa pabrik dan rumah). Perlengkapan (barang barang konsumsi yang tahan lama seperti mobil dan perlengkapan produsen tahan lama seperti mesin, dan alat alat produksi ), dan inventarisasi.

Modal menurut pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lebih lanjut. Modal dapat dibedakan menurut kegunaan dalam proses produksi, pertama modal tetap adalah barang-barang modal yang dapat digunakan berkali-kali dalam proses produksi. Kedua modal lancar adalah barang-barang modal yang habis sekali pakai dalam proses produksi.

Adapun bentuk dari modal ialah: Pertama modal konkret (nyata) adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Kedua modal abstrak (tidak nyata) adalah modal yang tidak dapat dilihat tetapi mempunyai nilai dalam perusahaan.

e. Pendapatan

Secara teoritis garis kemiskinan dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pedapatan, dan pendekatan pengeluaran (Sumodiningrat, 1999).

(31)

31

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan kedalam dua kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang akan mencukupi sementara kebutuhan bukan pangan, termasuk kualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama.

Dengan demikian, besaran pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Mulyanto, 2005).

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan pola hidup juga menjadi berubah.

Setiap orang atau keluarga mempunyai skala kebutuhan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya.

Makin tinggi pendapatan, makin banyak jumlah barang yang dikonsumsi. Sebaliknya, makin sedikit pendapatan, makin berkurang jumlah

(32)

32

barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan tetap, terpaksa tabungan digunakan akibatnya tabungan berkurang.

Permintaan terhadap barang non pangan pada umumnya tinggi. Keadaan ini terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi pangan sudah mencukupi, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang non pangan, ditabung, ataupun investasi (Kuncoro, 2007).

Pada tingkat pendapatan yang dibelanjakan atau pendapatan disposibel yang sangat rendah pengeluaran rumah tangga adalah lebih besar dari pendapatannya. Ini berarti pengeluaran konsumsi bukan saja dibiayai oleh pendapatannya tetapi juga dari sumber-sumber lain seperti dari tabungan yang dibuat pada masa lalu, dengan menjual harta kekayaannya, atau dari meminjam. Keadaan dimana terdapat kelebihan pengeluaran jika dibandingkan dengan pendapatan ini dinamakan dissaving. Semakin tinggi pendapatan disposible yang diterima rumah tangga, makin besar pula konsumsi pangan yang akan mereka lakukan. Akan tetapi pertambahan konsumsi pangan yang akan terjadi adalah lebih rendah dari pendapatan yang berlaku. Maka makin lama kelebihan konsumsi rumah tangga yang wujud kalau dibandingkan dengan pendapatan yang diterimanya akan menjadi bertambah kecil (Sukirno, 1981).

(33)

33 f. Modal Sosial Dalam Dimensi Pendapatan

Modal sosial merupakan faktor yang mempengaruhi terbentuknya pendapatan, lebih dalam melihat ranah ekonomi dapat disimpulkan ekonomi bekerja diranah kehidupan masyarakat yang paling mendasar dari kehidupan bermasyarakat itu sendiri sehingga proses interaksi sosial merupakan variabel non-ekonomi namun berimplikasi terhadap berbagai variabel murni ekonomi. Modal sosial dapat diterjemahkan secara sifat yakni modal sosial bukanlah merupakan bentuk fisik namun merupakan sebuah aturan melekat dalam kehidupan masyarakat, fitur sosial serta individu yang menjalani (Coleman. 1990). Namun dari sifat modal sosial yang bukanlah berbentuk fisik sanggup untuk diperbaiki layaknya asset melalui pelatihan dan pemberdayaan, dengan proses pemberdayaan ini akan menuju kepada suatu bentuk penanaman moral, kepercayaan, serta sifat percaya diri.

Senada dengan (Sandefur dan Laumann, 1999) modal sosial merupakan variabel mempunyai kapasitas produktif yang sama seperti modal-modal berbentuk fisik yang dapat memberikan keuntungan mencapai tujuan-tujuan dari masyarakat.

Secara empiris kita dapat melihat bahwa modal sosial merupakan asset untuk dapat digunakan dan diatur penggunaannya melalui struktur sosial dan tepat penggunaannya dalam proses ekonomi, dari perspektif ini merupakan kemampuan dari masyarakat mengelolah penggunaan modal sosial dalam proses kegiatan hal inilah disebut sebagai “kapasitas sosial” (Reimer, 2002). Dalam hal ini menggambarkan bahwa modal sosial setara

(34)

34

dengan input fisik seperti tenaga kerja, atau lahan yang dikombinasikan dalam proses menambah nilai guna dari output yang dihasilkan.

