• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Pengkajian Keamanan Lingkungan Kentang PRG Katahdin event SP951 Tahan Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ringkasan Pengkajian Keamanan Lingkungan Kentang PRG Katahdin event SP951 Tahan Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Ringkasan

Pengkajian Keamanan Lingkungan Kentang PRG Katahdin event SP951

Tahan Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans

I. Pendahuluan

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) adalah salah satu komoditas unggulan hortikultura, namun dalam budidayanya menghadapi beberapa kendala seperti serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit utama adalah hawar daun yang disebabkan oleh cendawan patogen

Phytophthora infestans. Di Indonesia, kehilangan hasil akibat

serangan P. infestans dapat mencapai 100% apabila kondisi cuaca sangat kondusif untuk perkembangan penyakit tersebut (Hariyadi dan Koentjoro, 1996). Perakitan tanaman kentang menggunakan gen ketahanan adalah salah satu strategi yang efektif dan ramah lingkungan dalam pengendalian penyakit hawar daun.

Perakitan tanaman kentang pada varietas Katahdin dilakukan dengan menyisipkan gen RB sehingga diperoleh tanaman kentang Produk Rekayasa Genetik (PRG) Katahdin

event

SP951 yang mengandung gen RB dan tahan terhadap penyakit hawar daun (P. infestans). Ketahanan tersebut dapat mengurangi 50% frekuensi aplikasi penyemprotan fungisida. Kentang PRG Katahdin

event SP951 beserta galur-galur hasil persilangannya telah

dievaluasi ketahanannya terhadap hawar daun

P. infestans di Lapangan Uji Terbatas

(LUT) dari tahun 2008-2013 di Pasir Sarongge, Garut, Lembang, Pangalengan, dan Banjarnegara, dan menunjukkan tahan terhadap P. infestans

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Analisis Risiko Lingkungan Produk Rekayasa Genetik, Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH) Lingkungan telah melakukan pengkajian keamanan lingkungan kentang PRG Katahdin

event

SP951 berdasarkan informasi pengkajian keamanan lingkungan, komunikasi risiko lingkungan serta rencana pengelolaan dan pemantauan tanaman PRG sebagaimana diuraikan di bawah ini.

II. Pengkajian Keamanan Lingkungan II.1 Informasi Tanaman PRG

Tanaman kentang adalah tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau klonal, demikian pula dengan tanaman kentang PRG Katahdin

event SP951 sehingga sifat

ketahanan terhadap penyakit hawar daun (P. infestans) dari gen interes (gen

RB) selalu

ada dan stabil dalam genom tanaman kentang.

Perakitan tanaman kentang PRG tahan penyakit hawar daun yang disebabkan oleh patogen P. infestans telah dilakukan oleh peneliti Universitas Wisconsin, Amerika Serikat dan menghasilkan kentang PRG Katahdin

event SP951. Kentang PRG ini didonasikan

kepada Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) dan dimanfaatkan sebagai

(2)

2

tetua untuk merakit kentang varietas Indonesia yang tahan penyakit hawar daun (P.

infestans). Perakitan dilakukan melalui persilangan antara tanaman PRG Katahdin

event

SP951 dengan kentang non PRG Atlantic dan Granola, dan menghasilkan beberapa galur kentang PRG yang positif mengandung gen RB setelah melalui analisis molekuler.

Hasil evaluasi di LUT menunjukkan kentang PRG Katahdin

event SP951, dua galur

persilangan antara kentang PRG Katahdin

event SP951 dengan non PRG Atlantic, dan

empat galur persilangan antara kentang PRG Katahdin

event SP951 dengan non PRG

Granola, tahan terhadap

P. infestans bila dibandingkan dengan kentang non PRG

Katahdin, Atlantic, atau Granola. Dalam rangka pendaftaran varietas untuk komersialisasi kentang PRG, diperlukan ketetapan aman pangan dan aman lingkungan. Kentang PRG Katahdin event SP951 telah memperoleh ketetapan aman pangan pada bulan Desember 2016 dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

II.2 Informasi Genetik II.2.1 Elemen genetik

Kentang PRG Katahdin

event

SP951 mengandung satu gen R yaitu gen

RB

yang bertanggung jawab dalam ketahanan terhadap penyakit hawar daun P. infestans. Gen

RB diregulasi oleh endogenous promoter dan endogenous terminator poly A (poly A

terminator).

