• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN. daerah yang dinamakan sebagai Medan ini menuju pada bentuk kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN. daerah yang dinamakan sebagai Medan ini menuju pada bentuk kota"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

25

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Medan

Kehadiran kota Medan sebagai suatu bentuk kota memiliki proses perjalanan yang panjang dan kompleks, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya daerah yang dinamakan sebagai “Medan” ini menuju pada bentuk kota metropolitan. Hari lahir kota Medan adalah 1 Juli 1590, sampai saat ini usia kota Medan telah mencapai 422 Tahun. Keberadaan kota Medan saat ini tidak lepas dari historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, kota Medan berkembang semenjak Guru Patimbus membangun kampung tersebut, Guru Patimbus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang puteri Datuk Pulo Brayan. Dalam bahasa Karo kata Guru berarti “Tabib“ atau “Orang Pintar“, kemudian kata “Pa“ merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata “Timpus” berarti bundelan., bungkus atau balut. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya.

Berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan kota Medan selanjutnya ditandai dengan perpindahan

(2)

26

Ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis menuju Medan tahun 1887, sebelum akhirnya status diubah menjadi Gubernemen yang dipinpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota Medan.

Sejak awal memposisiskannya menjadi jalur lalu lintas Perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Batubara, serta adanya kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembangannya, yang telah mendorong berkembangnya kota Medan sebagai Pusat Perdagangan sejak masa lalu.

Keberadaan kota Medan tidak lepas dari peran para pendatang asing yang datang ke Medan sebagai pedagang ataupun lainnya, peranan Nienhuys sebagai pemilik modal perkebunan tembakau yang berkawasan di daerah Marelan telah menjadi cikal-bakal pertumbuhan Medan. Nienhuys pada proses perkembangan perkebunan tembakau telah memindahkan pusat perdagangan tembakau miliknya ke Medan Putri, yang pada saat sekarang ini dikenal sebagai Kawasan Gaharu. Proses perpindahan ini telah dapat menciptakan perkembangan perkembangan kota Medan seperti saat sekarang ini, sedangkan dijadikannya Medan menjadi Ibukota dari Deli juga telah mendorong Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini selain merupakan suatu wilayah kota juga sekaligus Ibukota Sumatera Utara.

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Provinsi Sumatera Utara, kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan

(3)

27

sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2012 diperkirakan telah mencapai 2.122.804 jiwa27. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional28

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951,

.

A.1. Keadaan Geografis Kota Medan

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

27

Katalog BPS. 2013. Kota Medan dalam Angka. BPS Kota Medan. Hal.45

(4)

28

yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat

(5)

29

Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

A.2. Keadaan Demografis Kota Medan

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu

(6)

30

keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi,

(7)

31

termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2008-2012

Tahun Jumlah Penduduk Luas Wilayah (KM Persegi) Kepadatan Penduduk (KM Persegi) 2008 2.102.105 265,10 7.929,50 2009 2.121.105 265,10 8.001 2010 2.097.610 265,10 7.913 2011 2.117.224 265,10 7.987 2012 2.122.804 265,10 8007,56

Sumber: BPS Kota Medan29

Secara konstitusional Negara Indonesia di bagi dalam daerah propinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan atministratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

B. Kota Medan Dalam Dimensi Otonomi Daerah

29

(8)

32

tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia.

Suasana kejiwaan dan kebatinan inilah yang pada dasarnya menjadi semangat penyusunan dan diperlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:

(9)

33 Bagan 2.1.

Organisasi Pemerintah Kota Medan

Sumber: Pemko Medan30

Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu: (1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan Perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu:

30

(10)

34

1. Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan

2. Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari;

a. Kewenangan mengatur yang diselenggarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.

b. Kewenangan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.

Berdasarkan fungsi dan kewenangan tersebut, Walikota Medan membawahi (pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.

B.1. Kewenangan Pemerintah Kota Medan

Harus diakui UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menjembatani aspirasi dan semangat reformasi masyararakat lokal, yang menginginkan adanya keleluasaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Secara filosofis, implimentasi otonomi daerah ternyata dapat mendorong daerah berkembang dengan prakarsa kreditivitas dan inisiatifnya sendiri, termasuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, akuntabilitas, transparansi dan komitmen yang kuat untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

(11)

35

Adanya keleluasan melaksanakan otonomi daerah, tercermin dari pola pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Semangat Undang-Undang No. 32 Tahun. 2004, telah menempatkan kewenangan pusat hanya pada aspek- aspek yang sangat terbatas seperti politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain yang tidak atau belum dapat diselenggarakan oleh daerah. Untuk itu, Kota Medan dituntut untuk mampu menyelenggarakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, meliputi administrasi pemerintahan umum, pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian dan perdagangan, koperasi, penanaman modal, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, penataan ruang, pemukiman, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan dan olahraga.

