• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rinitis Alergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rinitis Alergi"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

STATUS PASIEN I. Identitas Pasien

Nama/Jenis Kelamin/Umur : An. K / Perempuan / 14 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : RT 09 pematang sulur

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga a. Status Perkawinan : -

b. Jumlah anak/saudara :anak pertama dari 4 bersaudara c. Status ekonomi : menengah keatas

d. Biaya Kesehatan : BPJS Mandiri

III. Keluhan Utama : bersin-bersin disertai banyak ingus yang encer sejak malam kemarin dan hidung tersumbat (1 hr yll)

IV. Keluhan Tambahan : batuk dan lemas sejak ± 1 hari yang lalu V. Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien dibawa orang tuanya ke poli umum Puskesmas Simpang IV Sipin dengan keluhan bersin-bersin disertai keluar ingus yang encer dan jernih sejak malam kemarin sebelum keluhan os muncul os membersihkan kamarnya, setelah itu os merasa hidungnya gatal dan kemudian menggosoknya hingga akhirnya keluhan os muncul, os juga mengeluh batuk kering sejak kemarin malam berbarengan dengan keluahan bersin os, os merasa bersinnya sangat mengganggu hingga os malas melakukan aktifitas dan berkeringat banyak dan tidak bisa tidur tadi malam lantaran pilek dan hidungnya tersumbat, pada pagi ini os merasa keluhannya juga tidak kunjung berkurang hingga ibu os mengajak os untuk berobat, os juga merasa matanya berair jika keluhannya kambuh, os juga merasa badannya lemas dan meriang. Os dan ibunya mengatakan keluhan os sudah sering kambuh apabila os kontak dengan bahan yang berdebu dan berbau yang menyengat.

(2)

2 Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat penyakit yang sama (+) - Riwayat Asma disangkal

- Riwayat TB disangkal - Riwayat alergi debu (+) VI. Riwayat Penyakit keluarga :

Riwayat alergi debu dalam keluarga ada (ayah os)

VII. Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum

1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan

2. Kesadaran : compos mentis

3. Suhu : 36, 6°C 4. Nadi : 86 x/menit 5. Pernafasan : 20 x/menit 6. Berat Badan : 31 kg 7. Tinggi Badan : - cm Pemeriksaan Organ

1. Kepala Bentuk : normocephal Simetri : simetris

2. Mata Conjungtiva : anemis (-), Sklera : ikterik (-) Allergic shiner (+), lakrimasi (+)

3. Hidung : rinore (+), mukosa hiperemis dan edem, konka membesar dan livide. allergic salute

4. Telinga : tak ada kelainan

5. Mulut Bibir : lembab

Gusi : warna merah muda, perdarahan (-) Lidah : putih kotor, ulkus (-)

Tonsil : T1/T1

Mukosa faring : hiperemis (+)

6. Leher KGB : tak ada pembengkakan

(3)

3 Pergerakan dinding dada : tidak ada yang

tertinggal

Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi Statis & dinamis: simetris

Statis &dinamis : simetris

Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler , Wheezing (-), rhonki (-)

Vesikuler, Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri

Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi Batas-batas jantung :

Atas : ICS II kiri

Kanan : linea sternalis kanan

Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

(4)

4 Abdomen

Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-) Palpasi Nyeri tekan regio epigastrium (+), defans

musculer ), , hepatomegali ), splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas Atas Edema (-), akral hangat Ekstremitas bawah Edema (-), akral hangat

VIII. Diagnosa Banding - Rhinitis alergi - Rhinitis vasomotor - Rhinitis simplek IX. Diagnosis Rhinitis alergi X. Manajemen a. Preventif :

- Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kesehatan anak dengan memberikan makanan yang bergizi.

- Beristirahat yang cukup b. Promotif :

Menjelaskan kepada orang tua tentang penyakit anaknya

Memberikan penjelasan kepada orang tua untuk memberikan makanan yang bergizi dan sehat.

Menjelasan terapi yang terbaik adalah menghindari factor pencetus c. Kuratif :

Non Medikamentosa  Istirahat

(5)

5  Menghindari bahan allergen (debu)

 Makan makanan dan minuman yang sehat dan bergizi Medikamentosa

 Paracetamol tablet 3x500 mg (dapat diberikan per 4 jam jika demam)

 CTM tablet 3x2 mg

 Gliseril Guaiakolat 3x100 mg  Vitamin C 1 x 500 mg

d. Rehabilitatif

 Meningkatkan daya tahan tubuh

 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.  Mengatur pola makan yang bergizi

Dinas Kesehatan Kota Jambi

Puskesmas : Simpang IV Sipin Dokter : Tata Maretha O.M Tanggal : 2 Oktober 2014 R/ PCT 500 mg No. X S 3 dd tab 1 R/ GG 100 mg No. X S 3 dd tab 1 R/ CTM 4 mg No. X S 3 dd tab 1 R/ Vit C 500 mg No. X S 1 dd tab 1 p.c

Pro : An. K Umur : 14 tahun

(6)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar bagian kulit, dan rongga dalam hidung, yaitu mukosanya. Infeksi bagian luar bisa berbentuk selulitis dan vestibulitis.

Rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi. Berdasarkan perjalanan penyakitnya infeksi dapat berlangsung akut mnaupun kronis, dengan batasan waktu kurang dari 12 minggu. Mikroorganisme penyebab terdiri dari virus, bakterinon spesifik, bakteri spesifik dan jamur.

Rhinitis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, rhinitis medikamentosa dan rhinitis spesifik yang terdiri dari, rhinitis simplek, rhinitis hipertropi, rhinitis atropi, rhinitis difteri, rhinitis jamur, rhinitis sifilis, rhinitis tuberkulosa dan rhinitis jamur.

Rinitis adalah masalah klinis yang paling umum terjadi di seluruh dunia. Rinitis dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh beberapa proses patologis yang berbeda. Rinitis ditandai dengan adanya hidung tersumbat, rinorea, bersin, gatal hidung, post nasal drip (PND), ataupun kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

Rinitis memiliki konstribusi terhadap berbagai masalah kesehatan, termasuk asma dan rinosinusitis. Rinitis dibagi menjadi dua, rinitis alergi dan non alergi. Yang paling sering terjadi adalah rinitis alergi.

2.2 RINITIS ALERGI 2.2.1 Definisi

Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung, atau dapat juga didefinisikan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta

(7)

7 dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut.

2.2.2 Epidemiologi

Rinitis adalah masalah klinis yang paling umum terjadi pada pasien dengan alergi. Rinitis secara konsisten berada pada urutan enam penyakit kronis utama di Amerika Serikat. Morbiditas dari rinitis menyebabkan kualitas hidup yang menurun dikarenakan sakit kepala, mudah lelah, gangguan kognisi, dan efek samping obat-obatan. Rinitis alergi dapat menurunkan kualitas hidup, antara lain fungsi fisik, problem bekerja, nyeri badan, vitalitas, fungsi sosial, stabilitas emosi, bahkan kesehatan mental.

2.2.3 Prevalensi

Rinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang ditemukan di seluruh dunia, sedikitnya terdapat 10-25 % populasi dengan prevalensi yang semakin meningkat sehingga berdampak pada kehidupan sosial, kenerja di sekolah serta produktivitas kerja. Diperkirakan biaya yang dihabiskan baik secara langsung maupun tidak langsung akibat rinitis alergi ini sekitar 5,3 miliar dolar amerika pertahun.

Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 40 juta orang menderita rinitis alergi atau sekitar 20% dari populasi. Secara akumulatif prevalensi rinitis alergi sekitar 15% pada laki-laki dan 14% pada wanita, bervariasi pada tiap negara. Ini mungkin diakibatkan karena perbedaan geografik, tipe dan potensi alergen.

Rinitis alergi dapat terjadi pada semua ras, prevalensinya berbeda-beda tergantung perberbeda-bedaan genetik, faktor geografi, lingkungan serta jumlah populasi. Dalam hubungannya dengan jenis kelamin, jika rinitis alergi terjadi pada masa kanak-kanak maka laki-laki lebih tinggi daripada wanita namun pada masa dewasa prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita. Dilihat dari segi onset rinitis alergi umumnya terjadi pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda. Dilaporkan bahwa rinitis alergi 40%

(8)

8 terjadi pada masa kanak-kanak. Pada laki-laki terjadi antara onset 8-11 tahun, namun demikian rinitis alergi dapat terjadi pada semua umur.

2.2.4 Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi.

Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.

Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Riwayat hobi berkebun/rekreasi ke pegunungan membantu identifikasi untuk terpaparnya serbuk sari.

Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.

2.2.5 Klasifikasi

Rinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rinitis alergi musiman (seasonal), sepanjang tahun (perenial) dan akibat kerja (occasional). Rinitis alergi musiman hanya ada di negara yang memiliki empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari dan spora jamur. Gejala ketiganya hampir sama, hanya sifat berlangsungnya

(9)

9 yang berbeda. Gejala rinitis alergi sepanjang tahun timbul terus menerus atau intermiten.

Namun sekarang klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, berdasarkan lamanya dibagi menjadi intermiten dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu dan persisten dengan gejala >4 hari perminggu dan >4 minggu. Berdasarkan beratnya penyakit dibagi dalam ringan dan sedang-berat tergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan yaitu tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olah raga, belajar, bekerja dan lain-lain yang mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau lebih gangguan tersebut di atas.

