BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Energi sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetapi cepat atau lambat
cadangan minyak bumi di dunia akan habis. Ketersediaan energi merupakan
syarat mutlak khususnya dalam pelaksanaan pembangunan nasional baik pada
saat ini maupun masa yang akan datang, guna menjamin pemenuhan pasokan
energi yang merupakan tantangan utama bagi bangsa Indonesia. Kebutuhan energi
umumnya didominasi oleh energi fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batu
bara [1].
Sumber energi fosil ini merupakan sumber energi yang terbatas yang
memerlukan antisipasi untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi tersebut
Ini disebabkan oleh persediaan bahan bakar fosil yang terbatas dan tidak dapat
diperbaharui. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi
persoalan energi yang serius akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap
energi fosil. Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap bahan
bakar fosil dengan mengembangkan sumber energi alternatif terbarukan.
Sejak beberapa tahun 2014 terakhir Indonesia mengalami penurunan
produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah cadangan
minyak serta pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya penggunaan dalam
rumah tangga, transportasi serta aktivitas industri [2]. Untuk mengatasi keadaan
tersebut diperlukan adanya bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui serta
ramah lingkungan (renewable) [3]. Ada beberapa jenis energi alternatif yang
sedang diteliti dan dikembangkan di dunia saat ini seperti biodiesel, bioetanol dan
biogas. Salah satu alternatif yang potensial untuk dikembangkan adalah
penggunaan bioetanol [2].Bioetanol dapat digunakan sebagai aditif bahan bakar
bensin dan merupakan sumber energi yang menjanjikan [3].
Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan
(biomassa) dengan cara fermentasi. Sumber bioetanol dapat berupa singkong, ubi
dan padi. Etanol sintesis, sering disebut metanol atau metil alkohol, terbuat dari
etilen, salah satu derivate minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari
proses sintesa kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari
biomassa (tanaman) melalui proses biologi (fermentasi) [4].
Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk) merupakan komoditi
tanaman tahunan yang sering dijumpai pada setiap daerah yang memiliki aroma
khas dan memiliki daya simpan yang relatif pendek.Di Indonesia nangkabelum
diproduksi dalam bentuk perkebunan seperti halnya buah-buahan lain, sehingga
jumlah produksinya tidak diketahui dengan pasti.Buah nangka memiliki banyak
manfaat terutama pada buah nangka yang masih muda dapat di masak sebagai
sayur, daging buah yang masak dapat dimakan atau sebagai bahan tambahan
pembuatan es buah [5].
Salah satu sumber hayati yang memiliki potensi besar sebagai bahan baku
bioetanol adalah biji nangka (Artocarpus Heterophyllus,Lmk). Buah nangka
hampir sama dengan cempedak tetapi ada perbedaan. Selama ini, umumnya biji
hanya dijadi limbah yang hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan
ternak, malahan sebagian besar dibuang begitu saja ataupun menjadi limbah.
Padahal jika diolah lebih lanjut biji nangka, dapat bermanfaat lebih sebagai bahan
baku olahan lainnya yang tentunya akan memberikan nilai tambah [7].
Limbah nangka (biji nangka) merupakan bagian nangka yang hingga saat ini
belum dimanfaatkan secara sempurna.Biji nangka banyak mengandung pati
sehingga dihidrolisa terlebih dahulu untuk dijadikan glukosa dengan katalisator
enzim.Sedangkan glukosa tersebut dapat difermentasi menjadi alkohol dengan
bantuan mikroorganisme, dimana mikroorganisme yang digunakan adalah
saccharomyces cereviseae. Proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya temperatur, pH fermentasi, lama fermentasi (waktu), kuantitas ragi
Saccharomyces cerevisiae yang digunakan. Menurut [6] persentase ragi
Saccharomyces cerevisiae yang ditambahkan pada proses fermentasi tanpa ragi
dan fermentasi dengan menggunakan ragi sangat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas bioetanol yang dihasilkan. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih
lanjut dalam menentukan jumlah optimal ragi Saccharomyces cerevisiae yang
untuk menggunakan biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk) sebagai bahan
baku dalam pembuatan bioetanol. Menurut Nainggolan (1985) biji nangka
mempunyai komposisi: air 57,7 %, kadar protein 4,2%, kadar lemak 0,1%,
karbohidrat 36,7% [7].
Peneliti terdahulu juga membuatbioetanol dengan menggunakan bahan baku
berpati (mengandung karbohidrat) dengan variasi jumlah ragi. Dapat kita lihat
pada tabel 1.1:
Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Sebelumnya Terkait Pembuatan Bioetanol
No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode dan Hasil Penelitian
1. Anak Agung
Bahan baku: Ampas singkong dan
kulit singkong.
Prosedur: Hidrolisa pati menjadi
glukosa dengan mencampurkan enzym α-amilase, Fermentasi penambahan nutrient NPK 5 gram.
Hasil:
-Etanol yang dihasilkan dari kulit dan
ampas singkong berkisar antara
0,1-0,7 gram dan etanol yang dihasilkan
dari glukosa yang terdapat dalam kulit
dan ampas singkong berturut-turut
adalah 0,69% dan 0,48%.
