• Tidak ada hasil yang ditemukan

oleh M. Muflih Muhadjir ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "oleh M. Muflih Muhadjir ABSTRACT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI SISTEM

PENCERNAAN MAKANAN DI SMAN 2 INDRAMAYU

oleh

M. Muflih Muhadjir

Universitas Wiralodra, Jln.Ir.H.Juanda Km 3, Indramayu, muflihmuhadjir@gmail.com

Students' critical thinking skills are still low. The factors that cause it are the activities of the teaching and learning process, especially biology subjects that only prioritize the aspect of memorization not yet entering the realm of high-level thinking skills in students. Therefore, research has been conducted which aims to determine the effect of Problem Based Learning learning models on students' critical thinking abilities. Type of quantitative research with research design true experimental design type posttest only control. The population in this study were all students of class XI MIPA at SMAN 2 Indramayu in the 2017/2018 academic year with a sample of two classes namely XI MIPA 6 (experiment) which amounted to 32 students and class XI MIPA 4 (controls) totaling 30 students obtained by the technique cluster random sampling. The

research instrument consisted of 7 critical questions. The question was tested in MAN 1 Indramayu, then analyzed using validity and reliability tests found 7 valid and reliable questions, questions used 5 questions. Data analysis using two-party t test, obtained results of tcount = 3.2683 and ttable significant level (α) 0.05 = 2,0003, then tcount> t table. These results prove that there is influence of the Problem Based Learning (PBL) learning model on students' critical thinking skills in the digestive system of food at SMAN 2 Indramayu.

Keywords: Problem based learning (PBL), Critical thinking ability, Digestive system

PENDAHULUAN

Kurikulum yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum berperan untuk siswa tidak hanya menerima dan meniru yang diberikan guru, tetapi harus berperan secara aktif dan dituntut untuk berpikir kritis dalam menghadapi

permasalahan selama kegiatan pembelajaran maupun pada permasalahan

dalam kehidupan sehari-hari dan memecahkannya sesuai dengan kemampuan dan pemikirannya sendiri. Model pembelajaran yang tepat dapat mendorong kemampuan belajar siswa sehingga membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. ABSTRACT

(2)

untuk mengingat tuntunan kompetensi yang harus dicapai oleh anak didik, perlu adanya perubahan dalam strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang melayani dan memfalisitasi peserta didik untuk mampu berbuat dan melakukan sesuatu.

Faktor-faktor yang menyebabkan siswa sulit memahami materi diantaranya lingkungan yang kurang mendukung, fasilitas sekolah yang kurang memadai khususnya penggunaan laboratorium, dan kurangnya motivasi belajar dalam diri siswa tersebut. Namun faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa dalam belajar yaitu metode pembelajaran yang digunakan guru di sekolah masih berpusat pada guru.

Berdasarkan masalah diatas dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa penulis menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada materi sistem pencernaan makanan. Menurut Djamarah dan Zain (2002: 95) memberi pengertian bahwa metode praktikum adalah proses pembelajaran dimana peserta didik melakukan dan mengalami sendiri, mengikuti proses mengamati obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan suatu obyek, keadaan dan proses dari materi yang dipelajari tentang gejala alam dan interaksinya. Problem Based Learning dalam penelitian Sony Hidayat (2011:14) mengatakan Problem Based Learning bentuk pembelajaran yang menekankan pada pengalaman belajar siswa agar dapat mengkonstruki pengetahuannya sendiri

melalui penyajian masalah yang nyata sehingga dapat belajar secara mandiri.Pemilihan materi sistem pencernaan makanan dikarenakan materi ini sering diajarkan dalam bentuk praktikum biasa, padahal materi ini juga dapat di praktikumkan melalui pengamatan kasus-kasus yang terjadi dikehidupan sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam sub materi zat makanan di kelas XI SMAN 2 Indramayu.Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam sub materi zat makanan di kelas XI SMAN 2 Indramayu.

Kerangka berpikir dalam penelitian menurut Sugiyono (2015:66), diartikan sebagai pola pikir yang menunjukan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari 2018 – Mei 2018. Tempat penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2

(3)

Indramayu yang beralamat Jl. Pahlawan No. 37 Kabupaten Indramayu.