Selain itu, kentang PRG Katahdin

event SP951 juga mengandung gen

nptII dengan promotor CaMV 35S dan terminator Ocs 3’ yang merupakan terminator

dari gen octopine synthase.

II.2.2 Sumber gen interes

Gen RB (2,9 kb) berasal dari tanaman kerabat liar kentang

S. bulbocastanum. Gen RB

di dalam kentang PRG Katahdin

event SP951 mengekspresikan ketahanan terhadap

penyakit hawar daun (P. infestans). Promotor gen RB (2,5 kb) adalah endogenous

promoter

yang diisolasi dari kerabat liar kentang S. bulbocastanum, demikian pula dengan terminator yang digunakan yaitu terminator alami (endogenous) gen RB yang diisolasi dari S. bulbocastanum. Gen

nptII berasal dari

Escherichia coli K12 (aphA2)

dengan promotor CaMV 35S yang berasal dari

Cauliflower Mosaic Virus (CaMV) dan

terminator Ocs 3’ yang diambil dari Agrobacterium tumefaciens. Gen nptII mengkode enzim aminoglycoside 3'-phosphotransferase (aph (3')-II atau NPTII) yang berfungsi memberikan ketahanan terhadap agen seleksi in vitro kanamisin. Antibiotik ini sudah dinyatakan aman oleh European Food Safety Authority (EFSA, 2007).

II.2.3 Sistem transformasi

Proses transformasi tanaman kentang varietas Katahdin dilakukan melalui

A.

tumefaciens

strain LBA4404 (Ziegelhoffer

et al., 1999) di Universitas Wisconsin,

Amerika Serikat. Gen yang bertanggung jawab untuk ketahanan terhadap penyakit hawar daun adalah gen RB yang dikonstruksi pada plasmid biner pCLD04541. Eksplan yang digunakan adalah ruas batang tanaman yang ditumbuhkan secara

in vitro.

Seleksi transforman pada tingkat

in vitro menggunakan antibiotik kanamisin.

Transforman yang diperoleh dianalisis secara molekuler dengan

Polymerase Chain

Reaction (PCR) dan Southern Blot (Song et al., 2003; Kramer et al., 2009).

(3)

3

II.2.4 Stabilitas genetik

Hasil analisis PCR dari empat generasi klonal kentang PRG Katahdin

event SP951

menunjukkan stabilitas keberadaan gen

RB. Bukti keberadaan gen

RB ditunjukkan

dengan adanya hasil amplifikasi fragmen berukuran 619 pb yang terdapat pada promoter

native yang melekat pada gen

RB.

Keberadaan gen

RB stabil pada setiap

generasi yang diuji (G0, G1, G2 dan G3). Hasil analisis Southern Blot pada generasi G0 menunjukkan bahwa kentang PRG Katahdin

event SP951 mengandung satu kopi

sisipan gen

RB

(Listanto

et al., 2015).

Hasil analisis fragmen

backbone plasmid

pCLD04541 menunjukkan bahwa tanaman kentang PRG Katahdin

event SP951 tidak

mengandung plasmid

backbone yang ditunjukkan dengan tidak adanya hasil

amplifikasi fragmen R border dan gen Tet.

Dari kajian informasi genetik dapat disimpulkan bahwa:

1. Kentang PRG Katahdin event SP951 mengandung satu kopi sisipan gen RB;

2. Gen RB yang diintroduksikan ke kentang PRG Katahdin event SP951 masih stabil pada empat generasi klonal; dan

3. Kentang PRG Katahdin

event SP951 tidak mengandung plasmid

backbone yang

ditunjukkan dengan tidak adanya fragmen R border dan gen Tet.

II.3 Informasi Keamanan Lingkungan

II.3.1 Dampak kentang PRG terhadap organisme non target  Dampak terhadap hama dan penyakit Lain

Penelitian dampak tanaman kentang PRG terhadap hama dan penyakit lain dilakukan di empat lokasi LUT yaitu Lembang (2012), Garut (2012),Pangalengan I (Desa Cibunian, Kec. Pangalengan, 2012) dan Pangalengan II (Desa Citere, Kec. Pangalengan, 2013). Pengamatan hama dan penyakit lain dilakukan untuk

Alternaria solani,

Fusarium,

Liriomyza,

Potato Tuber Moth (PTM),

Aphid, dan

mites, setiap 1 - 2 minggu pada saat hama dan penyakit muncul di pertanaman

kentang.

