• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kepatuhan Perawatan 1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley,2007).

a. Faktor – faktor yang mendukung kepatuhan pasien :

Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh pasien, diantaranya : (Faktul,2009,5,http://www.Bidanlia-Blogspot,diambil 24-7-2009).

1) Pendidikan .

Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari : ( Notoatmodjo,2002).

a) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan(knowledge). b) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan

(2)

6 c) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang

diberikan.

2) Akomodasi : Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan. 3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial .

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman – teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.

4) Perubahan model terapi .

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien .

6) Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa .

b. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien

Menurut Dinicola menyebutkan ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kepatuhan pasien yaitu :

1) Buat intruksi tertulis yang mudah diinterprestasikan .

2) Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal lain. 3) Jika seseorang memberi daftar tertulis tentang hal-hal yang harus

diingat maka akan ada keunggulan yaitu mengingat hal yang pertama ditulis .

(3)

7 4) Intruksi – intruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non medis)

dalam hal yang perlu ditekankan .

c. Kepatuhan seseorang sangat berhubungan dengan : (Stanley, 2007) 1) Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman. 2) Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang. 3) Kepercayaan yang ada sebelumnya .

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Faktor - faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor – faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta akan memperoleh imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu .

2. Faktor - faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor - faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas,

(4)

8 Posyandu, rumah sakit, makanan bergizi. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa menggunaka air kali, makan seadanya. 3. Faktor - faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang – kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya . Perlu adanya contoh – contoh perilaku sehat dari para tokoh masyarakat.

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (healt related behavior) sebagai berikut :

1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi .

2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yangmerasa sakit, untuk merasakan dan mengenanl keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah penyakit.

(5)

9 3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

2. Kepatuhan perawatan

Perawatan pada lansia dengan Diabetes Mellitus difokuskan pada suatu program yang melibatkan aktifitas sehari – hari yang dirancang untuk mengendalikan penyakit, perawatan ini meliputi : mengendalikan asupan nutrisi / diet, berolah raga secara teratur, menggunakan obat sesuai resep serta memantau kadar gula darah (Stanley,2007).

a. Diet Diabetes Mellitus / Perencanaan Makan

Konsesus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia yang telah disusun oleh PERKENI antara lain memberikan pedoman tentang kebutuhan gizi orang dengan Diabetes dan anjuran penggunaan Daftar Bahan Makanan Penukar dalam perencanaan diit . Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %), protein (10-15 %) dan lemak (20-25 %).

(Sukardji .K,1999). Beberapa petunjuk pemberian diet pada penderita

Diabetes Mellitus (Tjokroprawiro,1996) :

1. Pemberian diit diusahakan untuk dapat memenuhi beberapa persyaratan antara lain :

a. memperbaiki kesehatan umum pederita.

(6)

10 c. menormalkan pertumbuhan Diabetes Mellitus anak atau dewasa

muda (masa pertumbuhan).

d. mempertahankan glukosa darah sekitar normal. e. menekan atau menunda timbulnya angiopati diabetik.

f. memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita . g. menarik serta mudah diterima penderita.

2. Dalam melaksanakan diit Diabetes hendaknya diikuti pedoman " 3J " ( Jumlah, Jadwal, Jenis),artinya :

J1 : jumlah kalori yang diberikan harus habis.

J2 : jadwal diit harus diikuti sesuai dengan intervalnya tiga jam. J3 : jenis makanan yang manis harus dihindari.

3. Untuk kasus-kasus yang kadar glukosa darahnya sulit normal

(resisten), latihan tiga kali sehari pada saat 1-1½ jam sesudah makanan utama adalah mutlak harus dilaksanakan.

4. Penentuan jumlah kalori diit Diabetes Mellitus disesuaikan dengan status gizi penderita. Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung Percentage Of Relative Body Weigh (BBR) atau berat badan relatif dengan rumus :

BBR

=

( BB: kg, TB:cm )

Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan dalam sehari pada penderita DM yang bekerja biasa adalah :

Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari. Normal : BB X 30 kalori sehari.

