• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN BESARAN HUJAN RENCANA BERDASAR PADA EVALUASI DATA HUJAN RENTANG SEPULUH TAHUNAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERGESERAN BESARAN HUJAN RENCANA BERDASAR PADA EVALUASI DATA HUJAN RENTANG SEPULUH TAHUNAN."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

A-299 ISBN 978-979-18342-1-6

PERGESERAN BESARAN HUJAN RENCANA BERDASAR PADA EVALUASI DATA

HUJAN RENTANG SEPULUH TAHUNAN.

Wasis Wardoyo

Jurusan Teknik Sipil- FTSP- Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111

Tel : 081-330303384 dww279@yahoo.com

Abstrak

Untuk mempertahankan eksistensi sebuah infrastuktur bangunan sipil, dimensi bangunan tersebut ditentukan dengan besaran debit rencana atau hujan rencana dengan kala ulang tertentu. Dengan demikian bangunan tersebut dapat mengatasi permasalahan yang terjadi sesuai harapan usia rencananya. Perhitungan kala ulang tertentu tersebut dilakukan dengan cara menganalisa secara statistik data debit atau data hujan yang tercatat pada daerah dimana bangunan sipil tersebut akan dibangun. Berdasar data distribusi debit atau hujan periode tertentu tersebut, selanjutnya akan dapat ditentukan debit atau intensitas yang sesuai untuk perencanaan melalui pembuatan kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Pendekatan statistika ini dilakukan berdasar pada hypotesa yang menyatakan bahwa intensitas dan frekuensi hujan extrim di daerah tertentu akan selalu tetap sepanjang waktu. Berawal pada hypotesa ini, maka dalam studi ini dilakukan uji data hujan dengan mengambil rentang waktu tertentu per sepuluh tahunan pada stasiun pencatat hujan Bronggang, Desa Argomulyo yang berada di DAS Kali Gendol di lereng Gunung Merapi. Sedangkan pembuatan Kurva IDF daerah ini akan dilakukan dengan bantuan software Frequency Analysis. Dari analisa ini diharapkan akan diketahui besaran hujan rencana dengan periode ulang tertentu yang berdasar pada dua rentang tahun tersebut diatas yang mungkin nilainya akan berbeda karena adanya perubahan iklim. Selanjutnya akan ditinjau pula efek hasil hitungan hujan rencana tersebut terhadap dimensi bangunan infrastruktur sipil, khususnya dalam bidang keairan.

Kata kunci : Debit Rencana, Hujan Rencana, Kurva IDF, Analisa Frekuensi.

PENDAHULUAN

Dalam perencanaan suatu bangunan hidraulik, diperlukan dimensi yang tepat sesuai usia rencana. Untuk perancangan dan perhitungan bangunan ini, diperlukan analisa yang benar, yang mau tidak mau mengacu pada resiko – biaya. Bila kita membicarakan analisa resiko- biaya dalam perencanaan, maka tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan peluang/ probabilitas atas kejadian tertentu. Karena kita berbicara tentang bangunan air, maka analisa terhadap terjadinya hujan atau debit atau volume dengan peluang tertentu menjadi amat penting. Dalam analisa ini diperlukan kehati- hatian, karena bila salah langkah, akan menghasilkan perencanaan yang salah. Bangunan sarana untuk pengelolaan dan pengendalian air dirancang berdasar pada perhitungan analisa statistic distribusi hujan setempat dimasa lalu. Hasil analisa data hujan tersebut ditampilkan dalam bentuk Kurva Intensitas Durasi Fequensi (IDF Curve) yang memberikan nilai hujan rancangan dengan periode ulang tertentu. Pada saat distribusi hujan mengalami perubahan, maka besaran hujan rancangan dengan periode tertentu tersebut akan pula berubah. Sebagai akibatnya maka bangunan sarana pengelolaan air tersebut, misalnya urban drainage system, desain dam dan rancangan flood plain ,menjadi kurang berfungsi [1]. Sedangkan untuk daerah gunung berapi aktif, seperti Merapi, besaran hujan

