• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORETIS Pengertian Bimbingan Belajar, Lembaga Kursus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORETIS Pengertian Bimbingan Belajar, Lembaga Kursus"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORETIS

2.1. Pengertian Bimbingan Belajar, Lembaga Kursus

Pemerintah secara terus-menerus melaksanakan berbagai program untuk pemerataan kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan sekaligus juga untuk peningkatan mutu pendidikan. Selain menerapkan pendekatan yang bersifat konvensional, pemerintah juga melaksanakan berbagai terobosan yang bersifat inovatif. Perluasan layanan pendidikan diwujudkan melalui pencanangan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun (Wajar Dikdas 6 Tahun) pada tahun 1984 dan dilanjutkan dengan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada tahun 1994. Di tingkat internasional, Indonesia juga berperanserta dalam "Education for All" yang dideklarasikan UNESCO di Jomtien, Thailand, pada tahun 1991 (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Di era otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai peluang yang terbuka dan sekaligus tantangan untuk mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di wilayahnya masing-masing melalui pembangunan pendidikan. Dalam kaitan ini, pemerintah daerah perlu melakukan pengkajian terhadap berbagai program pembangunan pendidikan yang telah dilaksanakan. Selain itu, perlu dijajagi juga berbagai kemungkinan pendidikan alternatif yang dapat mempercepat peningkatan kualitas SDM (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Bimbingan belajar merupakan pendidikan non formal baik yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun di lembaga pendidikan luar sekolah di luar jam pelajaran sekolah formal. Bimbingan belajar ini bertujuan untuk membantu siswa

(2)

meningkatkan prestasi akademik di sekolah, meloloskan siswa yang meneruskan sekolah ke jenjang berikutnya sesuai dengan keinginannya (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Kursus adalah pelajaran tentang suatu pengetahuan atau keterampilan, yang diberikan dalam waktu singkat, seperti: -- bahasa Inggris -- . Pengertian lain dari kursus adalah lembaga di luar sekolah yang memberikan pelajaran serta pengetahuan atau keterampilan yang diberikan dalam waktu singkat; seperti Primagama English (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan

(3)

perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Satuan pendidikan penyelenggara Kelompok bermain (KB) Taman penitipan anak (TPA) Lembaga kursus

Sanggar

Lembaga pelatihan Kelompok belajar

Pusat kegiatan belajar masyarakat Majelis taklim

Lembaga Ketrampilan dan Pelatihan (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Siahaan dan Simanjuntak, 2004).

(4)

2.2.1. Strategi Pemasaran

Definisi strategi bagi dunia usaha yang terkenal adalah dari Chandler (1962) dalam Sistianto (2003) yakni Strategi adalah penentuan tujuan dan sasaran jangka panjang suatu enterprise dan adopsi tindakan-tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Diperjelas lagi oleh Sidik (2000) dalam Sistianto (2003) bahwa strategi adalah konsep multi dimensi yang mencakup semua kegiatan kritikal suatu perusahaan yang diperlukan yang dipacu oleh lingkungan perusahaan.

Strategi pemasaran adalah ilmu yang mempelajari pemasaran dan strategi melalui analisis, pilihan dan implementasi strategi yang diterapkan dalam bisnis atau industri. Jain (1990) dalam Handoko (2002) menyatakan bahwa secara esensial ada tiga faktor yang dikenal dengan 3 the strategic 3c‟s yang perlu diperhatikan dalam membuat strategi pemasaran yaitu: Consumer, Competition and Company. Strategi pemasaran yang diadakan oleh suatu perusahaan harus dapat membedakan dirinya sendiri secara efektif dari kompetitornya dan mengalokasikan kekuatannya yang khusus untuk memberikan nilai yang baik 8 kepada konsumen. Strategi pemasaran yang baik ditandai oleh perubahan tingkat persaingan dalam industri tempat perusahaan berada disebabkan oleh beberapa faktor (Kotler, 2000):

1. Ancaman masuknya pemasok baru dalam industri. 2. Ancaman timbulnya produk atau jasa pengganti pasar. 3. Kekuatan tawar menawar pemasok.