Pengamatan ketahanan tanaman terhadap penyakit

A. solani dilakukan untuk

setiap tanaman dengan menggunakan acuan dari Halterman

et al. (2008),

berdasarkan persentase daun yang terserang. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan skor ketahanan pada tanaman PRG Katahdin

event

SP951 (skor 5,3) dibandingkan dengan non PRG Katahdin (skor 5,3) pada pengamatan 63-65 hari setelah tanam (hst) , yang menunjukkan bahwa tanaman kentang PRG tidak berdampak pada A. solani.

Pengamatan terhadap jumlah tanaman mati akibat serangan layu Fusarium pada tanaman PRG Katahdin event SP951 tidak menunjukkan beda nyata dibandingkan pada tanaman non PRG Katahdin, dengan rata-rata jumlah tanaman mati 2,57 pada pengamatan 77 hst.

(4)

4

Pengamatan ketahanan tanaman terhadap serangan Liriomyza menggunakan skor ketahanan berdasarkan persentase daun yang terserang (CIP, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan pada tanaman kentang PRG Katahdin

event SP951 terhadap Liriomyza (skor 2,07, kriteria tahan) tidak berbeda dengan

tanaman kentang non PRG Katahdin (skor 2,32, kriteria tahan) pada pengamatan terakhir atau 65 hst. Oleh karena itu, penanaman kentang PRG tidak berpengaruh terhadap adanya serangan Liriomyza di LUT.

Serangan hama

Potato Tuber Moth (PTM) diamati dengan cara menghitung

banyaknya larva PTM pada tiap tanaman, sedangkan pengamatan adanya serangan

Aphid dilakukan dengan menghitung jumlah

Aphid pada tiap tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara rata-rata jumlah larva PTM pada tanaman PRG Katahdin event SP951 (0,63) dibandingkan pada tanaman non PRG Katahdin (0,75) pada pengamatan terakhir atau 65 hst. Demikian pula jumlah

Aphid per tanaman tidak menunjukkan beda nyata antara

tanaman PRG Katahdin

event SP951 (0,75) dibandingkan dengan non PRG

Katahdin (1,68) pada pengamatan 56 – 65 hst.

Pengamatan terhadap

mites menunjukkan bahwa selama pengamatan di LUT

tidak dijumpai adanya tungau baik pada tanaman PRG Katahdin

event SP951

maupun non PRG Katahdin.

Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanaman kentang PRG tidak berdampak terhadap

A. solani, dan

Liriomyza, serta serangga hama lain yang

dijumpai di LUT yaitu Potato Tuber Moth (PTM), Aphid dan mites.

 Dampak terhadap mikroorganisme tanah

Penelitian dampak tanaman kentang PRG terhadap mikroorganisme tanah yaitu bakteri panamabt N2, bakteri pelarut P, dan jamur tanah dilakukan di empat lokasi LUT yaitu Lembang (2012), Garut (2012),Pangalengan I (2012) dan Pangalengan II (2013). Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah yang diambil dari perakaran tanaman kentang PRG dan non PRG dari percobaan LUT. Populasi mikroba pada contoh tanah dihitung menggunakan metode

plating

dengan pengenceran berseri 10-1 − 10-11 pada media seleksi untuk bakteri penambat N2 dan pelarut P. Dari pengenceran 10-5−10-11 digunakan untuk penanaman di media seleksi pada cawan petri, dengan tiga cawan petri dari setiap pengenceran. Cawan petri kemudian diinkubasi pada suhu 29oC selama 2 minggu. Pengamatan dan penghitungan jumlah koloni yang tumbuh dilakukan setiap hari untuk menentukan jumlah populasi bakteri per gram tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara populasi bakteri penambat N2 pada daerah perakaran tanaman kentang non PGR (1,1 x 107) dibandingkan dengan tanaman kentang PRG (1,3 x 107) pada pengamatan 90 hst. Sedangkan populasi bakteri pelarut P pada daerah perakaran tanaman kentang non PRG (5,3 x 107) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanaman kentang PRG (2,6 x 107).

(5)

5

Penghitungan populasi jamur tanah dilakukan menggunakan metode

plating

dengan pengenceran berseri pada media seleksi

potato dextrose

agar (PDA).