Pengumpulan Data

Data pada teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama melakukan uji coba instrumen secara logis dan empiris. Tahap kedua melakukan proses pembelajaran di kelas yang sudah ditentukan XI MIPA 6 (menggunakan model problem based learning) dan XI MIPA 4 (menggunakan model Discovery Learning). Tahap ketiga membagikan soal postest kemampuan berpikir kritis untuk kemudian melakukan penskoran dan kemudian data dianalisis. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah postest, berupa soal uraian pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Penilaian kinerja berupa rubrik rating scale (skor minimal 1 dan maksimum 4). Postest dibuat sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang sudah dibatasi, setelah itu membuat kisi-kisi postest sesuai dengan indikator. Pembuatan soal postest kemampuan berpikir kritis siswa sesuai dengan kisi-kisi yang sudah dibuat. Indikator berpikir kritis yang dinyatakan oleh Ennis (1985: 46) yang akan diamati dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis yang Diamati

No. Indikator Sub Indikator

1 Memberikan penjelasan sederhanan Memfokuskan pertanyaan Menganalisis argument Bertanya dan menjawab

pertanyaan 2 Membangun

keterampilan dasar

Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi 3 Menyimpulka n Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Membuat dan menentukan hasil pertimbangan 4. Memberikan penjelasan lanjut Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi Mengidentifikasi asumsi-asumsi 5. Mengatur strategi dan takti Menentukan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain Sumber : (Ennis 1985:46)

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan proses validasi dan realibilitas. Jenis validasinya yaitu lembar instrumen untuk diujikan pada siswa kelas XI yang sudah menerima materi sistem pencernaan makanan. Sehingga dari hasil validasi tersebut dapat mengukur kevalidan instrumen sebagai pembanding untuk hasil kemampuan berpikir kritis siswa. Sebelum instrumen digunakan pada penelitian, instrumen tersebut akan di uji terlebih dahulu.Uji validitas instrumen penelitian ini yaitu sebanyak 7 soal yang mewakili setiap indikator berpikir kritis siswa. Dilaksanakan pada tanggal 10 januari 2018 di MAN 1 Indramayu. Berdasarkan data hasil uji coba instrumen terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam

(4)

bentuk soal uraian (essay) diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Coba Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Sistem Pencernaan Makanan

No.

Soal rxy thitung t(22)(0,05) Keterangan 1 0.552 3.562 1.699 Valid 2 0.524 3.331 1.699 Valid 3 0.435 2.604 1.699 Valid 4 0.428 2.549 1.699 Valid 5 0.397 2.326 1.699 Valid 6 0.839 8.317 1.699 Valid 7 0.616 4.216 1.699 Valid

Pada penelitian ini dari ketujuh soal tersebut, yang digunakan hanya lima soal sebagai instrumen evaluasi sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis, yang meliputi ranah kognitif atau pengetahuan pada tingkat C4 dan C5 dalam taksonomi bloom revisi. Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas pada tes kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh hasil 4,383. Setelah melihat nilai thitung dengan ttabel , untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2) maka diperoleh nilai t(7-2)(0,05) = 2,015. Karena thitung > ttabel, yaitu 4,383 > 2,015 berarti soal dikategorikan Reliabel, sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

Analisis Data 1. Deskripsi Data

Untuk mendeskripsikan data sebelum dianalisis dengan langkah-langkah di bawah ini

1) Skor maksimum dan minimum. a) Rentang (range), dengan rumus :

r = skor tertinggi ─ skor terendah.

b) Banyak kelas (bk), dengan rumus : bk = 1 + 3,3 log n

c) Panjang kelas, dengan rumus : panjang kelas = 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒

𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 2) Menghitung rata-rata (mean), dengan

rumus :

𝜒 =Σ𝑓𝑖𝑥𝑖 𝑓𝑖

Keterangan :

χ = rata-rata kelas

𝑓𝑖 = Frekuensi yang sesuai dengan batas kelas.

