• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan partisipasi perempuan dalan proses kesiapsiagaan Gunung Merapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan partisipasi perempuan dalan proses kesiapsiagaan Gunung Merapi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan partisipasi perempuan dalan proses kesiapsiagaan Gunung Merapi

di Kabupaten Sleman

1. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana. Di dalam Undang-Undang inipun telah diatur secara rinci dan sangat jelas.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman sebagai organisasi yang berwenang terhadap kebencanaan menetapkan visi, misi pembangunan yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2008-2025.

BPBD Kabupaten Sleman melakukan penyusunan tentang penanggulangan bencana awalnya dengan usulan dari SKPD lain sehingga dimasukkan yang sesuai dengan tupoksi BPBD Kabupaten Sleman. Hal ini diperjelas oleh Kepala Seksi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Sleman:1

“Program Pemerintah di BPBD itu punya cantelan, itu ada nama, itu sudah event dari sananya. Itu adalah awalnya usulan. Usulan dari masing-masing SKPD. Kita punya kewenangan, dasarnya adalah tupoksi (tugas dan fungsi) masing-masing itu apasih yang dikerjakan. Makanyalah menyusun program kegiatan. Didalam program kegiatan itu nanti ada muncul kegiatan yang macem-macem itu. Tahun ini

1 Hasil Wawancara dengan Bapak Djokolelana Juliyanto, ST (Kasi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan

(2)

(2016) ada 7 (tujuh) program prioritas BPBD Kabupaten Sleman, program ini awalnya adalah usulan kepada BPBD.”

Salah satu program tujuan BPBD Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 adalah meningkatkan partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana yang sejalan dengan sasaran BPBD Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 yaitu meningkatnya partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana.

Dalam proses penanggulangan bencana, penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan bencana merupakan tahap awal yang harus dilakukan oleh BPBD Kabupaten Sleman sebagai wadah yang menaungi masalah kebencanaan di Kabupaten Sleman.

Dalam melakukan penyusunan tentunya BPBD telah melakukan identifikasi terlebih dahulu untuk dapat menyusun kemudian menganalisis resiko yang akan terjadi setelah itu dilakukan pengkajian uji coba dengan kebijakan tersebut.

BPBD Kabupaten Sleman telah menjelaskan didalam program kegiatannya yang mengacu kepada RPJP Kabupaten Sleman tahun 2008-2025, misalnya program kegiatannya yaitu program pencegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam yang kegiatannya pencegahan dini. Selain itu ada juga program lainnya yaitu program mengembangkan data dan informasi, yang kegiatannya berisi tentang kegiatan penyusunan dan analisis data.

Dalam tahapan kesiapsiagaan, BPBD Kabupaten Sleman melakukan proses penyusunan serta uji coba rencana dalam penanggulangan bencana ini dengan melibatkan SKPD lain di Kabupaten Sleman.

BPBD sebagai penanggung jawab masalah kebencanaan di Kabupaten Sleman tidak memberikan batasan terhadap perempuan karena BPBD menilai perempuan

(3)

lebih mengetahui kebutuhan apa yang sangat dibutuhkan ketika berada di barak pengungsian serta dibagian yang paling sibuk ketika terjadinya bencana yaitu dapur umum. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Sleman:2

“Pada bencana terdapat tahapan pra, saat, dan pasca. Diharapkan setiap tahapannya semua melibatkan perempuan. Diutamakan pada tahap pra bencana, kegiatan di BPBD Kabupaten Sleman di fokuskan kepada tahap pra bencana.”

Namun hal ini berbanding dengan informasi yang dijelaskan oleh staff Badan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Sleman:3

“Belum pernah ada kerja sama. Kan BPBD juga berdirinyakan baru, tahun berapa itu BPBD. Pelatihan perempuan kalau dikita, kebetulan belum masuk di bencana. Kalau bencanakan disana simulasi. Simulasi kalau kita kan pelatihannya dalam rangka pemberdayaan perempuan. Kalau yang bencana itu kita belum merintis yang program pemberdayaan perempuan yang ada di Sleman”.

Dari uraian diatas terlihat bahwa informasi yang diberikan oleh kedua narasumber ini memiliki perbedaan. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi serta koordinasi antar SKPD yang saling bekerja sama dalam menjalankan suatu program.

Dari tahapan penyusunan dan uji coba rencana dalam penanggulangan bencana, partisipasi perempuan hamper tidak terlihat, dikarenakan pada tahapan ini lebih dominan kepada kinerja pemerintah. Yang dimaksud oleh BPBD berkoordinasi dengan perempuan adalah dengan terjun langsung kepada masyarakat dan melalui jalur sosialisasi tentang bahaya bencana.

2

Hasil Wawancara dengan Bapak Djokolelana Juliyanto, ST (Kasi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kab.Sleman) pada Tanggal 31 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB.

3

Hasil Wawancara dengan Ibu Arfy Staff Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pemberdayaan Perempuan, Bidang Seksi Pemberdayaan Perempuan, Pada Tanggal 04 Mei 2016, Pukul 13.00 WIB

(4)

Tabel 3.1

Tahapan Penyusunan dan Uji Coba Rencana Penanggulangan Bencana

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan Yang terlibat hanya BPBD, pada tahapan ini partisipasi perempuan hampir tidak terlihat

Penyusunan lebih baik melibatkan perempuan secara terbuka, sehingga apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan yang selama ini belum terpenuhi dapat menjadi rekomendasi. 2. Kesetaraan dan

kemitraan

Minimnya partisipasi perempuan dalam tahapan ini masih dimobilisasi oleh Pemerintah

Sosialisasi pentingnya partisipasi

perempuan dalam

penanggulangan harus lebih banyak lagi. Sehingga ketika adanya ikutsertaan partisipasi perempuan dalam setiap tahapan tidak dipandang sebelah mata. 3. Transparansi Keterbukaan terhadap

perempuan masih belum dilaksanakan.