Dalam fungsi produksi neoklasik, output produksi ialah dengan mengkombinasikan berbagai faktor produksi terutama tenaga kerja dan modal. Maka berdasarkan pendapat Reimer “kapasitas sosial” ialah kemampuan dari masyarakat mengelolah faktor-faktor produksi dan modal sosial dalam proses ekonomi. Dari proses produksi dengan mengkombinasikan input fisik dan non-fisik menghasilkan output yang menambah nilai guna yang dapat kita artikan pendapatan.

Dari beberapa penjelasan tantang hubungan modal sosial diatas maka modal sosial berimplikasi terlebih dahulu dalam masyarakat membentuk sebuah tatanan kesamaan paradigma tentang penglolaan sumber daya produksi dalam kegiatan ekonomi, paradigma inilah yang membentuk “kapasitas sosial” dalam keputusan keputusan pengelolaan input fisik maupun input non-fisik dan pengelaborasi kedua input ini. Setelah matang dalam proses pengolaan dan pengelaborasi input fisik serta input non-fisik maka langkah produksi dijalankan, proses produksi yang berjalan akan mendorong terciptanya pendapatan, kerangka kerja modal sosial dalam proses produksi dapat kita lihat pada gambar 3.

(35)

35 Gambar 1.3

Prinsip Kerja Modal Sosial g. Modal Finansial Terhadap Pendapatan

Modal finansial dalam dalam proses produksi merupakan input yang akan mendukung terciptanya pendapatan, pendapatan tercipta dikarenakan hasil pengelolaan input menjadi output sehingga output yang dihasilkan menambah nilai guna dan berimplikasi terhadap pendapatan usaha.

Sumber-sumber dari modal finansial dapat bersumber dari rentenir, bank, koperasi serta lembaga lembaga keuangan lainnya. Besar dari modal finansial berpengaruh besar terhadap pendapatan usaha. Dalam penelitian

(36)

36

yang dilakukan oleh (Yusuf Djumran & Arif, 2008) bahwa pendapatan yang diberikan melalui lembaga keuangan swadaya masyarakat “papalele” berperan aktif dalam menjembatani kegiatan produksi nelayan pada kecamatan galesong, serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

Eksistensi dari modal finansial berimplikasi positif untuk proses produksi begitu juga sebaliknya ketika modal finansial berkurang maka kecenderungan rendahnya produksi akan mempengaruhi pendapatan usaha, hal ini senada dengan penelitian (Fatihudin Udin, Adam, Hariyadi, Iis Holisin. 2007). Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat produktifitas dari pengrajin sepatu pada pasar krisan Sidoarjo mangalami kendala akses modal finansial oleh sebab itu produktifitas terhambat pendapatan tidak mengalami kenaikan.

2. Konsep Sektor Informal

Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Namun, menurut Safaria,dkk (2003:4) kalangan akademisi masih memperdebatkan teori dan konsep mengenai sektor informal ini. Ada yang menganggap bahwa sektor informal muncul karena terbatasnya kapasitas industri-industri formal dalam menyerap tenaga kerja yang ada, sehingga terdapat kecenderungan bahwa sektor informal ini muncul di pinggiran kota besar. Sebagian yang lain menganggap bahwa sektor informal ini sudah lama ada. Ini adalah pandangan dari

(37)

37

perspektif yang “dualistik”, yang melihat sektor ”informal” dan “formal” sebagai dikotomi antara model ekonomi tradisional dan modern.

Menurut Safaria, dkk (2003: 6) sektor informal dipandang sebagai kekuatan yang semakin signifikan bagi perekonomian lokal dan global, seperti yang dicantumkan dalam pernyataan visi WIEGO (Woman In Informal Employment Globalizing and Organizing) yaitu mayoritas pekerja di dunia kini bekerja di sektor informal dan proporsinya terus membengkak sebagai dampak dari globalisasi: mobilitas capital, restrukturisasi produksi barang dan jasa, dan deregulasi pasar tenaga kerja mendorong semakin banyak pekerja ke sektor informal. Menurut ILO (Internasional Labour organization) dalam Yustika (2000:193) yang dimaksud sektor informal adalah aktivitas-aktivitas ekonomi yang antara lain ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, padat karya dan teknologinya bersifat adaptif, ketrampilan diperoleh dari luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif. Menurut Breman ( dalam Manning, Eds.1991: 139) bahwa sektor informal merupakan suatu istilah yang mencakup dalam istilah “usaha sendiri”, merupakan jenis kesempatan kerja yank kurang terorganisir, sulit di cacah, sering dilupakan dalam sensus resmi, persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan hukum. Mereka adalah kumpulan pedagang, pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil, serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap, hidupnya serba susah dan semi kriminal dalam batas-batas perekonomian kota.