tersebut akan berpengaruh terhadap terjadinya longsoran material rombakan pada lereng bukit maupun daya angkut sediment yang telah terendap pada sistem sungai. Karena hujan adalah factor pemicu dominan terjadinya longsoran tanah dan aliran debris[2, 3]. Pemanasan global disinyalir akan meningkatkan intensitas dan atau frekuensi kejadian hujan. Pada saat atmosfir bumi makin panas, maka kelembab atmosfirnya makin meningkat pula sehingga akan menghasilkan siklus hidrologi yang lebih aktif [4, 5]. Pada siklus hidrologi yang makin aktif ini peluang terjadinya hujan ekstrem akan meningkat lebih cepat dibanding hujan rata rata, karena hujan ekstrim terjadi dipicu oleh ketersediaan kelembaban atmosfir [6]. Dalam konteks pengaruh perubahan iklim, perlu dipertimbangkan pengaruh perubahan intensitas dan frekuensi hujan ekstrim dalam perencanaan struktur bangunan sipil. Sedang dalam kontek proses angkutan sedimen perlu dikaji pengaruh perubahan iklim terhadap volume dan frekuensi terjadinya bencana akibat angkutan sedimen. Mengacu pada daerah studi yaitu DAS Kali Gendol yang berada di lereng Merapi, maka tinjauan pengaruh pergeseran hujan rencana yang ditransfer dalam bentuk debit rencana ini akan berpengaruh terhadap usia tampung rencana sabo dan bangunan penampung sedimen lain.Untuk itu data hujan tercatat pada stasiun

(2)

A-300

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009 Bronggang/ Argomulyo (+ 780 m ASL) yang

berada pada DAS Gendol akan dievaluasi. Gambar 1 menunjukkan DAS Gendol dan Stasiun Pencatat Hujan Bronggang.

Gambar 1: DAS Kali Gendol, Gn Merapi. DAS kali Gendol terletak pada

110

0

26

-110

0

30

Bujur Timur dan 7

0

32

-7

0

45

Lintang

Selatan dengan luas total sekitar 37 km

2

dan panjang sungai utama nya adalah

22,525 km.

Dalam paper ini data yang ditinjau yaitu frekuensi hujan ekstrim, pergeseran nilai frekuensi tinggi hujan tenggat waktu 1979/88, 1989/98 dan 1999/ 2008. Selanjutnya hanya tinggi hujan dan frekuensi hujan pada rentang waktu 1979/88 dan 99/2008 yang akan di analisa lebih lanjut untuk dibutkan kurva Intensitas Durasi Frekuensi nya. Pemilihan kedua rentang waktu tersebut dengan tujuan

untuk lebih bisa memberikan gambaran pengaruh waktu terhadap besaran intensitas hujan. Selanjutnya berdasar pada nilai intensitas hujan, yang diturunkan dari besaran tinggi hujan dengan kala ulang tertentu, pengaruhnya terhadap usia tampung Sabo akan di analisa secara umum.

TINJAUAN PUSTAKA Kriteria hujan

Tingkat curah hujan dinyatakan dalam jumlah curah hujan tiap satuan waktu , biasanya dalam milimeter/ jam atau inchi/ jam. Jumlah tinggi hujan per satuan waktu ini sering disebut sebagai intensitas hujan. Pada alat pengukur hujan otomatis, intensitas hujan dapat diketahui dari kemiringan kurva pencatat hujan. Bila miringnya landai, maka dapat dikatakan intensitasnya rendah sebaiknya bila terjal, maka intensitasnya tinggi. Intensitas hujan memegang peranan penting untuk keperluan perancangan dan perencanaan banguanan sipil. Terutama untuk perencanaan bangunan sipil yang memerlukan hitungan volume air atau menggunakan analisa volume kontrol, seperti : bendungan, sabo dam, bangunan drainasi, bangunan irigasi dan lain lain.