Pelaksanaan prinsip ini harus ditingkatkan lagi oleh BPBD Kabupaten Sleman, karena transparansi penyusunan akan berpengaruh pada proses pelaksanaan penanggulangan bencana yang tertib dan lancar. 4. Kesetaraan

Kewenangan

Dalam tahapan ini, partisipasi perempuan tidak berjalan karena kewenangan pada tahapan penyusunan dan uji coba adalah kewenangan dari BPBD sebagai pelaksana.

Kesetaraan kewenangan seharusnya ada pada setiap tahapan kesiapsiagaan sehingga partisipasi perempuan lebih merata.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Proses penyusunan dan uji coba kurang memenuhi prinsip ini, karena kewenangan dan tanggung jawab penuh pada tahapan ini pada BPBD sehingga partisipasi perempuan tidak berjalan, ketentuan didapat dari BPBD secara langsung.

BPBD seharusnuya dapat menyamaratakan tanggung jawab perempuan dalam setiap kesempatan sehingga kebutuhan penyusunan serta uji coba penanggulangan bencana dapat juga diisi oleh perempuan.

6. Pemberdayaan Pemberdayaan perempuan hanya diberlakukan pada saat pelatihan

Setiap orang mempunyai keahlian yang beragam, BPBD sebagai yang mempunyai kewenangan harusnya

(5)

memberikan pelatihan seperti dalam menyusun kebijakan apa yang pantas sehingga perempuan juga dapat berpartisipasi

7. Kerja Sama Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana sudah menerapkan kerja sama terhadap SKPD yang lainnya yang turut dalam penanggulangan bencana dan sesuai dengan tupoksinya.

Kerja sama ini belum sepenuhnya melibatkan partisipasi perempuan dalam penyusunan dan uji coba rencana dalam penanggulangan kedaruratan bencana namun kerja sama dengan SKPD lainnya sudah berjalan.

2. Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini

Peringatan dini merupakan penyampaian informasi yang tepat, waktu dan efektif, melalui kelembagaan yang jelas, sehingga memungkinkan setiap individu yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi risiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.

Peringatan dini merupakan faktor utama dalam pengurangan risiko bencana. Adanya pengorganisasian didalam penanggulangan bencana memudahkan proses penanggulangan bencana.

BPBD sebagai salah satu SKPD di Kabupaten Sleman memiliki kewenangan dalam pengorganisasian kebencanaan di Kabupaten Sleman. Dalam pengorganisasian, BPBD melakukan penanggulangan bencana dengan cara bekerja sama dengan SKPD Kabupaten Sleman lainnya, seperti Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Bappeda Kabupaten Sleman, Badan Keluarga berencana, pemberdayaan masyarakat, dan pemberdayaan perempuan Kabupaten Sleman, Dinas Perumahan dan Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman, serta PKK di Kabupaten Sleman. Tahap pra bencana ini banyak melibatakan SKPD guna

(6)

memaksimalkan kinerja dalam hal penanggulangan bencana yang sudah dibagikan dalam masing-masing tupoksi.

Dalam tahapan pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini, BPBD melakukan dengan cara melakukan pengamatan gejala bencana, menganalisis hasil pengamatan gejala bencana, setelah dianalisis lalu BPBD mengambil keputusan dan menyebarluaskan informasi tentang peringatan bencana sehingga masyarakat dalam mengambil keputusan untuk bertindak.

BPBD melakukan pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini secara bertahap. Setelah mengetahui daerah atau lokasi yang berpotensi dan rawan bencana maka disiapkanlah alat pendeteksi bencana yang dilakukan melalui pengorganisasian untuk dapat segera dilakukan pemasangan serta diuji pada sistem peringatan dini.

Peringatan dini dimaksudkan sebagai penyampaian informasi yang tepat waktu. Penyampaianpun harus melalui kelembagaan yang jelas sehingga masyarakat yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi risiko bencana.

Tabel 3.2

Tahapan Pengorganisasian, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Peringatan Dini

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan BPBD melakukan

pengorganisasian dengan dibantu oleh SKPD lain. Partisipasi perempuan tidak menonjol. Dalam pengorganisasian seharusnya bisa memasukkan perempuan didalamnya, perempuan mampu bersikap cekatan sehingga pengorganisasian dapat bertambah SDMnya

(7)

2. Kesetaraan dan Kemitraan

Sama halnya pada tahapan penyusunan, prinsip ini masih dimobilisasi oleh laki-laki dan pemerintah.

Perlu adanya kesadaran pentingnya kesetaraan dan kemitraan sehingga perempuanpun dapat ikut andil.

3. Transparansi Pada tahapan ini transparansi dilakukan melalui pelaporan kegiatan dan pembelian alat prediksi bencana.

Pelaksanaan prinsip ini harus dipertahankan oleh BPBD Kabupaten Sleman, karena transparansi akan berpengaruh terhadap kesiapan daerah dalam mengahadapi bencana. 4. Kesetaraan

Kewenangan

Masih banyaknya yang menganggap perempuan dan kesetaraan kewenangan itu hanya milik laki-laki, apalagi untuk masalah penanggulangan bencana.

Perlu banyaknya sosialisasi yang dilakukan guna menyadarkan

masyarakat yang masih menganggap

penanggulangan

bencana ini hanya dilakukan oleh laki-laki. 5. Kesetaraan

tanggung jawab

Sama halnya dengan kewenangan. tanggung jawab juga diberikan lebih cenderung kepada laki-laki

Sebaiknya partisipasi perempuan harus lebih didorong lagi untuk dapat ikut andil dalam

semu tahapan

penanggulangan bencana.

6. Pemberdayaan Pemberdayaan perempuan dilakukan hanya pada tahap tertentu

BPBD sebagai wadah kebencanaan untuk masyarakat harus memberikan jadwal yang seimbang untuk pelatihan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan.