Intermiten

Gejala

 ≤ 4 hari per minggu  atau ≤ 4 minggu

Persisten

Gejala

 > 4 hari per minggu  dan > 4 minggu

Ringan

 tidur normal

 aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan santai normal

 bekerja dan sekolah normal  tidak ada keluhan yang

mengganggu

Sedang-Berat

Satu atau lebih gejala  tidur terganggu

 aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan santai terganggu

 masalah dalam sekolah dan bekerja

 ada keluhan yang mengganggu Gambar 1. Klasifikasi Rinitis Alergi

(10)

10 ALERGEN

Jenis-jenis allergen :

 Kontaktan : kontak kulit dengan jaringan mukosa (kosmetik atau perhiasan)

 Inhalan : masuk bersamaan dengan udara pernafasan (debu, tungau, dll)

 Ingestan : masuk ke saluran cerna, berupa makanan (sus sapi, telur, dll)

 Injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan (penicillin dan sengatan lebah)

2.2.6 Patofisiologi

Awal terjadinya reaksi alergi dimulai dengan respon pengenalan alergen/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag, monosit dan atau sel dendrit. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel penyaji ( antigen presenting cell/sel APC), dan berada di mukosa saluran pernafasan. Antigen yang menempel pada permukaan mukosa tersebut ditangkap oleh sel-sel APC, kemudian dari antigen terbentuk fragmen peptida imunogenik. Fragmen pendek peptida ini bergabung dengan MHC-II yang berada pada permukaan sel APC. Komplek peptida-MHC-II ini akan dipresentasikan ke limfosit T yang diberi nama Helper-T cells (TH0). Apabila sel TH0 memiliki

(11)

11 reseptor spesifik terhadap molekul komplek peptida-MHC-II tersebut, maka akan terjadi penggabungan kedua molekul tesebut.

Sel APC akan melepas sitokin yang salah satunya adalah IL-1. IL-1 akan mengaktivasi TH0 menjadi TH1 dan TH2. Sel TH2 melepas sitokin antara

lain IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 akan ditangkap resptornya pada permukaan limfosit-B, akibatnya akan terjadi aktivasi limfosit-B. Limfosit-B aktif ini memproduksi IgE, IgE disirkulasi darah akan masuk kejaringan dan dikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel mastosid atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif (proses sensitisasi).

Molekul IgE beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan dan ditangkap eleh reseptor IgE pada permukaan sel mastosit atau sel basofil. Maka akan terjadi degranulasi sel mastosit dengan akibat terlepasnya mediator alergis.Mediator yang terlepas terutama histamin. Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan goblet mengalami hipersekresi, sehingga hidung beringus. Efek lainnya berupa gatal hidung, bersin-bersin, vasodilatasi dan penurunan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat pembengkakan mukosa sehingga terjadi gejala sumbatan hidung.

Reaksi alergi yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan reaksi alergi fase cepat (RAFC), yang mencapai puncaknya pada 15-20 menit pasca paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit kemudian. Sepanjang RAFC mastosit juga melepas molekul-molekul kemotaktik yang terdiri dari ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylatic) dan NCEA (neutrophil chemotactic factor of anaphylatic). Kedua molekul tersebut menyebabkan penumpukkan sel eosinofil dan neutrofil di organ sasaran.

(12)

12 Reaksi alergi fase cepat ini dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi fase lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian. Tanda khas RAFL adalah terlihatnya pertambahan jenis dan jumlah sel-sel inflamasi yang berakumulasi di jaringan sasaran dengan puncak akumulasi antara 4-8 jam. Sel yang paling konstan bertambah banyak jumlahnya dalam mukosa hidung dan menunjukkan korelasi dengan tingkat beratnya gejala pasca paparan adalah eosinofil.

(13)

13 Gambar 2.2 alergic stage

2.2.7 Penilaian Klinis

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

2.2.7.1.Anamnesis

Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan dari anamnesis dengan adanya trias gejala yaitu beringus (rinorea), bersin dan sumbatan hidung, ditambah gatal hidung. Perlu diperhatikan juga gejala alergi di luar hidung (asma, dermatitis atopi, injeksi konjungtiva, dan lain sebagainya).

2.2.7.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting. a. Wajah

- Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung

(14)

14 - Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.

b. Hidung

- Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi

- Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.

- Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.

- Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.

- Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.

c. Telinga, mata dan orofaring

- Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.

-Pada pemeriksaan mata

- Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata.

d. Leher. Perhatikan adanya limfadenopati

e. Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma

f.

(15)

15 2.2.7.3.Pemeriksaan sitologi hidung.

Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

2.7.4.Hitung eosinofil dalam darah tepi.

Jumlah eosinofil dapat meningkat atau normal. Begitu juga dengan pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, Kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.

2.2.7.5.Uji kulit.

