• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, sudah tidak asing lagi mendengar berita terkait kejadian banjir di DKI Jakarta dalam beberapa tahun belakangan ini. Adapun hal-hal dan pemberitaan terkait bahaya dan kerentanan banjir yang terjadi di DKI Jakarta, khususnya di Sub DAS Cipinang antara lain: penyebab banjir di DKI Jakarta yang disebabkan oleh lemahnya infrastruktur dan tata ruang; International Federation of Red Cross and Red Crescet Societies (IFRC) atau Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dalam Jaswadi (2010) menyarankan bahwa analisis kerentanan sebaiknya disertai dengan analisis bahaya; analisis open street mapping yang diproduksi oleh BPBD DKI Jakarta berupa Peta Kawasan Rawan Banjir yang termasuk di dalamnya kawasan Sub DAS Cipinang, Jakarta Timur; posisi dan kondisi Sungai Cipinang yang saat ini aman dari penggusuran terkait proyek water management/ normalisasi/ pengerukan 13 kali, sungai, dan waduk di DKI Jakarta sebagai bentuk upaya mitigasi struktural bencana banjir menahun.

Gambar 1.1–a. Sungai Cipinang di Kebon Nanas, Cipinang Besar Selatan dan b. Sungai Cipinang di Kebon Pala

Sumber: Dokumentasi Penulis (2015)

Salah satu penyebab banjir di DKI Jakarta adalah lemahnya infrastruktur dan tata ruang. Adapun salah satu penyebab banjir kota di DKI Jakarta yaitu

(2)

13 penurunan kapasitas sungai karena banyak pemanfaatan lahan sebagai permukiman di bantaran sungai. Hal ini didukung oleh kerusakan saluran penghubung dan fungsi drainase yang membuat luapan air sungai saat hujan lebat turun tidak dapat terkendali. Terganggunya fungsi yang optimal dari kedua infrastruktur tersebut seringkali menjadi penyebab utama genangan air yang muncul saat musim penghujan. Penyebab lainnya yakni ligkungan dan tata kota yang rusak akibat ketidaktepatan penggunaan lahan yang seharusnya tidak digunakan untuk lahan terbangun seperti fungsi komersil atau mal, perumahan, gedung tinggi berupa perkantoran, apartemen, maupun pendidikan. Kebanyakan lahan di DKI Jakarta sudah sangat minim kawasan penyangga, hutan kota, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai kawasan resapan dan pengendali debit alir saat air hujan mengguyur ibukota demi kepentingan bisnis dan ekonomi penduduk setempat maupun penduduk pendatang (diakses melalui berita artikel online di kabdet.com tanggal 24 Januari 2014 yang diambil pada 19 Oktober 2014). Penggunaan lahan dan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku salah satunya juga disebabkan oleh banyaknya warga pendatang yang bekerja dan pada akhirnya membutuhkan lahan untuk bertempat tinggal di DKI Jakarta. Dua perihal utama penyebab banjir di DKI Jakarta yakni ketidakoptimalan fungsi infrastruktur dan fungsi tata ruang menunjukan bahwa implementasi rencana tata ruang dan pemanfaatan lahan dalam manajemen pembangunan masih harus ditingkatkan agar rencana dapat berpengaruh terhadap kenyataan, tidak hanya menjadi dokumen rapi yang tersimpan di galeri atau perpustakaan. Hal yang demikian diharapkan dapat menjadi motivator pemaksimalan dalam menyelesaikan penelitian tentang tingkat bahaya/ ancaman dan tingkat kerentanan bencana banjir akibat perubahan tata guna lahan dalam perspektif perencana tata ruang kota (urban planner).

IFRC dalam Jaswadi (2010) menyarankan bahwa analisis kerentanan sebaiknya disertai dengan analisis bahaya. IFRC merupakan jenis organisasi bantuan kemanusiaan yang memiliki tujuan utama yaitu membantu dan mengkoordinasikan semua kegiatan organisasi lokal Gerakan Palang Merah.

