La
Lapoporaran n PrPrakaktitikukum m TeTeknknolologogi i HariHari, , tatangnggagal: l: KaKamimis, s, 1 1 ApApriril l 20201010 Minya
Minyak k AtsiAtsiri, ri, RempahRempah, , dan dan FitoFitofarmfarmaka aka Dosen Dosen : : Ir. Ir. SemanSemangat gat KetarKetaren, en, MSMS Asisten : Asisten : 1 1. . SShhaanntty y RR. . PP. . FF3344060600886655 2. 2. Nurul Nurul P. P. F34061F34061564564 3. 3. AmaliAmalia a W. W. F34062F34062201201 4. 4. ShellShelly y F. F. F34062F34062826826
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI
(PENYULINGAN,
(PENYULINGAN,
ENFLEURASI ENFLEURASI, DAN OLEORESIN)
, DAN OLEORESIN)
Oleh: Oleh:
Nur Widi Kusumaningtyas F34070005 Nur Widi Kusumaningtyas F34070005
Eny Rohmayani F34070022 Eny Rohmayani F34070022 Alisia Rahmaisni F34070034 Alisia Rahmaisni F34070034 2010 2010
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR BOGOR
A.
A. LATAR LATAR BELAKABELAKANGNG
Pad
Pada a mulmulanyanya a ististilailah h ”mi”minyanyak k atsatsiriiri” ” ataatau u ”mi”minyanyak k eteeterisris” ” adaladalahah istilah yang digunakan untuk minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari istilah yang digunakan untuk minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap. Definisi ini digunakan untuk tanaman dengan cara penyulingan uap. Definisi ini digunakan untuk membedakan minyak atau lemak dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman membedakan minyak atau lemak dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya.
penghasilnya.
Pada permulaan sejarah
Pada permulaan sejarah minyaminyak k atsiratsiri, i, manusimanusia a menarumenaruh h perhatperhatianian besar terhadap pernapasan tanaman yang berbau wangi dan kemudian dari besar terhadap pernapasan tanaman yang berbau wangi dan kemudian dari ta
tananamaman n yayang ng mumudadah h rurusasak k ititu u diditetemumukakan n adadananya ya sesenynyawawa a kikimimia a yayangng menguap. Wangi yang khas dari tanaman ini dapat diambil (diekstrak) dengan menguap. Wangi yang khas dari tanaman ini dapat diambil (diekstrak) dengan berbagai cara, antara lain dengan cara yang paling sederhana dengan berbagai cara, antara lain dengan cara yang paling sederhana dengan menguapkan minyak selanjutnya ditempuh dengan panambahan air ataua uap menguapkan minyak selanjutnya ditempuh dengan panambahan air ataua uap untuk memepertinggi mutu minyak yang dihasilkan.
untuk memepertinggi mutu minyak yang dihasilkan.
Pada praktikum kali ini diperkenalkan berbagai cara yang biasanya Pada praktikum kali ini diperkenalkan berbagai cara yang biasanya digunakan untuk mengambil ekstrak minyak atsiri dari komoditi, yaitu digunakan untuk mengambil ekstrak minyak atsiri dari komoditi, yaitu penyulingan,
penyulingan, enfleurasienfleurasi, , dan dan oleoleoreoresinsin. . KetKetiga iga carcara a eksekstratraksi ksi ini ini memmemililikiiki perbedaan masing-masing, baik dalam hal bahan yang dapat diproses, prinsip perbedaan masing-masing, baik dalam hal bahan yang dapat diproses, prinsip kerja, dan alat-alat yang digunakan.
kerja, dan alat-alat yang digunakan.
B.