7. Kerja Sama Kerja sama ini merupakan salah satu tahapan yang sangat baik dalam pelaksanaannya. Semua SKPD saling bahu membahu untuk bekerja sama dalam tahapan kesiapsiagaan ini.

BPBD Kabupaten

Sleman harus

mempertahankan kerja sama yang baik dengan SKPD yang lain sehingga pelaksanaan selalu berjalan dengan lancar.

(8)

3. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar

Proses penyediaan dan penyiapan barang pasokan BPBD Kabupaten Sleman bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial. Hal ini dimasukkan kedalam tupoksi bidang sosial yang merupakan salah satu program kebencanaan yaitu rehabilitasi dan pelayanan kesejahteraan.

Dinas sosial mempunyai bafestok atau yang biasa disebut dengan beras penyangga. Ketika terjadi kedaruratan maka bafestok ini yang akan diberikan. Bafestok ini sudah menyangkut kedalam logistic sehingga ada pangan dan pakaian.

Sebagai SKPD yang bertanggung jawab terhadap penyediaan serta penyediaan barang logistik, Dinas sosial juga berupaya memberikan pelatihan kepada satuan kerja sosial seperti pelatihan keterampilan dapur umum, menjelaskan pengertian tentang bagaimana manajemen logistik serta pengertian tentang masalah kebencanaan. Hal ini juga berdasarkan keterangan yang disampaikan langsung oleh Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial:4

“Nggak kan kita punya 86 desa di prioritaskan, ini KRB (Kawasan rawan bencana) dulu, karna apa ? nanti disini ini paling ndak ini untuk desa biar desa itu dalam pelatihan ini untuk penanggulangan bila terjadi kedaruratan. Maka itu dilaksanakan pelatihan satuan kerja sosial ini ya di ini istilahnya ada suatu pelatihan keterampilan dapur umum, pengertian tentang manajemen logistik, karena kaitannya ini dapur umum dengan logistik jadi satu. Trus secara umum tentang pengertian-pengertian masalah kebencanaan, penanganan masalah bencana.”

Penyediaan dan penyiapan barang pasokan ini dilakukan oleh Dinas Sosial melalui kerja sama. Hal ini juga sering mengalami hambatan seperti keterbatasan personil. Hal ini membuat kesulitan pada saat pengecekan barang yang masuk ke

4 Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten

(9)

gudang sudah expired atau belum. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial:5

“Terbatasnya personil yang ada. pada saat bencana pasti ada donator atau bantuan dari luar, relawan. Dan relawan itu kalau mau membantu, kan biasanya membantu yang wilayah bawah. Kalau yang wilayahnya kabupaten kan biasanya dari instansi, Karena bagaimanapun nanti untuk pengecekan barang yang masuk ini sudah expired tidak, kalau memang sudah expired, kalau sudah terlalu banyak pada waktu itu untuk liat expired kan ndak sempat mau liat expired atau belom yang jelas hanya menulis jenis bantuan, apa jenisnya, banyaknya berapa, kan cuma gitu aja, bantuan dari mana, kan nulisnya gitu. Tapi untuk pembenahan-pembenahan yang akan datang ini memang kita liat ada bantuan dari mana, jenisnya apa, sudah expired atau belom, kalau menjelang expired kita kurang berapa lama, semuanya tergantung keperuntukannya itu. Menjelang expired ini harus di taroh di tempat yang strategis. Karena harus didistribusikan dan dibawa ke bawah untuk segera dimasak. Atau dibagikan atau digunakanlah istilahnya sepert itu.”

Ketika pemasokan atau penyediaan dan penyiapan barang pasokan sudah bisa memenuhi kebutuhan barak pengungsian, selanjutnya Dinas Sosial akan berkoordinasi dengan yang penanggung jawab yang berada di barak, sehingga Dinas Sosial akan mengetahui kekurangannya apa saja, kemudian dibuatlah catatan yang nantinya akan dilaporkan supaya tidak terjadi tumpang tindih di barak dan desa. Kebiasaan buruknya adalah terkadang permintaan barak dan desa selalu berbeda-beda sehingga yang terjadi adalah ketidak sesuaian dengan realita di lapangan.

Keterlibatan perempuan dalam tahap ini terlihat dari pelatihan yang dilakukan Satgasos. Hal ini karena adanya keterlibatan antara PKK, Karang Taruna, Tokoh Masyarakat serta Hansip atau Limas. Perempuan ikut berpartisipasi pada tahapan ini diharapkan untuk dapat melatih diri dengan ikut pelatihan dapur umum serta mampu memahami semua dalam pelatihan tersebut.

5

Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Pada Tanggal 09 Mei 2016, Pukul 13.30 WIB

(10)

Tabel 3.3

Tahapan Penyediaan dan Penyiapan Barang Pasokan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan Partisipasi perempuan ikut menyakut dalam pelatihan dapur umum bersama Satgasos.

Dalam tahapan penanggulangan ini diharapkan partisipasi perempuan tidak hanya sebatas dapur umum atau memasak, namun bisa secara keseluruhan tahapan dapat ikut berpartisipasi 2. Kesetaraan dan

kemitraan

Keterlibatan partisipasi perempuan yang sudah dianggap sangat penting untuk dilibatkan.

Pada tahapan ini sudah baik dan harus dipertahankan baik itu BPBD maupun Dinsos Kabupaten Sleman.

3. Transparansi Transparansi yang ditunjukkan oleh Dinsos Kabupaten Sleman pada tahapan ini adalah dengan memberikan setiap kegiatan pelaporan sehingga mengetahui apa saja yang dibutuhkan di lapangan, sesuai fakta lapangan atau tidak.

Prinsip transparansi pada tahapan ini sudah sangat baik dan harus selalu dipertahankan.

