• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak. Abstract. Kata Kunci : Candida albicans; Melaleuca alternifolia; Nigella sativa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak. Abstract. Kata Kunci : Candida albicans; Melaleuca alternifolia; Nigella sativa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Potensi Minyak Melaleuca alternifolia, Nigella sativa, dan

Kombinasinya terhadap Candida albicans (Uji In vitro)

Andari Putrianti1, Siti Aliyah Pradono2, Boy M. Bachtiar3

Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Oral Biologi, Fakultas Kedokteran Gigi

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi minyak esensial Melaleuca alternifolia (MA), Nigella sativa (NS), dan kombinasinya terhadap Candida albicans (C. albicans) isolat klinik dan ATCC 10231. C. albicans dipaparkan dengan MA 2%, 8%, NS 2%, 4%, kombinasi 1 (MA 2%, NS 4%) dan 2 (MA 8%, NS 2%). Pertumbuhan koloni dilihat setelah 48 jam penanaman dalam SDA. Pemaparan dengan kombinasi MA dan NS lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans isolat klinik dan ATCC 10231 dibandingkan NS. Tetapi kombinasi MA dan NS tidak lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan MA. Disimpulkan bahwa, MA sudah mempunyai daya antifungal yang baik tanpa kombinasi dengan NS.

Kata Kunci : Candida albicans; Melaleuca alternifolia; Nigella sativa Abstract

The aimed of this study was to analyze the potential of essential oil Melaleuca alternifolia (MA), Nigella sativa (NS), and its combination on Candida albicans (C. albicans) isolated from healthy patient and ATCC 10231. C. albicans were exposed to MA 2%, 8%, NS 2%, 4%, combination 1 (MA 2%, NS 4%) and 2 (MA 8%, NS 2%). Colonies were formed after incubation in SDA for 48 hours. Oil combination has a better potential to inhibit the growth of C. albicans isolated from healthy patient and ATCC 10231 compared with NS, but the oil combination does not has a better potential compared with MA. In conclusion, MA already has a good potential to inhibit the growth of C. albicans without the addition of NS.

Keywords : Candida albicans; Melaleuca alternifolia; Nigella sativa

Latar Belakang

C. albicans adalah patogen oportunistik yang dapat menyebabkan infeksi pada

individu dengan perubahan sistem kekebalan tubuh.1 C. albicans adalah bagian dari flora normal, tetapi berkembangnya spesies ini secara berlebih juga dapat menyebabkan infeksi pada individu sehat.1,2

Kandidiasi mulut adalah infeksi jamur yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh pertumbuhan jamur genus Candida, C. albicans adalah spesies yang

(2)

paling banyak ditemukan.1,3,4,5 Manifestasi klinisnya bisa terbagi dalam dua golongan yaitu ringan dan berat jika menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang inadekuat.3

Beberapa antifungal tersedia untuk mengatasi kandidiasis mulut, diantaranya adalah golongan azol dan poliena. Masih sering terjadi resistensi dan toksisitas yang tinggi pada antifungal yang ada,1,5 dipercaya bahwa penggunaan flukonazol dalam jangka panjang dapat menimbulkan resistensi terhadap C. albicans, selain itu juga dapat memberikan efek samping seperti nausea dan disfungsi liver.1,6 Hal ini memicu adanya kebutuhan untuk mencari obat baru dengan aktivitas antifungal lebih baik dan toksisitas yang rendah.