(38)

38

Kemudian menurut Hart dalam (Manning, Eds. 1991: 76) mereka yang terlibat dalam sektor informal pada umumnya miskin, kebanyakan dalam usia kerja utama (prime age), bependidikan rendah, upah yang diterima di bawah upah minimum, modal usaha rendah, serta sektor ini memberikan kemungkinan untuk mobilitas vertikal. Menurut Breman ( dalam Manning, Eds. 1991:142) sektor informal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: padat karya, tingkat produktivitas yang rendah, pelanggan yang sedikit dan biasanya miskin, tingkat pendidikan formal yang rendah, penggunaan teknologi menengah, sebagian besar pekerja keluarga dan pemilik usaha oleh keluarga, gampangnya keluar masuk usaha, serta kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah.

Menurut Hart dalam (Manning, Eds.1991: 79) ada dua macam kesempatan memperoleh penghasilan yang informal, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, meliputi:

1) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder, pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, pengrajin usaha sendiri dan lainlain.

2) Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, kegiatan sewa-menyewa dan lainlain.

3) Distribusi kecil-kecilan seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan dan lain-lain.

(39)

39

4) Transaksi pribadi seperti pinjam-meminjam, pengemis.

5) Jasa yang lain seperti pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah dan lain-lain.

b. Kesempatan memperoleh penghasilan yang tidak sah, meliputi:

1) Jasa : kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah barangbarang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran dan lain-lain.

2) Transaksi : pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian dan lain-lain.

3. Strategi Adaptasi

Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungannya. Individu memiliki hubungan dengan lingkungannya yang menggiatkannya, merangsang perkembangannya, atau memberikan sesuatu yang ia perlukan. Penyesuaian diri yaitu mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri.

Selanjutnya Suharto (2003) menyatakan strategi bertahan (Coping Strategi) dalam perekonomian dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:

a. Strategi Aktif

Yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi untuk melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar dan lingkungan sekitar dan sebagainya

(40)

40 b. Strategi pasif

Yaitu strategi yang mengurangi pengeluaran guna memenuhi kebutuhan.

c. Strategi Jaringan Pengaman

Yaitu strategi yang mencakup dalam menjalin relasi, baik secara formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan.

Menurut Damsar (2009: 45) pada umumnya sebuah tindakan ekonomi terjadi dalam konteks hubungan sosial dengan orang lain. Oleh sebab itu, tindakan ekonomi dapat berlangsung dengan melibatkan kerjasama, kepercayaan dan jaringan. Maka dari itu, agar bisa bertahan harus diwujudkan dalam tindakan sosial yang dalam arti dilakukan oleh pengusaha itu sendiri. Perwujudan dari tindakan sosial yang dilakukan pengusaha adalah dengan cara melakukan strategi.

Menurut Suparlan (1993: 2) adaptasi itu sendiri pada haki katnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Syarat-syarat tersebut mencakup:

a. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kestabilan temperature tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainnya). b. Syarat kewajiban (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari

(41)

41

c. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh, dan lain-lain).

Soekanto (2000:10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:

a. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

b. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. d. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.

e. Memanfaatkan sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan system.

f. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.

Dalam kehidupannya, manusia hidup dengan alam secara timbal balik, yakni bagaimana manusia beradaptasi dengan alam agar tetap bertahan demi keberlangsungan hidupnya dengan mengalihkan energi dari alam pada dirinya. Adaptasi merupakan sifat sosial dari setiap manusia yang akan muncul akibat adanya kebutuhan tujuan, dan hasrat para individu.

Aminuddin (2000: 38) menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu , diantaranya:

a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. b. Menyalurkan ketegangan sosial.

c. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. d. Bertahan hidup.

(42)

42

Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian diri individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.