B. TUJTUJUANUAN
Tujuan dari praktikum ekstraksi (penyulingan,
Tujuan dari praktikum ekstraksi (penyulingan, enfleurasienfleurasi, dan, dan oleoresin) minyak atsiri adalah:
oleoresin) minyak atsiri adalah:
1. Mengetahui berbagai metode yang biasanya digunakan untuk mengekstrak 1. Mengetahui berbagai metode yang biasanya digunakan untuk mengekstrak
kandungan minyak atsiri dari berbagai macam
kandungan minyak atsiri dari berbagai macam tanaman atsiritanaman atsiri
2. Mengetahui alat-alat apa saja yang dibutuhkan untuk mengekstrak minyak 2. Mengetahui alat-alat apa saja yang dibutuhkan untuk mengekstrak minyak
atsiri tertentu atsiri tertentu
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan pada proses penyulingan adalah daun nilam, sedangkan alat yang digunakan adalah satu set ketel suling yang dilengkapi dengan labu Florentine, timbangan, pisau, termometer, dan botol penyimpan minyak. Bahan yang digunakan pada ekstraksi dengan pelarut adalah lada dan cengkeh yang sudah diiris tipis-tipis dan dihaluskan, larutan etanol, hexana dan kloroform. Alat yang digunakan pada ekstrak ini antara lain soxlet apparatus, rotary evaporator , timbangan, penangas air, labu takar, dan botol penyimpan minyak.
Bahan dan alat yang diguanakan pada proses enfleurasi ini adalah lemak (shortening ), bunga sedap malam, bunga melati, alkohol 90%, chassis, timbangan, labu takar, rotary evaporator , freezer , pisau, sudip atau pengaduk, alumunium foil, dan botol penyimpan minyak.
B. METODA
• Enfleurasi
Penyiapan alat suling
Pemasukkan bahan (tanaman nilam) ke dalam ketel suling ± 5cm di bawah leher angsa
Pengisian air ke dalam ketel suling ± 5cm di bawah sarin an
Pemasangan labu Florentine dan mengalirkan air melalui kondensor
Pemanasan ketel langsung dengan api (penyulingan)
Pencatatan tetesan kondesat pertama (penyulingan dilakukan ± 2 jam)
Pemisahan hasil (minyak) dalam labu Florentine
Pemasukkan minyak dalam botol dan disimpan
Penghitungan rendemen
• Oleoresin Pengolesan chassis Penaburan Penyimpanan chassis di suhu ruang Lemak
Bunga yang sudah ditimbang Pengeluaran bunga Pengerokan lemak Pelarutan Alkohol 90% Pendinginan dalam freezer Penyaringan lemak Penguapan pelarut dengan rotary eva orator Penimbangan absolute enfleurasi Penghitungan rendemen Penimbangan bobot bahan baku
III. PEMBAHASAN Pemasangan soxlet Pemanasan Ekstraksi Penguapan pelarut dengan rotary evaporator Penimbangan bobot oleoresin Penghitungan rendemen Pemasukkan bahan ke dalam soxlet Pengisian soxlet dengan elarut
A. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Penyulingan
Bahan Berat Bahan (gram) Berat akhir (gram) Rendemen (%) Nilam 6300 68,9 1,087 Tabel 2. Enfleurasi
Bahan Bobot bahan (gram) Bobot minyak (gram) Rendemen (%) Melati 234,21 3,98 1,70 Sedap malam 324,63 2,77 0,85 Tabel 3. Oleoresin
Bahan Bobot bahan (gram) Bobot minyak (gram) Rendemen (%) Cengkeh 8,67 7,69 88,67 Lada 7,77 4,78 61,52 B. PEMBAHASAN
Minyak yang terdapat di alam dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: minyak mineral (mineral oil ), minyak yang dapat dimakan (edible fat ) dan minyak atsiri (essential oil ) (Guenther, 1987). Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (volatile oil ) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent teste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut air. Minyak atsiri ini merupakan salah satu dalam hasil sisa dari proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesis dalam sel glandular pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus (Ketaren, 1981).
Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman yang termasuk dalam famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman, yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar atau rizhome. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau terdapat dibuat secara sintetis (Richards, 1994).
1. PENYULINGAN
Sebagian minyak atsiri pada umumnya diperoleh dengan cara penyulingan dengan menggunakan uap air atau disebut juga dengan cara hidrodestilasi (Guenther, 1987). Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Setiap substansi yang mudah menguap memiliki titik didih dan tekanan tertentu dan hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umunya tekanan uap ini sangat rendah untuk persenyawaan yang memilki titik didih yang sangat tinggi. Selanjutnya intensitas suatu bau (harum yang dihasilkan, dengan beberapa pengecualian pada kondisi tertentu) merupakan manifestasi dari sifat mudah menguap persenyawaan yang menghasilkan bau harum tersebut.