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada beberapa cara, yaitu uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), uji cukit (Prick Test), dan uji gores (Scratch Test). Kedalaman kulit yang dicapai pada kedua uji kulit (uji cukit dan uji gores) sama. SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.

2.2.7.6.Tes penunjang lainnya

Yang lebih bermakna namun tidak selalu dikerjakan adalah tes IgE spesifik dengan RAST (Radio Immunosorbent test) atau ELISA (Enzyme linked immuno assay). IgE total > 200 IgE RAST untuk alergen –alergen dengan tingkat skor 1+ s/d 4+.

2.2.8 Penatalaksanaan

Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidence) dan eliminasi.

(16)

16  Medikamentosa

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target. Dapat dikombinasi dengan dekongestan. Antihistamin dapat digunakan anti histamin generasi 1 atau generasi 2.

Preparat simptomatik golongan agonis alfa dapat dipakai sebagai dekongestan dapat juga diberikan kortikosteroid jika keluhan terutama sumbatan hidung. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida untuk mengatasi rinore. Pengobatan baru yang lain adalah anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan.

 Operatif

Tindakan konkotomi parsial, konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan jika kinka inferior hipertropi berat dan tidak berhasi dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

 Imunnoterapi

Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lamadan dengan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada dua cara imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intrdermal dan sublingual.

(17)

17 Gambar 4.1 alur penatalaksaan rinitis alergi

(18)

18 2.2.9 Ko-Morbiditas

Inflamasi alergi tidak terbatas hanya pada rongga hidung. Berbagai komorbiditas telah diketahui berhubungan dengan rinitis.

2.2.8.1. Asma

- Mukosa nasal dan bronkus mempunyai banyak kesamaan.

- Banyak penderita rinitis rinitis alergi mengalami peningkatan hipereaktivitas bronkus yang non-spesifi.

- Banyak penderita rinitis juga menderita asma.

- Saluran nafas atas dan bawah diduga diepngaruhi oleh suatu proses inflamasi yang serupa yang mungkin dapat menetap dan diperberat oleh mekanisme yang saling berhubungan ini.

- Penyakit alergi dapat bersifat sistemik.Provokasi bronkial menyebabkan inflamasi nasal dan provokasi nasal menyebabkan inflamasi bronkial.

2.2.9 Penatalaksanaan

Menurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi meliputi :

a. Penghindaran alergen.

Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untuk mencegah kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejalapun dapat dihindari. Namun, dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen.

b. Pengobatan medikamentosa

Cara penngobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau menetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral.

(19)

19 Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin diabsorbsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat.

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi denfgan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian secara topiukal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis alergi medikamentosa.

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit.

Preparat antikolinergik topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi di masa yang akan datang adalah anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan.

Obat-obat tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanya pada penyakit yang persisten, diperlukan terapi pemeliharaan.

(20)

20 Tabel 1. Efek terapi terhadap gejala-gejala rinitis

Bersin Rinorea Sumbatan hidung Gatal hidung Keluhan mata H1-antihistamin - oral - intranasal - intaokular ++ ++ 0 ++ ++ 0 + + 0 +++ ++ 0 ++ 0 +++ Kortikosteroid - intranasal ++++ +++ +++ ++ ++ Kromolin -Intranasal -Intraokular + 0 + 0 + 0 + 0 0 ++ Dekongestan - Intranasal - Oral 0 0 0 0 ++++ + 0 0 0 0 Antikolinergik 0 ++ 0 0 0 Anti-leukotrin 0 + ++ 0 ++ c. Imunoterapi spesifik

Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20 g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau selama 20 menit setelah pemberian subkutan.

(21)

21 Indikasi imunoterapi spesifik subkutan

- Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional

- Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan farmakoterapi

- Prnderita yang tidak menginginkan farmakoterapi

- Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan

- Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.

Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi-imunoterapi spesifik oral

- Dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar dari pada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan. - Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak

imunoterapi subkutan

- Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subsukatan

Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun.

d. Imunoterapi non-spesifik

Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama-sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda.

Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory.

(22)

22 Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis. Mekanisme biomolekulernya terajadi pada peningkatan populasi limfosit TH yang berguna pada

penghambatan reaksi alergis, serta melalui mekanisme imunopsikoneurologis.

f. Operatif

Tindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan pada beberapa penderita yang sangat selektif. Seperti tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

2.2.10. Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :

1. Polip hidung

Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung. Polip hidung biasanya tumbuh di meatus medius dan merupakan manifestasi utama akibat proses inflamasi kronis yang menimbulkan sumbatan sekitar ostia sinus di meatus medius. Polip memiliki tanda patognomonis : inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih-lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. Ditemukan juga mRNA untuk GM-CSF, TNF-alfa, IL-4 dan IL-5 yang berperan meningkatkan reaksi alergis.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak 3. Sinusitis paranasal

Merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa. Edema mukosa ostia menyebabkan sumbatan ostia. Penyumbatan tersebut akan menyebabkan penimbunan mukus sehingga terjadi penurunan oksigenasi

(23)

23 dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob. Selain dari itu, proses alergi akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator-mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah.