Dewasa ini banyak minyak esensial yang digunakan sebagai pengobatan infeksi bakteri dan fungi,salah satunya adalah Tea Tree Oil (TTO) atau minyak esensial MA.7 Minyak ini dinyatakan mempunyai efek antimikroba dengan zat aktif utamanya

terpinen-4-ol.8 Telah dilaporkan satu penelitian in vitro (Ergin et al., 2002) bahwa nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) MA terhadap C. albicans isolat klinik sebesar 1-8%. Dilaporkan juga nilai KHM hampir seluruh spesies Candida yang resisten terhadap flukonazol sebesar 2%.9

Disamping MA masih banyak pilihan zat alami yang memiliki kandungan antifungal yang baik, salah satunya adalah biji jintan hitam/NS. Thymoquinone dalam NS terbukti mempunyai aktivitas antifungal.10 Penelitian in vitro (Harzallah et al., 2012) menggunakan minyak statis NS menunjukan nilai KHM dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal) sebesar 0,8 mg/ml dan 3,125 mg/ml terhadap C. albicans isolat laboratorium.11 Penelitian in vitro lainya (Raval et al., 2010) menggunakan ekstrak metanolik dan etanolik NS terhadap C. albicans isolat laboratorium menghasilkan nilai KHM ekstrak metanolik dan etanolik sebesar 6,5 µg/ml dan 29 µg/ml.12 Kedua penelitian tersebut menggunakan C. albicans isolat laboratorium yang mempunyai virulensi lebih rendah dibandingkan C. albicans isolat klinik,13 maka dari itu kemungkinan nilai KHM dan KBM NS terhadap C. albicans isolat klinik lebih besar dari nilai penelitian terdahulu.

Penelitian in vitro (Windi AN, 2010) menggunakan kombinasi MA 50% dan ekstrak NS 50% terhadap C. albicans memberikan hasil kombinasi bahan lebih unggul dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan 4 kelompok lainnya, yaitu

(3)

etanol 70%, flukonazol 25 µg, MA 50%, dan ekstrak NS 50%.14 Telah dilaporkan satu penelitian (Hamid A.A. et al., 2011) bahwa minyak esensial mempunyai daya antimikroba yang baik karena mengandung senyawa-senyawa terpene dan terpenoid,

alkaloid, dan phenolic compound.15

Sejauh penelusuran literatur yang telah penulis lakukan, belum pernah dianalisis potensi minyak esensial MA, NS dan kombinasinya dalam menghambat pertumbuhan

C. albicans. Tinjauan Teoritis

C. albicans adalah fungi dimorfik yang paling sering ditemukan di kavitas oral

pada individu sehat maupun sakit, adalah organisme komensal dan bagian dari flora normal pada sistem pencernaan.1,2 Kandidiasis atau thrush adalah infeksi yang disebabkan oleh Candida dengan C. albicans sebagai spesies terbanyak.1,16 Kandidiasis mencakup infeksi superfisial seperti vaginitis pada wanita sehat, infeksi berat pada rongga mulut dan esofagus pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang inadekuat.17 C. albicans dapat tumbuh dalam 3 morfologi berbeda; yeast, pseudohifa, dan hifa. Pseudohifa dan hifa mempunyai morfologi yang sama, yaitu filamentosa. Kemampuan C. albicans dalam mengubah morfologi berhubungan dengan virulensi spesies ini, dalam hal ini morfologi hifa dan pseudohifa bersifat invasif. Kedua morfologi dapat membantu penetrasi jaringan dalam fase awal infeksi.17

Obat antifungal berperan penting dalam mengatasi kandidiasis mulut, yang paling sering digunakan diantaranya adalah antifungal golongan azol dan poliena. Antifungal tersebut masih mempunyai toksisitas dan resistensi yang tinggi,1,5,6 karena itu dibutuhkan obat dengan aktivitas antifungal lebih baik dan toksisitas yang rendah.

MA atau Tea Tree Oil (TTO) adalah tanaman nativ dari Australia dengan banyak kegunaan dalam bidang kedokteran. Komponen utama MA adalah terpinen-4-ol yang berfungsi sebagai antimikroba (antifungal, antibakteri, dan antivirus). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa MA mempunyai kemampuan dalam mengubah permeabilitas sel membran, menghambat respirasi berdasarkan dosis, menghambat asidifikasi medium pertumbuhan, dan menghambat formasi germ tube pada C. albicans. Suatu uji coba resistensi MA pada dua strain C. albicans isolat klinik pernah dilakukan