Dengan dasar nilai intensitas hujan pada suatu daerah , maka nilai debit dapat ditentukan. Karena semuanya berupa rancangan, maka Debit yang dimaksudkan disini adalah Debit rancangan yang fungsi, kegunaan dan ketelitiannnya amat ditentukan oleh kala ulangnya. Dalam hal ini data hujan pada masa lalu lah yang dianalisa. Data masa lalu tersebut harus di alihragamkan sedemikian sehingga karakter hujan daerah tersebut bisa digambarkan dengan lebih baik. Dalam paper ini, data hujan yang dipilih berdasar pada hujan lebat atau hujan sangat lebat.

Menurut [7], hujan dapat diklasifikasikan berdasar intensitas hujannya sebagai berikut : Tabel 1: Klasifikasi hujan

Keadaan curah hujan

Intensitas Curah Hujan (mm) Satu Jam Duapuluh empat

Jam Hujan sangat ringan < 1 < 5 Hujan ringan 1-5 5-20 Hujan normal 5-10 20-50 Hujan lebat 10-20 50-100 Hujan sangat lebat >20 >100

Berdasar pada kriteria ini, maka frekuensi hujan dengan tinggi > 50 mm/hari yang akan dievalusi karena termasuk hujan ekstrem. Intensitas Hujan : Lama dan Tinggi Hujan

(3)

A-301 ISBN 978-979-18342-1-6 ) 260 ( 60 ) 120 ( 0008 . 0 60 06 . 0 2 R t t q R Ada hubungan yang unik antara hujan, waktu

hujan dan intensitasnya. Makin pendek waktu hujan, biasanya mempunyai intensitas yang lebih tinggi. Sedangkan makin kecil suatu daerah tangkapan air, waktu konsentrasinya – yaitu waktu yang diperlukan air dari titik terjauh untuk mencapai titik kontrol – akan makin kecil. Hal seperti ini akan sangat perlu dipahami dalam menganalisa debit banjir suatu daerah tertentu. Sedang untuk peluang terjadinya hujan atau debit dengan besar tertentu, dikenal apa yang dinamakan sebagai kala ulang. Analisa perhitungan kala ulang nya menggunakan parameter statistik meliputi yang meliputi Rerata, Simpangan baku, Koefisien asimetris (skewness), Koefisien variasi dan Koefisien kurtosis. Sedangkan jenis distribusi probabilitas yang dipakai untuk analisa adalah : distribusi Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearson III. Uji Chi kuadrat dan uji Smirnov Kolmogorov harus pula dilakukan untuk menguji kesesuaian distribusi terpilih dengan sebaran data. Hasil analisa hujan ini ditampilkan dalam sutu kurva yang disebut kurva IDF. Kurva IDF memberikan informasi tentang hubungan antara intensitas, lama ataupun frekuensi hujan. Beberapa rumus yang sering dipakai di Indonesia untuk membuat kurva IDF adalah rumus Talbot, Sherman dan Ishigoro bila tersedia data pencatat hujan otomatik, sedang bila yang tersedia adalah data harian maka digunakan rumus Mononobe dan Haspers [8,9].

Rumus Talbot b t a I ...(1) I I I N I t I I t I a 2 2 2 . . I I I N t I N I t I b 2 2. . Rumus Sherman n t a I ...(2) t t t N t t I t I a log log log log log . log log . log 2 2 t t t N t I N t I b log log log log . log log . log 2 Rumus Ishiguro b t a I ………...( 3) I I I N I t I I t I a 2 2 2 . I I I N t I N I t I b 2 2 . dimana :

I : Intensitas curah hujan t : Lama hujan

a,b,n : tetapan yang tergantung besarnya kala hujan dan lokasi.

N : jumlah data. Rumus Mononobe m T T t t R I 2424 24 ...( 4) Dimana

I

Tt

: intensitas curah hujan t : lama hujan

RT24

: hujan harian maksimum untuk T kala ulang.

m : 2/3.

Rumus Haspers.

Untuk durasi hujan 0 < t < 2 jam

..(5)

Untuk durasi hujan 2 < t < 19 jam

………...(6) ,dimana q : intensitas curah hujan.