Secara umum ada 3 macam penyulingan, yaitu:
1.
Penyulingan dengan air (Water Distillation)Penyulingan dengan air adalah suatu metode penyulingan bahan yang mengandung minyak atsiri dengan cara mengontakkan
bahan dengan air mendidih secara langsung. Bahan akan mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka (berlubang) (Richards, 1994).
2.
Penyulingan dengan air dan uap (Water & Steam Distillation)Penyulingan dengan air dan uap. Pada metode penyulingan ini, bahan kan diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbgai cara, yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini adalah: 1) uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas; 2) bahan yang disuling hanya berhubugan dengan uap dan tidak dengan air panas.
3.
Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)Penyulingan dengan uap. Metode ini disebut penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan penyulingan dengan air dan uap, kecualiair tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dilairkan melalui pipa uap melingkar yang berpori dan terletak di bawah bahan. Lalu uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan. Pemilihan dari metode penyulingan apa yang digunakan akan mempengaruhi mutu dan rendemen yang dihasilkan.
Ada 3 peristiwa pokok yang terjadi pada saat penyulingan atau hidrodestilasi, yaitu:
1.
Difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman atau disebut dengan hidrodifusiPada bahan yang dirajang, sebagian minyak atsiri keluar ke permukaan bahan dan kan segera menguap oleh uap panas. Minyak selebihnya yang muncul ke permukaan pada proses difusi melalui selaput tipis yang terdiri dari jarigan tanaman. Istilah difusi dalam konteks ini adalah penetrsi dari berbagai persenyawaan secara timbal balik, sehingga tercapai suatu kesetimbangan. Difusi seperti ini disebabkan oleh gaya yang terdapat pada molekul cairan. Jika cairan yang berdifusi tidak dipisahkan oleh dinding (membran) d isebut sebagai difusi bebas, sedangkan jika difusi cairan melalui membran yang permeabel disebut dengan osmosis.
Penyulingan bahan erat kaitannya dengan proses difusi, terutama peristiwa osmosis. Dalam penyulingan uap, tidak terjadi penetrasi oleh uap ke dalam sel membran yang kering. Hal ini dapat dibuktikan dengan penyulingan bahan menggunakan uap panas bersuhu tinggi (kering). Hasil akhir akan mengering seluruhnya, dan baru stelah dilanjutkan dengan penyulingan uap jenuh akan dihasilkan minyak atsiri yang masih tertinggal dalam bahan. Jadi, bahan kering hanya dapat disuling dengan uap kering, jika minyak atsiri telah dibebaskan dari sel bahan dengan cara perajangan (Guenther, 1987).
2.
Hidrolisis terhadap beberapa komponen minyak atsiriHidrolisis diartikan sebagai reaksi kimia antara air dengan bebrapa persenyawan dalam minyak atsiri. Komponen dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari ester dan bahkan beberapa jenis minyak mengandung ester dalam jumlah yang banyak yang merupakan ester dari bahan organik dan alkohol. Dua hal penting yang memerlukan perhatian dalam mempelajari akibat reasi hidrolisis selama penyulingan: 1) reaksi berlangsung tidak sempurna. Bila pada permulaan reaksi terdapat ester dan air panas, maka hanya sebagian
ester yang akan terurai hingga terjadi kesetimbangan. Sebagai hasilnya, di dalam campuran akan terdapat ester, air, alkohol, dan asam; 2) jika hanya ada asam dan alkohol pada permulaan maka keempat persenyawaan tersebut juga terdapat pada saat kesetimbangan tercapai.
Reaksi hidrolisis dalam penyulingan minyak atsiri berlangsung secara kontinyu dengan kecepatan yang dapat diukur. Reaksi ini tidak selalu lancar karena kelangsungannya tergantung dari lamanya kontak antara air dengan minyak. Jelas hal ini merupakan kelemahan dari penyulingan dengan menggunkan air, karena pada proses penyulingan waktu kontak antara air dengan minyak berlangsung cukup lama.
3.