(4)

dan tidak berhasil, pemakaian MA juga aman untuk digunakan, mempunyai efek samping minor, self-limiting, dan jarang terjadi.18

Minyak esensial lain yang memiliki kandungan antifungal yang baik adalah NS atau biji jintan hitam yang berasal dari Laut Tengah. Kandungaan utamanya adalah

thymoquinone yang terbukti mempunyai aktivitas antifungal.10 Kandungan zat aktif lainya adalah thymol, zat ini mempunyai mekanisme antifungal yang sama dengan

thymoquinone, yaitu:14

- Menghambat transformasi jamur dari bentuk yeast menjadi filamen (pseudohifa dan hifa).

- Menghambat sintesis ergosterol pada plasma membran; meningkatkan

permeabilitas membran, mengubah topologi protein membran.

- Menggangu rantai respirasi.

- Inhibisi asidifikasi medium pertumbuhan C. albicans.

Sedikit penelitian terdahulu yang menunjukan adanya efek toksik pada NS. Pada penelitian terbaru digunakan ekstrak cair NS pada tikus, dalam hal ini ekstrak diadministrasikan melalui oral selama 14 hari. Toksisitas ekstrak diukur dari perubahan kadar enzim hati dan perubahan histologi. Beberapa enzim hati meningkat kadarnya tetapi tidak ada perubahan patologis pada tikus.19

Metode Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik FKG UI. C. albicans yang digunakan adalah C. albicans ATCC 10231 sebagai kontrol yang didapat dari Lab. OB FKG UI dan

C. albicans isolat klinik yang didapat dari penelitian terdahulu.20 Minyak esensial MA dan NS didapat dari Eteris Nusantara. Dibuat stok minyak esensial MA 20% dan NS 15% dengan SDB (Sabouraud Dextrose Broth) sebagai bahan pelarut dan tween 80 sebagai

solubilizing agent.

C. albicans ditanamkan dalam SDB selama 18 jam pada suhu 37°C. Kemudian

dilakukan pengenceran suspensi C. albicans sampai mencapai 10-5. Suspensi C.

albicans dipaparkan dengan bahan uji dan dikultur selama 90 menit untuk dilihat

dampak pemberian bahan uji terhadap pembentukan blastospora dan kecambah (germ

(5)

dibawah mikroskop. Sebanyak 100 µl suspensi C. albicans dengan dan tanpa perlakuan diambil dan ditanamkan pada SDA (Sabouraud Dextrose Agar) selama 48 jam pada suhu 37°C. Setelah 48 jam koloni C. albicans tumbuh dan dilakukan penghitungan koloni (CFU/ml). Prosedur dilakukan secara duplo dengan 2 kali pengulangan.

Analisis data menggunakan uji statistik nonparametrik Student’s t-tests untuk membandingkan rata-rata jumlah koloni kelompok perlakuan, dengan p < 0,05 sebagai batas kemaknaan.

Hasil Penelitian

Gambaran mikroskopik setelah inkubasi pada suhu 37°C selama 90 menit, menunjukan adanya blastospora (yeast cell) pada hampir seluruh perlakuan. Pada kontrol C. albicans isolat klinik, terlihat sudah mulai terbentuk kecambah (germ tube). (Gambar 5.1).

a b

Gambar 5.1 Gambaran mikroskopik (a) kontrol dan (b) pasca pemaparan dengan MA 2% pada C. albicans isolat klinik (pembesaran mikroskop inverted 20 X). Adanya kecambah (germ tube) pada gambaran mikroskopik (a) dan blastospora pada gambaran mikroskopik (b)

Pada tabel 5.1, dapat dilihat bahwa pasca pemaparan dengan bahan uji terdapat penurunan jumlah koloni C. albicans ATCC 10231 yang tumbuh dan tidak tumbuhnya koloni pasca pemaparan dengan kedua konsentrasi MA dan kombinasi minyak MA dan NS. Selain itu, terlihat tumbuhnya jumlah koloni yang sama pasca pemaparan dengan

Germ tube

(6)

NS 2% dan 4%. Pada C. albicans isolat klinik, terdapat penurunan jumlah koloni C.

albicans isolat klinik yang tumbuh pasca pemaparan bahan uji dan idak tumbuhnya

koloni C. albicans isolat klinik pasca pemaparan dengan kedua konsentrasi MA dan kombinasi minyak MA dan NS. Kemudian terlihat tumbuhnya koloni pasca pemaparan dengan NS 2% dan penurunan jumlah koloni yang tumbuh pasca pemaparan dengan NS 4%.