4. Kesetaraan kewenangan

Pemenuhan prinsip kesetaraan kewenangan pada

setiap tahapan

penanggulangan bencana memang agak sulit. Namun, untuk tahapan ini prinsip kesetaraan kewenangan sudah mulai berjalan, sehingga perempuan dapat dengan leluasa untuk ikut berpartisipasi dalam pelatihan.

Pada pelatihan berikutnya seharusnya partisipasi perempuan dalam penyediaan dan penyiapan logistik harus diikut sertakan, karena pada kenyataannya perempuan lebih mengetahui kondisi dan keperluan apa saja yang diperlukan di barak pengungsian.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Respon Dinas Sosial sebagai penanggung jawab logistik sudah memenuhi kebutuhan apa saja yang diperlukan.

Tanggung jawab pada logistic seharusnya banyak sekali melibatkan perempuan.

6. Pemberdayaan Permberdayaan perempuan masih sebatas pelatihan dapur umum dan pengelolaan barak.

Seharusnya Dinsos atau BPBD bisa bekerja sama dengan PKK dalam tahapan ini dengan memberi keterampilan bagaimana cara kerja dalam

(11)

penyediaan dan penyiapan barang sehingga perempuan dapat ikut andil dalam pemenuhan kebutuhan barak. 7. Kerja Sama Kerja sama yang dilakukan

oleh BPBD, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, serta SKPD lainnya sudah berjalan dengan sangat baik, dan juga dalam hal ini melibatkan peran serta PKK.

Pada tahapan ini, prinsip ini sudah terpenuhi.

4. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme

tanggap darurat

Dalam tahapan ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman berusaha untuk selalu tampil maksimal dalam setiap tahapan penanggulangan bencana, khusunya pada tahapan kesiapsiagaan.

BPBD melakukan pengorganisasian dengan membuat target sasaran kepada perempuan. Hal ini bertujuan agar pada saat kondisi bencana, perempuan bisa ikut andil. Seperti pada saat kondisi darurat, dapur umum, serta pengelolaan barak. BPBD hanya menargetkan kepada perempuan dengan persyaratan minimal 20%. Hal ini juga diperjelas oleh Bapak Djoko sebagai Kepala Seksi Mitigasi melalui wawancaranya:6

“Ancaman permanen di Sleman adalah merapi, sedangkan merapi bisa di prediksi kapan meletusnya dan setelahnya. Makanya sleman banyak kegiatan yang menargetkan kepada pra bencana, khususnya untuk menghadapi bencana merapi ini dengan menargetkan perempuan berperan besar dalam kegiatan tersebut. Harapannya adalah pada saat kondisi bencana mereka bisa ikut andil, yang pertama pada saat kondisi darurat, butuh dapur umum, itu butuh partisipasi peran besar perempuan, pengelolaan barak yang akan mengurusi orang banyak, perempuannya juga kurang. Makanya didalam pra bencana banyak mengikut sertakan perempuan dalam kegiatan pelatihan. BPBD hanya menargetkan kepada perempuan dengan

6

Hasil Wawancara dengan Bapak Djokolelana Juliyanto, ST (Kasi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kab.Sleman) pada Tanggal 31 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB.

(12)

persyaratan minimal 20% perempuan. Tidak ada organisasi yang bekerja sama, tetapi BPBD Kabupaten Sleman melibatkan PKK karena PKK ada didalamnya.”

Penyuluhan atau yang sering disebut dengan sosialisasi dilakukan setiap tahunnya. Pemerintah Kabupaten Sleman menganggarkan setidaknya 5 desa dalam kurun waktu setahun. Penyuluhan ini dilakukan langsung ke tingkat desa tidak melalui kecamatan. Tujuan dilaksanakannya penyuluhan atau sosialisasi ini adalah untuk menyadarkan masyarakat terhadap bahaya bencana serta menyadarkan mereka bahwa mereka hidup di kawasan rawan bencana, sehingga dapat mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam setiap pelatihan penanggulangan bencana.

Selain penyuluhan atau sosialisasi, tahapan pelatihan juga merupakan salah satu tahapan yang paling penting. Pelatihan ini dilakukan agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukakan pada saat bencana terjadi. Dengan pelatihan, masyarakat khususnya perempuan menjadi mengerti dan dapat melakukan hal yang tepat disaat terjadinya bencana. Pada tahapan penyuluhan inilah BPBD berkesempatan memberikan pengetahuan kepada mereka terhadap ancaman bencana yang berada didepan mereka sehingga ketika mereka dilibatkan dalam pelatihan, mereka sudah mampu dan mengerti apa yang harus dilakukan.

Pemaparan diatas sudah menjelaskan bahwa BPBD Kabupaten Sleman hanya menargetkan kuota partisipasi perempuan 20% dalam pelatuhan. Hal ini disebabkan masih banyaknya anggapan bahwa kehadiran perempuan dalam pelatihan penanggulangan bencana tidak begitu penting. Masyarakat awam masih menganggap bahwa yang sepatutnya ikut dalam pelatihan bencana hanya kaum laki-laki.

Namun BPBD tidak kehabisan akal sampai disitu, kehadiran perempuan ini diganti dengan diberikannya ruang berbicara atau bebas memberikan pendapat oleh

(13)

perempuan untuk dapat berkontribusi pada saat penyuluhan atau sosialisasi yang dilakukan oleh BPBD.

Tahapan gladi dilakukan BPBD dan masyarakat dengan cara terjun langsung ke lapangan. BPBD mempraktekkan bagaimana nanti jika bencana terjadi. Dimana titik kumpulnya, dan apa yang masyarakat harus lakukan. Gladi adalah cara terbaik dalam semua tahapan penanggulangan bencana karena biasanya seseorang lebih mudah mengerti dipraktekkan secara langsung ketimbang sebuah teori.