Perhitungan debit dan angkutan sedimen Selanjutnya berdasar pada intensitas hujan hasil analisa tersebut, debit yang mengalir pada tiap penggal sungai ,Q,dihitung dengan rumus Rational sebagai berikut :

Qi =0,278 Ci I Ai (m3/det) ………...(7) Qtot = Ci I Ai (m3/det) ………...(8) ) 1 ( 6 . 3 t R q

(4)

A-302

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009 Sedangkan kedalaman air, h, pada alur sungai

dapat dihitung dengan rumus Manning sebagai : 5 / 3 2 / 1 ) . . ( S B n Q h ………...( 9) dimana : Ai : luas pias i (km2) C : Koefisien run-off

I : Intensitas hujan (mm/jam) n : Manning coefficient B : Lebar sungai (m) S : Slope.

Dengan demikian volume sedimen tiap kali banjir dapat dihitung sesuai dengan mekanisme masing masing :

Untuk aliran individual dapat digunakan rumus rumus angkutan sedimen tunggal non kohesif [11] misalnya dengan rumusan

Meyer Peter

and Muller sebagai berikut:

3 / 2 3 / 1 2 / 3 ' ) ( ) / ( 25 , 0 ) ( 047 , 0 * ) / (k k S d g qb Rh s m

……… (10)

qb adalah berat sediment dalam air tiap

lebar sungai (ton m

3

/det), h adalah

kedalaman air , (k/k

) adalah ripple factor,

S adalah kemiringan dasar sungai.

Perhitungan volume sedimen terangkut

merupakan hasil perkalian dari berat

sedimen per satuan lebar sungai(qb), lebar

sungai (b) dan waktu.

Untuk aliran hiper konsentrasi/ immature

debris, konsentrasi sedimen terangkut

dapat dirumuskan sebagai [2]:

2 2 tan 85 . 11 1 tan 85 . 11 Cd

...(1

1)

Sedang untuk aliran debris yang biasanya

terjadi pada daerah dengan kemiringan

dasar lebih dari 15

0

rumusannya adalah

) tan )(tan ( tan s Cd

……...(1

2)

Volume sedimen terangkut untuk aliran hiper konsentrasi dan aliran debris dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi (Cd), Debit (Q) dan waktu.

Infrastruktur penahan sedimen

Untuk pengelolaan sedimen di sepanjang alur kali Gendol, akan dibangun infrastruktur menampung sedimen dengan kapasitas yang berbeda dan mekanisme penampungan yang berbeda. Infrastruktur tersebut terdiri atas : Sabo dam tipe terbuka maupun tertutup, check dam dan consolidation [12]. Perhitungan usia infrastruktur didisain dengan usia konstruksi

berdasar pada hujan dengan kala ulang tertentu. Hal ini dapat dipahami karena fungsi utama dari bangunan ini adalah sebagai penampung sedimen terangkut pada alur sungai dan volume sedimen terangkut pada suatu penggal sungai amat ditentukan oleh debit air / kecepatan alirannya.

METODOLOGI

Dengan mengacu pada tujuan paper yaitu mengevaluasi pengaruh perubahan data hujan terhadap intensitas hujan rencana ( dalam bentu Kurva IDF ) dan aplikasinya pada infratruktur bangunan sipil, maka langkah pembuatan kurva IDF dan aplikasi perubahan nilai intensitas hujan rencana pada infrastruktur sipil dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2 : Diagram alir aplikasi Kurva IDF.

HASIL DAN ANALISA

Berdasar pada analisa data hujan harian di Argomulyo, frekuensi data tinggi hujan ditampilkan pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2: Frekuensi Hujan Ekstrem Perdekade.

