• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6 1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Manaf, Abdul, dkk, 2006). Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang berbahaya. Setiap penderita tuberkulosis dapat menularkan penyakitnya pada orang lain yang berada disekelilingnya dan atau yang berhubungan erat dengan penderita (Amiruddin, Jaorana, dkk:2009). TB atau TBC adalah penyakit menular disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Umumnya menyerang paru, tetapi bisa juga menyerang bagian tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, selaput otak, kulit, tulang dan persendian, usus, ginjal dan organ tubuh lainnya (PPTI, 2010). Penelitian lain menurut Smeltzer dan Bare (2001) menyatakan bahwa Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif, terhadap panas dan sinar ultraviolet.

Orang yang terkena tuberkulosis merupakan sumber stres biologis, karena orang yang terkena tuberkulosis akan berdampak pada psikologisnya khususnya pada saat di diagnosis BTA (+).

2. Penyebab Tuberkulosis

Penyebab Tuberkulosis adalah Micobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal

(2)

0,3-0,6/Um. Kuman TB terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya (Azril Bahar. 2001).

Menurut Depkes RI tahun 2002 penyebab dari penyakit Tuberkulosis paru adalah terinfeksinya paru oleh Micobacterium Tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mikron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran kuman TB ini melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi.

3. Cara penularan Tuberkulosis

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi melepaskan droplet besar, lebih besar dari 100µ dan kecil 1-5µ (Smeltzer dan Bare, 2001). Setiap orang bisa saja tertular dan terinfeksi kuman TB. Keadaan yang memudahkan penularan kuman TB seperti tinggal

(3)

bersama pasien TB menular dalam waktu yang lama, seperti tinggal serumah, dipenjara, rumah sakit, dan ditempat-tempat pengungsian. Berperilaku hidup tidak sehat, seperti meludah disembarang tempat. rumah dan lingkungan tidak sehat, seperti tidak ada ventilasi rumah (Amiruddin, Jaorana, 2009).

Menurut Manaf, Abdul, dkk, 2006 cara penularan TB meliputi: a) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

b) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

c) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

d) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

e) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

4. Tanda dan gejala Tuberkulosis

Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi adpikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan (Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, 50% akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya

(4)

tahan tubuh yang tinggi, 25% menjadi kasus kronis yang menular (Manaf, Abdul, dkk, 2006).

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan (Azril Bahar, 2001), yakni:

a. Demam

Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41ºC. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.

b. Batuk/Batuk darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri dada

Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

e. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat

(5)

malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

f. Pemeriksaan labratorium

Diagnosis pasti tuberkulosis ditegakkan terutama dengan dilakukan pemeriksaan dahak. Seseorang dipastikan TB jika di dalam pemeriksaan mikroskopis, dahaknya mengandung kuman TB. Kriteria sputum BTA (+) adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA (+) pada satu sediaan. Bila hasil pemeriksaan dahak kurang mendukung, sedangkan gejalanya mengarah ke TB, dokter mungkin akan memerlukan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan dengan sinar Rotgen (Ro). Pada pemeriksaan dengan sinar Rotgen lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru (Azril Bahar, 2001).

5. Pengobatan Tuberkulosis

Waktu pengobatan pasien TB paru baru dibagi menjadi 2 tahap yaitu: tahap intensif/tahap awal (2-4 bulan) obat anti tuberkulosa (OAT) diberikan setiap hari dengan pengawasan untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Tahap berikutnya yaitu tahap lanjutan, merupakan tahap setelah tahap intensif dengan cara minum obat OAT 3 kali seminggu selama 4 bulan.

Lama pengobatan pasien TB yang sebelumnya sudah pernah diobati sebelumnya, sekitar 8-9 bulan. Pada tahap awal, pasien minum OAT setiap hari selama 3-4 bulan. Pada tahap lanjutan, pasien minum obat 3 kali seminggu selama 5 bulan (Amiruddin, Jaorana, 2009).

Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Pada tahap awal pasien mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap awal tersebut diberikan secara tepat biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagaian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

(6)

bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap yang penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2008)

Pada tahap intensif (awal). Penderita mendapatkan obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifamisin. Bila pengobatan menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tuberkulosis paru (basil tahan asam) BTA positif menjadi (basil tahan asam) BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Sedangkan pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan ini penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Tahap sisipan dilakukan apabila pada akhir tahap awal pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, maka diberikan obat sisipan (HRZE ) setiap hari selama 1 bulan (Depkes RI, 2002).