Dekomposisi yang biasanya disebabkan oleh panasTekanan pada penyulingan (tekanan atmosfer, di atas, atau di bawah tekanan atmosfer) dapat diatasi, tetapi suhu uap atau campuran uap yang menerobos bahan dalam ketel penyulingn dapat berfluktuasi (naik-turun) tergantung dari fluktuasi tekanan. Pada awal pemanasan (suhu rendah), persenyawaan dalam minyak atsiri yang bertitik didih rendah akan dibebaskan akibat perajangan dan akan menguap terlebih dahulu. Jika persenyawaan minyak atsiri yang bertitik didih lebih tinggi jumlahnya dominan dalam uap dan jumlah uap air minyak atsiri dalam fase uap mulai berkurang, maka suhu akan naik secara bertahap hingga mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional.
Pada saat praktikum digunakan daun tanaman nilam untuk diperoleh minyak nilam. Nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan sama (minyak nilam). Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai (daun), karena minyaknya disuling dari daun). Aroma minyak nilam dikenal 'berat' dan 'kuat' dan telah berabad-abad digunakan sebagai wangi-wangian (parfum) dan bahan dupa
atau setanggi pada tradisi timur. Harga jual minyak nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya.
Minyak nilam tergolong dalam minyak atsiri dengan komponen utamanya adalah patchoulol. Daun dan bunga nilam mengandung minyak ini, tetapi orang biasanya mendapatkan minyak nilam dari penyulingan uap terhadap daun keringnya (seperti pada minyak cengkeh). Di Indonesia minyak nilam juga disuling dari kerabat dekat nilam yang asli dari Indonesia, nilam Jawa (Pogostemon heyneani), yang memiliki kualitas lebih rendah.
Minyak nilam yang baik umumnya memiliki kadar PA di atas 30%, berwarna kuning jernih, dan memiliki wangi yang khas dan sulit dihilangkan. Minyak nilam jenis ini didapat dengan menggunakan teknik penyulingan uap kering yang dihasilkan mesin penghasil uap (boiler ) yang diteruskan ke dalam tangki reaksi (autoklaf ).Selanjutnya uap akan menembus bahan baku nilam kering dan uap yang ditimbulkan diteruskan ke bagian pemisahan untuk dilakukan pemisahan uap air dengan uap minyak nilam dengan sistem penyulingan. Minyak nilam yang baik dihasilkan dari tabung reaksi dan peralatan penyulingan yang terbuat dari baja tahan karat (stainless steel ) dan peralatan tersebut hanya digunakan untuk menyuling nilam saja (tidak boleh berganti-ganti dengan bahan baku lain).
Karena sifat aromanya yang kuat, minyak ini banyak digunakan dalam industri parfum. Sepertiga dari produk parfum dunia memakai minyak ini, termasuk lebih dari separuh parfum untuk pria. Minyak ini juga digunakan sebagai pewangi kertas tisu, campuran deterjen pencuci pakaian, dan pewangi ruangan. Fungsi yang lebih tradisional adalah sebagai bahan utama setanggi dan pengusir serangga perusak pakaian. Aroma minyak nilam dianggap 'mewah' menurut persepsi orang Eropa, tetapi orang sepakat bahwa aromanya bersifat menenangkan (Guenther, 1950).
Berikut adalah gambar rangkaian alat yang digunakan untuk menyuling minyak nilam:
Gambar rangkaian alat penyulingan (Sumber: www.situsMESIN.com) Alat penyulingan di atas terdiri dari 4 buah tabung. Dimulai dari tabung yang paling kiri yang berukuran paling kecil adalah tabung bahan bakar yang memiliki selang yang terhubung ke kompor. Fungsi selang ini adalah untuk menyalurkan bahan bakar ke kompor yang selanjutnya digunakan untuk memanaskan bahan atau dengan kata lain agar terjadi penyulingan.
Tabung yang terletak kedua dari kiri adalah boiler yang berfungsi untuk menghasilkan uap panas. Uap panas ini berasal dari sumber air yang dihubungkan ke tabung tersebut. Lalu dengan adanya kompor yang terletak di bawahnya akan terjadi pemanasan air hingga berubah fasa menjadi uap panas. Boiler ini memiliki pipa yang terhubung dengan tabung di sebelah kanan yang berfungsi untuk menyalurkan uap panas tersebut.