(3)

14 Salah satu peran IFRC yang berkaitan dengan penelitian ini yakni mengkoordinasi bantuan operasional yang dilaksanakan oleh Perhimpunan Nasional dalam rangka membantu korban bencana alam,nonalam, maupun sosial dan pengungsi di tempat yang tidak didapati konflik bersenjata di sana. Mendukung pernyataan IFRC, Benson dan Twigg (2007) mengemukakan hubungan definisi bahaya alam dan kerentanan dalam Provention Consortium yang di dalamnya termasuk perkumpulan dunia seperti IFRC, World Bank, dll. Bahaya alam merupakan suatu kejadian geofisik, atmosferik, atau hidrologis (gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir, dan kekeringan) yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian. Sementara itu, kerentanan diartikan sebagai potensi untuk terkena kerusakan atau kerugian yang berkaitan dengan kapasitas untuk mengantisipasi bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya, dan memulihkan diri dari dampak bahaya. Kerentanan ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan, sosial, politik, budaya, dan kelembagaan. Berikut adalah ilustrasi hubungan elemen bahaya dan kerentanan yang sama-sama berpotensi menimbulkan kerugian. Dampak nyata berupa risiko namun risiko dapat dikurangi dengan meningkatan kapasitas melalui analisis bahaya dan kerentanan.

Gambar 1.2–Relasi Bahaya dan Kerentanan dalam Bencana Sumber: Charlotte Benson dan John Twigg (2007)

BPBD DKI Jakarta (2014) menganalisis open street mapping dan memproduksi Peta Kawasan Rawan Banjir yang termasuk di dalamnya kawasan rawan banjir Sungai Cipinang. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DKI Jakarta, Danang Susanto, mengatakan bahwa terdapat 62 kawasan rawan banjir di DKI Jakarta berdasarkan pemetaan yang dibuat seperti berikut.

Kerugian

Bahaya Kerentanan Risiko

(4)

15 Gambar 1.3–Peta 62 Lokasi Rawan Genangan di DKI Jakarta Tahun 2013/ 2014

(5)

16 Peta di atas menunjukan hasil analisis open street mapping BPBD DKI Jakarta yang dispasialkan dalam bentuk peta oleh Dinas Tata Air. 62 kawasan rawan banjir tersebut terdiri dari 9 kawasan di Jakarta Pusat, 19 kawasan di Jakarta Utara, 17 kawasan di Jakarta Barat, 12 kawasan di Jakarta Selatan, dan 8 kawasan di Jakarta Timur (diberitakan melalui akses berita online di beritasatu.com dan merdeka.com tanggal 14 November 2013 yang diambil pada 18 Oktober 2014). Berdasarkan perolehan data akumulasi dari akses berita online beritasatu.com dan merdeka.com, BPBD DKI Jakarta, dan Dinas Tata Air, terdapat 19 kelurahan yang dalam tiga tahun terakhir ini (2012, 2013, dan 2014) terkena banjir dan genangan dan 5 kelurahan yang tersisa dan tidak mengalami genangan yakni kelurahan-kelurahan Sub DAS Cipinang yang terletak di Kecamatan Cipayung yang meliputi Kelurahan Ceger, Kelurahan Cipayung, dan Kelurahan Munjul serta kelurahan-kelurahan Sub DAS Cipinang yang terletak di Kecamatan Pulo Gadung yang meliputi Kelurahan Cipinang dan Kelurahan Pisangan Timur. Secara persentase, didapati 80% kelurahan tergenang dan 20% kelurahan tergenang di Sub DAS Cipinang.