Namun dalam setiap tahapan tentu mengalami hambatan. BPBD tidak mempunyai barak pengungsian. Untuk gladi BPBD bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) harusnya mempunyai barak, sehingga masyarakat lebih mengerti lagi tempat penampungan bila terjadi bencana. Hal ini disampaikan oleh Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial:7

“BPBD itu harusnya mempunyai barak pengungsian. BPBD sama PU yang harusnya punya. Kalau sosial itu penanggulangan logistik, ha ini jadi pemahamannya itu lain ya seolah-olah barak itu yang harus punya sosial tapi ini sektornya BPBD sama PU karena apa inikan suatu jenis tempat penampungan. Tempat penampungan ini bila terjadi bencana ada titik kumpul baru dibawa ke pengungsian tadi.”

Dapat dilihat salah satu tahapan dari kesiapsiagaan ini sudah berjalan dengan sangat baik, namun masih ditemukan kendala yang harus diperbaiki oleh BPBD Kabupaten Sleman bekerja sama dengan SKPD lainnya.

7

Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Pada Tanggal 09 Mei 2016, Pukul 13.30 WIB

(14)

Tabel 3.4

Tahapan Pengorganisasian, Pelatihan, Penyuluhan, Pelatihan, dan Gladi tentang Mekanisme Tanggap Darurat

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan Keterlibatan perempuan dalam tahapan ini sangat baik.Perempuan di dorong untuk selalu dapat mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh BPBD sehingga dapat memenuhi target sasaran dan mempunyai pengetahuan dalam penanggulangan bencana.

Prinsip ini sudah baik, hanya saja perlu ditingkatan. Partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana tidak hanya sebatas dapur umum dan barak saja, melainkan tahapan lainnya.

2. Kesetaraan dan kemitraan

Proses kesetaraan serta kemitraan sedikit demi sedikit mulai terlihat dalam tahapan ini. BPBD berusaha menargetkan kuota sehingga partisipasi perempuan ada didalamnya dan dapat disetarakan dengan laki-laki.

Pada saat ini BPBD hanya mampu memberi kuota 20%, diharapkan tahun berikutnya kuota ini akan bertambah seiring dengan kesama rataan jumlah peserta pelatihannya.

3. Transparansi Transparansi pada tahapan ini tidak terlalu menonjol sehingga terlalu sulit untuk dilihat.

Perlu adanya keterbukaan oleh BPBD Kabupaten Sleman mengenai perekrutmen organisasi dan terkait dengan penyuluhan, pelatihan serta gladi yang dilaksanakan

4. Kesetaraan kewenangan

Sama halnya dengan kemitraan,kewenanganpun masih hanya sebatas dapur umum dan pengelolaan barak.

Tahun berikutnya diharapkan BPBD Kabupaten Sleman dapat memberikan peluang besar kepada perempuan untuk ikut andil dalam setiap tahapannya.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Respon masih menganggap perempuan tidak terlalu penting untuk ikut dalam kegiatan penanggulangan bencana, sehingga kehadiran perempuan selalu dipandang sebelah mata.

Pada saat sosialisasi, BPBD sebagai yang mempunyai kewenangan masalah bencana harus lebih tegas dalam menyampaikan betapa pentingnya kehadiran perempuan dalam pelatihan penanggulangan bencana,

(15)

5. Penyiapan lokasi evakuasi

Proses penyiapan lokasi ini merupakan tanggung jawab BPBD Kabupaten Sleman dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sleman. Dinas PU bekerja sama dengan mengikuti BPBD.

Pada saat sebelum terjadinya bencana Dinas PU bekerja dengan mempersiapkan jalan untuk evakuasi masyarakat. Dengan mempersiapkan jalan ini diharapkan ketika bencana terjadi, masyarakat dimudahkan dengan adanya jalur evakuasi ini.

Penyiapan lokasi evakuasi ini dibuat pada daerah yang termasuk dalam kategori Kampung Rawan Bencana (KRB). Hal ini merupakan ketetepan langsung oleh BPBD Kabupaten Sleman, ketika sudah mengetahui daerah rawan bencana barulah PU bertindak untuk menyiapkan lokasi evakuasinya.

sehingga disaat dilaksanakannya baik itu penyuluhan, pelatihan atau bahkan gladi perempuan sudah tidak malu untuk bergabung dan bekerja sama dengan laki-laki. BPBD harus mampu mematahkan stikma perempuan hanya di rumah. 6. Pemberdayaan Pelatihan dan keterampilan

yang diberikan kepada perempuan sudah sangat baik, seperti keterampilan dapur umum, pengelolaan barak, sehingga perempuan nantinya mampu mengordinasikan kondisi di lapangan.

Proses ini sudah berjalan dengan baik dan diharapkan dapat dipertahankan.

7. Kerja Sama Kerja sama dalam hal ini lebih dominan BPBD dan Dinas Sosial, dan Dinas PU

Proses kerja sama kadang terkendala keterbatasan personil.

(16)

Namun sayangnya, menurut informasi yang didapat BPBD serta PU tidak mempunyai barak pengungsian sehingga pengungsi langsung dibawa ke pengungsian tanpa berkumpul terlebih dahulu. Keterangan ini disampaikan oleh Bapak Budi Sekbansos Dinas Sosial Kabupaten Sleman:8

“BPBD itu harusnya mempunyai barak pengungsian. BPBD sama PU yang harusnya punya. Kalau sosial itu penanggulangan logistik, ha ini jadi pemahamannya itu lain ya seolah-olah barak itu yang harus punya sosial tapi ini sektornya BPBD sama PU karena apa inikan suatu jenis tempat penampungan. Tempat penampungan ini bila terjadi bencana ada titik kumpul baru dibawa ke pengungsian tadi.”

