• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM TATANIAGA BERAS LOKAL MERAUKE DI DISTRIK SEMANGGA ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM TATANIAGA BERAS LOKAL MERAUKE DI DISTRIK SEMANGGA ABSTRACT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

33

Hironimus A.I. Letsoin*) dan Ni Luh Sri Suryaningsih**)

ABSTRACT

This study aims to gain an overview of the implementation of the marketing system of local rice is happening in the district Semangga. The process starts from the farmers, small businessmen, big businessmen and public institutions in the fields of rice, as well as the consumer end of the receiver channel. The study was conducted in April to June 2007 using descriptive methods with interviews techniques directly to the farmer and secondary data collection to the relevant stakeholders. Data were analyzed by tabulation. Primary data was taken on 5 (five) villages in the district Semangga. There are Muram Sari village, Waninggap Kai village, Marga Mulya village, Semangga Jaya village and Bahor village. Secondary data obtained from several related instasi such as the Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Merauke and Perum Bulog Sub Divisi Regional Merauke. Local distribution of rice which is managed by the private sector in the District Semangga same as those applied in Indonesia in general the market is through 1st collector (rice mill), 2nd collector (wholesalers/wholesale) and sales/distribution end such as market. The locally rice marketing channel by government in District Semangga is broadly similar. Unless that happens in Marga Mulya village was involving by the Village Unit Cooperatives (KUD) in grain milling.

Keywords : sistem tataniaga (marketing), KUD, rice, grain

PENDAHULUAN

Setiap daerah di Indonesia memiliki makanan pokok yang khas, namun demikian beras tetap merupakan makanan pokok utama di bandingkan dengan makanan pokok lainnya. Karenanya beras selalu di cari dan menjadi masalah utama. Untuk mewujudkan pemerataan pangan dari satu ke tempat lainnya, diperlukan adanya suatu sistem yang mengatur perputaran barang berupa beras.

Tata niaga beras yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sistem pelaksanaan tata niaga beras lokal yang terjadi di distrik Semangga kabupaten Merauke yang prosesnya dimulai dari petani, pengusaha kecil, pengusaha besar dan lembaga-lembaga pemerintah di bidang perberasan, serta konsumen sebagai saluran penerima akhir. Tulisan ini juga dimaksud untuk mengetahui dan mengungkap margin-margin pemasaran beras atau tataniaga berdasarkan penetapan harga pemerintah.

*)Alumni Politeknik Yasanto Merauke

(2)

JURNAL AGRICOLA, TAHUN II, NOMOR 1, MARET 2012

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2007 menggunakan metode deskriptif dengan teknik wawancara langsung ke petani dan pengambilan data sekunder ke instansi terkait. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara tabulasi. Pengambilan data primer dilakukan pada 5 (lima) kampung di Distrik Semangga yaitu kampung Muram Sari, kampung Waninggap Kai, kampung Marga Mulya, kampung Semangga Jaya dan kampung Bahor. Data sekunder diperoleh dari beberapa instasi terkait seperti Dinas Tanaman Pangan kabupaten Merauke dan Perum Bulog Sub Divisi Regional Merauke.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan terdapat 2 (dua) saluran tataniaga beras yang berlaku di 5 (lima) kampung pada Distrik Semangga. Saluran tersebut adalah saluran pemerintah dan saluran swasta.

Saluran distribusi beras lokal yang dikelola oleh pihak swasta, berlaku sama untuk semua kampung. Distribusi beras dimulai dari petani, kemudian ditampung oleh pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer di pasar hingga ke tangan konsumen. Ada pula yang langsung dari petani ke tangan konsumen. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 1.

(3)

35

Gambar 1. Saluran Distribusi Beras Lokal Oleh Pihak Swasta di Distrik Semangga (Sumber : Data Primer dan Anonim, 2007)

Berdasarkan hasil pengamatan, seperti terlihat pada Gambar 1, secara garis besar pasar beras lokal melalui 3 (tiga) tingkatan pasar utama yaitu pasar pengumpul lokal, pasar pengumpul regional/pasar transito dan pasar penjualan/distribusi akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat Mubyarto (1974) bahwa saluran swasta tataniaga beras di beberapa daerah di Indonesia adalah melalui 3 (tiga) tingkatan pasar utama tersebut di atas.

Pada Tabel 1 terlihat pula adanya perbedaan harga di tiap tingkatan lembaga distribusi. Hal ini disebabkan oleh biaya operasional yang harus ditanggung oleh tiap tingkatan lembaga distribusi tersebut. Seperti yang terjadi di tingkat pengumpul I/penggilingan, biaya tersebut dibebankan kepada petani berupa penghitungan penyusutan beras sebesar 10% per kwintal. Hal ini juga disebabkan karena pada tingkat ini barang yang dibeli masih berupa gabah. Untuk tingkatan distribusi selanjutnya, barang sudah berupa beras siap jual.

(4)

JURNAL AGRICOLA, TAHUN II, NOMOR 1, MARET 2012

Tabel 1. Hasil Pengamatan Terhadap Jumlah Pelaku Usaha dan Harga Yang Berlaku pada Saluran Tataniaga Beras Lokal Merauke dari 5 (lima) Kampung di Distrik Semangga.

No.

Lembaga Distribusi Beras

Lokal

Jumlah Lembaga Distribusi Beras Lokal Harga Beras

(Rp./kg) Keterangan Kamp. Muram Sari Kamp. Waning-gap Kai Kamp. Marga Mulya Kamp. Semang-ga Jaya Kamp.