Lalu, tabung yang terletak ketiga dari sebelah kiri adalah tabung untuk meletakkan bahan yang akan disuling atau diekstrak. Pada saat praktikum kemarin bahan yang digunakan adalah nilam yang terdiri dari daun, batang,
dan akar yang sudah dikeringkan atau dilayukan sebelumnya. Tujuan dari pelayuan ini adalah untuk memberikan kesempatan pada tanaman nilam untuk memproduksi minyak atsiri lebih banyak sehingga rendemen yang didapat saat penyulingan akan lebih maksimal.
Penempatan bahan di dalam tabung tempat bahan harus diatur, karena akan mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh. Pada saat memasukkan bahan, penyebarannya harus teratur jangan terlalu padat dan jangan terlalu renggang. Jika terlalu rapat maka uap panas tidak akan dapat melewati bahan dengan sempurna, sehingga uap komponen atsiri dari bahan yang terbawa oleh uap panas tidak akan maksimal. Sebaliknya jika penyusunan bahan terlalu renggang akan menimbulkan rat holes yang juga menyebabkan hasil penyulingan tidak maksimum mengandung komponen atsiri.
Tabung yang terletak keempat dari kiri adalah kondensor. Fungsi kondensor ini adalah untuk mengubah uap air panas yang mengandung uap minyak atsiri menjadi fasa cair. Jumlah panas yang dikeluarkan pada saat kondensasi sebanding dengan uap panas yang diperlukan untuk penguapan uap minyak dan uap air (Sumber: www.situsMESIN.com).
Berdasarkan data hasil praktikum penyulingan dapat diketahui rendemen yang dihasilkan sebesar 1.087%. Nilai cukup besar jika dibandingkan dengan literatur dalam Guenther (1987), yang menyataan bahwa kandungan minyak atsiri dari hasil sulingan tanaman nilam adalah sebesar 0.12-0.13%. Tingginya nilai rendemen dari minyak nilam menandakan bahwa efisiensi dari penggunaan ketel penyulingan sudah optimal, terbukti dengan dihasilkannya produk akhir berupa ampas bahan-bahan yang sudah tidak dapat disuling dengan berat hanya 68.5 gram yang terpaut cukup jauh dari berat awal bahan yang mencapai 6300 gram.
Menurut Guenther (1987), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah rendemen hasil penyulingan, yaitu:
1.
Laju penyulingan, dimana lajunya harus diatur sesuai dengan diameter alat dan volume antar ruang dari bahan. Jika kecepatanterlalu rendah, maka uap akan berhenti pada bagian bahan yang padat dan proses ekstraksi minyak tidak mungkin berlangsung dengan sempurna. Tapi sebaliknya, jika kecepatan terlalu tinggi maka uap akan memecahkan bahan dan membentuk jalur uap (rat holes) dan akan mengangkut bahan ke dalam kondensor sehingga menghambat aliran uap dalam kondensor.
2.
Tekanan diferensial di luar dan di dalam kelenjar minyak3.
Pengaruh kadar air dan panas terhadap jaringan tanaman4.
Pengeruh metode penyulingan terhadap mutu minyak atsiri. Mutu maupun sifat fisiko-kimia minyak atsiri dipengaruhi oleh bahan (umur, keadaan kering atau segar), dan cara penyulingan yang dilakukan. Terdapat perbedaan hasil yang cukup signifikan antara penyulingan air dengan penyulingan uap. Misalnya dalam Guenther (1950), mengatakan bahwa penyulingan daun nilam dengan mtode penyulingan uap menghasilkan rendemen 3.27% minyak atsiri. Sedangkan dengan penyulingan air hanya sebesar 2.98%. minyak yang diekstrak dengan cara terakhir ini mengandung sejumlah kecil zat yang bertitik didih tinggi (dengan bobot jenis yang tingg, bau yang keras dan mempunyai daya fiksasi).2. ENFLEURASI
Di daerah Grasse (Perancis bagian selatan), bunga telah diproses dengan menggunakan metode enfleurasi jauh sebelum diketahuinya metode ekstraksi yang modern, yaitu dengan menggunakan pelarut yang mudah menguap. Minyak bunga hasil ekstraksi dengan lemak dan alkohol sebagai pencuci lemak, disebut floral extraits. Bahan ini dicampur dengan minyak atsiri tertentu dan tincture, dalam pembuatan jenis parfum tradisional.