(7)

11 Gemuk : BB X 20 kalori sehari.

Obesitas : BB X 10 – 15 kalori sehari. b. Olah Raga Secara Teratur

Olah raga pada Diabetisi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif,sehingga secara langsung menyebabkan penurunan glukosa darah (Ilyas . E, 1999).

Pada pria paruh baya dan lansia membuktikan bahwa aktifitas fisik yang terdiri atas latihan setidaknya seminggu sekali menurunkan resiko keseluruhan timbulnya Diabetes Melitus dengan 40 %.

( Darmojo,1999).

1) Olah raga yang dapat dilakukan lansia antara lain ( Maryam,2008) : a) Pekerjaan rumah dan berkebun .

b) Berjalan – jalan . c) Jalan cepat . d) Berenang . e) Bersepeda . f) Senam.

2) Manfaat olah raga bagi penderita Diabetes Mellitus antara lain : ( Ilyas .E ,1999 ).

a) Meningkatkan penurunan kadar glukosa darah . b) Mencegah kegemukan .

c) Berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi . d) Mengurangi resiko penyakit jantung koroner .

(8)

12 e) Meningkatkan kualitas hidup diabetisi dengan meningkatnya

kemampuan kerja. c. Penggunaan obat sesuai resep

Pemberian obat peroral diberikan untuk menstimulasi sekresi insulin oleh pankreas. Obat – obat Diabetes yang sering diresepkan dan dianjurakn untuk lansia antara lain (Stanley,2007) :

1. Sulfoniluera (Glucotrol, Gliburide).

2. Glucophage : obat ini tidak menurunkan kadar gula darah, tetapi meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer dan usus. 3. Terapi insulin : diperlukan untuk menambah suplai dari tubuh dan

untuk membatasi komplikasi penyakit .

Ketidakpatuhan pada penderita lansia terutama pada pengobatan sangatlah besar. Untuk mengurangi ketidakpatuhan pada pemberian obat dapat diupayakan hal – hal sebagai berikut : (Darmojo,1999)

a. Penjelasan pada penderita : selama 15 menit akan mengurangi kesalahan bahkan pada penderita yang orientasinya sudah berkurang. b. Pilihan preparat : berperan sangat penting untuk meningkatkan

kepatuhan. Obat betuk cair lebih disukai dibanding tablet.

c. Wadah obat : mudah dibuka dan terbuat dari transparan, karena para lansia sering menganali obatnya dari bentuk,warna dan ukurab tablet. d. Label : harus memberikan petunjuk yang jelas .

e. Bantuan mengingat : dengan menggunakan kartu identifikasi obat atau kalender sobek.

(9)

13 d) Pemantauan Kadar Gula Darah

Pemantauan Diabetes Mellitus merupakan pengendalian kadar gula darah mencapai kondisi senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar gula darah maka akan terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia serta mencegah terjadinya komplikasi.( Soewondo, 1999 ). Hasil Diabetes Control And Complcation Trial (DCCT)

menunjukan bahwa pengendalian diabetes yang baik dapat mengurangi komplikasi Diabetes antara 20 – 30 %. (Soewondo,1999).

Tabel 1. Kriteria Pengendalian DM (Soewondo . P, 1999)

Baik Sedang Kurang

Gula darah puasa ( plasma vena mg/dl ) 80 - 120 120 – 140 > 140

Gula darah 2 jam ( plasma vena mg/dl ) 120 -160 160 – 200 > 200

HBA1c 4 - 6 6 – 8 > 8 Kolesterol total (mg/dl ) > 200 200 – 2400 > 240 Kolesterol LDL tanpa PJK (mg/dl) dengan PJK (mg/dl) < 130 < 100 130 - 160 100 – 130 > 160 > 130 Kolesterol HDL ( mg/dl ) > 45 35 – 45 > 35 Triglicerid (mg/dl) tanpa PJK dengan PJK > 250 > 150 > 250 < 200 > 250 > 200 BMI = IMT wanita

Pria 19 - 23 20 - 25 23 - 25 25 – 27 > 27 > 27 Tekanan darah ( mmHg ) < 140/90 < 160/95 > 160/95

(10)

14 B. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif “merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti si subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap obyek yang di ketahuinya itu. Akhirnya rangsangan yang telah diketaui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan respon lebih jauh berupa tindakan (action) terhadap stimulus. Namun demikian dalam kenyataannya stimulus yang diterima oleh subyek dapat langsung menimbulkan tindakan . Artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap(Notoatmodjo, 2003).

1. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Soekidjo Notoatmojo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkataan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalam pengetahuan tingkat ini adalah

(11)

15 mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memaham diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analisis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(12)

16 Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian – penilain itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada.

Kemampuan kognitif dapat dikaitkan dengan penurunan fisiologis organ otak. Pada teori proses penuaan terdapat teori spikologi tentang terjadinya proses penurunan dari intelektualitas yang menyebabkan sulit untuk dipahami dan berinteraksi, yaitu meliputi persepsi, kemampuan koknitif, memori, dan belajar (Maryam,2008). 1. Persepsi : merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi

(13)

17 merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi atau reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

2. Memori : adalah kemampuan daya ingat lansia terhadap suatu kejadian atau peristiwa baik jangka pendek maupun panjang. Memori terdiri atas tiga komponen sebagai berikut :

a. Ingatan yang paling singkat dan segera. b. Ingatan jangka pendek.

c. Ingatan jangka panjang.

3. Kemampuan belajar yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan fungsional organ otak serta kurangnya motifasi pada lansia.

C. Diabetes Mellitus 1. Pengertian

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer,2001).

Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan atau kelainan dimana

terdapat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan insulin atau tidak berfungsinya insulin.

(14)

18 2. Klasifikasi Diabetes mellitus

Diabetes Mellitus (DM) memiliki beberapa tipe yang berbeda,

penyakit DM ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik serta terapinya (Brunner and Suddarth, 2002) :

a. Tipe I : Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM).

b. Tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus) (NIDDM).

c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

lainnya.

d. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestational Diabetes Mellitus) (GDM).

Pada lansia dibagi menjadi dua yaitu Diabetes Mellitus Type I (IDDM) dan Diabetes Mellitus Type II (NIDDM) (Maryam, 2008). 3. Etiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus tipe I (IDDM) adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. (Anderson, 2006).

Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) ditandai dengan kelainan sekresi

(15)

sel-19 sel sasaran terhadap kerja insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes

Mellitus tipe II terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.

Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang sel nya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. (Anderson ,2006).

4. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi terjadinya

Diabetes Mellitus antara lain : (Sidartawan, 1999).

a. Orang dengan riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus. b. Orang obesitas atau gemuk (> 120 % berat badan idaman). c. Usia diatas 45 tahun dengan faktor tersebut diatas .

d. Orang dengan tekanan darah tinggi (> 140 / 90 mm Hg).

e. Orang dengan dislipidemia (kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl).

f. Orang yang sebelumnya dinyatakan sebagai TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Terganggu).

g. Riwayat diabetes pada kehamilan.

h. Wanita yang sebelumnya didapat Diabetes Gestasional. i. Wanita yang melahirkan bayi > 4000 gram.

j. Pernah TGT atau GDPT.

5. Manifestasi Klinis Diabetes mellitus

Penderita Diabetes Mellitus Type I (IDDM) sering memperlihatkan awitan gejala yang ekplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat

(16)

20 badan, polifagia, lemah, mengantuk (somnolen). Penderita dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis yang dapat mengakibatkan kematian. (Anderson ,1995).