χi = Skor ke-i

3) Menghitung simpangan baku atau standart deviasi 𝑠 =𝑛𝛴𝑓𝑖𝑥𝑖2− (𝛴𝑓𝑖𝑥𝑖) 2 𝑛(𝑛 − 1) Keterangan : s = Simpangan baku. n = Banyaknya subjek (Sugiyono, 2012: 58)

2. Uji Prasyarat Analisis 1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas dari masing - masing kelas digunakan uji chi- kuadrat dengan rumus sebagai berikut:

𝑥2 = ∑(𝑓0− 𝑓ℎ) 2 𝑓ℎ 𝑘 𝑡=1 Keterangan: x2 = Chi Kuadrat

fo = Frekuensi yang diobservasi fh = Frekuensi yang diharapkan

(5)

( Kemudian nilai x2hitung

dibandingkan dengan nilai x2tabel dengan taraf signifikan (α) 0,05 dan derajat kebebasan db= n-3. Dengan ketentuan, Ho diterima jika x2hitung ≤ x2tabel (α,dk) kedua distribusi populasi dikatakan normal dan Ho ditolak jika x2hitung > x2tabel (α,dk) kedua distribusi populasi dikatakan tidak normal. 2) Uji Homogenitas

Jika keduanya berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varian dari kedua kelas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah varian populasi homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas varians dari kedua kelompok digunakan uji F yang rumusnya sebagai berikut : 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑉𝑏 𝑉𝑘 Keterangan : V = ds2 Vb = variansi besar Vk = variansi kecil

Menentukan homogenitas, dengan kriteria sebagai berikut :

Hasil perhitungan F kemudian dibandingkan dengan nilai F tabel dengan taraf signifikan α = 0,05 dengan db1 = n1 – 1 dan db2 = n2 –1. Jika Fhitung ≤ Ftabel berarti kedua varians tersebut homogen.

Keterangan :

db1 = Derajat kebebasan pembilang db2 = Derajat kebebasan penyebut

n1 = Ukuran sampel yang variansinya besar

n2 = Ukuran sampel yang variansinya kecil 3) Uji Hipotesis

Jika kedua data berdistribusi normal dan variansnya homogen, maka dilanjutkan dengan uji-t yaitu untuk melihat perbedaan dua rata-rata dan menjawab hipotesis. Menghitung uji-t dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Mencari standar deviasi gabungan dengan rumus : 𝑆 =√(𝑛2− 1)𝑆1 2+ (𝑛 2− 1)𝑆22 (𝑛, +𝑛2) − 2 Keterangan:

𝑆12 = Varian data dari kelas eksperimen

𝑆22 = Varian data dari kelas kontrol

b) Mencari nilai t dengan rumus : 𝑡 = 𝑆𝑔𝑎𝑏= 𝑥̅1− 𝑥̅2 √𝑁1 1+ 1 𝑁2 Keterangan: t = Nilai thitung

𝑥̅1 = Rata-rata skor kelompok eksperimen 𝑥̅2 = Rata-rata Skor kelompok kontrol 𝑁1 = Jumlah sampel kelas eksperimen 𝑁2 = Jumlah sampel kelas kontrol S = Simpangan baku gabungan

c) Menentukan derajat kebebasan (db), dengan rumus :

db = n1+ n2 -2 Keterangan :

n1 = Jumlah responden dari kelas eksperimen

n2 = Jumlah responden dari kelas kontrol

d) Menentukan nilai t dari daftar tabel dengan α = 0,05

e) Menentukan pengujian hipotesis statistik Ho : µ1 ≤ µ2

(6)

Ha : µ1 > µ2 Keterangan:

µ1 = Rata-rata hasil kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen

µ2 = Rata-rata hasil kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol

Kriteria pengujiannya : Jika thitung ≤ ttabel(α,dk) maka hipotesis nilai Ho diterima, berarti tidak ada pengaruh rerata antar variabel dan Jika thitung > ttabel(α,dk) maka hipotesis nihil Ho ditolak berarti ada perubahan rerata antara variabel.

PEMBAHASAN

Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa yang Menggunakan Model

PembelajaranProblem Based Learning (PBL)

Pada saat pembelajaran praktikum berlangsung siswa diberikan lembar praktikum berupa lembar kerja siswa (LKS) yang di dalamnya berisi studi kasus yang berupa masalah dengan tujuan untuk diselesaikan bersama, kemudian setelah pembelajaran siswa diberikan posttest berupa soal essay yang berjumlah 5 butir soal. Adapun hasil kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran problem based learning dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Sistem Pencernaan Makanan

Jumlah Siswa 32

Skor Maksimal 18

Skor Minimal 7

Rata-rata (Mean) 12,88

Tabel 4. Daftar Distribusi Frekuensi Kelas yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Materi Sistem Pencernaan Makanan