Lokasi yang dipersiapkan oleh Dinas PU hanya mengikuti perintah dari BPBD. Pelaksanaan program pada tahapan ini tidak luput dari adanya hambatan. Hal yang sering kali yang menjadi hambatan adalah anggaran. Biasanya Dinas PU merujuk kepada Provinsi atau Daerah untuk dapat melaksanakan program ini. Selain itu juga keterbatasan personil dan perlatan juga kerap kali menjadi penghambatan dalam pelaksanaan tahapan ini. Hal ini dijelaskan dalam wawancara dengan Bapak M. Nurahmawardi sebagai Kasi Perumahan Formal:9

“kita hanya membantu dengan BPBD didepannya. Ya kita mungkin dengan mempersiapkan jalan evakuasi supaya tidak tampak asing, ya gitu-gitu PU kerjanya. PU menjadi salah satu tim pembangunan rumah tangguh bencana, serta membangun dan menyiapkan barak pengungsian. Hambatannya apa ya, ya paling masalah anggaran itu. ”

Partisipasi perempuan dalam tahapan ini sangat minim, ini dilihat dari hamper semuanya yang melaksanakan program ini adalah laki-laki. Mengingat ini kerja di lapangan dan cukup berat untuk perempuan, maka perempuan tidak dilibatkan.

8

Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Pada Tanggal 09 Mei 2016, Pukul 13.30 WIB

9

Hasil wawancara dengan Bapak M. Nurahmawardi Kepala Seksi Perumahan Fornal, Dinas Perumahan dan Pekerjaan Umum, Pada Tanggal 19 Mei 2016, Pukul 13.15 WIB

(17)

Tabel 3.5

Tahapan Penyiapan Lokasi Evakusi

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. akupan Keterlibatan perempuan pada tahap ini tidak terlihat. Di dominasi oleh BPBD dan Dinas PU secara keseluruhan.

Untuk kerja lapangan yang tidak memungkinkan perempuan untuk ikut andil, mungkin dapat diganti dengan keterlibatan perempuannya dalam pendataan lokasi evakuasi. 2. Kesetaraan dan

kemitraan

BPBD dan PU

menyetarakan semua masyarakat tanpa membedakan dalam hal pemberian lokasi evakuasi

Kesetaraan ini sudah baik, namun keterlibatan peempuan yang tidak tampak sama sekali.

3. Transparansi Pada tahap ini transparansi hanya diketahui masing-masing SKPD.

Perlu adanya transparansi dalam tahapan ini. Penyiapan lokasi evakuasi memerlukan dana yang tidak sedikit. Transparansi sangat diperlukan untuk mengetahui keberhasilannya suatu proyek. 4. Kesetaraan kewenangan Belum tampaknya kesetaraan kewenangan pada tahapan ini.

Kewenangan dalam pendataan bisa diberikan kepada perempuan yang lebih valid dalam soal pendataan.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Sangat kurang Pendekatan yang sangat kurang, ini bisa dimulai dengan melakukan musyawarah atau diskusi dengan masyarakat untuk mendekatkan diri sehingga respon yang diterima baik. 6. Pemberdayaan Pada tahapan ini

pemberdayaan tidak dilakukan.

Proses pemberdayaan seharusnya tidak berhenti pada suatu tahapan, agar kemandirian masyarakat khususnya perempuan tetap terlatih.

(18)

7. Kerja Sama Kerja sama yang dilakukan BPBD dan Dinas PU sudah cukup baik.

Tahun berikutnya diharapkan dapat bekerja sama dengan masyarakat juga.

6. Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap

darurat bencana

Penyusunan data dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman sebagai SKPD yang memiliki kewenangan dalam masalah kebencanaan. Di bantu dengan SKPD yang lain, BPBD Kabupaten Sleman menyusun data sehingga menjadi akurat kemudian data ini setelah disusun dan diuji kebenerannya, disebarkan sebagai informasi kepada masyarakat, sehingga yang menerima informasi adalah masyarakat.

Sebelum dijadikan sebagai informasi, data mentah ini dikelola oleh BPBD kemudian dengan adanya bantuan tim penguji, data yang didapatkan kemudian diteliti apakah benar di lapangan seperti itu atau tidak. Apakah mengancam masyarakat atau tidak. Penyebar luasan informasi harus akurat karena ini menyangkut keselamatan masyarakat banyak. BPBD adalah SKPD yang mempunyai kewenangan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Di Sleman ancaman yang dihadapi masih bisa di prediksi. Ancaman di Sleman yang permanen adalah Gunung Merapi. Pada tahapan ini Gunung Merapi bisa di prediksi kapan akan meletusnya, sehingga BPBD sebagai tim pengawas bisa mengumpulkan data yang akurat kemudian disebar luaskan sebagi informasi yang kongkrit.

Pada tahapan ini, Pemerintah Kabupaten Sleman banyak melakukan kegiatan yang menargetkan kepada perempuan-perempuan di Sleman untuk dapat

(19)

berkontribusi dalam kegiatan tersebut, dengan tujuan agar pada saat kondisi bencana mereka bisa ikut andil.

Pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana di Kabupaten Sleman mengacu kepada Undang-Undang No.11 Tahun 2009 serta Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Di dalam Undang-Undang tersebut telah diatur semuanya, bagaimana prosedur yang harus dijalankan pemerintah.

Tabel 3.6

Tahapan Penyusunan Data Akurat, Informasi, dan Pemutakhiran Prosedur Tetap Tanggap Darurat Bencana

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan Prinsip ini sudah berjalan dengan baik, mulai melibatkan perempuan pada tahapan ini.