Banyak tanda dan gejala awal Diabetes Mellitus Type II (NIDDM) yang mungkin samar dan tidak spesifik sehingga diabaikan. Oleh karena itu pada lansia diagnosis aktual sering dibuat ketika penyakit telah mencapai tahap lanjut. Peninggian nilai – nilai laboratorium yang ditemukan selama hospitalisasi dapat juga menjadi awal untuk evaluasi lebih detail dalam mengungkapkan adanya NIDDM. Adanya perubahan status kesehatan yang persisten harus diselidiki. Peningkatan berkemih (poliuria), rasa haus yang berlebihan (polidipsia), rasa lapar yang jelas (polifagia), dan kerentanan terhadap infeksi (khususnya jamur), adalah indikator yang selalu muncul pada Diabetes Mellitus. (Stanley,2007).

6. Komplikasi Diabetes Mellitus

Pada usia lanjut faktor yang masih dapat berubah adalah

makroangiopati (Aterosklerosis) . Komplikasi akut yang sering terjadi yaitu hipoglikemi, koma hiperosmoler (Sing.,1995 dalam Darmojo, 1999).

Komplikasi Diabetes Mellitus secara umm terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik (Mansjoer,2001).

1) Komplikasi akut

a) Koma Hipoglikemia .

b) Ketoasidosis .

(17)

21 2) Komplikasi kronik

a) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar : pembuluh darah

jantung,pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil : Retinopati Diabetik, Nefropati Diabetik.

c) Neuropati diabetik.

d) Rentan infeksi , seperti tuberkulosis paru, gingivitis dan infeksi saluran kemih.

e) Kaki diabetik. 7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4.000 g, riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa (tabel), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi pasien yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. (Mansjoer,2001).

(18)

22 Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (Sudoyo. A, 2006).

Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena < 110 110 – 199 200

Darah kapiler < 90 90 – 199 200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena < 110 110 – 125 126

Darah kapiler < 90 90 – 109 110

Cara pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral), adalah : a. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seoerti biasa. b. Kegiatan jasmani sementara cukup,tidak terlalu banyak . c. Pasien puasa semalam selama 10 – 12 jam.

d. Periksa glukosa darah puasa.

e. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.

f. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.

g. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Mansjoer,2001).

(19)

23 D. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi (Predissposing Faktor)

• Pengetahuan.

• Budaya / tradisi.

• Keyakinan

• Nilai- nilai kepercayaan

Faktor Pemungkin ( Enabeling Faktor )

• Posyandu

• Diet

Faktor Penguat ( Reinforcing Faktor )

• Keluarga

• Masyarakat

• Petugas kesehatan

Gb.1 Kerangka Teori Sumber : Lawrence Green Dalam Notoatmodjo (2007) E. Kerangka Konsep

Vareabel bebas Vareabel terikat

Kepatuhan Perawatan Diabetes Mellitus

Gb. 2 kerangka konsep penelitian

Kepatuhan perawatan Diabetes Mellitus

(20)

24 F. Vareabel Penelitian

1. Vareabel bebas adalah pengetahuan dan Diabetes Mellitus . 2. Vareabel terikat adalah kepatuhan perawatan Diabetes Mellitus . G. Hipotesis

Dari uraian tersebut diatas diambil suatu hipotesis ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan perawatan Diabetes Mellitus .

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh Staf Tata Usaha dan Pengajaran Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan perijinan

Pada umumnya pihak korban akan langsung menyetujuinya yang kemudian kedua belah pihak akan melakukan perundingan dan pihak korban akan menetapkan sanksi bagi pihak pelaku, jika

Uji potensi sebagai tabir surya dari fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal dilakukan secara in vitro dengan menentukan nilai SPF (Sun Protection Factor)

BAGI MAHASISWA YANG ADA DI KELAS DIBAWAH INI AGAR SEGERA PINDAH KE KELAS LAIN YANG TERSEDIA... HENDRI

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas demi peningkatan kualitas kesehatan penduduk Indonesia, dibutuhkan upaya nyata dalam memperbaiki

b. Jika usaha penghematan konsumsi diarahkan kepada usaha penggantian refrigerant. Hal ini kurang efisien ditetapkan dihotel karena operasi hotel yang tidak mengenal

Pada Gambar 13 ditampilkan jumlah data yang ada pada manajemen pengguna merupakan data pengguna yang telah melakukan registrasi, dan ditampilakan jumlah data kategori