Posisi dan kondisi Sub DAS Cipinang saat ini aman dari penggusuran terkait proyek water management/ normalisasi/ pengerukan 13 kali, sungai, dan waduk di DKI Jakarta sebagai bentuk upaya mitigasi struktural bencana banjir yang terjadi setiap tahun. Dalam rangka penanggulangan bencana banjir, Pemerintah DKI dan pusat berencana untuk menormalisasi 13 kali, sungai, dan waduk di DKI Jakarta. Normalisasi ini berimbas pada penggusuran dan relokasi para pemukim yang tinggal di sempadan sungai. Di tahun 2013, pembebasan lahan untuk normalisasi kali, sungai, dan waduk di DKI Jakarta hanya rampung sekitar 12% dari target capaian. Normalisasi/ pengerukan sungai membutuhkan waktu yang tidak sebentar yakni 10 tahun. Dalam waktu dekat ini, terdapat tiga kali yang akan dinormalisasi yakni Kali Pesanggrahan, Kali Krukut/ Mampang, dan Kali Ciliwung (diberitakan melalui akses berita online di harianterbit.com tanggal 6 Oktober 2014 diambil pada 18 Oktober 2014). Adapun pembebasan lahan sudah dimulai sejak akhir bulan agustus tahun 2014 di Kampung Pulo,

(6)

17 Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur dalam proyek normalisasi Kali Ciliwung. Lahan yang akan dibebaskan dalam proyek normalisasi Kali Ciliwung sepanjang 19,8 km dari Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan sampai dengan Jembatan Jalan T.B. Simatupang, Condet, Jakarta Timur. Adapun kawasan yang rawan penggusuran yakni kawasan-kawasan yang dilalui oleh tiga kali atau sungai yang akan dinormalisasi yakni Kali Pesanggrahan, Kali Krukut/ Mampang, dan Kali Ciliwung.

I.2 Pertanyaan Penelitian

Seperti apa tingkat bahaya dan tingkat kerentanan terhadap banjir di Sub Daerah Aliran Sungai Cipinang yang melewati Kota Jakarta Timur?

I.3 Tujuan Penelitian

1) Mengukur tingkat bahaya banjir di Sub Daerah Aliran Sungai Cipinang 2) Mengukur tingkat kerentanan banjir di Sub Daerah aliran Sungai Cipinang

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat secara teoritis

Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk memperoleh ilmu dan wawasan tentang tingkat bahaya (ancaman) dan kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang. Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini adalah cara menganalisis bahaya dan kerentanan banjir menggunakan skoring sesuai Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, tingkat bahaya dan kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang, dan kecenderungan tingkat bahaya dan kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang. Output dari penelitian ini yakni peta bahaya banjir dan peta kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun rencana pembangunan lahan budidaya yang sesuai di daerah tersebut. Hal ini dapat membantu untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi dalam membuat rencana tata ruang yang disusun oleh para perencana wilayah dan kota.

(7)

18 I.4.2 Manfaat secara praktis

1) Masyarakat

Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat terkait daerah yang berpotensi, rentan, dan rawan terhadap banjir dan genangan sehingga memberi kesadaran kepada masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam melestarikan ekosistem di Sub DAS Cipinang yang terdiri dari 24 kelurahan di Jakarta Timur yang dilewati oleh Sungai Cipinang. Informasi ini menjadi dasar bagi masyarakat setempat dalam mengelola penggunaan lahan di sana agar lebih bijak dan berhati-hati sesuai kaidah pelestarian sempadan sungai. Selain itu mengingat bencana banjir dapat menimbulkan kerugian bagi penduduk, pengkajian dan penelitian mengenai analisis tingkat bahaya dan kerentanan banjir ini juga bermanfaat untuk memberikan waktu dalam mengantisipasi atau berbuat sesuatu sebelum banjir datang hingga membawa bencana bagi masyarakat di 24 kelurahan tersebut. Peta kerentanan dan bahaya banjir merupakan bagian dari sistem peringatan dini (early warning system) dari bahaya banjir sehingga akibat dari banjir dapat diperkirakan di awal sebelum terjadinya banjir.

