• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi,... (Dr. Muhayatun, M. T.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi,... (Dr. Muhayatun, M. T.)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

PEMANFAATAN

TEKNIK ANALISIS NUKLIR

DALAM KARAKTERISASI,

IDENTIFIKASI SUMBER

DAN TRANS-BOUNDARYPENCEMAR

PARTIKULAT

UDARA UNTUK

KASUS BANDUNG DAN LEMBANG

Muhayatun Santoso

Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiornetri, BATAN, Bandung

e-mail: ptnbr@batan.go.id

ABSTRAK

PEMANFAATAN TEKNIK ANALISIS NUKLIR DALAM KARAKTERISASI, IDENTIFIKASI

SUMBER DAN TRANS-BOUNDARY PENCEMAR PARTIKULAT UDARA UNTUK KASUS BANDUNG

DAN LEMBANG. Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam dua dekade ini, akibat meningkatnya urbanisasi dan berbagai aktivitas ekonomi. Hal ini terjadi kerena sumber pencemar antropogenik telah melampaui daya dukung lingkungan. Partikulat udara halus PM2.S (berukuran < 2,5 Ilm) merupakan parameter utama pencemaran udara, memiliki dampak signifikan pad a kesehatan karena dapat terpenetrasi dan menembus bagian terdalam dari paru-paru dan sistem jantung. Pada makalah ini akan dibahas berbagai kegiatan monitoring dan studi komprehensif yang telah dilakukan di kota Bandung dan Lembang secara kontinu sejak tahun 2000. Pengambilan sampel partikulat udara halus dan kasar di dua lokasi dilakukan dari Januari 2000 sampai Desember 2007. Sampel diambil menggunakan Gent stacked filter unit sampler dengan dua jenis ukuran filter Nuclepore <2,5~m (halus) dan ukuran 2,5 - 10 ~m (kasar). Selanjutnya analisis sampel dilakukan menggunakan metode analisis aktivasi neutron instrumental (AANI) dan proton-induced X-ray emission (PIXE). Black carbon ditentukan menggunakan alat EEL smoke stain ref/ectometer. Selanjutnya, data set yang diperoleh dianalisis menggunakan metode positive matrix factorization untuk identifikasi sumber partikulat udara halus dan kasar di kedua lokasi sampling. Hasil analisis unsur cuplikan partikulat udara pad a umumnya dapat terdeteksi 20 hingga 30 unsur. Sumber cemaran partikulat halus kota Bandung teridentifikasi 7 faktor yaitu biomass burning, tanah, emisi kendaraan bermotor, secondary sulfur, two stroke engine, garam laut dan debu jalan. Hasil analisis PMF menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari massa partikulat kasar di ke dua lokasi sampling berasal dari tanah dan debu jalan, sedang faktor biomass burning memberikan kontribusi sekitar 40% untuk PM2,Suntuk lokasi Lembang dan sekitar 20% untuk lokasi Bandung. Pada tahap selanjutnya, hasil analisis yang diperoleh diharapkan dapat dikorelasikan dengan data meteorologi untuk menentukan lokasi sumber pencemar baik yang berasal dari lokal maupun dari lokasi yang jauh (transboundary).

Kata kunci: pencemaran, partikulat udara, analisis aktivasi neutron, positive matrix factorization, transboundary