Tahap selanjutnya mengikuti prosedur penghitungan populasi untuk bakteri penambat N2 dan pelarut P. Hasil penelitian menunjukkan populasi jamur tanah pada daerah perakaran tanaman PRG Katahdin

event SP951 (0,8 x 10

4) tidak berbeda nyata dengan tanaman non PRG Katahdin (0,2 x 104) pada pengamatan terakhir yaitu 90 hst.

Percobaan dampak tanaman kentang PRG terhadap infeksi alamiah jamur

Mycorrhizae Vesicular Arbuscular (MVA) menggunakan contoh tanah yang diambil

dari LUT di Lembang dan digunakan sebagai media tanam kentang PRG Katahdin

event SP951 dan non PRG Katahdin di rumah kaca Fasilitas Uji Terbatas (FUT) BB

Biogen. Akar tanaman kentang diambil pada 1 bulan setelah tanam (bst), 2 bst, dan 3 bst, masing-masing dengan tiga ulangan. Pewarnaan akar untuk pengamatan secara mikroskopis dilakukan berdasarkan metode Kormanik

et al.

(1980) dan Kormanik dan McGraw (1982). Hasil studi dampak tanaman PRG Katahdin event SP951 terhadap infeksi alamiah jamur MVA menunjukkan tidak ada infeksi hifa, struktur vesikel maupun arbuskel pada jaringan akar tanaman, seperti halnya pada tanaman non PRG Katahdin.

Hasil-hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa kentang PRG Katahdin

event SP951 tidak berdampak terhadap mikroorganisme tanah bermanfaat

(bakteri pelarut P dan penambat N2, sertajamur tanah). Populasi mikroba tanah yaitu bakteri pelarut P, penambat N2, serta jamur tanah tidak berbeda nyata pada daerah perakaran tanaman kentang PRG Katahdin

event SP951 dibandingkan

pada non PRG Katahdin.

Analisis nilai rasio C/N menggunakan contoh tanah yang diambil dari tanaman kentang PRG dan non PRG sebanyak tiga kali yaitu sebelum tanam, pada waktu tanaman berumur 1,5 bulan setelah tanam dan setelah panen. Kandungan karbon (C) dianalisis dengan metode Wakley dan Black (1934) dan kandungan nitrogen (N) dianalisis dengan metode KJedalh (Bremner, 1996). Hasil analisis menunjukkan bahwa penanaman kentang PRG Katahdin

event SP951 tidak

berpengaruh terhadap nilai rasio C/N tanah dengan kisaran nilai 8,67 – 12 yang tidak berbeda nyata dengan tanaman non PRG Katahdin dengan kisaran nilai 8,33 – 11,33 pada pengamatan 90 hst (Riyanti et al., 2013; Riyanti et al., 2014).

II.3.2 Potensi bersifat sebagai gulma

Kesepadanan agronomis antara tanaman kentang PRG Katahdin event SP951 dengan pembanding konvensional (non PRG Katahdin) diamati pada penelitian di rumah kaca FUT BB Biogen dan di LUT Pangalengan (2013) dan LUT Lembang (2013-2014). Hasil penelitian di rumah kaca FUT BB Biogen menunjukkan bahwa tidak terdapat beda nyata pada tinggi tanaman, panjang dan lebar daun terminal (Ambarwati, 2010). Hasil pengamatan di LUT menunjukkan bahwa tanaman kentang PRG Katahdin event SP951 memiliki karakter kualitatif yang sama dengan tanaman non PRG Katahdin, yaitu bentuk penampang batang bersegi tiga, berwarna hijau, bentuk daun oval

(6)

6

berwarna hijau, bunga berbentuk seperti bintang berwarna putih, warna kulit umbi kuning, warna daging umbi putih, dan biji berbentuk oval pipih berwarna krem.