2) Pemerintah Daerah Setempat

Adapun dalam mengambil kebijakan dan merumuskan upaya mitigasi, penanggulangan, dan pengendalian bencana banjir, seperti penataan ruang atau pengelolaan DAS tertentu, diperlukan pemetaan daerah-daerah yang menunjukan tingkat bahaya dan kerentanan terhadap bencana banjir. Dengan kata lain, risiko dan dampak terhadap timbulnya bencana banjir dapat dikurangi dan diminimalkan melalui upaya mitigasi yang diawali dengan menganalisis dan memetakan daerah yang berpotensi, rentan, dan rawan terhadap bencana banjir. Penelitian ini membantu pemerintah daerah setempat dalam menerapkan early warning system terhadap masyarakat di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipinang. Penelitian ini juga menjadi dasar pertimbangan bagi pemda setempat agar segera mensterilkan sempadan Sungai Cipinang dari lahan terbangun dan perkerasan. Hasil penelitian yang berupa peta dapat membantu pihak terkait yang menangani genangan dan banjir di kelurahan-kelurahan yang dilewati oleh Sub DAS Cipinang.

(8)

19

I.5 Batasan Penelitian

I.5.1 Fokus

Fokus dalam penelitian ini adalah pengukuran tingkat bahaya dan tingkat kerentanan banjir menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) melalui metode skoring dan overlay parameter banjir secara fisik maupun sosial ekonomi dan kependudukan.

I.5.2 Lokus

Lokus dalam penelitian ini adalah Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipinang yang bermuara melintasi Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta yakni meliputi. Sungai Cipinang memiliki panjang 39,7 km dengan total luas wilayah kajian mencapai 66,33 km2. Berikut ini adalah 24 kelurahan yang dilewati oleh Sungai Cipinang yang masuk ke dalam 7 kecamatan administrasi di Kota Jakarta Timur:

1. Kecamatan Ciracas

Kelurahan Cibubur, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Susukan, Rambutan 2. Kecamatan Pasar Rebo

Kelurahan Pekayon 3. Kecamatan Cipayung

Kelurahan Munjul, Cipayung, Ceger 4. Kecamatan Kramat Jati

Kelurahan Dukuh, Tengah, Kramat Jati 5. Kecamatan Makasar

Kelurahan Pinang Ranti, Kebon Pala, Makasar, Halim Perdanakusuma, Cipinang Melayu,

6. Kecamatan Jatinegara

Kelurahan Cipinang Cempedak, Cipinang Besar Selatan, Cipinang Muara, Rawa Bunga, Cipinang Besar Utara

7. Kecamatan Pulo Gadung

(9)

20 Gambar 1.4-Peta Administasi Sub DAS Cipinang, Jakarta Timur

(10)

21 I.5.3 Waktu

Waktu penelitian yang akan dilakukan lamanya delapan bulan sejak November 2014 s.d. Juni 2015 dengan menggunakan data primer terbaru (tahun 2015) dan data sekunder terbaru (tahun 2012, 2013, dan 2014).

I.6 Keaslian Penelitian

1. Judul : SKRIPSI Kerentanan Wilayah Terhadap Banjir di Sebagian

Cekungan Bandung

Penyusun : Wika Ristya (UI, 2012)

Fokus : Mengetahui tingkat bahaya banjir di sebagian cekungan Bandung, memetakan daerah tergenang berdasarkan

karakteristik banjir seperti lama genangan, tinggi genangan, dan frekuensi genangan, serta memetakan tingkat

kerentanan wilayah terhadap banjir yang dihasilkan dari metode AHP dan K-Means Cluster terhadap kondisi kerentanan sosial, ekonomi, dan fisik

Lokus : Sebagian Cekungan Bandung

Metode : Deduktif Kuantitatif (Analytical Hierarchy Process (AHP), K-Means Cluster, dan Metode Rata-Rata Setimbang)

2. Judul : SKRIPSI Analisis Kerentanan Permukiman terhadap terjadinya bahaya kebakaran di Kecamatan Pontianak

Selatan

Penyusun : Aryasa Bijak Utama (UGM, 2014)

Fokus : Menganalisis tingkat kerentanan permukiman terhadap terjadinya bahaya kebakaran di Kecamatan Pontianak Selatan dengan melihat aspek fisik, sosial, dan ekonomi sebagai variabel tingkat kerentanan permukiman