ABSTRACT

THE USE OF NUCLEAR ANALITICAL TECHNIQUES ON CHARACTERIZATION, SOURCE

IDENTIFICATION AND TRANS-BOUNDARY POLLUTION OF AIR PARTICULATE FOR STUDY

CASE IN BANDUNG AND LEMBANG. Air quality in several cities in Indonesia has degraded in the last two decades, due to the increasing of urbanization and economic activities. The degradation of air quality occurs because of the anthropogenic source pollutant has exceed the environmental burden capacity. Fine particulate matter PM2.S (particulate with aerodynamic diameter less than 2.5 Ilm) is a main parameter that has significant impact on human health since it can penetrate deep into the lung and heart system. In this paper, the monitoring activities and comprehensive studies carried out continuously since 2000 in Bandung and Lembang are reported. Samples of fine and coarse fractions of airborne particulate matter were collected at both sites from January 2000 to December 2007. The samples were collected using a Gent stacked filter sampler in two size fractions of 2.5 ~m (fine) and 2.5 to 10 ~m (coarse). The samples were analyzed for elemental concentrations by instrumental neutron activation analysis (NAA) and proton-induced X-ray emission (PIXE). Black carbon was determined using an EEL smoke stain reflectometer. The data sets were then analyzed using positive matrix factorization to identify the possible sources of fine and coarse atmospheric aerosols in both areas. NAA or PIXE technique determined 20 to 30 different elements in airborne particulate matter samples. The pollutant sources identified were seven sources, they are biomass burning, soil, motor vehicle emission, secondary sulfur, two stroke engine, sea salts and windblown soil. The PMF results showed that more

(2)

than 50% of thePM2.5-10 mass at both sites comes from soil dust and road dust. The biomass burning

factor contributes about40% of thePM25 mass in case of suburban Lembang and about20% in urban

Bandung. In further step analysis, the results will be correlated with meteorological data to identify the source location, from local and regional (transboundary).

Key words: pollution, particulate matter, neutron activation analysis, positive matrix factorization, transboundary pollution

BABI PENDAHULUAN

Meningkatnya urbanisasi dan berbagai aktivitas ekonomi seperti transportasi telah

mengakibatkan pencemaran udara sehingga berdampak pada menurunnya kualitas udara di

beberapa kota di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena sumber pencemar telah melampaui

daya dukung lingkungan sehingga secara alami tidak dapat dinetralkan. Pencemaran udara

ini memiliki dampak yang cukup signifikan pada gangguan kesehatan manusia, ekosistem,

perubahan iklim dan pemanasan global. Risiko kesehatan yang dikaitkan dengan

pencemaran udara di perkotaan, banyak menarik perhatian dalam beberapa dekade

belakangan ini. Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di

Indonesia termasuk Bandung. Pencemaran udara yang semakin memburuk ini berdampak

pada kesehatan dan beban finansial masyarakat. Data yang tercatat pada Profil Kesehatan

DKI Jakarta tahun

2004

menunjukkan bahwa sekitar

46%

penyakit gangguan pernapasan

terkait dengan pencemaran udara (infeksi saluran pernapasan atas 43%, iritasi mata 1,7%

dan asma 1,4%) dan sekitar 32% kematian akibat penyakit yang kemungkinan terkait dengan

pencemaran udara (penyakit jantung dan paru-paru 28,3% dan pneumonia 3,7%). Pada

tahun yang sama, Profil Kesehatan DIY tahun

2004

menunjukkan bahwa di Yogyakarta

sebanyak 32% penyakit gangguan pernapasan terkait dengan pencemaran udara.

Kecenderungan yang sama terjadi di Bandung dan kota besar lainnya [1, 2].

Parameter utama pencemaran udara yang memiliki dampak secara signifikan pada

kesehatan adalah Particulate Matter (PM). Partikulat yang terdapat pad a atmosfer umumnya

berukuran 0,1 - 50 !-1matau lebih, yang waktu eksistensinya bervariasi bergantung pada

besar kecilnya ukuran. Partikulat udara yang berukuran kurang dari 2,5 !-1m(PM2,s) disebut

dengan partikulat halus. Beberapa peneliti epidemiologi berpendapat bahwa partikulat halus

ini sangat berbahaya karena dapat terpenetrasi menembus bagian terdalam dari paru-paru

dan sistem jantung, menyebabkan gangguan kesehatan antara lain infeksi saluran

pernafasan akut, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular bahkan kematian. Partikulat

halus diperkirakan memberi kontribusi besar pada angka kematian yang diakibatkan oleh

gangguan kesehatan terkait pencemaran udara [3,4]. Partikulat udara halus umumnya terdiri

dari partikel-partikel yang berukuran mikro dan sub-mikro, berasal dari sumber antropogenik

seperti kendaraan bermotor, pembakaran biomassa, dan pembakaran bahan bakar. Selain

PM2,s, dikenal juga istilah PMlO yang merupakan partikulat udara yang berukuran kurang dari

10

!-1m(partikulat kasar), sedangkan total Suspended Particulate (TSP) adalah semua zat

tersuspensi yang umumnya berukuran kurang dari 50 !-1m.