Kelas

Interval Batas Kelas Frek

uensi Xi Fixi F(xi)2

7 – 8 6.5 - 8.5 1 7.5 7.5 56.25 9 – 10 8.5 - 10.5 4 9.5 38.0 361 11 – 12 10.5 - 12.5 10 11.5 115.0 1322.5 13 – 14 12.5 - 14.5 9 13.5 121.5 1640.2 5 15 – 16 14.5 - 16.5 5 15.5 77.5 1201.2 5 17 – 18 16.5 - 18.5 3 17.5 52.5 918.75 Jumlah 32 75 412.0 5500

Gambar 1. Diagram Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Yang Menggunakan Model

Pembelajaran Problem Based

Learning Pada Materi Sistem

Pencernaan Makanan

Berdasarkan Gambar 4.1 didapatkan bahwa hasil kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran problem based learning yang berjumlah 32 siswa, jumlah siswa yang terbanyak yang berjumlah 10 siswa yaitu terdapat pada batas kelas 10.5-12.5 dan jumlah siswa paling sedikit yaitu 1 orang yang terdapat pada batas kelas 6.5-8.5.

Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Menggunakan Model

(7)

Pembelajaran Discovery Learning pada Materi Sistem Pencernaan Makanan

Kegiatan pembelajaran praktikum dilaksanakan pada kelas XI MIPA 4 sebagai kelas yang menggunakan model Discovery Learning yang disampaikan oleh gurunya langsung, dengan diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai alat bantu dalam memahami materi yang disampaikan. Kemudian setelah pembelajaran siswa diberikan posttest berupa soal essay yang berjumlah 5 butir soal. Adapun hasil kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dapat dilihat pada Tabel 5. dan Tabel 6.

Tabel 5. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas yang Menggunakan Pembelajaran Discovery learning pada Materi Sistem Pencernaan Makana

Jumlah Siswa 30

Skor Maksimal 15

Skor Minimal 5

Rata-rata (Mean) 10,80 Tabel 6. Daftar Distribusi Kelas Kontrol

(Menggunakan Pembelajaran Discovery Learning pada Materi Sistem Pencernaan Makanan Kelas

Interval

Batas Kelas Fre kue nsi Xi Fixi F(xi)2 5 - 6 4.5 - 6.5 3 6 18 108 7 - 8 6.5 - 8.5 3 8 24 192 0 9 - 10 8.5 - 10.5 9 10 90 90 11 - 12 10.5 - 12.5 10 12 120 1440 13 - 14 12.5 - 14.5 4 14 56 784 15 - 16 14.5 - 16.5 1 16 16 256 Jumlah 30 66 324 3680

Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Menggunakan Pembelajaran Discovery Learning pada Materi Sistem Pencernaan Makanan

Berdasarkan Gambar 2. didapatkan bahwa hasil kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yang berjumlah 30 siswa (frekuensi). Terdapat jumlah siswa terbanyak yang berjumlah 10 siswa yaitu pada batas kelas 10.5-12.5 dan terdapat jumlah siswa paling sedikit yang jumlahnya 1 yaitu terdapat pada batas kelas 14.5-16.5.

Skor rata-rata tiap indikator kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas yang menggunakan model problem based learning dengan model pembelajaran discovery learning dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rata-rata Per Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Uji Prasyarat Analisis

(8)

Dilihat dari rata-rata dan standar deviasi nilai kemampuan berpikir kritis siswa yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) dan kelas yang menggunakan model pembelajaran kovensional. Maka langkah selanjutnya yaitu dengan menggunakan uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak.

Untuk menguji normalitas digunakan uji chi-kuadrat, untuk itu diperlukan x2hitung dan x2tabel dengan taraf signifikan (α) 0,05 dan derajat kebebasan dk= n-3, kriteria yang digunakan untuk menguji normalitas adalah Ho diterima jika x2hitung ≤ x2tabel (α;dk) kedua distribusi populasi dikatakan normal dan Ho ditolak jika x2hitung >x2tabel (α;dk) kedua distribusi populasi dikatakan tidak normal. Pada penelitian ini didapat hasil uji normalitas yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Antara Kelas Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Kelas Menggunakan Pembelajaran Discovery Learning