Tanaman kentang hanya dapat tumbuh apabila dibudidayakan pada habitat yang sesuai yaitu di daerah dataran tinggi dengan ketinggian antara 1000-3000 m dari permukaan laut pada jenis tanah Andosol, Latosol, Regosol dan Aluvial dengan pH berkisar 5-6,5. Curah hujan bulanan antara 200-300 mm, suhu 15-20oC, kelembaban ± 70% (Julieta dan Napitupulu, 2006). Oleh karena itu, tanaman kentang tidak bisa tumbuh di luar habitatnya. Eastham dan Sweet (2002) melaporkan bahwa tanaman kentang

S. tuberosum tidak menunjukkan sifat sebagai gulma, karena kemampuan

berkompetisinya sangat kecil, tidak mengkolonisasi ekosistem yang tidak terpelihara, cenderung tidak mampu bersaing dengan tanaman kentang budidaya, dan tidak bisa bertahan hidup tanpa dikelola manusia. Sehubungan secara substansial tanaman kentang PRG sepadan dengan tanaman kentang budidaya non PRG, maka tanaman kentang PRG Katahdin event SP951 juga tidak memiliki kemampuan tumbuh di luar habitatnya, sehingga kentang PRG tidak mempunyai sifat sebagai gulma.

Tanaman kentang adalah tanaman yang menyerbuk sendiri. Beberapa varietas kentang yang ditanam di lapang tidak berbunga, dan apabila berbunga biasanya akan gugur setelah polinasi sehingga tidak menghasilkan buah. Selain itu perkembangan bunga tidak selalu dapat membentuk buah (Sahat dan Sunarjono, 1985; Howard, 1978; OECD, 1997; Eastham dan Sweet, 2002). Biji kentang tidak tersebar secara alamiah karena bijinya yang berlendir dan lengket terdapat di dalam buah (beris) (Sahat dan Sunarjono, 1985). Demikian pula dengan sifat biji kentang PRG. Dengan sifat biji tanaman kentang yang seperti itu, maka tanaman kentang tidak termasuk tanaman yang bersifat sebagai gulma.

Anggota genus

Solanum yang dikenal sebagai gulma adalah

S.

nigrum (black

nightshade) dan

S. dulcamara (woody nightshade) (McPartland dan Dale, 1994;

Eastham dan Sweet, 2002). Namun demikian, kedua anggota genus

Solanum yang

dikenal sebagai gulma tersebut tidak ditemukan di Indonesia.

Dari hasil penelitian kentang PRG di FUT dan LUT serta kajian pustaka dapat disimpulkan bahwa kentang PRG sepadan dengan kentang non PRG dan tidak berpotensi sebagai gulma.

II.3.3 Potensi terjadinya perpindahan gen

Informasi keamanan lingkungan yang terkait dengan potensi terjadinya perpindahan gen diperoleh dari data penelitian yang dilakukan di LUT Lembang dan hasil kajian di beberapa jurnal.

Sebagai tanaman yang menyerbuk sendiri, potensi terjadinya penyerbukan silang sangat kecil. Perkiraan tingkat penyerbukan silang pada tanaman kentang pada kondisi lapang berkisar dari 0 sampai 20% (McPartland dan Dale, 1994; Eastham dan Sweet, 2002). Perpindahan gen dapat terjadi melalui faktor biotik seperti polinator maupun abiotik seperti angin. Polinator utama pada tanaman kentang adalah

bumblebees (misalnya Bombus funebris di Peru dan B. impatiens di AS) (OECD, 1997;

Johns dan Keen, 1986).

(7)

7

Penelitian perpindahan gen

RB melalui persilangan alami tanaman kentang PRG ke

tanaman kentang non PRG dilakukan di LUT Lembang. Penanaman kentang PRG di LUT menggunakan border tanaman jagung sebanyak 5 baris. Selama penelitian berlangsung tidak terdapat pertanaman kentang di sekitar LUT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perpindahan gen dari tanaman kentang PRG ke tanaman kentang non PRG pada jarak isolasi (0,8 – 1,6 m), (2,4 – 4 m), dan (4,8 – 6,4 m) berturut-turut sebesar 13.78, 10.92, dan 3.82%. Pada jarak isolasi 7,2 – 8 m sudah tidak terjadi perpindahan gen (0%) (Ambarwati et al., 2011).

McPartland dan Dale (1994) mengamati arah angin dalam studi perpindahan gen di lapang dan melaporkan bahwa persentase tanaman yang membentuk beris dan rata-rata jumlah beris/tanaman lebih banyak di sektor utara di dalam plot dibandingkan sektor selatan, barat dan timur dimana arah angin didominasi dari selatan ke timur. Pada jarak tanam dimana daun tanaman kentang PRG dan non PRG saling bersinggungan, frekuensi progeni tanaman non PRG yang mengandung gen ketahanan kanamisin berkisar dari 23,1 sampai 28,8%. Pada jarak isolasi 3 dan 10 m, frekuensinya berkurang masing-masing menjadi 2% dan 0,017%. Pada jarak isolasi sampai 20 m, tidak lagi terjadi penyerbukan silang antara tanaman kentang PRG dan non PRG.