Sejak tahun

2000,

pemerintah telah mengoperasikan sistem pemantauan kualitas

udara kontinu otomatis atau Air Quality Monitoring System (AQMS) di

10

kota besar di

Indonesia. Sistem pemantauan terse but memantau konsentrasi CO, S02, NOx, 03 dan PMlO

yang digunakan untuk menghitung Indeks Standar Pencemaran Udara. Tetapi karena

keterbatasan biaya untuk operasional dan perawatan, tidak ada satu kota pun yang dapat

mengoperasikan AQMS selama setahun penuh [5]. Di samping itu parameter yang dipantau

masih terbatas dan data tidak lengkap, sehingga tidak ada data pengamatan untuk parameter

PMlO yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan penyusunan strategi dan

rencana aksi yang spesifik untuk mengendalikannya. Parameter PM2.Smerupakan parameter

yang sangat kritis berdampak pada kesehatan. Oleh karena itu pemantauan partikulat udara

ambien PM2,s dan PMlO sangat perlu dilakukan.

Kegiatan pemantauan kualitas udara di Indonesia merupakan bagian utama dari

program Langit Biru yang bertujuan untuk menciptakan mekanisme kerja dalam pengendalian

pencemaran udara yang berdaya guna dan berhasil guna. BATAN sebagai salah satu

lembaga yang bergerak di bidang sains dan teknologi, mempunyai potensi untuk membantu

(3)

Pemanfaatan teknik analisis nuk/ir da/am karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

teknik konvensional. Dalam konteks tersebut, pada makalah ini dibahas kegiatan

pemantauan dan studi komprehensif yang telah dilakukan di kota Bandung dan Lembang

secara kontinu dan konsisten sejak tahun 2000. Aktivitas penelitian ini juga merupakan

kegiatan regional Asia Pasifik yang dikoordinasi oleh International Atomic Energy Agency

(IAEA) dan dalam pelaksanaannya kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik

Analisis Radiometri BAT AN yang mengacu pada standar internasional ISO/lEG 17025-2005,

sehingga diharapkan hasil yang diperoleh validitasnya terjamin dan terjaga secara optimal.

Pengambilan lokasi objek studi dilakukan di kota Bandung sebagai perwakilan urban

dan Lembang sebagai perwakilan sub-urban. Adapun dasar pemilihan kota Bandung

dilakukan karena Bandung merupakan salah satu kota besar yang terletak pada pertemuan

poros jalan raya dari barat - timur yang memudahkan hubungan dengan ibu kota negara,

serta utara - selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan, tingkat

pertumbuhan penduduk yang tinggi, aktivitas penduduknya beragam mulai dari sektor

pertanian, perkebunan, transportasi, pendidikan hingga sektor industri. Adapun pemilihan

kota Lembang didasarkan pada posisi kota Lembang yang tidak terlalu jauh dari kota

Bandung. Selain itu pemilihan lokasi studi juga didasarkan agar sumber daya dan dana yang tersedia dapat digunakan lebih efisien dalam pelaksanaan kegiatan ini.