4. Kekuatan tawar menawar pembeli.

(5)

Ada kekuatan yang mempengaruhi kompetisi tersebut dikenal dengan “The

Five Forces – Model of Competition”.

Yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana perusahaan dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan (strengths and weaknesses) perusahaannya, serta mengidentifikasi peluang dan ancaman (opportunities and

threats) yang ada dalam industrinya. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) tersebut memberikan gambaran kepada perusahaan

tentang strategi yang harus dilakukan. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan dan kemauan perusahaan dalam menjawab dan mengatasi masalah, perbaikan masalah, perbaikan lingkungan bisnis, seperti ekonomi, sosial, politik dan perkembangan teknologi (Kotler, 2000).

Strategi pemasaran yang baik ditandai oleh: Definisi pasar yang jelas.

Cocok antara kekuatan perusahaan dengan kebutuhan pasar, dan 9

Kinerja yang superior, relatif terhadap kompetisi dalam faktor kunci sukses (key success factors) dari suatu bisnis atau perusahaan.

Harper, Arville dan Jean Claude (2000) dalam Sistianto (2003) mengatakan bahwa keberhasilan perusahaan ditentukan oleh 2 aspek kecocokan strategis. Pertama, strategi pemasarannya yang harus cocok dengan kebutuhan dan hambatan-hambatan dari lingkungan pasar. Kedua, perusahaan harus mampu dengan efektif menerapkan strateginya. Apabila perusahaan tidak mampu menerapkan strategi pilihannya dengan efektif atau strateginya tidak cocok dengan situasi yang dihadapinya maka akan muncul berbagai masalah. Strategi

(6)

pemasaran dapat berfokus pada persaingan dan kebutuhan konsumen. Strategi pemasaran dapat timbul dengan mengikuti perkembangan seperti:

a) Kecepatan perubahan pasar yang dapat menciptakan kesempatan bagi perusahaan dan ancaman bagi yang lainnya.

b) Manajemen puncak melakukan penekanan sedangkan perkembangan pasar sekarang berkompetisi sangat kuat.

Yang perlu diperhatikan dalam merumuskan strategi pemasaran yaitu

sederhana, unik, desain, kreatif, tegas, artikulatif dan dapat dilaksanakan (Mitzberg, 1990 dalam Sistianto, 2003).

2.2.2. Langkah-Langkah Strategi Pemasaran

Berkaitan dengan kondisi pasar yang sangat luas serta memiliki orientasi membeli yang bermacam-macam dalam setiap pasar, maka suatu perusahaan 10 dapat mengidentifikasi segmen pasar yang paling menarik dan perusahaan dapat memenuhinya secara efektif. Kotler (2000) mengatakan bahwa jantung dari strategi pemasaran modern adalah segmenting, targeting, dan positioning (STP).

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menentukan STP adalah sebagai berikut:

1. Segmentasi pasar, kegiatan ini terdiri atas:

a. Mengidentifikasi segmen variabel dan mensegmenkan pasar tersebut. b. Mengembangkan profil dari hasil segmentasi pasar.

2. Penentuan pasar sasaran, meliputi kegiatan:

a. Mengevaluasi daya tarik dari setiap segmen pasar.

(7)

3. Positioning produk, meliputi kegiatan:

a. Mengidentifikasi konsep positioning yang mungkin untuk setiap pasar sasaran.

b. Memilih, mengembangkan dan mngkomunikasikan konsep positioning yang diambil

2.3. Promosi

Promosi yang dilakukan oleh para pelaku industri dapat berlangsung efektif apabila mereka melakukan hal-hal seperti mengidentifikasi sasaran (masyarakat), menentukan respon yang diharapkan, memilih pesan, memilih media penyampaian dan mengumpulkan feed-back atas promosi yang dilakukan tersebut.

Promosi menurut Herlen Farlow (1999) adalah usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi pihak lain agar dapat berpartisipasi dalam kegiatan pemasaran. Promosi merupakan usaha mengkomunikasikan informasi yang bermanfaat tentang sesuatu hal untuk mempengaruhi konsumen. Sedangkan Gugup Kismono (2001) menyatakan bahwa “Promosi adalah usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi konsumen dan pihak lain melalui aktivitas-aktivitas jangka pendek sehingga konsumen dapat terpengaruh”.