Bagi Pemerintah Kota Medan, implementasi otonomi daerah diwujudkan dalam kewajiban Pemerintah Kota untuk menjamin pelayanan umum yang sangat mendasar kepada masyarakat dan dunia usaha, berdasarkan kewenangan dan bidang-bidang wajib yang dilaksanakan Pemerintah Kota. Secara terus menerus, Pemerintah Kota Medan memperbaiki mutu pelayanan umum yang ada, mulai dari identifikasi dan standarisasi pelayanan, peningkatan kerja pelayanan Pemerintah Kota, dan monitoring pelayanan. Usaha ini diharapkan mampu menciptakan pemberian pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh pihak, baik masyarakat maupun dunia usaha yang bersifat lokal, nasional dan asing31

31Pemko Medan. Op. Cit. Hal.25

(12)

36

B.2. Kemampuan Keuangan Daerah Kota Medan

Diberlakukannya Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya perimbangan tugas, fungsi dan peran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tersebut berkonsekuensi, masing- masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif.

Untuk mendukung penyelenggaraan kewenangan, peran, fungsi, dan tanggung jawabnya. Pemerintah Kota Medan memiliki beberapa sumber pendapatan pokok, yaitu : (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, (4) Lain- lain penerimaan yang sah. Sebagai daerah yang perkembangan ekonominya sangat didominasi sektor sekunder dan tertier, sumber pendapatan asli daerah sebagian besar diperoleh dari hasil pajak dan retribusi daerah. Bagi Pemerintah Kota Medan, pungutan pajak lebih didefinisikan sebagai cara memberikan kesejahteraan umum (redistribusi pendapatan) dari pada sekedar budgeter.

Walaupun ada kecenderungan peningkatan volume dalam PAD, namun diakui 70% sumber penerimaan Kota Medan di sektor publik masih berasal dari

(13)

37

alokasi pusat (dana perimbangan/dana alokasi umum). Hal yang menggembirakan dalam hal pembiayaan pembangunan kota adalah, jika sebelumnya sebagian besar program pembangunan yang disediakan oleh pemerintah pusat dialokasikan dalam bentuk dana Inpres (regional) maupun dana DIP (sektoral), maka saat ini sebagian besar sudah dalam bentuk bantuan spesifik (specific blok grant), dan blok grant yang lansung diterima dan dikelola oleh daerah.

Pemanfaatan sebagian besar dana perimbangan tersebut oleh Pemerintah Kota Medan digunakan untuk pengembangan jaringan infrastruktur kota terpadu, termasuk pemeliharaannya. Dengan keterpaduan tersebut infrastruktur yang dibangun benar-benar memperlancar arus barang dan jasa antar daerah sehingga dapat menggerakkan kegiatan sosial ekonomi warga Kota Medan. Kegiatan ekonomi yang berkembang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Kota dalam pembiayaan pembangunan kota, sekaligus memperkecil ketergantungan Pemerintah Kota kepada Pemerintah Pusat32

Pajak dimasa lalu merupakan pungutan dari raja kepada rakyatnya yang bertempat tinggal di wilayah yang dikuasai oleh raja tersebut. Pemungutan pajak dimasa lalu hanya berdasarkan kehendak raja. Tetapi di era globalisasi saat ini, pemungutan pajak merupakan pungutan dari negara terhadap rakyatnya. Oleh karena itu banyak ahli yang membuat definisi pajak.

.

C. Pajak di Indonesia

32

(14)

38

Pajak bagi Wajib Pajak merupakan beban yang harus ditanggung dan akan mengurangi jumlah pendapatan yang akan diperoleh. Besarnya beban pajak yang akan dibayarkan tergantung pada besarnya pendapatan yang akan diperoleh, semakin besar pendapatan yang diperoleh, semakin besar pula pajak yang akan dibayar, sebaliknya demikian jika pendapatan rendah maka pajak yang akan dibayarkan juga rendah.

Menurut Andriani:

“Pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, langsung dapat ditunjuk, dan berguna untuk membiayai berbagai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”33

Kebijakan perpajakan merupakan hasil dan muara dari dua ranah penting dalam proses demokratisasi, yaitu hubungan negara-masyarakat dan pusat-daerah. Bila penguatan demokrasi lebih bersifat substantif, keterkaitan demokrasi dengan kebijakan perpajakan bisa ditelusuri, ditemukan, dan dipahami. Maka dari itu,

.

Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah : Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

(15)

39

penciptaan relasi antar aktor demokrasi dalam negara akan berhasil diciptakan.

Sharing of authority (pembagian wewenang) antara negara dengan warganya dan sharing of power antara pusat dengan daerah terlihat dalam kebijakan perpajakan.

Bagan 2.2.