Jenis obat yang digunakan dalam pemberantasan tuberkulosis paru antara lain :

a. Isoniazid (H) dikenal dengan INH, bersifat bakteriasid dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.

b. Rifamisin (R), bersifat bakteriasid dapat membunuh kuman semi dormant (persisten) yang tidak dapat dibuluh oleh INH.

c. Pirasinamid (Z), bersifat bakteriasid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel suasana asam.

d. Streptomisin (S), bersifat bakteriasid.

(7)

Pasien dengan TBC menunjukkan tanda-tanda dan gejala tertentu. Selama pengkajian keperawatan, perawat mencoba untuk mencari data-data berikut ini:

a. Apakah pasien telah memiliki riwayat kontak dengan seseorang yang memiliki TB;

b. Apakah pasien memiliki gejala TBC dengan mengajukan pertanyaan dan melakukan pemeriksaan fisik. apakah ada tanda-tanda batuk produktif, keringat malam, peningkatan suhu pada siang hari, penurunan berat badan dan nyeri dada. Lakukan auskultasi paru-paru pasien untuk mendengar bunyi pernapasan yang abnormal.

c. Jika pasien sudah menjalankan terapi obat untuk TBC, perawat menilai tanda-tanda kelainan hati seperti kelelahan, nyeri sendi, demam, nyeri di daerah hati, tinja berwarna tanah liat, urin berwarna gelap, perubahan visi, dan kehilangan rasa di tangan dan kaki. Pantau pula tes fungsi hati laboratorium pasien.

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon pasien terhadap masalah medis yang dalam hal ini adalah tuberkulosis. Diagnosis keperawatan untuk pasien dengan TBC adalah sebagai berikut : a. Risiko infeksi yang berhubungan dengan penyakit TBC paru.

b. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru-paru dan infeksi paru.

c. Tidak efektifnya regimen terapeutik berhubungan dengan pengobatan jangka panjang dan kurangnya motivasi.

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan, kurang nafsu makan, dan batuk produktif.

6. Pencegahan Tuberkulosis

Berperilaku hidup bersih dan sehat dapat mengurangi angka kejadian TB (PPTI, 2010) yakni:

(8)

a. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat untuk membunuh kuman TB, tidur dan istirahat yang cukup, tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba, lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan disekitarnya, membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan rumah karena kuman TB akan mati bila terkena sinar matahari, imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TB.

b. Bagi pasien TB, yang harus dilakukan agar tidak menularkan kepada orang lain yaitu seorang pasien TB sebaiknya sadar dan berupaya tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, antara lain dengan tidak meludah di sembarang tempat, menutup mulut saat batuk atau bersin, berperilaku hidup bersih dan sehat, berobat sesuai aturan sampai sembuh, memeriksakan balita yang tinggal serumah.

7. Komplikasi Tuberkulosis

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi (Azril Bahar, 2001). Komplikasi dibagi atas komplikasi dini (pleuritis, efusi pleura, laryngitis, menjalar ke organ lain seperti usus) dan komplikasi lanjut (kerusakan parenkim berat, karsinoma paru). Komplikasi psikologis juga dapat di timbulkan dari penyakit tuberkulosis yakni bahwa setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda ketika dihadapkan dengan suatu penyakit, reaksi perilaku dan emosi tersebut tergantung pada penyakit, sikap orang tersebut dalam menghadapi suatu penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupan hanya sedikit menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi orang tersebut dan keluarga, sedangkan penyakit berat seperti tuberkulosis paru yang dapat mengancam kehidupan dapat menimbulkan perubahan emosi dan

(9)

perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri (Perry & Potter, 2005).

B. Mekanisme Koping

1. Pengertian Mekanisme Koping

Koping didefinisikan sebagai strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata, dan koping merupakan semua usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan Lazarus, 1984 dalam Safaria, Triantoro, 2009. Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull (Rasmun, 2004). Strategi koping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan.

Strategi koping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Mu’tadin, 2002). Proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stres. Koping tersebut merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik (Rasmun, 2004). Secara alamiah baik disadari ataupun tidak, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi stress. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi. Koping diartikan sebagai usaha perubahan kognitif dan prilaku secara konstan untuk menyelesaikan stress yang dihadapi.

Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan

(10)

koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu prilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan. Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi tetapi dapat melakukannya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi individu (Rasmun, 2004).