Mekanisme kerja enfleurasi cukup sederhana. Jenis bunga tertentu, misalnya sedap malam atau melati seperti yang digunakan dalam praktikum
setelah dipetik masih meneruskan aktifitas fisiologisnya sehingga memproduksi minyak dan mengeluaran bau wangi. Lalu dengan menggunakan lemak yang memiliki daya adsorpsi yang tinggi, bau wangi dari bunga akan terserap oleh lemak yang digunakan. Bunga segar hasil pemetikan ditaburkan di atas lemak (corp) yang telah disediakan dan dibiarkan selama 24 jam (untuk bunga melati), lalu diganti lagi dengan bunga yang masih segar. Pada akhir proses lemak akan jenuh oleh minyak bunga. Kemudian minyak bunga tersebut diekstrak dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan.
Prinsip enfleurasi adalah adsorpsi minyak atsiri yang bersifat volatile oleh lemak. Proses penyerapan oleh lemak hanya terjadi pada permukaan lemak (secara fisik). Lemak merupakan trigliserida (ester dari gliserol dan asam lemak) yang memiliki ikatan-ikatan rangkap yang membentuk struktur ruang tiga dimensi sehingga gugus-gugus ester pada lemak merupakan jerat. Proses penjeratan terjadi karena gaya tarik menarik antara ester dari lemak dengan minyak atsiri sehingga lemak mampu menyerap minyak atsiri yang bersifat volatile.
Keberhasilan dari enfleurasi bergantung pada lemak yang digunakan. Lemak yang digunakan haruslah tidak berbau dan mempunyai konsistensi tertentu. Jika lemak terlalu keras, maka kontak antara lemak dan bunga relatif sulit sehingga akan mengurangi daya adsorpsi dan rendemen minyak bunga yang dihasilkan. Sebaliknya, jika lemak terlalu lunak maka bunga yang disebarkan pada permukaa lemak akan masuk ke dalam lemak. Sehingga bunga yang layu serta lemak yang melekat pada bunga akan sulit untuk dipisahkan. Selain itu lemak juga harus bersifat setengah keras, sehingga bunga yang tertinggal pada bagian permukaan akan dapat dipisahkan dengan mudah (Guenther, 1950).
Pada saat enfleurasi digunakan chassis yang terdiri dari bingkai kayu berbentuk persegi empat dengan tebal 2 inchi, panjang 20 inchi, dan lebar 16 inchi. Pada sisi bingkai diletakkan sebuah piring gelas (glass plate) untuk
meletakkan lemak yang digunakan untuk mengadsorp minyak dari bunga. Lalu bunga yang telah dibersihkan dari kotoran brupa daun dan tangkai, diletakkan di atas lemak yang telah dioleskan di atas glass plate.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa bunga yang basah karena embun sebaiknya jangan digunakan karena dapat menimbulkan ketengikan pada lemak (oksidasi lemak karena adanya kandungan H2O). Selanjutnya
chassis ditutup dan dibiarkan selama 24 jam atau lebih, tergantung dari jenis bunga yang digunakan.
Setelah 24 jam, sebagian besar minyak bunga telah keluar dan bunga pun mulai layu sehingga menimbulkan bau yang tidak enak. Bunga yang layu tersebut harus dipisahkan atau disebut sebagai proses defleurasi. Kemudian lemak tersebut kembali ditaburi lagi dengan bunga sejenis yang segar unuk melanjutkan proses enfleurasi selanjutnya. Begitulah proses enfleurasi dan defleurasi akan terjadi berulang kali hingga telah cukup diperoleh minyak bunga.
Hal yang perlu diingat adalah pada saat memoleskan lemak di permukaan glass plate, lemak hendaknya digores dengan menggunakan sisir logam atau alat apapun yang bisa menciptakan pola garis-garis di permukaan lemak. Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan penyerapan minyak bunga oleh lemak, sehingga minyak bunga yang diserap akan lebih banyak (Guenther, 1950).