Pada tabel 5.2, uji statistik dengan Student’s t-tests menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan bermakna (Pvalue > 0.05) antara kontrol dengan bahan uji dan pemaparan bahan uji satu dan lainnya terhadap pertumbuhan koloni C. albicans ATCC 10231. Berbeda dengan C. albicans ATCC 10231, uji statistik dengan Student’s t-tests menunjukan adanya perbedaan bermakna (Pvalue < 0.05) antara kontrol dengan bahan uji dan pemaparan bahan uji satu dan lainnya terhadap pertumbuhan koloni C. albicans isolat klinik (Tabel 5.2).

Tabel 5.1 Hasil perhitungan jumlah koloni C. albicans ATCC 10231 dan C. albicans isolat klinik pasca pemaparan bahan uji

Perlakuan Jumlah Koloni C. albicans (CFU/ml) Pengenceran 10-5

C. albicans ATCC 10231 C. albicans Isolat Klinik

Kontrol 2.55 x 101 4.34 x 102 MA 2% 0 0 MA 8% 0 0 NS 2% 0.1 x 100 9.7 x 100 NS 4% 0.1 x 100 8.1 x 100 Kombinasi 1 (MA 2%, NS 4%) 0 0 Kombinasi 2 (MA 8%, NS 2%) 0 0

(7)

Tabel 5.2 Hasil uji Student’s t-tests pada perbandingan jumlah koloni C. albicans yang tumbuh setelah pemaparan selama 48 jam dengan bahan uji

Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan minyak esensial MA 2%, 8%, NS 2%, 4% serta kombinasi keduanya dengan kombinasi 1 (MA 2%, NS 4%) dan kombinasi 2 (MA 8%, NS 2%). Pemakaian konsentrasi MA 2% dan 8% didapat dari penelitian Ergin et al. (2002) yang menemukan nilai KHM MA terhadap C. albicans isolat klinik sebesar 1-8% dan 2% terhadap spesies Candida yang resisten dengan flukonazol.9 Penggunaan minyak esensial NS 2% & 4% didasari penelitian Harzallah et al. (2012) yang melaporkan nilai KHM dan KBM minyak statis NS sebesar 0,8 mg/ml dan 3,125 mg/ml terhadap C. albicans isolat laboratorium.11 Penelitian in vitro lainnya oleh Raval et al. (2010) menggunakan ekstrak metanolik dan etanolik NS terhadap C. albicans isolat laboratorium menghasilkan nilai KHM ekstrak metanolik dan etanolik sebesar 6,5 µg/ml

Strain Perbandingan Bahan Uji Pvalue

C. albicans ATCC 10231 Kontrol & MA 0.07

Kontrol & NS 0.07

Kontrol & Kombinasi Minyak

0.07

MA & NS 0.09

MA & Kombinasi Minyak - NS & Kombinasi Minyak 0.09

C. albicans Isolat Klinik Kontrol & MA 0.01

Kontrol & NS 0.01

Kontrol & Kombinasi Minyak

0.01

MA & NS 0.00

MA & Kombinasi Minyak - NS & Kombinasi Minyak 0.00

(8)

dan 29 µg/ml.12 Kedua penelitian tersebut menggunakan C. albicans isolat laboratorium yang mempunyai virulensi lebih rendah dibandingkan C. albicans isolat klinik,13 oleh karena itu pada penelitian ini digunakan konsentrasi lebih tinggi dari nilai KHM dan KBM penelitian terdahulu.