Pengobatan komplikasi rinits alergi harus ditujukan untuk menghilangkan obstruksi ostia sinus dan tuba eustachius, serta menetralisasi atau menghentikan reaksi humoral maupun seluler yang terjadi lebih meningkat. Untuk tujuan ini maka pengobatab rasionalnya adalah pemberian antihistamin, dekongestan, antiinflamasi, antibiotia adekuat, imunoterapi dan bila perlu operatif.

2.3. RINITIS NON ALERGI

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis akut dan rinitis kronis.

2.3.1 Rinitis Akut

Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Selain itu, rinitis akut dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma. Penyakit ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang termasuk ke dalam rinitis akut diantaranya adalah rinitis simpleks, rinitis influenza dan rinitis bakteri akut supuratif.

2.3.2 Rinitis Simpleks

Rinitis simpleks disebut juga pilek, salesma, common cold, dan coryza. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada manusia.

Definisi

Rhinitis Simplek adalah proses inflamasi pada mukosa hidung yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi yang paling sering dijumpai pada manusia. Sering disebut juga sebagai selesma, common cold, flu.

(24)

24 Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah rhinovirus. Virus-virus lain adalah myxovirus, vcirus coxsackie dan virus ECHO.

Penyakit ini sangat menulardan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya kekebalan tubuh ( kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-lain).

Patogenesis

Infeksi terjadi biasanya pada kedaan daya tahan tubuh yang menurun, sehingga apabila terpapar virus dapat mempermudah virus berkembang dan menginfeksi mukosa hidung. Timbulnya gatal dan bersin diperantarai oleh pelepasan histamin.

2.3.2.1 Etiologi

Penyebab rinitis simpleks ialah beberapa jenis virus, yang diklasifikasikan berdasarkan komposisi biokimia virus. Virus RNA termasuk kelompok seperti rinovirus, ekhovirus, virus influenza, parainfluenza, dan campak. Sedangkan virus DNA termasuk kelompok adenovirus dan herpes virus.

2.3.2.2 Gambaran Klinik

Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian memasuki stadium pertama yang biasanya terbatas tiga hingga lima hari. Pada stadium ini timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat, sekret hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mukoid, lebih kental dan lengket. Biasanya disertai demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.

Penyakit dapat berakhir pada stadium pertama, namun pada kebanyakan pasien penyakit berlanjut ke stadium invasi bakteri yang ditandai dengan suatu rinore purulen, sumbatan di hidung bertambah, demam, sensasi kecap dan bau berkurang dan sakit tenggorokan. Stadium ini dapat berlangsung hingga dua minggu.

Rinovirus tidak menyebabkan terjadinya kerusakan epitel mukosa hidung, sedangkan adenovirus dapat menimbulkan kerusakan epitel mukosa hidung.

(25)

25 Pada pemeriksaan hidung, dijumpai mukosa yang hiperemis dan membengkak. Dapat juga dijumpai rinore yang purulen bila disertai dengan infeksi sekunder.

2.3.2.3 Terapi

Terapi terbaik pada rinitis virus tanpa komplikasi adalah istirahat, obat-obatan simtomatis seperti analgetika, antipiretik dan dekongestan. Selama fase infeksi bakteri sekunder, dapat diberikan antibiotika.

Pada pengobatan rhinitis simplek, tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simplek, terapi hanya ditujukan pada perbaikan imun tubuh dan pemberian obat simptomatis, seperti analgetik antipiretik, antihistamin dan obat dekongestan, dapat juga ditambahkan vitamin penambah daya tahan tubuh.

Terapi Umum :

 Istirahat yang cukup

 Minum minuman yang hangat  Perbanyak minum air putih  Makan makanan yang bergizi Terapi Khusus :

 Analgetik antipiretik  Anti Histamin

 Antitusif Dekongestan  Antibiotic (infeksi sekunder)  vitamin

2.3.3 Rinitis Influenza 2.3.3.1 Etiologi

Rinitis influenza disebabkan oleh virus A, B dan C dari golongan ortomiksovirus.

2.3.3.2 Gambaran Klinik

Gejala yang sering timbul ialah sekret hidung berair, dan hidung tersumbat. Lebih sering terjadi infeksi bakteri sekunder dan nekrosis epitel bersilia dibandingkan common cold.

(26)

26 2.3.3.3 Terapi

Terapi rinitis influenza tidak ada yang spesifik, sama dengan rinitis simpleks, terapi terbaik adalah istirahat, analgetika, antipiretik dan dekongestan, serta antibiotika bila terdapat infeksi sekunder.