Kelas χ²hitung χ²tabel Keterangan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) 0.91 7.814728 Berdistribusi Normal Model Pembelajaran Discovery Learning 4.4 7.814728 Berdistribusi Normal b. Uji Homogenitas

Hasil uji homogenitas kedua kelompok sampel dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas Kedua Sampel

Keterangan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Menggunakan Pembelajaran Discovery Learning N 32 30 Fhitung 0.9873 Ftabel 1.8349

Berdasarkan Tabel 8. menunjukan bahwa Fhitung memiliki nilai yanglebih kecil dari pada Ftabel, yaitu 0.9873 < 1,8349. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel memiliki varians populasi yang homogen.

c. Uji Hipotesis (Uji t Dua Sampel)

Setelah melakukan uji prasayarat analisis didapatkan kedua data berdistribusi normal dan varian homogen, maka uji hipotesis menggunakan uji t dua sampel. Uji t tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis (Uji t Dua Sampel)

Data Uji-t Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Discovery Learning Jumlah siswa (n) 32 30 Rerata 12,88 10,80 Sgab 6.2713 thitung 3.2683 ttabel, α=0,05; db=30+32-2=60 2,0003

Berdasarkan Tabel 9. untuk nilai rata-rata kelas yang menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) 12.88 > 10.80 kelas yang menggunakan pembelajaran Discovery Learning dan nilai

(9)

thitung > ttabel, yaitu 3.27> 2.00 maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi sistem pencernaan makanan kelas XI MIPA di SMAN 2 Indramayu”.

Hasil Kemampuan Berpikir Kritis dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Berdasarkan Tabel 4. kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis praktikum di kelas XI MIPA 6 SMAN 2 Indramayu yang berjumlah 32 siswa. Terdapat 3 siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi pada skor kelas interval 17-18 artinya siswa dapat menjelaskan penyebab orang Indonesia lebih memilih nasi yang mengenyangkan untuk beberapa jam dari pada roti ketika sedang lapar, kemudian ke tiga siswa tersebut juga dapat menyebutkan kandungan yang terdapat di dalam sosis, selain itu siswa juga dapat menentukan zat makanan yang terkandung dalam makanan yang diujikan misalnya sosis yang mengandung protein, dan lemak, siswa juga dapat menjelaskan zat makanan yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, dan juga siswa dapat menjelaskan penyebab penyakit kelebihan karbohidrat. Hal ini dikarenakan ke tiga siswa tersebut diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning yang disertai pembelajaran praktikum zat makanan

lebih efektif dalam membangun karakter siswa seperti kemampuan berpikir tingkat tinggi, rasa ingin tahu yang sangat tinggi serta membuat siswa tersebut ingin mencari dan menyelesaikan sebuah masalah yang diberikan.

Pernyataan tersebut didukung oleh Gunawan (2003:177-17) berpikir kritis ialah kemampuan untuk berpikir secara kompleks yang menggunakan proses diantaranya analisis dan evaluasi. Berpikir kritis juga melibatkan keahlian berpikir induktif “mengenali permasalahan yang bersifat terbuka, mengenali hubungan, mampu menemukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dengan data yang relevan. Selain keahlian berpikir induktif juga terdapat keahlian berpikir deduktif yakni kemampuan memecahkan masalah spesial, mampu membedakan antara fakta dan opini.

Hal senada diungkapkan oleh Johnson (2011:92), berpikir kritis adalah sebuah proses berpikir yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Barrow yang dikutip oleh Huda (2014: 271) mengatakan Problem Based Learning sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah.

Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam proses pembelajaran. Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain

(10)

(2010: 84) metode praktikum adalah metode pembelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Hal senada diungkapkan oleh Roestiyah (2012: 82) menyatakan dengan praktikum siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti kebenarannya dan tidak mudah percaya pada kata orang, sebelum ia membuktikan kebenarannya. Masih pada Tabel 4.satu siswa yang memiliki tingkat hasil kemampuan berpikir kritisnya rendah dibandingkan dengan teman-temannya di kelas dengan interval 7-8. Artinya satu siswa tersebut kemampuan berpikir kritisnya masih rendah dalam menjelaskan penyebab orang Indonesia lebih memilih nasi yang mengenyangkan untuk beberapa jam dari pada roti ketika sedang lapar, kemudian siswa tersebut juga kurang mampu dalam menyebutkan kandungan yang terdapat di dalam sosis, selain itu siswa juga kurang mampu untuk menentukan zat makanan yang terkandung dalam makanan yang diujikan, siswa tersebut juga kurang paham dalam menjelaskan zat makanan yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, dan juga siswa kurang mampu menjelaskan penyebab penyakit kelebihan karbohidrat. Karena satu siswa tersebut kurang antusias mengikuti proses serta tidak memperhatikan pembelajaran praktikum dengan baik. Seperti malas serta tidakmengikuti dan melaksanakan