Untuk proses selanjutnya untuk tetap mempertahankan prinsip ini dengan selalu memberikan ruang kepada perempuan 2. Kesetaraan dan Kemitraan Kesetaraan dan kemitraan dalam tahapan ini cukup terlihat jelas, BPBD selalu berusaha untuk melibatkan dan menyetarakan

perempuan

Untuk yang akan datang, kuota perempuan sebaiknya diperbanyak lagi, agar perempuan merasa bahwa dirinya juga ikut penting

3. Transparansi Transparansi pada tahapan ini sudah menunjukkan kualitas yang baik. Informasi yang selalu diterima oleh BPBD kemudian dibagikan merata. Dalam tahapan penyusunan data partisipasi perempuan sudah mulai diperhitungkan, namun dalam informasi dan pemutakhiran prosedur

BPBD yang

memegang penuh.

Diharapkan perempuan juga dapat ikut bekerja sama membantu BPBD dalam tahapan ini. Misalnya melalui kerja

sama dengan

pemberdayaan

perempuan, PKK, atau menjalin kerja sama dengan organisasi perempuan diluar pemerintah.

(20)

7. Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan

kebutuhan pra sarana dan sarana

Dalam tahapan penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan ini BPBD Kabupaten Sleman dibantu dengan Dinas Perumahan dan Pekerjaan Umum dan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial dalam pemenuhan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan kebutuhan pra sarana dan sarana.

4. Kesetaraan Kewenangan

Dalam tahapan ini yang paling dominan untuk prinsip ini adalah penyusunan data, selanjutnya yang memegang kendali penuh adalah BPBD

Prinsip ini sudah mulai dijalankan.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Tanggung jawab yang diberikan kepada perempuan pada tahapan ini belum memenuhi secara keseluruhan. Hanya sebagian

Pada tahapan ini sudah berjalan dengan baik, hanya beberapa saja yang perlu ditingkatkan

6. Pemberdayaan Pemberdayaan

perempuan sudah dilakukan dengan cara memberikan tempat untuk perempuan melakukan pelatihan guna menyetarakan partisipasinya dengan laki-laki. Pemberdayaan ini diberikan kepada BPBD agar target perempuan dalam penanggulangan

bencana itu dapat terpenuhi.

Proses tahapan yang sudah berjalan.

7. Kerja Sama Kerja sama yang dilakukan BPBD dengan perempuan mendapat pujian, prinsip ini sudah dijalankan oleh BPBD.

Proses tahapan dengan prinsip ini sudah berjalan dan perlu dipertahankan.

(21)

Pra sarana dan sarana yang dimaksudkan Dinas PU adalah penyediaan air bersih, persampahan. Selan itu juga Dinas PU menyiapkan beberapa persiapan sebelum terjadinya bencana, seperti mempersiapkan jalan evakuasi, membangun rumah tangguh bencana, serta membangun dan menyiapkan barak pengungsian. Hal ini diperjelas oleh Bapak M.Nuragmawardi Kepala Seksi Perumahan Formal:10

“kita hanya membantu dengan BPBD didepannya. Ya kita mungkin dengan mempersiapkan jalan evakuasi supaya tidak tampak asing, ya gitu-gitu PU kerjanya. PU menjadi salah satu tim pembangunan rumah tangguh bencana, serta membangun dan menyiapkan barak pengungsian. Hambatannya apa ya, ya paling masalah anggaran itu. Selain itu juga keterbatasan personil dan peralatan ”

Dari pemaparan diatas bahwa Dinas PU sendiri menjelaskan penyiapan peralatan menjadi salah satu kendala selain anggaran. Keterbatasan inilah yang diharapkan mampu untuk dapat terpenuhi pada tahun berikutnya, agar tidak lagi menjadi suatu alasan tidak efektifnya proses tahapan penanggulangan bencana tersebut.

Dalam penyediaan bahan dan peralatan BPBD, Dinas PU serta Dinas Sosial saling bahu membahu bekerja sama dalam pemenuhan bahan tersebut. Untuk peralatan lebih dibebankan kepada Dinas PU, karena pada dasarnya Dinas sosial hanya bertanggung jawab terhadap logistik. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial:11

“Kalau sosial itu penanggulangan logistik, ha ini jadi pemahamannya itu lain ya seolah-olah barak itu yang harus punya sosial tapi ini sektornya BPBD sama PU

10

Hasil wawancara dengan Bapak M. Nurahmawardi Kepala Seksi Perumahan Fornal, Dinas Perumahan dan Pekerjaan Umum, Pada Tanggal 19 Mei 2016, Pukul 13.15 WIB

11

Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Pada Tanggal 09 Mei 2016, Pukul 13.30 WIB

(22)

karena apa inikan suatu jenis tempat penampungan. Tempat penampungan ini bila terjadi bencana ada titik kumpul baru dibawa ke pengungsian tadi. Dinas sosial hanya logistik. Nanti ketika sudah masuk kedarurat, nanti ada pendampingan psiko sosialnya. Dari dinas sosial yang melibatkan tagana”.

Dari pemaparan diatas, kerja sama yang dilakukan BPBD, Dinas PU dan Dinas Sosial sudah dilaksanakan dengan sangat baik. namun keterlibatan partisipasi perempuan masih belum terlihat jelas pada tahapan ini.

Tabel 3.7

Tahapan Penyediaan dan Penyiapan Bahan, Barang, dan Peralatan untuk Pemenuhan Kebutuhan Pra Sarana dan Sarana

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan Partisipasi perempuan dalam tahapan ini belum terlihat karena pada tahapan ini merupakan proses yang berat maka partisipasi perempuan sangat kecil.

Proses pada prinsip ini belum berjalan. BPBD masih membatasi partisipasi perempuan.

2. Kesetaraan dan Kemitraan

Kesetaraan dan kemitraan hanya berlaku pada tahap-tahap tertentu. Pada tahapan ini tidak terlihat partisipasi perempuan didalamnya, karena perempuan dilibatkan hanya dalam pengelolaan dapur dan barak, untuk peralatan tidak.