Frekuensi penyebaran transgen oleh serbuk sari ke tanaman kentang non PRG adalah sangat terbatas dan tidak mungkin terjadi pada jarak lebih dari 10 m (Conner dan Dale, 1996).

Dari hasil penelitian di LUT dan kajian dari beberapa pustaka dapat disimpulkan bahwa kentang PRG Katahdin event SP951 tidak mempunyai potensi perpindahan gen pada jarak lebih dari 10 m.

II.4 Komunikasi Risiko Lingkungan

Komunikasi risiko lingkungan disosialisasikan melalui workshop dengan topik 1) Peran Bioteknologi dalam Pemuliaan Kentang dan Regulasinya di Indonesia, dan 2) Kentang Tahan Penyakit Hawar Daun (P. infestans) Hasil Perbaikan Sifat melalui Pemuliaan dan Bioteknologi serta Kajian Keamanan Hayati. Sosialisasi dilakukan di lima lokasi dari tahun 2011 sampai 2014, dihadiri oleh Ketua kelompok petani kentang dan anggota, Penangkar kentang, Peneliti dari Universitas dan Lembaga Penelitian serta BPTP, penyuluh dan staf Dinas Pertanian. Sosialisasi tersebut dilakukan melalui presentasi oleh nara sumber dan diskusi. Setelah itu dilanjutkan kunjungan ke LUT untuk melihat tanaman kentang PRG. Dalam acara diskusi, para peserta memberikan respon yang sangat positif terkait produk kentang PRG tahan penyakit hawar daun

P.

infestans. Ketua kelompok petani kentang dan anggota serta Penangkar kentang

sangat mengharapkan segera bisa memanfaatkan produk kentang PRG tahan penyakit hawar daun P. infestans.

(8)

8

II.5 Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Tanaman PRG

Rencana pengelolaan yang akan dilakukan untuk mencegah kemungkinan patahnya ketahanan kentang PRG terhadap hawar daun dan organisme non target adalah melakukan rotasi dengan tanaman selain kentang.

Tanaman kentang PRG Katahdin

event SP951 mempunyai ketahanan terhadap

P.

infestans sampai umur lebih kurang 50 hari setelah tanam (fase pengumbian).

Tanaman PRG ini hanya memerlukan 10 kali penyemprotan fungisida dalam satu musim tanam, sedangkan untuk tanaman kentang non PRG penyemprotan fungisida dilakukan sebanyak 20-30 kali dalam satu musim tanam.

Pemantauan kentang PRG Katahdin event SP951 setelah pelepasan dilakukan melalui pemantauan rutin dan pemantauan kasus kemungkinan adanya suatu dampak.

Apabila dari laporan rutin atau laporan kasus terbukti bahwa tanaman kentang PRG yang beredar menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, maka BB Biogen akan melakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tindakan lain termasuk kemungkinan penarikan tanaman PRG akan dilakukan oleh BB Biogen mengikuti peraturan yang berlaku.

III.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian informasi tanaman PRG, informasi genetik, potensi dampak terhadap organisme non target, potensi bersifat sebagai gulma, potensi perpindahan gen, komunikasi risiko, serta rencana pengelolaan dan pemantauan tanaman PRG, disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kentang PRG Katahdin

event SP951 mengandung satu kopi sisipan gen

RB, dan

tidak mengandung sekuen backbone dari plasmid transformasi pCLD04541. Gen

RB yang diintroduksikan ke kentang PRG Katahdin

event SP951 masih stabil pada

empat generasi klonal.

2. Kentang PRG Katahdin

event SP951 tidak mempunyai potensi berdampak negatif

terhadap organisme non target seperti hama dan penyakit lain dan mikroorganisme tanah.

3. Kentang PRG Kahtadin

event SP951 sepadan dengan kentang Katahdin non PRG

dan tidak mempunyai potensi sebagai gulma.

4. Kentang PRG Katahdin

event SP951 tidak mempunyai potensi perpindahan gen

pada jarak lebih dari 10 m.