Tujuan dari promosi adalah sebagai berikut:

1. Menyampaikan informasi, di mana informasi yang disampaikan bisa menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi calon konsumen atau masyarakat tentang hal yang ditawarkan.

(8)

2. Meningkatkan penjualan, di mana promosi dapat meningkatkan penjualan produk/jasa di pasar.

3. Menstabilkan penjualan, untuk menghindari penurunan penjualan dalam persaingan pasar.

4. Memposisikan produk, yaitu upaya untuk menonjolkan keunggulan dari produk/jasa yang ditawarkan apabila dibandingkan dengan kompetitor lainnya.

5. Membentuk citra produk, di mana promosi yang dilakukan bisa membentuk image calon konsumen/masyarakat tentang produk/jasa yang ditawarkan.

Duggan dan Banwell (2004) menyatakan bahwa efektifitas suatu penyebaran informasi dan promosi dapat diukur dari 3 (tiga) hal yaitu:

1. Peningkatan pengetahuan spesifik audiens berkaitan dengan informasi yang disampaikan.

2. Perubahan dalam sikap mental audiens terhadap suatu hal tertentu. 3. Perubahan sikap prilaku audiens.

2.4. Words of Mouth (WOM) Positif

Komunikasi dari mulut ke mulut (Words of Mouth) masih merupakan jenis aktivitas pemasaran yang paling efektif di Indonesia (Vibiznews, Oktober 2007). Menurut Brown (2005 : 125), Words of Mouth (WOM) terjadi ketika pelanggan berbicara kepada orang lain mengenai pendapatnya tentang suatu merk, produk, layanan atau perusahaan tertentu pada orang lain. Apabila pelanggan menyebarkan opininya mengenai kebaikan produk maka disebut sebagai Words of

(9)

Mouth (WOM) Positif tetapi bila pelanggan menyebarluaskan opininya mengenai

keburukan produk maka disebut sebagai Words of Mouth (WOM) negatif.

Words of Mouth (WOM) dapat berarti apabila seseorang melakukan bisnis

dengan suatu perusahaan dan melakukan rekomendasi kepada orang lain mengenai perusahaan tersebut (Brown, 2005: 125). Pada studi sebelumnya menyatakan bahwa Words of Mouth (WOM) Positif sembilan kali lebih efektif dan merupakan bentuk periklanan tradisional yang dapat merubah ketidaksenangan atau kenetralan seseorang menjadi sikap positif terhadap suatu produk / jasa.

Komunikasi Words of Mouth (WOM) dapat menjadi sangat berpengaruh dalam suatu keputusan pembelian, hal tersebut sangatlah penting dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang bersifat intangible (tidak berwujud). Oleh karena itu sulit untuk mengevaluasi produk jasa sebelum melakukan pembelian terhadap produk jasa tersebut. Lebih jauh lagi jasa tidak memiliki suatu standar ukuran tertentu dan hal itulah yang menyebabkan jasa lebih beresiko dibanding dengan produk barang, sehingga pengelola bisnis jasa perlu melakukan pengelolaan pelanggan secara baik agar pelanggan melakukakan

Words of Mouth (WOM) Positif.

Seorang pelanggan biasa berbicara kepada orang lain ketika mencari saran atau opini mengenai suatu merk, produk atau perusahaan. Dalam literatur pemasaran, hal tersebut dikenal dengan Words of Mouth (WOM). Words of

Mouth (WOM) merupakan suatu mekanisme tertua dimana melalui Words of Mouth (WOM) dapat disebarluaskan, diekspresikan dan dibangun mengenai opini

(10)

(1967) dalam Cengiz dan Yayla (2007: 75) mendefinisikan Words of Mouth (WOM) sebagai komunikasi dari satu orang kepada orang lain, dimana seseorang yang menjadi penerima informasi tidak merasakan adanya nilai komersial ketika si pemberi informasi merekomendasi hal-hal yang berkaitan dengan merk, produk atau jasa tertentu.