Pajak Sebagai Muara Hubungan Negara-Rakyat dan Hubungan Pusat-Daerah

Sumber: Edi Slamet Irianto34

Pajak merupakan salah satu alat penting untuk melihat bagaimana pola hubungan telah dibangun antara negara dan masyarakat. Pajak bisa mencerminkan tindak peran serta masyarakat dan kadar keabsahan negara di mata masyarakat. Hal tersebut bisa dilihat dari pertumbuhan pembayar pajak dan pertumbuhan penerima pajak. hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 3 ayat (1) UU No.17 Tahun 2003 tentang keuangan negara yang menegaskan bahwa: “Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan Perundang-Undangan, efisien, ekonomis, efektif transparan, dan bertanggung jawab dengan memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. Artinya bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah yang

34Edi Slamet Irianto. 2012. Kebijakan Fiskal dan Pengelolaan Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Hal.8

NEGARA (RULER) PUSAT RAKYAT (TAX PAYER) DAERAH PAJAK

(16)

40

modern secara yuridis harus dituangkan dalam perangkat pengaturan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip “good financial government” yang berupa keterbukaan dan peran serta masyarakat35

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah adalah Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang

.

Partisipasi masyarakat dalam kebijakan perpajakan merupakan indikator penting bagi sebuah negara yang demokratis. Meskipun bukan satu-satunya indikator, partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan perpajakan mendorong demokratisasi di negara modern. Warga negara yang diberi beban membayar pajak tidak boleh bersifat pasif dalam membayar pajak. Rakyat wajib pajak dituntut keterlibatan aktifnya, tidak hanya yang berkaitan dengan kewajiban membayar pajak, tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan kebijakan perpajaan dalam arti yang luas. Partisipasi perpajakan juga ditentukan oleh kepemilikan warga. Tidak semua warga diberi beban berpartisipasi yang sama dalam pajak. Dengan demikian, pajak hanya dibebankan kepada kalangan yang memiliki sumber penghasilan, sumber kekayaan, dan harta benda yang diwajibkan oleh aturan Perundang-Undangan negara.

C.1. Pajak Daerah

35

Akmal Boedianto. 2010. Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. hal: xiii

(17)

41

dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Apabila memperhatikan prinsip umum perpajakan yang baik dengan bertitik tolak dengan pendapat Adam Smith dan ekonom-ekonom Inggris yang lain, maka menurut Musgrave haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Penerimaan/ pendapatan harus ditentukan dengan tepat;

b. Distribusi beban pajak harus adil artinya setiap orang harus dikenakan pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya;

c. Yang menjadi masalah penting adalah bukan hanya pada titik mana pajak tersebut harus dibebankan, tetapi oleh siapa pajak tersebut akhirnya harus ditanggung.

d. Pajak harus dipilih sedemikian rupa untuk meminimumkan terhadap keputusan perekonomian dalam hubungnnya dengan pasar efisien.

e. Struktur pajak harus memudahkan penggunaan kebujakan fiskal untuk mencapai stabilitasi dan pertumbuhan ekonomi.

f. Sistem pajak harus menerapkan administrasi yang wajar dan tegas/ pasti serta harus dipahami oleh wajib pajak.

g. Biaya administrasi dan biaya-biaya lain harus serendah mungkin jika dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain36

Untuk mempertahankan prinsip tersebut di atas, maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

.

(18)

42

a. Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dari ongkos pemungutannya;

b. Relatif stabil, artinya penerimaan pajak tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan ada kalanya menurun secara tajam;

c. Basis pajaknya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan

(benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay)37

Melihat definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pajak daerah merupakan pajak dalam konteks daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Diatur berdasarkan Peraturan Daerah dan hasilnya untuk membiayai pembangunan daerah.

Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak daerah, pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) yakni :

.

1. Pajak Daerah yang dipungut oleh Provinsi

2. Pajak Daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota

Perbedaan kewenangan pemungutan antara pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota, yakni sebagai berikut : 1. Pajak provinsi kewenangan pemungutan terdapat pada Pemerintah Daerah

Provinsi, sedangkan untuk pajak Kabupaten/Kota kewenganan pemungutan terdapat pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

37Ibid. Hal.17

(19)

43

2. Objek pajak Kabupaten/Kota lebih luas dib.andingkan dengan objek pajak provinsi, dan objek pajak Kabupaten/Kota masih dapat diperluas berdasarkan peraturan pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada. Sedangkan pajak provinsi apabila ingin diperluas objeknya harus melalui perubahan dalam Undang-Undang.

Perpajakan Daerah oleh K. J. Davey dapat diartikan sebagai berikut:

1. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri;

2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah;

3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah38

C.1.1. Jenis Pajak Daerah

Kriteria Pajak daerah secara spesifik dapat diuraikan dalam 4 (empat) hal yakni :

.