Stok minyak esensial MA 20% dan NS 15% dibuat dengan bahan pelarut SDB dan tween 80 sebagai solubilizing agent. Pemakaian SDB sebagai bahan pelarut berfungsi untuk menumbuhkan C. albicans. Pada dasarnya minyak esensial MA cukup baik dilarutkan dalam air,18 penelitian oleh Claudia Toma et al. (2004) menyatakan bahwa ekstrak dari NS juga dapat larut dalam air,21 namun dalam penelitian ini tetap digunakan tween 80 sebagai solubilizing agent sebesar 3% karena sifat dasar minyak

yang tidak bisa menyatu dengan akuades dalam SDB.22

Dalam penelitian ini, setelah pemaparan dengan bahan uji dilakukan inkubasi selama 90 menit untuk melihat dampak pemberian bahan uji terhadap pertumbuhan blastospora dan kecambah (germ tube). Inkubasi selama 90 menit dilakukan berdasarkan penelitian Krom et al. (2007) terhadap pembentukan biofilm C. albicans.23 Pada gambaran mikroskopik setelah inkubasi selama 90 menit, terlihat blastospora (yeast cell) C. albicans ATCC 10231 pada seluruh perlakuan. Sedangkan pada C.

albicans isolat klinik, terlihat sudah mulai tumbuh kecambah (germ tube) pada kontrol

(Gambar 5.1). Hasil ini mengindikasikan adanya perbedaan respons dari dua strain C.

albicans yang berbeda, ini terjadi karena adanya perbedaan virulensi dan sensitifitas C. albicans dengan strain yang berbeda.2,13,17 Penelitian terdahulu juga melaporkan bahwa kemampuan C. albicans dalam mengubah morfologi mempengaruhi virulensi spesies tersebut.17

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat penurunan jumlah koloni pada kultur C. albicans ATCC 10231 setelah dipaparkan dengan bahan uji. Tidak tumbuhnya koloni pasca pemaparan dengan kedua konsentrasi MA dan kombinasi minyak MA dan NS, sedangkan peningkatan konsentrasi minyak esensial NS tidak memberikan penurunan jumlah koloni C. albicans ATCC 10231. Meski demikian, secara statistik kontrol dengan bahan uji dan pemaparan bahan uji satu dan lainya dalam penelitian ini tidak mempengaruhi pertumbuhan jumlah koloni C. albicans ATCC 10231 secara bermakna. (Tabel 5.2).

(9)

Pada C. albicans isolat klinik juga menghasilkan penurunan jumlah koloni setelah pemaparan dengan bahan uji dan tidak tumbuhnya koloni pasca pemaparan dengan kedua konsentrasi MA dan kombinasi minyak MA dan NS. Berbeda dengan C. albicans ATCC 10231, peningkatan konsentrasi minyak esensial NS menghasilkan penurunan jumlah koloni C. albicans isolat klinik yang tumbuh. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukan adanya perbedaan bermakna pada pertumbuhan koloni C. albicans isolat klinik kontrol dengan bahan uji dan pemaparan bahan uji satu dan lainya. (Tabel 5.2).

Dari hasil tersebut, dapat dikatakan minyak esensial NS terbukti berpotensi menghambat pertumbuhan C. albicans. Ini juga didukung penelitian sebelumnya oleh S.K. Nazrul Islam et al. (1989) yang menyatakan bahwa minyak esensial lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan fungi dibandingkan minyak statis NS.24 Demikian pula berdasarkan penelitian terdahulu telah dinyatakan bahwa minyak esensial mengandung senyawa turunan terpene dan phenol yaitu thymoquinone dan

carvacrol yang dapat berfungsi sebagai antifungal.15 Dalam penelitian ini secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara pertumbuhan koloni C. albicans ATCC 10231 kontrol dengan C. albicans ATCC 10231 pasca pemaparan kedua konsentrasi minyak esensial NS (Pvalue = 0.07). Selain itu secara statistik pemaparan berbagai bahan uji satu dan lainnya juga tidak mempengaruhi pertumbuhan jumlah koloni C. albicans ATCC 10231 secara bermakna (Pvalue > 0.05). Hasil tersebut kemungkinan karena dalam penelitian ini pengulangan eksperimen hanya dilakukan dua kali pengulangan, dan rentang angka yang terlalu jauh antara koloni C. albicans ATCC 10231 dan C.