Sedikit mulai tampak, permintaan dan kondisi barak perempuan lebih mengetahui sehingga pemenuhan barang dilakukan oleh BPBD, PU, dan Sosial maka yang memberikan informasi kebutuhan adalah perempuan.

3. Transparansi Transparansi yang di lakukan masih kurang memuaskan.

Perlu adanya keterbukaan untuk setiap tahapan penanggulangan bencana, agar masyarakatpun dapat ikut andil dalam pengawasan

(23)

4. Kesetaraan Kewenangan Partisipasi perempuan hanya sebatas dapur umum dan pengelolaan barak, prinsip ini dalam tahapan ini belum berjalan sepenuhnya

Partisipasi perempuan harus disama ratakan dengan partisipasi laki-laki dalam setiap tahapan penanggulangan.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Respon yang masih kurang

Perlu adanya dorongan dan peningkatan lebih dalam tahapan ini.

6. Pemberdayaan Pemberdayaan

perempuan masih hanya sebatas dapur saja.

Perlu banyaknya dilakukan pelatihan atau pemberdayaan yang lebih bervariasi tidak hanya dapur umum saja.

7. Kerja Sama Kerja sama BPBD, PU, Dinsos sudah sangat baik pada tahapan ini, hanya saja kerja sama kepada peempuan belum sepenuhnya.

Prinsip ini perlu peningkatan lagi.

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa dari beberapa tahapan kesiapsiagaan ada yang sudah memenuhi prinsip partisipasi perempuan dan juga ada yang sama sekali hanya dimobilisasi oleh BPBD atau pemerintah. Hal ini dikarenakan partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana di Kabupaten sleman khususnya pada kegiatan kesiapsiagaan ini hanya diberikan kuota 20% oleh BPBD dari masing-masing desa, sehingga aparat desa yang bertanggung jawab mengirimkan utusannya untuk mengikuti pelatihan. Kuota yang diberikan oleh BPBD sebesar 20% ini bertujuan agar perempuan ikut andil, karena menurut pengalaman yang sudah-sudah jika tidak diberikan kuota hanya masyarakat berjenis kelamin laki-laki saja yang akan datang berpartisipasi.

Menurut BPBD hal ini bukan disebabkan oleh perempuan itu sendiri, melainkan masih kentalnya budaya merendahkan perempuan jika ikut berpartisipasi dalam penanggulangan bencana, karena yang dianggap penting dalam penanggulangan bencana hanya laki-laki. Hal ini merupakan salah satu kendala yang sampai saat ini masih ditemui

(24)

oleh penyelenggara penanggulangan bencana yaitu BPBD. Kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana juga menjadi kendala BPBD untuk dapat mengajak perempuan lebih banyak lagi. Selama ini sosialisasi yang dilakukan hanya seputar pengetahuan tentang bahaya bencana saja.

Tabel 3.8 Data Observasi

No. Hari/ Tanggal Tempat Keterangan

1. Kamis/ 31 Maret 2016 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Bapak Djokolelana Julyanto (Kasi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan Dan Kesiapsiagaan) 2. Rabu/ 4 Mei 2016 Badan Keluarga

Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, Dan Pemberdayaan Perempuan

Ibu Arfy (Seksi Bidang Pemberdayaan

Perempuan)

3. Senin/ 9 Mei 2016 Dinas Tenaga Kerja Dan Sosial Kabupaten

Sleman

Bapak Budi (Kasi Banntuan Sosial)

4. Kamis/ 19 Mei 2016 Dinas Perumahan Dan Pekerjaan Umum

Bapak M. Nurahwardi (Kasi Perumahan Formal)

5. Senin/ 23 Mei 2016 Bappeda Kabupaten Sleman

Bapak Arif Setio (Bidang Fisik Dan Pra Sarana)

6. Senin/ 23 Mei 2016 PKK Desa Pandowoharjo

Ibu Djanari (Sekretaris PKK Pandowoharjo) 7. Rabu/ 25 Mei 2016 PKK Kecamatan Depok Ibu Tyas Agus (Ketua

PKK Kec. Depok) 8. Jum’at/ 27 Mei 2016 PKK Kabupaten Sleman Ibu Hj Kustini (Ketua

PKK Kab. Sleman) 9. Jum’at/ 26 Agustus

2016

PKK Kecamatan Cangkringan

Ibu Masrifah (Ketua PKK Kec.

(25)

Sumber : Data Penelitian 2016 10. Sabtu/ 27 Agustus

2016

PKK Desa Gungan Ibu Ira (Ketua PKK Desa Gungan)

Gambar

Tabel 3.8  Data Observasi

Referensi

Dokumen terkait

Maklemat mengenai sistem ini juga diper lehi daripada umber rujuknn perpustakaan. Pembacaan buku-buku rujukan mcmbcrikan pcmaharnan. nm umurn tentang cabang kajian

skripsi ini dibuat sistem informasi operasional sekaligus sistem informasi eksekutif secara realtime dan akan menghasilkan output yang dibutuhkan oleh bagian

Selain untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, konsumsi nutrisi yang baik adalah memenuhi total kebutuhan energi (kalori) melalui konsumsi makro nutrisi dengan proporsi

Dalam tulisan ini diuraikan tentang pengertian simbol, bentuk dan sakralisasi simbol khusunya dari pembagian wilayah teologi menurut Donder yaitu wilyah

30.000 (selain mendapat ebook lanjutan, juga sudah termasuk dalam biaya pembuatan ebook dengan menggunakan link promosi anda atau referral anda, ebook dengan nama anda, ebook

Hasil uji kekuatan kompresi pada balok gipsum dental plaster dengan penambahan larutan NaCl 1,5%, yang dihitung dalam satuan MPa dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:..

h. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap pra bencana merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan

SETIAP SOAL HARUS MENGGUNAKAN BAHASA YANG SESUAI DENGAN KAIDAH BAHASA