Rentang Hujan

(mm)

1979/1988 1989/1988 1989/2008 Data hujan harian atau jam jaman

Pemilihan dan pengalihragaman data hujan

Analisa data hujan :

analisa parameter statistik analisa distribusi data

analisa uji kesesuaian distribusi

Perhitungan Distribusi hujan Kala Ulang tertentu

Kurva IDF dan Pergeseran nya

Pergeseran Intensitas Hujan

Aplikasi Pergeseran Intensitas terhadap infrastruktur

(5)

A-303 ISBN 978-979-18342-1-6 50-59 37 42 38 60-69 18 18 30 70-79 22 20 21 80-89 4 12 14 90-99 10 9 9 100-109 5 8 4 110-119 4 1 4 120-129 3 5 4 130-139 - 3 1 140-149 - 1 - > 150 3 1 1 Total 106 120 126 Hujan Max 227 mm 334 mm 187.5 mm

Dari Tabel 2 diatas nampak bahwa frekuensi hujan ekstrem meningkat sesuai dengan waktu walaupun tinggi hujan maksimalnya tidak nampak ada hubungannya dengan waktu. Selanjutnya berdasar pada hasil analisa data hujan periode sepuluh tahunan 1979/88 dan 1989/2008 dengan menggunakan Analysis Frequency dapat diketahui intensitas hujan rencana tiap periode tersebut. Hasil analisa terhadap 23 data hujan tertinggi tiap rentang sepuluh tahunan dapat dilihat pada Tabel 3. Dapat pula diinformasikan bahwa dari hasil analisa Frekuensy, kedua kelompok data tersebut terbaik mengikuti distribusi Log Pearson III [10].

Tabel 3: Nilai Hujan Rencana Per Decade Periode ulang Hujan Rencana 1979/1988 (mm/jam) - 1989/2008 (mm/jam) 1.1 78.48 85.14 2 97.11 100.51 10 143.93 134.06 25 175.85 154.61 50 203.70 171.55 100 235.57 189.96 1000 379.44 264.43 10000 610.40 266.37

Selanjutnya Kurva IDF untuk periode ulang 25 tahunan dan 50 tahunan untuk masing masing rentang waktu dapat terlihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Kurva IDF Berdasar pada Perhitungan Hujan Rencana 25 tahunan 0 100 200 300 400 500 600 0 200 400 600 800 Waktu (m enit) T in g g i H u ja n ( m m ) R25 (79/88) R25 (99/08)

Gambar 3: Perbandingan Tinggi Hujan pada

Kurva IDF Berdasar R25.

Kurva IDF Berdasar pada Perhitungan Hujan Rencana 50 tahunan 0 100 200 300 400 500 600 700 0 200 400 600 800 Waktu (m enit) T in g g i H u ja n ( m m ) R50 (79/88) R50 (99/08)

Gambar 4: Perbandingan Tinggi Hujan pada

Kurva IDF Berdasar R50.

Berdasar pada Gambar 3 dan Gambar 4 nampak bahwa ada pergeseran nilai intensitas hujan, dimana untuk periode hujan 1999/2008 nilainya lebih kecil dari intensitas hujan periode 1979/1988. Besaran pergeseran nilai tersebut adalah sebesar -12 prosent untuk hujan rencana periode 25 tahunan dan -15.78 prosen untuk hujan rencana 50 tahunan. Bila hujan rencana tiap periode tersebut di konversikan kedalam perumusan hujan dan selanjutnya dipergunakan untuk menghitung volume sedimen terangkut tiap kali banjir, maka dapat pula diketahui waktu yang diperlukan untuk mengisi tiap struktur penahan sedimen. Infrastruktur penahan sedimen di DAS Gendol direncanakan dengan data hujan 50 tahunan. Dengan asumsi tidak ada perubahan kondisi alam sehingga koefisien run off nya konstan dan kondisi alur sungai relatif stabil, maka dapat dikatakan bahwa Sabo dam tersebut akan memerlukan waktu pemenuhan sedimen 1.18 kali lebih lama.

(6)

A-304

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009 KESIMPULAN

Dari hasil analisa data hujan harian yang tercatat pada Stasiun Pencatat Hujan di Bronggang- Desa Argomulyo, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Jumlah hujan dengan ketinggian > 50 mm perhari menjadi semakin sedikit dari dekade ke dekade.

2. Dari analisa distribusi hujan dapat diketahui bahwa untuk data seri sepuluh tahunan di daerah studi mengikuti distribusi Log Pearson.