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data rendemen dari bunga melati lebih besar daripada bunga sedap malam. Rendemen dari bunga melati adalah 1,7% sedangkan rendemen dari bunga sedap malam adalah 0,85%. Rendemen yang dihasilkan tergolong rendah, lemak belum jenuh oleh minyak karena dalam praktikum enfleurasi tidak dilakukan penggantian bunga sebanyak 36 kali. Padahal lemak akan jenuh oleh minyak (optimum) jika dilakukan penggantian bunga sebanyak 36 kali. Selain itu, dapat disebabkan karena praktikan belum terampil dan belum berpengalaman dalam melakukan metode enfleurasi. Menurut Ketaren (1985), kelemahan proses enfleurasi
dibanding cara ekstraksi dengan pelarut menguap adalah proses enfleurasi memerlukan tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman.
Tingkat kemekaran bunga berpengaruh terhadap rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat kemekaran bunga, semakin tinggi aroma yang dihasilkan, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi, rendahnya rendemen minyak atsiri yang dihasilkan juga dapat disebabkan terlalu tingginya tingkat kemekaran bunga, karena minyak yang ada telah banyak menguap ke udara.
Menurut ketaren (1985), bunga sedap malam dengan tingkat kemekaran 50-75% menghasilkan rendemen tinggi. Hal ini disebabkan pada tingkat kemekaran tersebut mahkota bunga telah terbuka sehingga pori-porinya banyak bersentuhan dengan oksigen pada proses respirasi akibatnya intensitas bau wangi yang dihasilkan tinggi.
3. OLEORESIN
Oleo = minyak, resin = gum, jadi oleoresin adalah campuran minyak dan resin atau gum diperoleh hasil ekstraksi, pemekatan dan stadarisasi minyak atsiri (minyak essential dan komponen non volatile dari rempah-rempah). Oleoresin biasanya berbentuk cairan kental, pasta atau padat yang memiliki aroma dan rasa sesuai dengan bahan yang diekstraksi. Oleoresin berupa cairan kental yang kadangkala berwarna dan mempunyai sifat pelarutan yang berbeda pada pengolahan pangan. Sifatnya berbeda dengan minyak esensial, yaitu mempunyai titik didih, nonvolatile, dan termostabil.
Pengertian oleoresin sering disamakan dengan minyak atsiri, yang sebenarnya keduanya berbeda. Minyak atsiri dapat dihasilkan dengan cara penyulingan dan hanya mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile oil) yang tersuling dari bahan olah yang mempunyai aroma yang kuat. Sedangkan oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik, sehingga selain mengandung minyak atsiri juga mengandung resin yang tidak menguap yang menentukan rasa khas rempah.
Oleoresin diperoleh dari ekstraksi bahan yang telah dihaluskan dengan menggunakan pelarut organik yang mudah menguap. Beberapa pelarut yang dapat digunakan antara lain, etil alkohol, metil alkohol, isopropil alkohol, metilen atau etilen klorida, heksan, dan aseton. Ekstraksi oleoresin dapat dilakukan dengan cara:
1. Ekstraksi secara langsung
Ekstraksi secara langsung memiliki beberapa kelebihan, yaitu pengerjaan dan peralatan yang digunakan lebih murah dan mudah. Sedangkan kekurangannya adalah minyak atsiri dari bahan dapat terbawa oleh pelarut pada saat pemisahan. Sehingga perlu ketelitian pada saat pemisahan
2. Ekstraksi secara tak langsung
Ekstraksi secara tak langsung pun memiliki kelebihan, yaitu menghasilkan oleoresin lebih optimal (efisien). Sedangkan kekurangannya adalah proses pengerjaan lebih mahal dan rumit (Guenther, 1950).
Ekstraksi oleoresin dapat dilakukan 2 tahap, yaitu: ekstraksi tahap satu dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tahap 1: tahap esktraksi dengan pelarut yang cukup, sehingga semua zat terlarut (bahan aktif oleoresin) dapat terekstrak. Ampas hasil ekstraksi oleoresin masih mengandung pelarut yang juga masih mengandung zat terlarut (solute) oleoresin. Ekstraksi multi tahap: dimana pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai.