Studi yang dilakukan oleh Cengiz dan Yayla (2007) mengenai Words of

Mouth (WOM) mengembangkan model bahwa Words of Mouth (WOM) dapat

dipengaruhi oleh persepsi nilai, kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Babin et al (2005), mengembangkan model penelitian bahwa pelayanan dapat mempengaruhi Words of Mouth (WOM) melalui kepuasan. Dalam penelitiannya pada restaurant di Korea, Babin et al (2005) menetapkan indikator Words of Mouth (WOM) sebagai berikut: Mengatakan hal yang positif kepada orang lain; merekomendasikan kepada orang yang membutuhkan saran, mengajak teman/keluarga untuk mengunjungi restaurant.

Berdasarkan pada penelitian Babin et al (2005), maka penelitian ini menggunakan tiga indikator yang sama untuk Words of Mouth (WOM) Positif sebagai berikut: menceritakan hal yang positif tentang peritel kepada pihak lain; merekomendasikan dam menyarankan kepada orang lain untuk berbelanja pada peritel tersebut dan mengajak teman/keluarga berbelanja ke peritel tersebut.

Sebagaimana dikemukakan, penelitian tentang Words of Mouth (WOM) telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu sejak tahun 1960an (Wirtz dan Chew, 2002 : 141). Oleh karena itu, hasil penelitian yang dipilih adalah penelitian yang berkaitan dengan variabel yang dibahas, meliputi Words of Mouth

(11)

(WOM), Kepercayaan Pelanggan, Kepuasan Pelanggan (Customer Delight) secara rinci akan dijelaskan dalam telaah pustaka. Telaah pustaka menguraikan hasil penelitian yang berkaitan dengan variabel-variabel yang dibahas sekaligus akan merumuskan indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, berpijak pada teori dan hipotesis yang diajukan maka dapat dikembangkan sebuah model penelitian. Guna memperjelas arah penelitian, model tersebut dilengkapi dengan definisi operasional dari setiap variabel yang digunakan.

Variabel dan indikator WOM positif dapat digambarkan sebagai berikut (gambar 2.1):

Gambar 2.1.

Indikator dari Variabel Words of Mouth (WOM) Positif Sumber : Babin et al (2005), Cengiz dan Yayla (2007)

2.5. Kepuasan Pelanggan (Customer Delight)

Para manager yang memiliki komitmen pada kualitas mendeklarasikan WOM

POSITIF

Y 13 = Mengajak teman/keluarga untuk berkunjung/mengikuti kursus

Y11 = Menceritakan hal-hal positif tentang outlet cabang kepada orang lain

Y 12 = Merekomendasikan kepada orang lain untuk mengikuti kursus

(12)

satisfaction (Hutabarat, 1997; Verma, 2003 dalam Raharso, 2008). Sebab fakta

empiris membuktikan adanya hubungan kepuasan dengan loyalitas yang rendah korelasinya (Lovelock, 2001 dalam Raharso, 2008). Hanya pelanggan yang benar-benar puas (atau delight) yang akan loyal kepada perusahaan. Artinya, kepuasan pelanggan tidak cukup dijadikan sebagai dasar untuk memenangkan kompetisi dan meningkatkan penjualan (Kwong dan Yau, 2002; Verma, 2003 dalam Raharso, 2008). Pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan kepuasan pelanggan merupakan “commonly reachable gool” dan pada saat yang sama merupakan persyaratan minimum bagi para pemain pasar. Pelanggan harus didorong ke zona delight. Suatu wilayah dimana pelanggan merasa bahagia atau gembira, yang akan mengarahkan kepada komitmen dan loyalitas. Delight merupakan pengaruh positif. Menurut Plutchik (1980) dalam Raharso, (2008),

delight merupakan sebuah emosi yang kompleks, merupakan kombinasi antara

“Joy” dan “Surprise”. Pelanggan seperti ini mempunyai keterikatan emosi yang tinggi dan kognisi yang positif. Sebaliknya, outrage merupakan kombinasi antara “surprise” dengan “angry”. Mereka memiliki kognisi atau pengalaman negatif dan situasi emosi yang tinggi (Kwong dan Yau, 2002 dalam Raharso, 2008).