Menurut Suryani & Widyasih (2008) secara garis besar mekanisme koping terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladaptif:

a. Mekanisme koping adaptif

Penggunaan koping yang adaptif membantu individu dalam beradaptasi untuk menghadapi keseimbangan. Adaptasi individu yang baik muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor (bicara dengan orang lain untuk mencari jalan keluar suatu masalah, membuat berbagai tindakan dalam menangani situasi dan belajar dari pengalaman masa lalu). Kegunaan koping adaptif membuat individu akan mencapai keadaan yang seimbang antara tingkat fungsi dalam memelihara dan memperkuat kesehatan fisik dan psikologi. Kompromi merupakan tindakan adaptif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan. Mekanisme koping adaptif yang lain adalah berbicara dengan orang lain tentang masalah yang sedang dihadapi, mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang sedang dihadapi, berdoa, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan masalah, membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu.

(11)

b. Mekanisme koping maladaptif

Penggunaan koping yang maladaptif dapat menimbulkan respon negatif dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal. Perilaku mekanisme koping maladaptif antara lain perilaku agresi dan menarik diri. Perilaku agresi dimana individu menyerang obyek, apabila dengan ini individu mendapat kepuasan, maka individu akan menggunakan agresi. Perilaku agresi (menyerang) terhadap sasaran atau obyek dapat merupakan benda, barang atau orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Adapun perilaku menarik diri dimana perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stress. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu. Perilaku yang dapat dilakukan adalah menggunakan alkohol atau obat-obatan, melamun dan fantasi, banyak tidur, menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping

Faktor yang mempengaruhi strategi koping individu meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi (Suwitra, 2007).

a. Usia

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stres dan jenis stresor yang paling mengganggu. Usia dewasa lebih mampu mengontrol stress dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut (Siswanto, 2007). Indonesiannursing (2008) memaparkan usia berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam kehidupan, masa depan dan pengambilan

(12)

keputusan. Semakin tua umur seseorang akan terjadi proses penurunan kemampuan fungsi organ tubuh (regeneratif) akan mempengaruhi dalam mengambil keputusan terutama dalam menangani penyakit TB paru positif sehingga klien dihadapkan pada masalah yang sangat kompleks.

b. Jenis kelamin

Wanita biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap stresor dibanding dengan pria, secara biologis kelenturan tubuh wanita akan mentoleransi terhadap stres menjadi baik dibanding pria (Siswanto, 2007). Jenis kelamin sangat mempengaruhi dalam berespon terhadap penyakit, stres, serta penggunaan koping dalam menghadapi masalah TB paru positif.

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang mudah terkena stres atau tidak. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka toleransi dan pengontrolan terhadap stressor lebih baik (Siswanto, 2007). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

d. Status perkawinan

Yosep (2007) menjelaskan salah satu penyebab stress psikososial yaitu status perkawinan dimana berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian pasangan, dan lain sebagainya. Stressor ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.

(13)

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

f. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping.

g. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. h. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

i. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. j. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

(14)

C. Teori Stres dan Adaptasi 1. Stres

a. Pengertian

Stres merupakan realitas kehidupan setiap hari. Stres adalah perubahan yang memerlukan penyesuaian, kejadian yang menimbulkan stres dianggap sebagai kejadian yang negatif seperti cedera, sakit atau kematian orang yang dicintai, dapat juga kejadian yang positif sebagai contoh perubahan status dan tanggung jawab baru (Hamid, 2002).

Baum et al (1984) yang dikutip oleh Neil (2000) dalam buku Psikologi Kesehatan menyatakan bahwa stres dijelaskan sebagai variasi luas dari hasil akhir, yang kebanyakan negatif, tidak membutuhkan penjelasan, mereka mengatakan bahwa stres untuk gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan dan banyak keadaan lain.

Stres terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman terhadap kesehatan fisik atau psikologisnya, peristiwa tersebut biasanya dinamakan stesor, dan reaksi orang terhadap peristiwa dinamakan respon stres (Suryabrata, 2002).