5. Ketua kelompok petani kentang dan anggota serta penangkar kentang sangat mengharapkan segera bisa memanfaatkan produk kentang PRG tahan penyakit hawar daun P. infestans.

Atas dasar uraian tentang: informasi genetik gen

RB yang berasal dari kerabat liar

kentang

S. bulbocastanum yang dimasukkan ke dalam kentang PRG Katahdin

event

SP951 dan memberikan ketahanan terhadap penyakit hawar daun P. infestans, stabilitas genetik, dampak terhadap organisme non target, potensi bersifat sebagai gulma, dan

(9)

9

potensi perpindahan gen, maka TTKH menilai bahwa kentang PRG Katahdin event SP951 dapat dinyatakan aman lingkungan.

TTKH PRG bidang keamanan lingkungan menilai bahwa tanaman kentang PRG Katahdin

event SP951 yang diajukan adalah aman terhadap lingkungan. Apabila kemudian

ditemukan data dan informasi baru yang tidak sesuai dengan data keamanan lingkungan yang diperoleh hingga saat ini, maka status aman lingkungan terhadap tanaman kentang PRG Katahdin event SP951 perlu dikaji ulang.

Apabila setelah ditetapkan aman lingkungan, kemudian produk tersebut terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan hewan, maka pemohon wajib melakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan, serta menarik tanaman kentang PRG Katahdin event SP951 dari peredaran.

IV. Daftar Acuan

Ambarwati, A.D. 2010. Pemanfaatan gen

RB dalam pengembangan tanaman kentang

tahan penyakit hawar daun (Phytophthora infestans). Disertasi, Institut Pertanian Bogor. hlm. 131.

Ambarwati, A.D., M. Herman, Agus Purwito, Eri Sofiari, dan Hajrial Aswidinoor. 2011. Kajian pendahuluan: perpindahan gen dari tanaman kentang transgenik Katahdin

RB ke tanaman kentang non transgenik. Jurnal Biologi Indonesia 7(2):277-288.

Bremner, J.M. 1996. Nitrogen-Total. p. 1085-1122. In: Methods of Soil Analysis Part.3-

Chemical Methods. (Ed.): D.L. Sparks. SSSA Book Series No. 5. SSSA, Inc., ASA, Inc., Madison, Wisconsin, USA.

CIP. International Potato Center. 2007. Procedures for standard evaluation trials of advanced potato clones. An International Cooperator’s Guide. pp:67-72.

Conner, A.J. and P.J. Dale.1996. Reconsideration of pollen dispersal data from field trials of transgenic potatoes. Theoretical and Applied Genetics 92(5):505-508.

Eastham, K. and J. Sweet. 2002. Genetically modified organisms (GMOs): The significance of gene flow through pollen transfer. Environmental issue report. No.28. EEA Copenhagen. pp: 34-37.

EFSA (European Food Safety Authority). Statement of the Scientific Panel on Genetically Modified Organisms on the safe use of the nptII antibiotic resistance marker gene in the genetically modified plants. 22-23 March 2007. pp: 1-7.

Halterman, D.A., L.C. Kramer, S. Wielgus, and J. Jiang. 2008. Performance of transgenic potato containing the late blight resistance gene RB. Plant Disease 92(3):339-343. Hariyadi, dan Y. Koentjoro. 1996. Penampakan galur-galur kentang (Solanum tuberosum.

L) resisten terhadap penyakit hawar daun (Phytophthora infestans Mont.d.By). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman IV; UPN Jatim, 24-25 Mei 1996. hlm. 241-248.

Howard, H.W. 1978. The production of new varieties.

In: Harris PM. (Ed.). The Potato

Crop, The scientific basis for improvement. Chapman & Hall, London. p.607-612. Johns, T. and S. Keen. 1986. Ongoing evolution of the potato on the altiplano of western

(10)

10

Julieta, D.B. dan A. Napitupulu. 2006. Buku Tahunan Hortikultura Seri: Tanaman Sayuran.

Departemen Pertanian. hal: 67-84.

Kormanik, P.P., W.C. Brian, and R.C. Schultz. 1980. Procedures and equipment for staining large number of plant roots for endomycorhizal assay. Can. J. Microbiol. 26: 536-538.

Kormanik, P.P. and A.C. McGraw. 1982. Quantification of vesicular-arbuscular mycorrhizae in plant roots.