4. Jaringan Sosial

Dalam jaringan sosial terdapat pada kelompok sosial yang terbentuk secara tradisional atau pedesaan berdasarkan kesamaan garis keturunan (Linige). Pengalaman-pengalaman sosial turun-temurun (Repated Social Experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ketuhanan (Religius Belief) cenderung memiliki kohesifitas yang tinggi (Hasbullah, 2006:63).

Jaringan sosial juga memainkan peranan penting dalam penjualan. Jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para penjualan, melalui ikatan kekerabatan, persahabatan dan komunitas yang sama. Jaringan sosial memudahkan penjual dalam bertahan ditengah kota yang sangat maju. Jaringan sosial yang dimaksud adalah bentuk pertukaran informasi dan dukungan financial.

Strategi dapat dikembangkan dalam suatu jaringan sosial. Pola kerja sama yang dapat diterapkan (pengusaha) yaitu:

a. Jaringan sosial antara sesama pengusaha yang mana jaringan sosial yang dikembangkan secara timbal balik.

b. Jaringan sosial yang dibentuk yaitu pola kerja sama pngusaha dengan orang-orang yang berada di daerah sekitar.

(43)

43 5. Keberlangsungan Usaha

Keberlangsungan (Sustainability) diartikan sebagai suatu bentuk kata kerja yang menerangkan suatu keadaan atau kondisi yang sedang berlangsung terusmenerus dan berlanjut, merupakan suatu proses yang terjadi dan nantinya bermuara pada suatu eksistensi atau ketahanan suatu keadaan (disarikan dari (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia).

Berdasar definisi ini keberlangsungan usaha (Business Sustainibility) merupakan suatu bentuk konsistensi dari kondisi suatu usaha, dimana keberlangsungan ini merupakan suatu proses berlangsungnya usaha baik mencakup pertumbuhan, perkembangan, strategi untuk menjaga kelangsungan usaha dan pengembangan usaha dimana semua ini bermuara pada keberlangsungan dan eksistensi (ketahanan) usaha.

Dalam sumber lain keberlangsungan diartikan sebagai :

Sustainability is “using, developing and protecting resources in a manner that enables people to meet current needs and provides that future

generationscan also meet future needs, from the joint perspective of environmental, economic and community objectives.” (www.oregon.gov).

Ini diartikan bahwa keberlangsungan adalah sesuatu yang dipergunakan untuk mengembangkan dan melindungi sumber daya yang berada didalamnya, dimana memungkinkan orang-orang untuk mendapatkan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan akan datang, dari pandangan gabungan lingkungan, ekonomi dan pandangan masyarakat.

(44)

44

Pernyataan-pernyataan ini dapat dianolagkan dan dipakai sebagai definisi konsep dalam penelitian ini, bahwa keberlangsungan usaha merupakan suatu keadaan atau kondisi usaha, dimana didalamnya terdapat cara-cara untuk mempertahankan, mengembangkan dan melindungi sumber daya serta memenuhi kebutuhan yang ada didalam suatu usaha (industri). Cara-cara yang dipergunakan ini bersumber dari pengalaman sendiri, orang lain, serta berlandaskan pada kondisi atau keadaan ekonomi yang sedang terjadi di dalam dunia usaha (Business).

Referensi

Dokumen terkait

arsip vital dengan cara atau metode yang baik dan tepat. Untuk memahami dan mengetahui lebih lanjut tentang

sesuai waktu yang ditentukan dengan menunjukkan bukti transkrip nilai yang telah ditempuh. 3) Mahasiswa yang mendaftarkan diri di luar waktu yang telah ditentukan tidak

Volume:1 Paket TKDN: Ya Belanja tagihan Telepon(untuk persediaan 1 Tahun) Pengadaan Langsung 3.000.000 34. Penyediaan Layanan Kesehatan untuk UKM dan UKP Rujukan

Muhammad Noor Ilmi, 2021, Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah Untuk Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Milenial Di MTsN 2 Kota Banjarmasin, Skripsi, Jurusan Manajemen

Analisa biostratigrafi dilakukan untuk mengetahui umur dan lingkungan purba (paleo-environment) dari reservoir “A” yang terdapat pada Formasi Upper Arang. Data biostratigrafi

Segala Puji Syukur panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “Prosedur

Berkaitan dengan hal tersebut, agar seorang guru bimbingan konseling dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik maka seorang guru bimbingan konseling hendaknya

Sampel krim diharapkan termasuk dalam tipe M/A karena emulsi tipe M/A tidak terasa lengket saat digunakan di kulit sehingga terasa ringan.Selain itu emulgator