Kegiatan yang dilakukan pad a penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan peran

teknik nuklir dalam memberikan kontribusi pada program peningkatan kualitas udara. Dari

kegiatan terse but, hasil yang diperoleh diharapkan mampu memecahkan berbagai masalah

utama dalam pencemaran udara khususnya dalam karakterisasi, identifikasi sumber, estimasi

lokasi dan trans boundary pencemar partikulat udara. Dengan menggunakan berbagai

perangkat lunak, hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi sumber pencemar antropogenik dan alami baik secara kualitatif maupun

kuantitatif, serta mampu memprakirakan lokasi sumber pence mar baik secara lokal maupun

regional. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai early warning yang diharapkan

pula dapat memberi kontribusi, mendukung dan mendorong pemerintah untuk membuat

kebijakan yang tepat dan terarah dalam upaya meningkatkan kualitas udara di Indonesia agar gangguan kesehatan dan kerugian finansial yang lebih besar dapat dihindari.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Kegiatan penelitian ini difokuskan pad a aplikasi teknik analisis nuklir, sebagai bentuk

kontribusi teknik nuklir, pada pemecahan permasalahan lingkungan. Kelebihan teknik nuklir

diharapkan mampu menjadi suatu terobosan baru dalam pemecahan berbagai permasalahan lingkungan di Indonesia. Dengan teknik analisis nuklir dihasilkan suatu data set konsentrasi

(Iebihdari 20 unsur) yang selanjutnya dapat digunakan dalam melakukan identifikasi dan

kuantifikasi jenis sumber pencemar serta estimasi lokasi sumber pencemar. Adapun

beberapa tahap kegiatan yang dilakukan adalah:

1.

Sampling partikulat udara

2. Analisis sampel yang meliputi

a. analisis konsentrasi partikulat udara (penentuan PM2.5dan PM1Q),

b. analisis konsentrasi black carbon dengan metode reflektansi

c. analisis unsur menggunakan teknik analisis nuklir seperti Neutron Activation

Analysis (NAA) atau Particles Induced X-Ray Emission (PIXE)

3. Analisis data

a. Positive Matrix Factorization (PMF)

b. Transboundary

Data yang didapatkan dari hasil analisis sampel selanjutnya diolah dan dianalisis

lebih lanjut menggunakan receptor modeling Positive Matrix Factorization (PMF) sehingga

didapatkan korelasi berbagai unsur tersebut dan beberapa unsur penanda yang

mengidentifikasikan jenis sumber pencemar. Selanjutnya dilakukan estimasi lokasi sumber

pence mar berdasarkan pada kompilasi data yang dihasilkan receptor modeling dengan data

meteorologi (arah angin dan kecepatan) menggunakan trajectory sehingga didapatkan

estimasi lokasi yang menunjukkan asal dari sumber pence mar yang berpotensi besar

berkontribusi secara signifikan. Secara garis besar alur tahapan kegiatan penelitian disajikan

(4)

Permasalahan Pencemaran udara ambien

Identifikasi Jenis Sumber Pencemar

Kontribusi Teknik Analisis Nuklir dalam Penanggulangan

Pencemaran Udara

Pengambilan sampel partikulat udara

Teknik analisis nuklir

Identifikasi Estimati Lokasi Sumber

Data unsur partikulat kasar dan halus

(20-30 unsur)

Data Meteorologi (wind speed-direction)

Jenis Sumber Pencemar

Pemetaan possible source Estimasi Lokasi

Sumber Pencemar

Gambar 1.Skema rancangan tahap kegiatan

2.1.

Sampling

Pengambilan sampel partikulat udara dilakukan di dua lokasi yaitu Bandung dan

Lembang. Lokasi pengambilan sampel di kota Bandung dilakukan di Pusat Teknologi Nuklir

Bahan dan Radiometri (PTNBR), BATAN Bandung sebagai perwakilan daerah urban.

Sampler diletakkan di atas atap gedung A, PTNBR yang tingginya 4,3 m dari tanah dan

intake nozzle sampler diletakkan 1,8 m di atas atap serta berjarak sekitar 60 m dari jalan

raya. Kota Bandung terletak di posisi

107,6°

bujur timur dan 6,91 ° lintang selatan, secara

topografi berada pada ketinggian 791 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi terdapat di bagian utara dengan ketinggian 1050 m dan titik terendah 675 m terletak di bagian selatan.

Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk dengan suhu

rata-rata 23,6°C dengan jumlah hari hujan rata-rata-rata-rata 15 hari per bulannya [6]. Pada tahun 2003, industri di kota Bandung berjumlah sebanyak 11.034 yang terdiri atas 75 industri besar, 430

industri menengah, dan 10.529 industri keci!. Sekitar 50% dari jumlah industri tersebut

merupakan industri tekstil dan pakaian jadi. Adapun jumlah penduduk kota Bandung menurut registrasi penduduk sampai dengan bulan Maret 2004 berjumlah 2.510.982 jiwa dengan luas

wilayah mencapai 167,67 km2 [7].

Adapun pengambilan sampel di Lembang dilakukan di atas atap gedung Badan

Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang berada pada ketinggian 6 m dari tanah dan berjarak

sekitar 1 km dari jalan raya yang terdekat. Kecamatan Lembang terletak sekitar 16 km dari

Bandung, berada pada ketinggian 1.312 hingga 2.084 m di atas permukaan laut dan berada

pad a posisi

107,23°

bujur timur dan 6,71 ° lintang selatan. Lembang terletak di pegunungan

dengan jumlah penduduk 201.765 jiwa dan suhu rata-rata berkisar antara 17-27 °C [8].

(5)

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

Gambar

2.

Lokasi kota Bandung dan Lembang

Pengambilan sampel dilakukan selama 24 jam menggunakan Gent stacked filter unit

sampler. Alat ini merupakan dichotomous sampler yang menggunakan dua filter polikarbonat

Nuclepore halus dan kasar dengan pori-pori masing-masing 0,4 dan 8 J..lm.Partikulat kasar

dikumpulkan pada filter kasar yang berpori-pori 8 J..lm,sedang partikulat halus dikumpulkan

pad a filter halus yang memiliki pori-pori 0,4 J..lm.Sampling menghasilkan partikulat dengan

ukuran sampai dengan 2,5 J..lm(partikulat halus) dan 2,5-10 J..lm(partikulat kasar) [9,10].

Sampling dilakukan 2 kali seminggu di dua lokasi dengan laju alir berada pad a rentang 15-18

Umin. Sampling di kota Bandung dilakukan sejak Januari 2000 sampai Desember 2007.

Jumlah sampel yang terkumpul sebanyak 456 pasang sampel partikulat halus dan partikulat kasar. Adapun sampling di kota Lembang dilakukan sejak Januari 2000 sampai Desember 2007 menghasilkan 449 pasang sampel partikulat halus dan partikulat kasar, sehingga jumlah

sampel yang terkumpul dari kedua lokasi sampling adalah sebanyak 905 pasang sampel

partikulat halus dan partikulat kasar. Bagan Gent sampler ditunjukkan pada Gambar 3 dan

Gambar 4.

Kontainer (SFU)

",'."

wooden polewooden board } NOT provided. should beobtained locally nylon connector

t\'3osparcnt tubing (shon>

brass connector

srccl damps plastic clamps

rain protection cover (orange) plastic container (blaci)

wilh stacked rilter eassellC (SFU) inside ne.iblc POLY -FLO lubing (Ions> brass c

Gambar

3.

Skema bagan Gent sampler

Sistem pompa vakum

(6)

Gambar

4.

Alat pencuplik udara Gent stacked filter unit sampler terdiri dari pompa vakum (kiri) dan kontainer hitam berisi filter (kanan)

2.2. Analisis

sam

pel

2.2. 1. Analisis PM2.5 dan PM10

Penentuan konsentrasi massa dilakukan menggunakan metode gravimetri, yang

diperoleh dari pengurangan hasil penimbangan berat sampel pada filter halus dengan berat

filter halus kosong atau berat sampel pada filter kasar dengan berat filter kasar kosong.

Konsentrasi PM2,s diperoleh dari hasil penimbangan massa partikulat udara pada filter halus,

sedang PM1Qdiperoleh dari penjumlahan massa partikel udara dari filter halus dan kasar.