perintah-perintah yang diberikan oleh guru bahkan satu siswa tersebut hanya bermain-main disaat pembelajaran berlangsung, sehingga tingkat penguasaan materi yang diberikan sulit diaplikasikan oleh siswa tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Soedijarto yang dikutip oleh Masnaini, (2013: 6), menyatakan bahwa “Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar”. Dengan kata lain untuk mendapatkan hasil belajar tinggi diperlukan pemahamaan materi dalam proses pembelajaran, karena suatu hasil tidak bisa dicapai dengan cara yang instan. Hal senada diungkapkan menurut Paul, Fisher and Nosich dalam Alec Fisher (2009:4) berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana si pemikir kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya. Berpikir yang ideal dimulai dengan adanya suatu pemahaman, berpikir kritis menjadi salah satu tujuan dalam berpikir kritis yang meliputi interpretasi, analisis, evaluasi dan kesimpulan yang berdasarkan pertimbangan konseptual.

Hasil Kemampuan Berpikir Kritis dengan Menggunakan Pembelajaran Discovery learning

(11)

Berdasarkan Tabel 6. kelas yang menggunakan pembelajaran Discovery Learning di kelas XI MIPA 4 SMAN 2 Indramayu yang berjumlah 30 siswa. Terdapat satu siswa yang memiliki hasil kemampuan berpikir kritis yang tinggi dengan interval 15-16, artinya satu siswa tersebut dapat menjelaskan penyebab orang Indonesia lebih memilih nasi yang mengenyangkan untuk beberapa jam dari pada roti ketika sedang lapar, kemudian satu siswa tersebut juga dapat menyebutkan kandungan yang terdapat di dalam sosis, selain itu siswa juga dapat menentukan zat makanan yang terkandung dalam makanan yang diujikan misalnya sosis yang mengandung protein, dan lemak, siswa juga dapat menjelaskan zat makanan yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, dan juga siswa dapat menjelaskan penyebab penyakit kelebihan karbohidrat. Hal ini dikarenakan siswa tersebut memiliki usaha keras dalam belajar lebih tinggi dibandingkan teman-teman di kelasnya, lebih rajin, dan lebih sering bertanya pada saat pembelajaran praktikum.

Adapun tiga siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir kritisnya rendah dibandingkan dengan teman-temannya di kelas dengan interval 5-6. Artinya tiga siswa tersebut belum mampu menjelaskan mengapa orang Indonesia lebih memilih nasi yang mengenyangkan untuk beberapa jam dari pada roti ketika sedang lapar, kemudian ke tiga siswa tersebut juga belum mampu

menyebutkan kandungan yang terdapat di dalam sosis, selain itu siswa belum mampu menentukan zat makanan yang terkandung dalam makanan yang diujikan. Hal ini disebabkan ke tiga siswa ini memiliki tingkat kemampuan berpikir kritis yang rendah dan tidak memperhatikan ketika pembelajaran berlangsung, serta lebih cenderung malas bertanya dan lebih sering mengobrol dengan temannya pada saat proses pembelajaran. Sehingga pada saat presentasi ke tiga siswa ini tidak bisa menjawab pertanyaan dari temannya dan tingkat penguasaan materi yang diberikan sulit diaplikasikan oleh siswa tersebut. Sama halnya dengan Tabel 3 dengan Tabel 5 diketahui nilai rata-rata dari kedua kelas tersebut lebih besar kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan nilai 12,88 dibandingkan kelas yang menggunakan pembelajaran Discovery Learning dengan nilai 10,80. Artinya penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning lebih bagus dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran Discovery Learning. Hal ini dikarenakan model pembelajaran Problem Based Learning dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Penelitian yang terkait juga dilakukan oleh Siti Maryam Fadhilah Palestina (2014) yaitu pada