Stres merupakan suatu stimulus yang menuntut, akibat dari respon fisiologis dan emosional kita pada stimulasi lingkungan, interaksi antara orang dengan lingkungannya (Abraham, 2007).

b. Penyebab Umum stress

Sarafino (2000) membedakan sumber-sumber yang menjadi penyebab stres yaitu : sumber stres di dalam diri seseorang, sumber stres di dalam keluarga, sumber stres di dalam komunitas dan lingkungan (Smet, 2004). Berdasarkan tingkat rangsangannya penyebab umum stres dibedakan menjadi : tingkat rangsangan rendah dan tingkat rangsangan tinggi. Yang termasuk tingkat rangsangan rendah misalnya : pekerjaan rutin yang membosankan, hubungan yang tidak memuaskan dan tidak

(15)

menguntungkan, kurang kesempatan yang bersifat rekreatif dan kurang berhubungan dengan orang lain. Sedangkan tingkat rangsangan yang tinggi misalnya : terlalu sibuk, tuntutan konflik dengan waktu atau keahlian, aktivitas yang terlalu banyak untuk dikerjakan, kurang kesempatan untuk bersantai, kecemasan finansial atau pribadi (Smith, 2001).

Peristiwa yang dirasakan sebagai stres biasanya masuk ke dalam salah satu atau lebih kategori berikut (Widjaja, 2009) :

a. Peristiwa traumatik

Situasi bahaya ekstrim yang berada di luar rentang pengalaman manusia yang lazim. Peristiwa tersebut antara lain : bencana alam, bencana buatan manusia, penyerangan fisik (pemerkosaan/upaya pembunuhan).

b. Peristiwa yang tidak dapat dikendalikan

Semakin peristiwa tampaknya tidak dapat dikendalikan, semakin besar kemungkinannya dianggap stres. Keyakinan bahwa kita dapat mengendalikan suatu peristiwa akan memperkecil kecemasan kita terhadap peristiwa itu. Peristiwa besar yang tidak dapat dikendalikan antara lain : kematian orang yang dicintai, dipecat dari pekerjaan, penyakit serius. Sedangkan peristiwa yang tidak dapat dikendalikan antara lain mendapatkan kawan menolak permintaan maaf.

c. Peristiwa yang tidak dapat diperkirakan

Mampu memprediksi kejadian suatu peristiwa stres walaupun tidak mengendalikannya, biasanya menurunkan keparahan stres.

d. Konflik internal

Stres juga dapat ditimbulkan oleh proses internal-konflik yang tidak terpecahkan yang mungkin disadari atau tidak disadari. Konflik terjadi jika seseorang harus memilih antara tujuan/tindakan yang tidak sejalan/bertentangan.

(16)

2. Model Stres Adaptasi Stuart Dalam Keperawatan Jiwa

Model stres adaptasi menurut Stuart (2006) merupakan integrasi faktor biologis, psikologis, sosio kultural, lingkungan dan legal etik, sebagai kerangka praktek dalam merawat pasien. Beberapa asumsi yang diberikan oleh model ini antara lain kondisi sehat atau sakit dan adaptif atau maladaptif merupakan suatu rentang. Selain itu model stuart terdiri atas tiga prevensi (primer, sekunder, dan tersier) yang mendiskripsikan empat fase tahap penanganan pasien yakni tahap penanganan krisis, akut, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Model ini terdiri dari komponen-komponen berikut (Stuart, 2001):

a. Faktor predisposisi

Faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Faktor risiko ini antara lain faktor biologi, psikologi dan sosio kultural.

b. Stresor prepitasi

Stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Tantangan, ancaman, atau tuntutan ini tergantung dari sifat, asal, waktu serta jumlah stresor.

c. Penilaian terhadap stresor

Suatu evaluasi tentang makna stresor bagi kesejahteraan seseorang di mana stresor mempunyai arti, intensitas dan kepentingannya. Evaluasi ini terdiri atas penilaian kognitif, afektif, psikologi dan respon sosial.

d. Sumber koping

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Sumber koping meliputi kemampuan ekonomi, kemampuan dan keahlian, teknik pertahanan, suport sosial serta motivasi.

(17)

e. Mekanisme koping

Tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.

f. Rentang respons koping

Suatu kisaran respons manusia yang adaptif ke maladaptif. g. Aktivitas tahap penanganan

Kisaran fungsi keperawatan yang berhubungan dengan tujuan pengobatan, pengkajian keperawatan, intervensi keperawatan, dan hasil yang diharapkan.

Model adaptasi stres dibuat untuk beberapa tujuan. Pertama model dapat menolong mengklarifikasi hubungan, membentuk hipotesis dan memberi perspektif terhadap ide yang abstrak. Kedua, model juga menyediakan struktur berpikir, observasi dan interpretasi terhadap apa yang dilihat. Model keperawatan konseptual merupakan gambaran kerangka kerja antara pasien dengan lingkungan dan status kesehatan serta aktifitas keperawatan yang dilakukan (Stuart, 2001).