Sebelum dilakukan penimbangan, filter dikondisikan pada ruang preparasi sampel dengan

temperatur 18 - 25°C dengan kelembaban maksimum kurang dari 55% [11]. 2.2.2. Analisis Black Carbon

Black Carbon (BC) merupakan bentuk impuritas dari karbon hasil pembakaran tidak

sempurna bahan bakar fosil atau pembakaran biomassa [12]. Penyerapan sinar matahari di

atmosfer lebih dari 90% didominasi oleh BC [13]. Sumber utama BC adalah sumber

antropogenik, termasuk pembakaran biomassa, kendaraan bermotor (bensin dan diesel) dan

sumber industri seperti pembakaran batu bara. Pengurangan sumber pencemaran BC

diyakini merupakan strategi yang baik dalam mengurangi dan memperkecil pemanasan

global [14].

Penentuan BC di beberapa negara Asia Pasifik [13,15] menunjukkan bahwa BC

umumnya memberikan kontribusi sekitar 10-40% dari partikulat udara halus yang berukuran

kurang dari 2,5 11m(PM2,s). Oleh karena itu penentuan BC menjadi parameter yang sangat

penting dalam karakterisasi partikulat udara. Penentuan BC didasarkan pada penentuan

reflektans dari filter sampel yang dilakukan menggunakan alat EEL smoke stain

ref/ectometer, model 43D. Adapun tahap pengukuran reflektans BC menggunakan EEL

smoke stain ref/ectometer dilakukan menggunakan metode standar dan dibahas secara rinci pada [16,17].

Pengukuran nilai BC didasarkan pada reflektansi cahaya, di mana cahaya yang

berasal dari suatu sumber cahaya/lampu dihamburkan melalui annular photocel ke

permukaan filter sampel. Selanjutnya cahaya tersebut direfleksikan kembali ke photocell,

maka panjang lintasan cahaya tersebut adalah dua kali dari panjang path transmisi. Densitas

BC dari pengukuran reflektans dapat dinyatakan sebagai berikut:

BC (119/cm2)= {100/(2E)} In[RclR] (1)

BC (119/m3)=AN *{100/(2E)} In[RclR] (2)

di mana A adalah luas area filter (cm\ Vadalah volume udara yang diambil (m\ Roadalah

nilai reflektans dari filter kosong (=100%),

R

adalah nilai reflektans dari filter sam pel (%) dan E

adalah koefisien absorpsi untuk panjang gelombang tertentu (m2/g). Nilai reflektans yang

diperoleh dari filter sampel merupakan nilai yang sebanding dengan jumlah BC pada filter.

Maenhaut 1998 mendapatkan nilai E sebesar 5,27 m2/g dari eksperimen menggunakan

(7)

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

Selain persamaan (2) dapat pula digunakan formula BC pada filter Nuclepore

polikarbonat sebagai berikut :

BC =

ANx

[1000 xLOG (Rblan/Rsampef)+ 2,39]/45,8 (3)

dengan Rbfank nilai reflektans filter kosong (100%), Rsampel nilai reflektans filter sampel, A luas

area filter sampel (cm2) dan V volume sampel (m\ dengan nilai 2,39 dan 45,8 adalah

konstanta yang digunakan untuk filter Nuclepore Polikarbonat yang berasal dari ekperimen

perhitungan BC menggunakan pembakaran asetilen (Prof. Dr. M. O. Andreae, Max Planck

Institute of Chemistry, Mainz, Germany) [18]. Perhitungan BC pada jenis dan area filter

sampel yang sama telah dilakukan menggunaan persamaan (2) dan (3) memberikan nilai

yang hampir sama (-99%) [17]. 2.2.3. Analisis unsur

Penentuan kadar berbagai unsur pada sampel partikulat udara dilakukan

menggunakan teknik analisis nuklir, yaitu metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN) dan Proton