(12)

penerapan pendekatan berbasis masalah dan penerapan motivasi belajar siswa digunakan sebagai metode untuk dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dengan instrumen penelitian yang dikembangkan. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Sistem Pencernaan Makanan Di SMAN 2 Indramayu

Berdasarkan Tabel 9. untuk nilai rerata kelas eksperimen dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yaitu 12,88 > 10,80 yang artinya bahwa kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning lebih baik dari pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Hasil yang ditunjukkan bahwa siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learningdalam pembelajaran praktikum di materi sistem pencernaan makanan lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran Discovery Learning. Karena penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning pada pembelajaran praktikum memiliki keunggulan dalam memahami, meningkatkan motivasi belajar dan membantu siswa untuk berpikir kritis dalam belajar, sejalan dengan pendapat tersebut, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning sangat banyak manfaatnya, siswa dapat bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya sendiri, pembelajaran

dengan model pembelajaran Problem Based Learning sangat membantu untuk berpikir, sehingga siswa dapat belajar secara aktif untuk berpikir secara kritis maka pembelajaran semakin efektif dan efisien. Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan Duch yang dikutip Shoimin, (2014: 130). Finkle dan Top yang dikutip Shoimin (2014: 130) menyatakan PBL merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pembelajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecahan masalah sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Hal tersebut didukung oleh Djamarah dan Zain (2002: 95) bahwa metode praktikum adalah proses pembelajaran dimana peserta didik melakukan dan mengalami sendiri, mengikuti proses mengamati obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan suatu obyek, keadaan dan proses dari materi yang dipelajari tentang gejala alam dan interaksinya. Dari keterangan tersebut dapat dijelaskan juga Problem based learning dalam penelitian Sony Hidayat (2011:14) bentuk pembelajaran yang menekankan pada pengalaman belajar siswa agar dapat

(13)

mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui penyajian masalah yang nyata sehingga dapat belajar secara mandiri.

Berdasarkan Gambar 4. memperlihatkan bahwa rata-rata tiap indikator kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan model pembelajaran Discovery Learning. Rata-rata pada indikator memberikan penjelasan sederhana 1,95 > 1,88, artinya kelas eksperimen lebih baik dalam memberikan penjelasan mengenai masalah yang diberikan. Indikator membangun keterampilan dasar 1,75 > 1,48 artinya kelas eksperimen memiliki kemampuan untuk menerapkan kemampuan yang dimilikinya.Indikator menyimpulkan rata-ratanya 2,28 > 1,55, artinya kelas eksperimen lebih baik dalam membuat sebuah ringkasan dari sebuah masalah. Indikator memberikan penjelasan lanjut rata-ratanya 2,63 > 1,4, artinya kelas eksperimen dapat mengidentifikasi sebuah masalah dan kemudian diselesaikan. Indikator membangun strategi dan taktik rata-ratanya 1,78 > 1,38, artinya kelas eksperimen mampu membuat sebuah rencana dalam pemecahan sebuah masalah. Hal ini didukung oleh Barrow yang dikutip oleh Huda (2014: 271) mengatakan Problem Based Learning sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam proses

pembelajaran. Hal senada diungkapkan oleh Duch yang dikutip Shoimin (2014: 130) Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan. Penjelasan di atas juga diperkuat pada Tabel 4.8 dengan hasil uji t yang hasilnya thitung > ttabel, yaitu 3,27 > 2,00 maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh lebih baik terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi sistem pencernaan makanan kelas XI MIPA 6 di SMAN 2 Indramayu. Artinya penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran Discovery Learning. Hal ini dikarenakanmodel pembelajaran Problem Based Learning dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Penelitian untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa ini, memiliki kesamaan dengan penelitian Siti Maryam Fadhilah Palestina (2014) yaitu pada penerapan pendekatan berbasis masalah dan penerapan motivasi

(14)

belajar siswa digunakan sebagai metode untuk dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dengan instrumen penelitian yang dikembangkan. Selain itu, keterampilan berpikir kritis muncul untuk menjadi prediktor positif yang signifikan keterampilan berpikir kreatif. Oleh karena itu, disarankan bahwa guru menggunakan pendekatan PBL di kelas biologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa. Sedangkan metode yang berbeda dari penelitian tersebut, dengan menggunakan metode praktikum dapat melihat kemampuan berpikir kritis siswa dengan pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa di kelas XI SMAN 2 Indramayu.