D. Strategi koping pada penderita Tuberkulosis Paru

Penelitian strategi koping menghadapi stres pada penderita TBC yang dilakukan oleh Habibah (2008) menunjukan bahwa reaksi subjek ketika divonis menderita penyakit TBC yaitu emosi negatif, respon fisik dan menarik diri. Mekanisme koping yang digunakan setelah mengetahui TBC paru penyakit menular berupa pendekatan religius, mencari informasi, taat pada saran dan diskusi. Mekanisme koping yang digunakan menjalani pengobatan 6 bulan berupa pendekatan religius, curah hati dan diskusi. Mekanisme koping penderita TBC para menghadapi efek samping minum obat yang digunakan berupa pergi ke tempat pelayanan kesehatan dan tindakan mengatasi keluhan.

(18)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hery (2011) dengan judul Tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping terhadap kelentinga keluarga pada keluarga dengan TB Paru, menunjukkan bahwa keluarga dengan penderita penyakit TB paru memiliki sanitasi yang baik dan sangat baik (73%), perilaku hidup sehat yang baik (57%), tingkat kecemasan penderita relatif rendah-sedang (65%), mekanisme koping kesehatan yang tinggi (60%), mekanisme koping yang tinggi (49%), dukungan sosial yang sedang (84%), dan dukungan keluarga yang tinggi (47%). Berdasarkan analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif antara pendapatan keluarga dengan dukungan keluarga. Adanya hubungan yang bersifat positif antara mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP), mekanisme koping keluarga, tingkat kecemasan, dukungan sosial dengan dukungan keluarga. Berdasarkan analisis regresi linier berganda diperoleh faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga yaitu : besar keluarga (ß = -317, p = 0,003), tingkat kecemasan (ß = 0,239, p = 027), dan mekanisme koping keluarga (ß = 0,511, p = 0,000).

Amelia (2011) melakukan penelitian tentang hubungan tingkat stres dengan strategi koping keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan penyakit TB Paru yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan strategi koping keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan penyakit TB Paru dan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan strategi koping keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan penyakit TB Paru.

(19)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Suryani & Widyasih, 2008, Mu’tadin, 2002 dan Suwitra, 2007) F. Variabel Penelitian

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah mekanisme koping penderita TB paru yang di diagnosa BTA(+).

Faktor Predisposisi

Faktor Prepitasi Stress Mekanisme koping

Adaptif

Maladaptif

Faktor yang mempengaruhi koping 1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Status perkawinan Komponen stres adaptasi :

1. Penilaian terhadap stresor 2. Sumber koping 3. Rentang respons koping 4. Aktivitas tahap penanganan Strategi koping 1. Kesehatan fisik 2. Keyakinan atau pandangan positif 3. Ketrampilan memecahkan masalah 4. Ketrampilan sosial 5. Dukungan sosial 6. Materi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Kegiatan Penyelenggaraan Penyehatan Lingkungan, Program Upaya Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kota Magelang Tahun Anggaran 2012

Data sekunder merupakan informasi yang dikumpulkan bukan untuk kepentingan studi yang sedang dilakukan saat ini tetapi untuk beberapa tujuan lain. Data sekunder biasanya

Berdasarkan docking yang dilakukan diketahui bahwa residu-residu yang banyak berpengaruh pada interaksi ligan pada sisi aktif adalah residu Thr275 yang berinteraksi secara

bahwa untuk penyempurnaan bentuk Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, perlu ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Bentuk Peraturan Daerah

Berdasarkan strukturnya, menggolongkan flavonoid dalam enam kelompok antara lain aglikon (flavonoid tanpa gula terikat), flavonoid-C-glikosida (flavonoid yang terikat gula

Di era globalisasi ini dunia teknologi semakin maju dimana kebutuhan akan informasi sudah menjadi kebutuhan utama. Oleh sebab itu, internet adalah suatu lahan

penyeleksian buah jeruk besar dan kecil secara otomatis dengan menggunakan PLC dan Pengolahan Citra dengan keberhasilan sebesar 73,33 %, proses yang dilakukan dapat berjalan

Dari berbagai hasil penelitian yang sudah dipaparkan, penelitian penilaian formatif dengan feedback sangat minim diaplikasikan dalam kelas kimia SMA.Sebagian besar