albicans isolat klinik yang tumbuh. Perbedaan virulensi antara kedua strain C. albicans

mungkin juga memberikan respons yang berbeda terhadap pemaparan bahan uji. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian in vitro Windi AN (2010) yang menggunakan kombinasi 50% MA dan 50% ekstrak biji jintan hitam terhadap C.

albicans. Hasil penelitian Windi AN menyatakan bahwa daya antifungal kombinasi lebih

unggul dibandingkan 4 kelompok lainnya, yaitu etanol 70% sebagai kontrol negatif, flukonazol 25 µg sebagai kontrol positif, MA 50%, dan ekstrak biji jintan hitam 50%.14 Penelitian ini menunjukan bahwa kedua konsentrasi minyak esensial MA sendiri sudah memiliki daya antifungal yang baik tanpa penambahan minyak esensial NS, tetapi

(10)

kedua konsentrasi kombinasi minyak esensial MA dan NS lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan dengan minyak esensial NS.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, C. albicans dengan strain berbeda mempunyai fenotip dan virulensi yang berbeda. Perbedaan fenotip dan virulensi tersebut yang membedakan respons strain C. albicans terhadap stimulus yang diberikan.2,17

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa minyak esensial NS dan kombinasi MA dan NS berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C.

albicans ATCC 10231 maupun C. albicans isolat klinik. Kombinasi minyak esensial MA

dan NS mempunyai daya antifungal lebih baik dalam menghambat pertumbuhan C.

albicans baik isolat klinik maupun ATCC 10231 dibandingkan minyak esensial NS.

Kemudian kombinasi minyak esensial MA dan NS tidak lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan dengan minyak esensial MA.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah untuk penelitian selanjutnya dibutuhkan penambahan strain C. albicans, pengulangan penelitian lebih dari dua kali pengulangan, dan penyetaraan jumlah koloni awal untuk mendapatkan data yang lebih representatif.

Kepustakaan

1. Meurman JH, Siikala E, Richardson M, Rautemaa R. Non-Candida albicans

Candida yeasts of the oral cavity. Communicating Current Research and

Educational Topics and Trends in Applied Microbiology. 2007;: p. 719-724.

2. Molero G, Diez-Orejas R, Navarro-Garcia F, Monteolivia L, Pla J, Gil C, et al.

Candida albicans: genetics, dimorphism and pathogenicity. International

(11)

3. Greenberg M, Glick M, Ship J. Burket's Oral Medicine. 11th ed. Custance P, editor. Hamilton: BC Decker Inc; 2008.

4. Abu-Elteen K, Hamad M, Salah S. Prevalence of Oral Candida Infections in Diabetic Patients. Bahrain Medical Bulletin. 2006 Maret; 28(1): p. 1-8.

5. Jandourek A, Vaishampayan J, Vazquez J. Efficacy of melaleuca oral solution for

the treatment of fluconazole refractory oral candidiasis in AIDS patients. AIDS. 1998; 12(9): p. 1033-1037.

6. Charlier C, Hart E, Lefort A, Ribaud P, Dromer F, Denning D, et al. Fluconazole

for the management of invasive candidiasis: where do we stand after 15 years? Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2006; 57: p. 384-410.

7. Hammer K, Carson C, Riley T. In-vitro activity of essential oils, in particular

Melaleuca alternifolia (tea tree) oil and tea tree oil products, against Candida spp.

Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 1998; 42: p. 591-595.

8. Banes-Marshall L, Cawley P, Phillips C. In vitro activity Melaleuca alternifolia (tea tree) oil against bacterial and Candida spp. isolates from clinical specimens. British Journal of Biomedical Science. 2001 June; 58: p. 139-145.