Faktor penting dalam ekstraksi oleoresin adalah pemilihan pelarut, pelarut tersebut tidak berbahaya bagi para pekerja dan tidak bersifat racun. Beberapa pelarut yang biasa dipakai adalah aseton, etanol, metanol, heksana dan etilen diklorida. Jumlah pelarut juga akan mempengaruhi jumlah oleoresin yang dihasilkan. Semakin besar volume pelarut, maka jumlah oleoresin yang terekstrak juga semakin besar sehingga hasilnya akan bertambah terus sampai larutan menjadi jenuh pelarut. Dalam pemilihan jenis
pelarut yang harus diperhatikan adalah daya melarutkan oleoresin, titik didih, sifat racun dan mudah tidaknya terbakar serta sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi.
Ekstraksi dengan pelarut ini menggunakan peralatan soxlet. Bahan dibungkus dengan kertas saring agar bahan kasar tidak bercampur dengan pelarut. Pelarut diuapkan dengan dilakukan pemanasan. Pelarut yang menguap ini akan dikondensasikan dengan kondensor yang terdapat pada soxhlet. Setelah pelarut terkondensasi, pelarut akan merendam bahan yang diekstrak dan melarutkan komponen oleoresin yang terdapat dalam bahan sehingga sebagian oleoresin terekstrak.
Berdasarkan hasil praktikum, cengkeh memiliki rendemen yang lebih tinggi daripada lada. Rendemen cengkeh adalah sebesar 88,67 % sedangkan rendemen lada sebesar 61,52%. Menurut Ketaren (2004), kadar oleoresin dalam bahan kering dari lada dan cengkeh masing-masing adalah 11-13% pada lada dan 5-10% pada cengkeh. Terdapat perbedaan nilai rendemen yang jauh dari literatur dan dari data percobaan. Hal ini dapat disebabkan oleh pelarut yang masih terkandung di dalam minyak, jenis pelarut yang digunakan karena jenis pelarut tergantung dari bahan yang akan diekstrak, ukuran partikel tiap bahan yang diperlakukan karena akan berpengaruh terhadap luasan permukaan bahan.
Jika luas permukaan bahan yang diekstrak semakin besar atau luas maka kontak pelarut dengan oleoresin yang ada dalam bahan juga besar sehingga oleoresin yang diekstrak juga banyak. Selain sifat kepolarannya, titik didih pelarut juga sangat mempengaruhi rendemen minyak.
IV. KESIMPULAN
Pengambilan minyak atsiri dari bahan yang mengandung minyak atsiri (ekstraksi) berbeda-beda tergantung dari bahan yang akan diproses. Contoh dari beberapa cara ekstraksi dari minyak atsiri yaitu, dengan penyulingan, ekstraksi dengan pelarut, enfleurasi dan oleoresin Dalam ekstraksi juga digunakan pelarut-pelarut yang berbeda-beda yang dipilih berdasarkan sifat bahan dan juga sifat dari pelarut itu sendiri.
Rendemen yang dihasilkan dari hasil praktikum adalah sebesar 1,087% (proses penyulingan dilakukan ± 2 jam). Rendemen yang dihasilkan dari proses penyulingan sangat tergantung dari lamanya proses penyulingan. Waktu yang terlalu singkat dan perlakuan yang tidak hati-hati dapat menyebabkan rendemen rendah. Kemudian ekstraksi dengan enfleurasi didapatkan hasil bahwa rendemen tertinggi terdapat pada bunga melati yaitu sebesar 1,7%. Pada cara ini, rendemen minyak atsiri sangat dipengaruhi oleh tingkat kemekaran bunga.
Pada ekstraksi dengan pelarut dengan prinsip melarutkan fraksi oleoresin di dalam pelarut organik, di dapatkan hasil data praktikum bahwa cengkeh (88,62%) memiliki rendemen yang lebih tinggi dari pada rendemen lada (1,70%). Kepolaran sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Selain itu, titik didih pelarut, dan lama penyimpanan bahan juga sangat mempengaruhi rendemen minyak.
DAFTAR PUSTAKA
Guenther, E. 1950. The Essential Oil, Volume I . New York: Van Nostrand Company Inc.
Guenther, E. 1950. The Essential Oil, Volume IV . New York: Van Nostrand Company Inc.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid . Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ketaren, S. dan B. Djatmiko. 1978. Minyak Atsiri Bersumber Dari Bunga Dan Buah. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta IPB.
Ketaren, S. 1981. Minyak Atsiri. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Richards, Naves. 1994. Identification of Organic Acids. New York: Van Nostrand Company Inc.