Hasil penelitian Verma (2003) dalam Raharso (2008) area customer

delight menggunakan teknik critical incident (dengan menggunakan kata sifat: pleasurable, unforgettable, memorable, surprisingly memorable dan delighted

sebagai kata kunci). Dengan demikian karakteristik delight dapat dikatakan sebagai perasaan gembira, senang, kejutan yang menggembirakan atau kejutan yang menyenangkan, kesan yang tak terlupakan. Delight dapat ditunjukkan dari

(13)

kejutan yang menyenangkan dan juga dapat diinterpretasikan sebagai kesenangan atau kesukaan yang memiliki gaya tarik (James dan Taylor, 2004:573). Hasil penelitian Kumar et al. (2001: 24) Delight didasarkan pada kesenangan/kegembiraan yang nyata.

Berdasarkan hal tersebut maka indikator dari variabel Kepuasan Pelanggan

Customer Delight dijabarkan pada gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2

Indikator dari Variabel Kepuasan Pelanggan (Customer Delight) Sumber : Raharso (2008); James dan Taylor (2004)

2.6. Kepercayaan Pelanggan (Trust)

Kepercayaan (Trust) dalam konteks relationship marketing merupakan salah satu dimensi untuk menentukan seberapa jauh suatu pihak merasakan integritas dan janji yang ditawarkan oleh pihak lain (Utami, 2006: 30). Penelitian yang dilakukan Gurviez (2003), kepercayaan (trust) ditinjau dalam tiga dimensi yaitu kredibilitas, integritas dan kebajikan. Hal ini memperkuat adanya kesamaan para peneliti dalam menggunakan dimensi penelitian tentang kepercayaan.

Customer Delight

X11 = Senang mengikuti kursus

X12 = Terkesan (memiliki kesan positif)

terhadap pelayanan outlet cabang kepada pelanggan

X13 = Senang untuk terus mengikuti kursus

(14)

Dalam beberapa literatur marketing muncul suatu konsensus bahwa kepercayaan mencakup dua komponen penting, yaitu: kredibilitas dan kebajikan. Kepercayaan dalam kaitannya dengan kredibilitas menyangkut suatu pemenuhan janji akan pelaksanaan kewajibannya dan kesungguhannya dalam melaksanakan kewajiban tersebut, sedangkan kepercayaan dalam kaitannya dengan kebajikan menyangkut perasaan seorang partner yang tertarik pada kesejahteraan perusahaan dan tidak akan melakukan tindakan yang tidak diharapkan yang akan menimbulkan efek negatif pada perusahaan tersebut (Doney. M. Patricia, et al, 2007 : 1999).

Jih Wen-Jang. et al (2007 : 90), mengukur tingkat kepercayaan pelanggan dari rasa percaya pelanggan terhadap informasi yang diberikan oleh perusahaan, rasa percaya bahwa perusahaan akan menukar produknya yang cacat dan rasa percaya bahwa perusahaan akan meminta maaf bila melakukan kesalahan dan perusahaan akan terus melakukan peningkatan/ perbaikan. Menurut Ranaweera dan Prabhu (2003: 85) kepercayaan merupakan konsep yang terbentuk atas kepercayaan terhadap reliabilitas dan integritas yang dimiliki partner.

Mengacu pada berbagai hasil penelitian yang telah disebutkan tentang kepercayaan maka penelitian ini menggunakan indikator dari variabel kepercayaan sebagai berikut: Kepercayaan terhadap kesungguhan ritel dalam melaksanakan kewajiban, kepercayaan terhadap kemampuan ritel dalam melayani kebutuhan pelanggan; serta kepercayaan akan kesungguhan ritel dalam melakukan peningkatan/perbaikan di masa datang.

Variabel Kepercayaan Pelanggan dan indikator yang digunakan disajikan dalam gambar 2.3 berikut ini:

(15)

Gambar 2.3.

Indikator dari Variabel Kepercayaan Pelanggan

Sumber: Jih Wen-jang. Et al (2007); Doney. M. Patricia, et al, (2007); Ranaweera dan Prabhu (2003).