2.3.4 Rinitis Bakteri Akut Supuratif 2.3.4.1 Etiologi

Penyebab rinitis bakteri akut supuratif adalah Pneumococcus, Staphylococcus, dan Streptococcus.

2.3.4.2 Gambaran Klinik

Rinitis bakteri akut supuratif merupakan infeksi bakteri sekunder pada rinitis virus. Pada orang dewasa seringkali disertai sinusitis bakterialis, dan pada anak sering disertai adenoiditis. Namun pada anak kecil dapat terjadi rinitis bakterialis primer yang gejalanya mirip common cold.

2.3.4.3 Terapi

Terapi yang tepat adalah antibiotika, obat cuci hidung, dekongestan dan analgesik.

3.2 Rinitis Kronis

Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi, rinitis sika dan rinitis spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, rinitis vasomotor dan rinitis medikamentosa juga dimasukkan dalam rinitis kronis.

2.3.1 Rinitis Hipertrofi 2.3.1.1 Etiologi

Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.

2.3.1.2 Gambaran Klinis

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering ada keluhan nyeri kepala. Konka inferior hipertrofi, permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi.

(27)

27 Pengobatan yang tepat adalah mengobati faktor penyebab timbulnya rinitis hipertrofi. Kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam trikloroasetat) atau dengan kauter listrik dan bila tidak menolong perlu dilakukan konkotomi.

2.3.2 Rinitis Sika 2.3.2.1 Etiologi

Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja di lingkungan yang berdebu, panas dan kering. Juga pada pasien dengan anemia, peminum alkohol, dan gizi buruk.

2.3.2.2 Gambaran Klinis

Pada rinitis sika mukosa hidung kering, krusta biasanya sedikit atau tidak ada. Pasien mengeluh rasa iritasi atau rasa kering di hidung dan kadang –kadang disertai epitaksis.

2.3.2.3 Terapi

Pengobatan tergantung penyebabnya. Dapat diberikan obat cuci hidung.

2.3.3 Rinitis Spesifik

Yang termasuk ke dalam rinitis spesifik adalah:

2.3.3.1 Rinitis Difteri 3.2.3.1.1 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.

3.2.3.1.2 Gambaran klinis

Gejala rinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis, sekret hidung bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah, terdapat krusta coklat di nares dan kavum nasi. Sedangkan rinitis difteri kronik gejalanya lebih ringan.

3.2.3.1.3 Terapi

Terapi rinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal dan intramuskuler.

(28)

28 2.3.3.2 Rinitis Atrofi

3.2.3.2.1 Etiologi

Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab rinitis atrofi, yaitu infeksi kuman Klebsiela, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronis, kelainan hormonal dan penyakit kolagen.

3.2.3.2.2 Gambaran Klinis

Rinitis atrofi ditandai dengan adanya atrofi progresif mukosa dan tulang hidung. Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Keluhan biasanya nafas berbau, ingus kental berwarna hijau, ada krusta hijau, gangguan penghidu, sakit kepala dan hidung tersumbat.

3.2.3.2.3 Terapi

Karena etiologinya belum diketahui maka belum ada pengobatan yang baku. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif dengan memberikan antibiotika berspektrum luas, obat cuci hidung, vitamin A dan preparat Fe. Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan operasi penutupan lubang hidung untuk mengistirahatkan mukosa hidung sehingga mukosa menjadi normal kembali.

2.3.3.3 Rinitis Sifilis 3.2.3.3.1 Etiologi

Penyebab rinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum.

3.2.3.3.2 Gambaran klinis

Gejala rinitis sifilis yang primer dan sekunder serupa dengan rinitis akut lainnya. Hanya pada rinitis sifilis terdapat bercak pada mukosa. Sedangkan pada rinitis sifilis tertier ditemukan gumma atau ulkus yang dapat mengakibatkan perforasi septum. Sekret yang dihasilkan merupakan sekret mukopurulen yang berbau.

3.2.3.3.3 Terapi

(29)

29 2.3.3.4 Rinitis Tuberkulosa

3.2.3.4.1 Etiologi

Penyebab rinitis tuberkulosa adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.

3.2.3.4.2 Gambaran Klinis

Terdapat keluhan hidung tersumbat karena dihasilkannya sekret yang mukopurulen dan krusta. Tuberkulosis pada hidung dapat berbentuk noduler atau ulkus, jika mengenai tulang rawan septum dapat mengakibatkan perforasi.

3.2.3.4.3 Terapi

Pengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung.

2.3.3.5 Rinitis Lepra 3.2.3.5.1 Etiologi

Rinitis lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae.