1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri;

2. Pajak yang dipungut berdasarkan pengaturan dari pemerintah pusat tetapi penetapan besarnya tarif pajak oleh pemerintah daerah;

3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri;

(20)

44

4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi hasil pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

Pajak daerah di Indonesia dapat di golongkan berdasarkan tingkatan Pemerintah Daerah, yaitu pajak daerah tingkat Provinsi dan pajak daerah tingkat Kabupaten/Kota. Penggolongan pajak seperti tersebut di atas diatur dalam Undang No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang-Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal 2 ayat 1 dan 2) serta Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang obyek, subyek, dasar pengenaan pajak dan ketentuan tarif dari pajak daerah yang berlaku, baik sebelum maupun sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Selanjutnya Pajak Daerah saat ini yang hak kewenangan pemungutnya dapat diklasifikasikan menurut wilayah pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :

1. Pajak Daerah Provinsi, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi, terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

(21)

45

2. Pajak Daerah Kabupaten/Kota, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota, terdiri dari :

a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Reklame; d. Pajak Hiburan; e. Pajak Parkir;

f. Pajak Penerangan Jalan;

g. Pajak Pengambilan dan Pengelohan Bahan galian Golongan C

Tarif pajak Provinsi yang berlaku dalam rangka keseragaman akan diatur dalam suatu peraturan pemerintah. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang pajak daerah provinsi yang seragam ditentukan dalam suatu peraturan pemerintah. Dalam hal ini, yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

Sedangkan pajak daerah Kabupaten/Kota, khususnya yang menyangkut masalah tarif pajak Kabupaten/Kota ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan perlakuannya sama dengan tarif yang terdapat dalam Undang-Undang pajak daerah. Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam pemungutan pajak daerah.

(22)

46

C.1.2. Obyek Pajak Daerah

Pajak dapat dikenakan dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata). Dengan demikian, taatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak. Kewajiban pajak dari seorang wajib pajak muncul (secara objektif) apabila ia memenuhi taatbestand. Tanpa terpenuhinya taatbestand tidak ada pajak terutang yang harus dipenuhi atau dilunasi. Ketentuan dalam Undang-undang No.18 Tahun 1997 maupun Undang-undang No.34 Tahun 2000 tidak secara tegas dan jelas menentukan yang menjadi objek pajak pada setiap jenis pajak daerah. Penentuan mengenai objek pajak daerah terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

C.1.3. Subjek dan Wajib Pajak Daerah

Pengertian subjek dan wajib pajak daerah dalam pemungutan pajak daerah, merupakan dua istilah yang kadang disamakan walaupun sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda. Dalam beberapa jenis pajak , subjek pajak identik dengan wajib pajak yakni setiap orang atau badan yang memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk membayar pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak seperti Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. Sementara itu pada beberapa jenis pajak daerah, pihak

(23)

47

yang menjadi subjek pajak (yaitu yang melakukan pembayaran pajak) tidak sama dengan wajib pajak, yaitu pengusaha hotel yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak), seperti Pajak Hotel. Terminologi yang digunakan dalam Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak daerah dan Retribusi daerah, yang dimaksud dengan:

1. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Dengan demikian, siapa saja baik orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat objeknya ditentukan dalam suatu peraturan daerah tentang pajak daerah, akan menjadi subjek pajak.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Oleh sebab itu, seseorang atau suatu badan menjadi wajib pajak apabila telah ditentukan oleh peraturan daerah untuk melakukan pembayaran pajak, serta orang atau badan yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari subjek pajak.

Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa wajib pajak dapat merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak maupun pihak lain, yang bukan merupakan subjek pajak, yang berwenang untuk memungut pajak dari subjek pajak.

Gambar

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Medan  Tahun 2008-2012

Referensi

Dokumen terkait

Guna pengembangan ubijalar dibutuhkan ragam varietas unggul yang sesuai untuk ditanam pada wilayah dataran tinggi Papua dengan tujuan mendukung pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat

Menunjukkan hasil pada kelompok ekperimen nilai minimum pre test pada tindakan pencegahan diare yang dilakukan memiliki nilai (77,5%) pada indikator 2 mengenai

Komponen elektronika ini terbuat dari bahan semikonduktor.Fungsinya adalah sebagai penyearah arus listrik, sehingga arus listrik yang semula bolak-balik bisa menjadi

Berdasarkan hal-hal tersebut, masalah yang harus dipecahkan adalah memilih strategi pembelajaran yang akan diterapkan pada mata pelajaran matematika sehingga dapat

[r]

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Tahura Bukit Barisan yaitu Desa Semangat Gunung dan Desa Merdeka Kecamatan Merdeka,

Faktor internal yang berhubungan dengan Prestasi Belajar Akuntansi adalah Motivasi Belajar. Motivasi Belajar yaitu dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk mencapai

melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang kelembagaan, pemberdayaan, dan sarana prasarana taman kanak-kanak dan sekolah dasar;.. melaksanakan penyiapan