-Variabel lama fermentasi, yield
maksimum berada pada waktu
fermentasi 7 hari [8].
2. Heppy Rihana
Bahan baku: Singkong
Prosedur: Penambahan nutrient NPK
dan Fermentasi dengan variasi massa
ragi dan waktu.
Ragi Tape -Yield maksimum untuk variable
penambahan ragi sebesar 90 gr,
penambahan nutrient sebesar 20 gr
dan lama fermentasi selama 14 hari.
-Perbandingan yield praktis terhadap
teoritis untuk semua variabel memiliki
persen eror [9].
Cerevisiae dari
Glukosa Hasil
Biji Durian
Bahan baku: Biji Durian
Prosedur: Pembuatan cake biji durian,
hidrolisis biji durian dengan variasi
konsentrasi HCl, fermentasi
menggunakan Saccharomyces
Cereviseae dengan variasi pH,
penentuan kadar etanol hasil
fermentasi.
Hasil:
-Untuk HCl 0-3 M pada proses
hidrolisis disimpulkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi HCl maka kadar
glukosa yang dihasilkan akan semakin
meningkat, sedangkan peningkatan
konsentrasi HCl diatas 3 M akan
menyebabkan kadar glukosa stasioner
atau menurun.
-Proses fermentasi dengan
peningkatan pH, tidak menghasilkan
etanol yang berbanding lurus dengan
peningkatan pH, namun terdapat titik
optimum dari perubahan glukosa
menjadi etanol yaitu pada pH 4 [10].
4. Jhonprimen
H.S, Andreas
Pengaruh Massa
Ragi, Jenis Ragi
Bahan baku: Biji Durian
Turnip,M, dan
durian, tahap pemanasan, tahap
hidrolisis, tahap pemurnian, dan tahap
pengukuran kadar etanol.
Hasil: Kadar etanol didapatkan pada
waktu fermentasi 3 hari dan kadar
etanol maksimum pada saat fermentasi
dengan menggunakan ragi tape [11].
5. Rudy Sutanto,
Fisik (Spesific
Gravity dan
Prosedur: Lama fermentasi 5,7, dan 9
hari dengan temperatur distilasi adalah
60, 75, dan 80 0C. Massa sampel 1750
gr ditambahkan ragi (bubuk) sebanyak
75 gr atau sebanyak 4,3 % massa
sampel tersebut.
Hasil:
- Kadar alkohol meningkat dengan
bertambahnya lama fermentasi dan
berbanding terbalik terhadap
temperatur distilasi. Kadar alkohol
tertinggi diperoleh sebesar 76,03 %
sedangkan yang terendah adalah
65,01 %.
- Specivic gravity menurun dengan
bertambah lamanya fermentasi dan
menurunnya temperatur distilasi.
Specific gravitynya
0,84448-0,87098
Nilai kalor meningkat seiring dengan
bertambah lamanya fermentasi dan
menurunnya temperatur distilasi. Nilai
kalornya 13458,48 - 29679,47 J/gr .
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusanmasalah pada penelitian ini adalah:
1) Apakah ragi tape dapat digunakan secara langsung tanpa mengisolasi
Saccharomyces cereviceae terlebih dahulu dalam pembuatan bioetanol
dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis tepung biji nangka.
2) Bagaimana pengaruh konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi
terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ragi Saccharomyces cerevisiae
dan waktu fermentasi terhadap kadar bioetanol yang diperoleh.
2) Untuk memanfaatkan limbah nangka (biji nangka) untuk pembuatan
bioetanol sebagai energi alternatif dan menjadi suatu produk yang bernilai
ekonomi.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
khususnya kepada masyarakat tentang bagaimana kualitas bioetanol yang
dihasilkan dari proses fermentasi biji nangka sebagai bahan bakar alternatif dan
juga dapat menjadi salah satu solusi dalam penanganan limbah biji nangka yang
selama ini hanya dibuang begitu saja khususnya di wilayah Sumatera Utara agar
lebih bernilai guna.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika
Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan dan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Medan. Bahan-bahan yang digunakan antara lainbiji nangka, tepung biji nagka,
asam sulfat (H2SO4) dan ragi (Saccaromyces Cereviceae). Peralatan yang
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
1. Variabel tetap
Temperatur fermentasi 28-320C
pH yang digunakan adalah pH optimum ragi yaitu 4-5
massa tepung biji nangka untuk tiap sampel 100 gr Konsentrasi H2SO45% dari volume aquadest
2. Variabel berubah
Konsentrasi ragi: 3,6 dan 9 % Lama fermentasi: 2, 3 dan 4 hari
3. Parameter uji yang dilakukan adalah:
Jumlah bioetanol
Densitas bioetanol
Kadar alkohol setelah proses distilasi
Indeks bias
Spesifik Gravity
API Grafity (G)
Nilai Kalor bioetanol
Uji kualitatif dengan K2CrO7 dan H2SO4
Uji Kualitatif dengan KMnO4