Kecamatan Pontianak Selatan terhadap terjadinya bahaya

kebakaran

(11)

22 Metode : Deduktif Kualitatif (Konsensus Pendapat Para Ahli)

3. Judul : JURNAL Tinjauan Kerentanan, Risiko, dan Zonasi Rawan Bahaya Rockfall di Kulonprogo, Yogyakarta

Penyusun : D. R. Hizbaron, D. S. Hadmoko, G. Samodra, S. A. Dalimunthe, dan J. Sartohadi (UGM, 2010)

Fokus : Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi zonasi tata ruang di daerah rawan runtuhan yang menggunakan komponen bahaya, kerentanan, dan analisis risiko sebagai input untuk pemodelan spasial menggunakan Multi Criteria Evaluation

(MCE).

Lokus : Jalur escarpment di sebagian Perbukitan Menoreh, sebagian Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten

Kulonprogo, DIY

Metode : Deduktif Kuantitatif (Multi Criteria Evaluation (MCE)) 4. Judul : TESIS Pola Spasial Kerentanan Bencana Alam

Penyusun : Zaenal Arifin (UI, 2010)

Fokus : Penelitian ini mengkaji pola spasial kerentanan bencana alam di Kabupaten Cianjur, yang diakibatkan oleh karakteristik fisik lingkungan dan bencana (biofisik) dan pengaruh sosial, ekonomi, serta demografi (sosial) dengan penggunaan metode analisis cluster dan analisis spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Lokus : Kabupaten Cianjur

Metode : Deduktif Kuantitatif (Clustering dan Pemetaan SIG)

I.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan berisi uraian tentang alasan yang melatarbelakangi penelitian, perumusan masalah berupa pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan fokus, lokus, dan waktu penelitian, keaslian penelitian untuk menunjukan tidak adanya unsur

(12)

23 plagiarisme dalam penelitian ini, kerangka berpikir peneliti, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi: Daerah aliran Sungai (DAS); bencana; korelasi antara risiko, bahaya/ ancaman, kerentanan, dan kapasitas; konsep dan teori kerentanan; konsep dan teori bahaya; banjir; faktor penyebab banjir; Sistem Informasi Geografis (SIG); metode skoring; dan kerangka teori.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian akan menguraikan enam subbab yang terdiri dari: pendekatan penelitian; unit amatan dan unit analisis; alat/ instrumen penelitian; teknik dan langkah pengumpulan data; metode analisis; dan tahapan penelitian.

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

Deskripsi wilayah penelitian akan menjelaskan beberapa deskripsi seperti wilayah administrasi, fisik dan keruangan, kependudukan, dan sosial budaya di Sub DAS Cipinang.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V akan membahas mengenai unit analisis dan variabel beserta penyelesaian yang berpedoman pada metode analisis di Bab III untuk memperoleh kesimpulan dari penelitian ini. Bab pembahasan berisi hasil pengolahan data dan informasi hasil penelitian mengenai tingkat bahaya dan kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang.

BAB VI KESIMPULAN

Kesimpulan dalam penelitian ini berisi jawaban dari pertanyaan penelitian yang dilengkapi dengan uraian rekomendasi untuk penelitian terkait berikutnya.

Gambar

Gambar 1.1–a. Sungai Cipinang di Kebon Nanas, Cipinang Besar Selatan dan b.
Gambar 1.2–Relasi Bahaya dan Kerentanan dalam Bencana  Sumber: Charlotte Benson dan John Twigg (2007)

Referensi

Dokumen terkait

Mulai tahun 2013, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 tahun 2012 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan Dalam Rangka

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ini mangatur secara khusus tentang kejahatan atau pun pelanggaran yang dilakukan didalam hutan dengan

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

3.1 Proses perumusan konsep didasari dengan latar belakang kota Surakarta yang dijadikan pusat dari pengembangan pariwisata Solo Raya karena memiliki potensi