In: Schenck, N.C. (Ed.) Methods and Principles of

Mycorrhizal Research. The American Phytopathological Society, St. Paul. pp 37-45. Kramer, L.C., M.J. Choudoir, S.M. Wielgus, P.B. Bhaskar, and J. Jiang. 2009. Correlation

between transcript abundance of the

RB gene and the level of the

RB-mediated

late blight resistance in potato. MPMI 22(4):447-455.

Listanto, E., E.I. Riyanti, T.J. Santoso, T. Hadiarto, dan A.D. Ambarwati. 2015. Genetic stability analysis of

RB gene in genetically modified potato lines tolerant to

Phytophthora infestans. Indonesian Jurnal of Agricultural Science 16(1):51-58.

McPartlan, H.C. and P.J. Dale. 1994. An assessment of gene transfer by pollen from field

grown transgenic potatoes to non transgenic potatoes and related species. Transgenic Research 3:216-225.

OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). 1997. Consensus Document on the Biology of Solanum tuberosum subsp. tuberosum (Potato). OECD Environmental Health Safety Publications, Series on Harmonization of Regulatory Oversight in Biotechnology. No. 8. Environment Directorate, Paris. 27 p.

Riyanti, E.I., E. Suryaningsih, dan D. Suwarsih. 2013. Studi keamanan lingkungan: Dampak penanaman kentang Produk Rekayasa Genetik (PRG) tahan terhadap penyakit hawar daun (Phytophthora infestans) terhadap organisme non target khususnya mikroba tanah (bakteri pelarut P, penambat N2, dan jamur) serta hama dan penyakit lainnya. Laporan hasil penelitian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 28 hlm.

Riyanti, E.I., E. Listanto, and A.D. Ambarwati. 2014. Effects of late blight resistant potato containing

RB gene on the soil microbes, pests and plant diseases. Indonesian

Jurnal of Agricultural Science 15(2):47-54.

Sahat, S. dan H. Sunarjono. 1985. Varietas kentang dan pemuliaannya.

Dalam Kentang,

Balai Penelitian Hortikultura, Lembang. hlm: 28-43.

Song, J., J.M. Bradeen, S.K. Naess, J.A. Raasch, S.W. Wielgus, G.T. Haberlach, J. Liu, H. Kuang, S. Austin-Phillips, C.R. Buell. J.P. Helgeson, and J. Jiang. 2003. Gene

RB

cloned from

Solanum bulbocastanum confers broad spectrum resistance to potato

late blight. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 100:9128-9133.

Walkley, A. and I.A. Black. 1934. An examination of the Degtjareff method for determining soil organic matter, and a proposed modification of the chromic acid titration method. Soil Sci. 7:29-38.

Ziegelhoffer, T., J. Will, and S. Austin-Phillips. 1999. Expression of bacterial cellulase genes in transgenic alfalfa (Medicago sativa L.), potato (Solanum tuberosum L.) and tobacco (Nicotiana tabacum L.). Molecular Breeding 5:309-318.

Referensi

Dokumen terkait

Tiriant klausyk ir žiūrėk tipo diskurso markerius įvairiose kalbose, nustatyta, kad įprastai šio tipo markeriai funkcionuoja kaip dėmesio atkreipimo priemonės (Fagard

10 Kemudian kendala terakhir dalam penyelesaian masalah pencemaran lintas batas ini adalah Indonesia tidak melakukan tindakan pencegahan sebagaimana telah ditetapkan dalam

Hasil dari penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Taurisa dan Ratnawati, 2012) yang menyatakan ada pengaruh antara budaya organisasi dan

Berdasarkan temuan dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat beberapa problematika dan tantangan yang dihadapi oleh pondok pesantren di Kabupaten Gresik, yaitu

Kadar karbohidrat, protein dan lemak yang didapatkan dari biji nangka dengan menggunakan variasi waktu perebusan yang berbeda-beda ( 0 menit, 15 menit, 30 menit, dan 45 menit

Berdasarkan hasil analisa terhadap instrumen religiusitas yang digunakan oleh para peneliti di Indonesia didapati bahwa sebagian besar peneliti mengukur religiusitas menggunakan

Melalui konsep pengelolaan sampah secara terintegrasi berbasis sanitary landfilling , limbah cair akan dialirkan melalui suatu pipa yang telah dirancang dan ditempatkan

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Desa (PADesa), Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Retribusi (BHPR),