9. Ergin A, Arikan S. Comparison of microdilution and disc diffusion methods in assessing the in vitro activity of fluconazole and Melaleuca alternifolia (tea tree) oil against vaginal Candida isolates. Journal Chemother. 2002 Oktober ; 14(5): p. 465-72.

10. El-Tahir K, Bakeet D. The Black Seed Nigella sativa Linnaeus - A Mine for Multi

Cures: A Plea for Urgent Clinical Evaluation of its Volatile Oil. J T U Med Sc. 2006; 1(1): p. 1-19.

(12)

11. Harzallah H, Noumi E, Bekir K, Bakhrouf A, Mahjoub T. Chemical composition, antibacterial and atifungal properties of Tunisian Nigella sativa fixed oil. African Journal of Microbiology Research. 2012 Juni; 6(22): p. 4675-4679.

12. Raval B, Shah T, S M, Ganure A. Screening of Nigella sativa seeds for antifungal activity. Annals of Biological Research. 2010; 1(1): p. 164-171.

13. Sari E. Konsentrasi Hambat Minimal dan Konsentrasi Bunuh Minimal Ekstrak Aloe vera Leaf Terhadap Candida albicans yang Diisolasi dari Rongga Mulut Orang dengan HIV/AIDS dan Candida albicans Strain ATCC 10231. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia, Departemen Penyakit Mulut; 2009.

14. Windi A. Efek Kombinasi Tea Tree Oil (Melaleuca alternifolia) dengan Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Candida albicans in vitro. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, Fakultas Kedokteran; 2010.

15. Hamid A, Aiyelaagbe O, Usman L. Essential oils: it's medicinal and

pharmacological uses. International Journal of Current Research. 2011 Febuari; 3(2): p. 86-98.

16. Yehuda Z, Saar B, Estella D, Vadim S, Clariel I, Tamar H. Colonization of

Candida: prevalence among tongue-pierced and non-pierced immunocompetent

adults. Oral Dis. 2010 Maret; 16(2): p. 172-5.

17. Sudbery P, Gow N, Berman J. The distinct morphogenic states of Candida

albicans. Trends in Microbiology. 2004.

18. Carson C, Hammer K, Riley T. Melaleuca alternifolia (Tea Tree) Oil: a Review of

Antimicrobial and Other Medicinal Properties. Clinical Microbiology Review. 2006 Januari; 19(1): p. 50-59.

(13)

19. Salem ML. Immunomodulatory and therapeutic properties of the Nigella sativa L. seed. International Immunopharmacology. 2005 June;: p. 1750-1765.

20. Audiawati. Identifikasi faktor risiko terjadinya kolonisasi spesies Candida di rongga mulut pada individu sehat (penelitian pada mahasiswa dan mahasiswi fkg ui). Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Gigi; 2012.

21. Toma C, Szabadai Z, Hanganu D, Olah N, Popescu H. Research on Nigella

sativa L. (Ranunculaceae) Mucilage. TMJ. 2004 July; 54(3): p. 281-283.

22. Rowe R, Sheskey P, Owen S. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 5th ed. Great britain: Pharmaceutical Press; 2006.

23. Krom B, Cohen J, Feser G, Cihlar R. Optimized candidal biofilm microtiter assay. Journal of Microbiological Methods 68. 2007 September;: p. 421-423.

24. Nazrul Islam S, Ahsan M, Hassan C, Malek M. Antifungal activities of the oils of

Gambar

Gambar  5.1  Gambaran  mikroskopik  (a)  kontrol  dan  (b)  pasca  pemaparan  dengan  MA  2%  pada  C
Tabel  5.1  Hasil  perhitungan  jumlah  koloni  C.  albicans  ATCC  10231  dan  C.  albicans  isolat klinik pasca pemaparan bahan uji
Tabel 5.2 Hasil uji Student’s t-tests pada perbandingan jumlah koloni C. albicans yang  tumbuh setelah pemaparan selama 48 jam dengan bahan uji

Referensi

Dokumen terkait