3. Ada penurunan intensitas hujan sebesar 12 % untuk hujan rencana 25 tahunan dan 15 % untuk hujan rencana 50 tahunan. 4. Sebagai akibatnya, ada ketidak akuratan

perhitungan dimensi infrastruktur penahan sedimen.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan kerendahan hati penulis berterimakasih kepada DR. Rachmad Jayadi, M.Eng dan teman peneliti di laboratorium Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, tempat dimana penulis saat ini sedang menyelesaikan studi lanjut, atas bantuan dan saran perbaikan melalui diskusi yang hangat sehingga paper ini dapat terselesaikan.

Daftar Pustaka

[1] Kunkel K.E., Pielke Jr.,R.A., Changnon,S.A., 1999, Temporal fluctiation in weather and climates extremes that cause economic and human health impact: a review. Bull Am.Meteorol. Soc. 80 (6), 1077-1099. [2] Takahashi, 1991, Debris Flow, Published

for IAHR, AA Balkema, Rotterdam, Brookfield.

[3] Castelanos Abella E.A and van Westen C.J. , 2007Generation of landslide risk index map for Cuba using spatial multi-kriteria evaluation, Landslide(2007) 4:311-325

[4] Trenbert K.E, 1999, Conceptual framework of changes of extreme hydrological cycle with climate change, Climate change 42, 327-339.

[5] Trenbert K.E., Dai A., Rasmusen R.M., Parsons D.B., 2003, the changing character of precipitation. Bulletin Am. Meteorol. Soc.84, 1205-1217.

[6] Allen, M.R., Ingram W.J., 2002, Constraints of the future changes in climate and hydrological cycle, Nature 419, 224-232.

[7] Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. ,1977, Hidrologi untuk Pengairan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

[8] Ahmadra Penta Wardana Putra, 2005, Kajian Beberapa rumus Intensitas Curah Hujan, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

[9] Sri Harto, Br., 2000, Hidrologi : Teori, Masalah dan Penyelesaian, Nafiri Offset, Yogyakarta.

[10] Chow, V.T., Maidment, M.R and Mays,L.W., 1988, Applied Hydrology, McGraw Hill, New York. [11] Jansen, P.Ph.(editor), 1979: Principle of

River Engineering : The non-tidal alluvial river, DUM b.v., Delft, The Netherlands.

[12] NN, 2001: Main report review Master Plan Study, Proyek Pengendalian Lahar Gunung Merapi Pulau Jawa, bagian Proyek Pengembangan dan Rekayasa Sabo, Yogyakarta.

Gambar

Gambar  1  menunjukkan  DAS  Gendol  dan  Stasiun Pencatat Hujan Bronggang.
Gambar  2  :  Diagram  alir  aplikasi  Kurva  IDF.
Tabel 3: Nilai Hujan Rencana Per Decade  Periode ulang  Hujan Rencana   1979/1988 (mm/jam)  -  1989/2008 (mm/jam)  1.1  78.48  85.14  2  97.11  100.51  10  143.93  134.06  25  175.85  154.61  50  203.70  171.55  100  235.57  189.96  1000  379.44  264.43  1

Referensi

Dokumen terkait

pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi, penyusunan rencana pendapatan asli daerah, bagi hasil dan lain-lain pendapatan daerah yang sah,

Dari hasil analisis data tersebut dapat dikatakan bahwa fungsi humor yang berfungsi sebagai alat untuk memperbaiki situasi tegang dan kaku menempati urutan

(1) Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pnyelesian kasus tindak pidana perkosaan wanita depresi melalui mediasi penal “vitim Offender

Kami mengikuti bimbingan teknis karakter bangsa ini melalui kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan adalah untuk meningkatkan kompetensi saya mengenai pendidikan

Analisis implementasi model public relations yang cenderung diterapkan dalam mensosialisasikan budaya lokal kepada generasi muda dapat dilihat dari empat

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengirimam daya nyata yang optimal pada pembangkit adalah: beroperasinya generator yang efisien, biaya bahan bakar, dan rugi-rugi

tidak boleh mempengaruhi pelajar etnik India bertingkah laku devian. d) Untuk mengenal pasti sama ada penglibatan terhadap aktiviti sosial/. kemasyarakatan boleh atau