SARAN

Pertama, bagi guru dapat menjadi bahan referensi atau masukan melalui penggunaan baik model pembelajaran Problem Based Learning ataupun metode praktikum konvensional sebagai salah satu alternative untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa serta materi yang akan diajarkan sehingga pembelajaran

menjadi lebih efektif , menarik mengaktifkan siswa dan melatih siswa dalam membuktikan suatu teori. Kedua, bagi siswa melalui penggunaan Problem Based Learning diharapkan siswa dapat menjadi kajian untuk memotivasi diri dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa serta aktif bertanya dalam proses pembelajaran. Ketiga, bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian mengenai kemampuan berpikir kritis siswa, proses pembelajaran disarankan dilakukan di luar kelas kelas seperti taman/hutan kota dan pantai misalnya pada materi keanekaragaman hayati atau di laboratorium dan lingkungan sekitar sekolah pada materi plantae ataupun ekosistem dengan begitu siswa akan lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa yang dimiliki oleh masing-masing siswa akan terlatih dengan baik, sehingga dapat menyempurnakan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini, baik secara langsung maupun tak langsung. Khususnya kepada kepala SMA N 2 Indramayu, yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada para ahli yang telah menyusun buku referensi, sehingga memudahkan proses

(15)

penelitian, mengingat metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah metode pustaka.

DAFTAR PUSTAKA

Aris, Shoimin. 2014. Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Bahri. D. dan Aswan Z. 2010. Strategi Belajar Mengajar Edisi Revisi. Jakarta: Renika Cipta.

Roestiyah. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Renika Cipta.

Ennis. 1985. Berpikir Kompleks Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit UNM Fisher Alec. 2009. Berpikir Kritis. Jakarta:

Erlangga

Gunawan. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Huda Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran Dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis Dan Pradigmatis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Johnson, Elaine, B. 2011. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Kaifah.

Siti Maryam Fadhilah Palestina. 2014. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Sistem Pernapasan Manusia. Jurnal biotik. Serambi Mekkah: [Online] Tersedia. Diakses tanggal 27 November 2017 Sony Hidayat. 2011. Pengaruh Model

Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Termokimia.Skripsi, tidak diterbitkan, Fakultas Islam Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alabeta

Gambar

Tabel 1.  Indikator Kemampuan Berpikir  Kritis yang Diamati
Tabel  3.  Hasil  Kemampuan  Berpikir  Kritis  Siswa  yang  Menggunakan  Model  Pembelajaran  Problem  Based  Learning  (PBL)  pada  Sistem  Pencernaan Makanan
Tabel  5.  Hasil  Kemampuan  Berpikir  Kritis  Siswa  Kelas  yang  Menggunakan  Pembelajaran  Discovery  learning  pada  Materi
Tabel  7.  Hasil  Uji  Normalitas  Antara  Kelas  Menggunakan  Model  Pembelajaran  Problem  Based  Learning  (PBL)  dengan  Kelas  Menggunakan  Pembelajaran  Discovery Learning

Referensi

Dokumen terkait

dalam waktu yang berlainan, namun tetap menggunakan sampel yang sama. b) Waktu berjalan (time series) merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan. dalam waktu yang berlainan dan

There are two effects that is appeared through the phases of culture shock, they are the positive effects includes amazement, excitement, self confidence, good

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa problem solving pada remaja perempuan yang terjadi di panti asuhan dapat dilihat dari

Salah satu komponen dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maupun Kurikulum 2013 yang sekarang mulai diberlakukan di

At March 11, 2008, Posten AB acquired the remaining 50% of the shares in Tollpost Globe AS. Cash and cash equivalents paid for these shares totaled SEK 1,273m, with a net effect

dan mengontrol siswa dalam berdiskusi dan guru telah memberi penguatan terhadap materi yang telah dipelajari namun belum maksimal, sedangkan aktivitas guru pada

tidak signifikan mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (LNY) ditunjukkan dengan nilai probabilitas • • Œ ìXòîìñ E r A ìUìñ ‰ o P ïX Dengan demikian, disimpulkan bahwa pada

panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya. tidak menimbulkan