Bahor Jual Beli

1. Petani (orang) 50 50 30 50 50 3.500 - Harga beras

lokal yang dibeli oleh Bulog Rp. 4.000,-/kg adalah harga jual petani

yang juga

merupakan harga dasar pemerintah yang sah dan berlaku saat itu.

2. Pengusaha Penggilingan Padi 4 4 5 7 1 3.600 3.500 3. Kios (pengusaha di kampung) 3 4 5 7 1 3.600 3.500 4. Pedagang Besar (UD) 4 4 5 7 1 4.500 3.900

5. Bulog Sub Divre

Merauke

1 4.275 4.000

Sumber : Data primer 24 April s/d 26 Juni 2007.

Di tingkat pengumpul II/pasar pengumpul regional, proses pemasaran dilakukan dengan harga transaksi Rp. 3.900,-/kg. Pada tingkatan ini biaya operasional yang dibutuhkan lebih besar dari pada tingkatan sebelumnya. Oleh karena itu perdagangan di tingkat ini biasanya dilakukan oleh para pelaku usaha yang telah memiliki modal lebih besar dan berbentuk UD.

Tingkat pengumpul III/distribusi akhir di sentra-sentra pemasaran, harga beras lokal yang berlaku saat itu adalah sebesar Rp. 4.500,-/kg. Harga beras di tingkat ini juga dapat berubah sewaktu-waktu. Hal ini antara lain disebabkan oleh jumlah stok beras yang berkaitan erat dengan musim panen.

Pada saluran distribusi beras lokal melalui badan pemerintah di Distrik Semangga secara umum dapat dilihat pada Gambar 2. Kecuali di kampung Marga Mulya pada tingkat penggilingan, melibatkan sebuah usaha penggilingan milik koperasi petani berupa Koperasi Unit Desa (KUD). Sedangkan saluran distribusi beras lokal yang berlaku pada empat kampung lainnya adalah sama seperti terdapat pada Gambar 2.

(5)

37

Gambar 2. Saluran Distribusi Beras Lokal Oleh Pihak Pemerintah di Distrik Semangga (Sumber : Data Primer dan Anonim, 2007)

PENUTUP

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut :

1. Distribusi beras lokal yang dikelola oleh pihak swasta di Distrik Semangga sama dengan yang berlaku di Indonesia pada umumnya yaitu melalui pasar pengumpul I (penggilingan padi), pasar pengumpul II (pedagang besar/grosir) dan pasar penjualan/distribusi akhir.

2. Saluran tataniaga beras lokal di Distrik Semangga yang dikelola pihak pemerintah secara umum sama. Kecuali yang terjadi di kampung Marga Mulya yang melibatkan KUD dalam penggilingan gabah.

(6)

JURNAL AGRICOLA, TAHUN II, NOMOR 1, MARET 2012

Sebagai kelanjutan, dapat disarankan untuk dilakukan kajian ulang terhadap masalah harga secara periodik oleh pihak terkait sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Pedoman Umum Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri di

Lingkungan Divisi Pengadaan PERUM BULOG. Jakarta.

Anonim. 2007. Standar Operasional Prosedur Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri

di Lingkungan PERUM BULOG. Divisi Pengadaan, Direktorat Operasi.

Jakarta.

Hutabarat, A. 1974. Usaha Mengatasi Beras. PT Repro Internasional. Jakarta. Mubyarto. 1974. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Intermasa, Jakarta.

Gambar

Gambar 1.   Saluran  Distribusi  Beras  Lokal  Oleh  Pihak  Swasta  di  Distrik  Semangga (Sumber : Data Primer dan Anonim, 2007)
Tabel 1.  Hasil  Pengamatan  Terhadap  Jumlah  Pelaku  Usaha  dan  Harga  Yang  Berlaku  pada  Saluran  Tataniaga  Beras  Lokal  Merauke  dari  5  (lima)  Kampung  di  Distrik Semangga
Gambar 2.   Saluran  Distribusi  Beras  Lokal  Oleh  Pihak  Pemerintah  di  Distrik  Semangga (Sumber : Data Primer dan Anonim, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Sebab, menurut teori pembuktian negatife wettelijk , dalam kasus adanya indikasi kesalahan “tindakan medis dokter”, seorang hakim dalam pembuktian hukum pidana tidak

izin, Yang Mulia, saya sampaikan kaitanya dengan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) soal mekanisme pemberian kuasa, ini mekanisme yang terjadi di dalam struktur hukum

Kerangka konseptual yang diketengahkan akan dibatasi pada konsepsi pemakaian istilah-istilah dalam penulisan ini yaitu Penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana dengan

Hour angle H merupakan representasi setengah siang hari (karena besar sudut H adalah setengah panjang busur XMY) serta lingkaran yang memuat X, Y¸dan M

Sistem Tata Surya meliputi asal mula tata surya, anggota sistem tata surya Workshop membuat makalah Referensi 1 dan 3 2x50’ 9 Mampu mengolah informasi secara efektif

Permasalahan yang dihadapi CV Banua adalah keterbatasan ruang gudang sehingga penumpukan dan peletakan material (bahan baku) yang digunakan sebagai bahan utama dan asesoris-

Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala TK Dan Kepuasan Kerja Guru Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Guru TK Se-Kabupaten Kudus..

Penggunaan metode DEA karena merupakan non-parametrik jadi tidak perlu menggunakan asumsi klasik dan tidak dimasukkan error term pada perhitungan Perbankan yang akan dihitung