3.2.3.5.2 Gambaran Klinis

Gangguan hidung terjadi pada 97% penderita lepra. Gejala yang timbul diantaranya adalah hidung tersumbat, gangguan bau, dan produksi sekret yang sangat infeksius Deformitas dapat terjadi karena adanya destruksi tulang dan kartilago hidung.

3.2.3.5.3 Terapi

Pengobatan rinitis lepra adalah dengan pemberian dapson, rifampisin dan clofazimin selama beberapa tahun atau dapat pula seumur hidup.

2.3.3.6 Rinitis Jamur 3.2.3.6.1 Etiologi

Penyebab rinitis jamur, diantaranya adalah Aspergillus yang menyebabkan aspergilosis, Rhizopus oryzae yang menyebabkan mukormikosis, dan Candida yang menyebabkan kandidiasis.

3.2.3.6.2 Gambaran Klinis

Pada aspergilosis yang khas adalah sekret mukopurulen yang berwarna hijau kecoklatan. Pada mukormikosis biasanya pasien datang dengan keluhan

(30)

30 nyeri kepala, demam, oftalmoplegia interna dan eksterna, sinusitis paranasalis dan sekret hidung yang pekat, gelap, dan berdarah.

3.2.3.6.3 Terapi

Untuk terapinya diberikan obat anti jamur, yaitu amfoterisin B dan obat cuci hidung.

2.3.4 Rinitis Vasomotor 2.3.4.1 Etiologi

Rinitis vasomotor adalah gangguan fisiologi mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Saraf otonom mukosa hidung berasal dari n. vidianus yang mngandung serat saraf simpatis dan parasimpatis. Rangsangan pada saraf parasimpatis menyebabkan dilatasi pembuluh darah dalam konka serta meningkatkan permeabilitas kapiler dan sekresi kelenjar. Rangsangan simpatis sebaliknya. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai faktor yang berlangsung temporer seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani, dsb. Pada pasien rhinitis vasomotor, saraf parasimpatis cenderung lebih aktif.

2.3.4.2 Gambaran Klinis

Gejala dari rinitis vasomotor adalah hidung tersumbat tergantung posisi pasien, rinore yang mucus/serus, jarang disertai bersin dan gatal pada mata, gejala memburuk pada pagi hari karena adanya perubahan suhu. Mukosa hidung edema, merah gelap, permukaan konka licin atau berbenjol, sekret mukoid.

2.3.4.3 Terapi

Pengobatan yang tepat untuk rinitis vasomotor adalah dengan menghindari penyebab, memberikan obat simtomatis (dekongestan oral, kauterisasi konka yang hipertrofi, kortikosteroid topikal), konkotomi konka inferior, neurektomi n. Vidianus.

(31)

31 2.3.5 Rinitis Medikamentosa

2.3.5.1 Etiologi

Rinitis medikamentosa adalah kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokontriktor topical dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.

Obat vasokonstriktor topikal dari golongan simpatomimetik akan menyebabkan siklus nasal terganggu dan dakan berfungsi kembali bila pemakaian dihentikan. Pemakaian vasokontriktor topical yang berulang dan waktu lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi ulang (rebound dilatation) setelah vasokontriksi, sehingga timbul obstruksi. Bila pemakaian obat diteruskan maka akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan, perttambahan mukosa jaringan dan rangsangan sel-sel mukoid sehingga sumbatan akan menetap dan produksi sekret berlebihan.

Selain vasokontriktor topikal, obat-obatan yang dapat menyebabkan edema mukosa diantaranya adalah asam salisilat, kontrasepsi oral, hydantoin, estrogen, fenotiazin, dan guanetidin. Sedangkan obat-obatan yang menyebabkan kekeringan pada mukosa hidung adalah atropin, beladona, kortikosteroid dan derivat katekolamin.

2.3.5.2 Gambaran Klinis

Pada rhinitis medikamentosa terdapat gejala hidung tersumbat terus menerus, berair, edema konka.

2.3.5.3 Terapi

Pengobatan rinitis medikamentosa adalah dengan menghentikan obat tetes/semprot hidung, kortikosteroid secara penurunan bertahap untuk mengatasi sumbatan berulang, dekongestan oral.

(32)

32 BAB III

PEMBAHASAN 3.1 Analisa Kasus

Berdasarkan anamnesis baik alloanamnesis ataupun autoanamnesis didapatkan, os mengeluh pilek disertai bersin sejak 1 hari yll, sebelumnya os juga batuk dan demam, sebelum keluhan os muncul os ikut kegiatan sekolah yang cukup menguras tenaga dan sepulangnya dari sekolah os juga ikut membantu ibunya membersihkan rumah, riwayat alegi terhadap debu (+), demam yang dialami os tidak disertai ruam pada kulit, panas turun naik, badan lesu, nafsu makan menurun, menggigil (-), ingus yang keluar berwaran bening encer seperti air. Dari anamnesa diatas maka diagnosis sementara mengarah ke rhinitis alergi kerena berdasarkan teori rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut.