2.7. Hubungan Antar Variabel

2.7.1. Hubungan Kepuasan Pelanggan (Customer Delight) Dengan Words of

Mouth(WOM) Positif

Hubungan Kepuasan Pelanggan (Customer Delight) dengan Words of

Mouth (WOM) ditunjukkan secara tegas dalam tulisan Yannik St-James dan

Shirley Taylor yang menyatakan bahwa Customer Delight berkontribusi dalam menambah kepuasan pelanggan, komunikasi words of mouth, pembelian ulang dan lebih banyak lagi evaluasi positif lain (Kumar, 1996; Oliver, Rust dan Varki, 1997, Westbrook dan Oliver, 1991 dalam James dan Taylor, 2004: 753).

Penelitian lain menyatakan bahwa Kepuasan Pelanggan (Customer

delight) suatu pengukur Customer relationship management (CRM) yang lebih

baik dari pada customer satisfaction. Delight mendorong terjadinya hasil bisnis Kepercayaan

Pelanggan

X21 = Kepercayaan terhadap kesungguhan

Pegawai dalam melaksanakan kewajiban.

X22 = Kepercayaan terhadap kemampuan

Pegawai dalam melayani kebutuhan

X23 = Kepercayaan akan kesungguhan

Pegawai dalam melakukan peningkatan/perbaikan di masa datang

(16)

profit (Torres, Edwin N. dan Sheryl Kline, 2006: 290). Berpijak pada hasil penelitian tersebut maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : H1 : Kepuasan Pelanggan (Customer Delight) Berpengaruh Positif Terhadap

Words of Mouth (WOM) Positif.

Gambar 2.4. Sumber: Torres, Edwin N. dan Sheryl Kline (2006).

2.7.2. Hubungan Kepercayaan Pelanggan dengan Words of Mouth (WOM) Positif

Ranaweera dan Prabhu (2003) menyatakan bahwa sebagai pendorong

Words of Mouth (WOM), kepercayaan sama pentingnya dengan kepuasan.

Kepuasan dan kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Words of

Mouth (WOM). Diindikasikan bahwa suatu tanggapan emosional yang kuat

seperti kepercayaan (trust) mendorong seseorang berkomentar positif mengenai penyedia jasa mereka (Ranaweera dan Prabhu 2003: 89). Penelitian lain oleh Sichtmann (2007) menemukan bahwa kepercayaan memiliki efek yang positif dan signifikan terhadap behaviour Words of Mouth (WOM) dan diperoleh pengembangan model bahwa kepercayaan dapat mempengaruhi behavior WOM (Sichtmann, 2007: 1008). Pada umumnya, pelanggan cenderung mengasumsikan bahwa perusahaan yang terpercaya akan memberikan kualitas produk/ jasa yang baik.

Seseorang yang telah mempercayai suatu perusahaan akan memberikan H1 Customer Delight Words of Mouth Positif Hipotesis 1

(17)

perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2 : Kepercayaan Pelanggan Berpengaruh Positif Terhadap Words Of Mouth (WOM) Positif Gambar 2.5. Sumber: Sichtmann (2007). Kepercayaan Pelanggan WOM Positif Hipotesis 2 H2

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis data yang akan digunakan adalah metode kuantitatif dimana data-data yang telah terkumpul tersebut dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis nilai

Consult the Microsoft Visual Basic Programmer’s Guide and Microsoft Visual Basic Language Reference Manual for detailed reference information.. The notes refer

Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan interaksi yang sangat nyata antara perlakuan umur persemaian dan pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan jumlah anakan (anakan)

a) Penganggaran dana Bagi Hasil Pajak Daerah yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28

Untuk membuktikan dan meguji pengaruh Kesadaran Wajib pajak, Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat Membayar Pajak, dan Kedisiplinan Wajib Pajak yang melekat pada diri

The 1 st Warmadewa University International Conference on Architecture and Civil Engineering SUSTAINABILITY, DESIGN AND CULTURE Denpasar, 2017, ix, 324 pages, 21.0 x 29.7 Cm..

or vector) may be defined mathematically as some function of that vector which connects an arbitrary origin to a general point in space. We usually find it possible to associate