Dari pemeriksaan fisik (rinoskopi anterior) didapatkan mukosa hidung basah, edema, berwarna pucat (livid), rinore (+). Dari pemeriksaan fisik dan anamesa yang didapat maka dapat disimpulkan bahwa penyakit pasien adalah rhinitis alergi, sebenarnya untuk memastikan diagnosis maka pemeriksaan anjuran yang dapat dilakukan adalah hitung eosinofil, atau bisa juag tes cukit kulit. Namun karena keterbatasan biaya, waktu dan sarana dan prasaran maka pemeriksaan ini tidak dilakukan.

Pada pasien ini diberikan terapi :

e. Preventif :

- Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kesehatan anak dengan memberikan makanan yang bergizi.

- Beristirahat yang cukup f. Promotif :

(33)

33 Memberikan penjelasan kepada orang tua untuk memberikan makanan yang bergizi dan sehat.

Menjelasan terapi yang terbaik adalah menghindari factor pencetus g. Kuratif :

Non Medikamentosa  Istirahat

 Menghindari bahan allergen (debu)

 Makan makanan dan minuman yang sehat dan bergizi Medikamentosa

 Paracetamol tablet 3x500 mg (dapat diberikan per 4 jam jika masi demam)

 CTM tablet 3x2 mg

 Gliseril Guaiakolat 3x100 mg  Vitamin C 1 x 500 mg 1x1 h. Rehabilitatif

 Meningkatkan daya tahan tubuh

 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.  Mengatur pola makan yang bergizi

Pengobatan yang diberikan sudah sesuai dengan teori.

Secara keseluruhan maka dapat disimpulkan penyakit yang diderita os adalah rhinitis alergi dengan diagnosis bandingnya rhinitis vasomotor dan rhinitis simplek. Diduga bahan allergen yang menyebabkan rhinitis alergi pada pasien adalah melalui alergin inhalan dalam hal ini adalah debu ditambah fisik os yang juga mudah lelah.

(34)

34 DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorokkan Kepala dan Leher. Edisi Enam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta . 2007. Hal : 128

2. Saputra R. Rhinitis. (serial Online). Diakses tanggal 29 september 2014. Diunduh dari URL:https://www.scribd.com/doc/56046356/refferat-Rinitis 3. USU. Rhinitis (serial online). Diakses tanggal 29 september 2014.

Diunduh dari URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16377/4/Chapter%20II.pd f

4. Widyastuti N. rhinitis simplek (serial online). Diakses tanggal 29

september 2014. Diunduh dari URL:

https://www.google.co.id/search?q=rinitis+simpleks&oq=rinitis+si&sourc

eid=chrome&es_sm=93&ie=UTF-8&gws_rd=ssl#q=patogenesis+rinitis+simpleks

5. Setyohadi DP. Rinitis . (serial online). Diakses tanggal 29 september 2014.

Diunduh dari URL:

https://www.scribd.com/archive/plans?doc=216584461&metadata=%7B% 22context%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3 A%22read%22%2C%22action%22%3A%22toolbar_download%22%2C% 22platform%22%3A%22web%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%7D 6. Ananda S. Rinitis alergi dan rhinitis non alergi. (serial online). Diakses

tanggal 29 september 2014. Diunduh dari URL: https://www.scribd.com/doc/190636184/Common-Cold

(35)

35 LAMPIRAN :

Gambar

Gambar 1.1 patogenesis rinitis alergi

Referensi

Dokumen terkait

Peta Lokasi Pumping Test Sumur Dalam Kota Denpasar (10 titik data primer dan 5 titik data sekunder) Sumber : Hasil pemetaan.. Peta Kontur Air Tanah Tertekan Kota Denpasar

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keterampilan berpikir kreatif siswa kelas V pada materi pesawat sederhana antara yang menggunakan model Pembelajaran Berbasis

Pada fraktur femur, pasien biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai..

Klien : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya sendiri iaitu masalah kewangan sebab saya ni memang sendiri

Sementara deaerators mekanis yang paling efisien menurunkan oksigen hingga ke tingkat yang sangat rendah (0,005 mg/liter), namun jumlah oksigen yang sangat kecil

Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan para pakar hukum Islam atau dapat digunakan oleh praktisi hukum Islam dan pihak berwenang

Burung Layang-layang Asia yang dijumpai di wilayah Bantul, Kulonprogo dan Sleman diduga merupakan populasi satwa tersebut yang berasal dari koloni di Daerah

Jika pada site sudah tidak ditemukan nilai counter yang dibawah standard threshold dan kualitas throughput sudah optimal, maka bisa diambil kesimpulan dari metode yang