Induced X-ray Emission (PIXE). Pemilihan metode didasarkan pada teknik analisis unsur yang sangat selektif dengan kepekaan tinggi, simultan dan memiliki batas deteksi mencapai

orde mikrogram bahkan nanogram. Dengan jumlah sampel yang relatif banyak mencapai

ratusan buah filter dan berat sampel per filter yang hanya sedikit - 100 J.lg, teknik nuklir

merupakan salah satu teknik analisis yang layak dipertimbangkan untuk analisis sampel

partikulat udara dibandingkan dengan teknik analisis konvensional. Dengan teknik nuklir,

Cahill, 1990 menyatakan bahwa hampir 90% sampel filter partikulat udara di Amerika Utara

dianalisis menggunakan teknik nuklir. Bahkan di Australia dalam 4 tahun terakhir telah

menganalisis lebih dari 9000 buah sampel filter menggunakan teknik nuklir, khususnya PIXE

[19].

Dengan teknik analisis nuklir AAN, sampel diiradiasi dengan neutron termal di dalam

reaktor atau akselerator. Nuklida yang stabil pada sampel (target nukleus) akan mengalami

reaksi penangkapan neutron, sehingga membentuk nuklida yang bersifat radioaktif

(compound nucleus). Pada umumnya, nuklida yang bersifat radioaktif ini akan mengalami

peluruhan melalui emisi partikel beta dan gamma. Setelah sampel dikeluarkan dari reaktor,

sampel akan melakukan emisi radiasi sebagai proses peluruhan radioaktif. Spektrometer

beresolusi tinggi digunakan untuk mendeteksi sinar gamma yang tertunda (delayed gamma

ray). Prinsip metode AAN ini digambarkan pada Gambar 5 [20].

Prompt

GlII'TImzrBY

Tar Det Nucleus Incld"nt • Nout~ ---....)-;~,./"

-i"I.~~-

;

-.,

..

Compound

Nucllilus GDo!llYoamtna fayd

Product Nucleus

Gambar

5.

Reaksi aktivasi yang terjadi pada Analisis Aktivasi Neutron

Penentuan kadar sampel secara kuantitatif dilakukan menggunakan metode relatif di

mana sampel diiradiasi bersama dengan standar yang telah diketahui jumlah kadar

unsur-unsurnya. Perbandingan standar dengan sampel akan menghasilkan nilai kuantitatif kadar

unsur-unsur tertentu pad a sampel. Adapun analisis kualitatif didasarkan pad a spektrum yang

dihasilkan menggambarkan nuklida-nuklida secara spesifik berdasarkan energi sinar gamma

yang diemisikan. Iradiasi sampel dilakukan bergantung pada umur paro nuklida yang akan

dianalisis, karena umur paro nuklida tersebut berkorelasi dengan waktu iradiasi yang

dibutuhkan untuk aktivasi. Iradiasi sampel dilakukan di Reaktor TRIGA 2000 Bandung atau

Reaktor Serba Guna Serpong dengan waktu iradiasi untuk umur paro pendek, sedang dan

(8)

Metode analisis unsur yang digunakan, selanjutnya divalidasi sebagai kontrol kualitas

data yang didapatkan. Validasi metode dilakukan menggunakan SRM (Standard Reference

Materia~ 1648 airborne particulate matter dan keikut-sertaan dalam uji interkomparasi sampel

partikulat udara yang diselenggarakan oleh IAEA. Di samping itu, laboratorium Teknik

Analisis Radiometri PTNBR - BATAN yang merupakan laboratorium pengujian analisis

sampel partikulat udara terse but, telah mengimplementasikan sistem mutu berstandar

internasional ISO/IEC 17025:2005 dan terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dengan

nomor LP-311-IDN. Ruang lingkup akreditasi meliputi penentuan PM2.5 dan PM1O, penentuan

black carbon dan analisis unsur menggunakan teknik AAN.

Selain teknik AAN juga dilakukan analisis menggunakan teknik nuklir lainnya seperti

PIXE. Unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan dengan AAN karena tampang lintang neutron

yang kecil seperti Pb dan Si dapat ditentukan dengan PIXE. Analisis sampel menggunakan

PIXE dilakukan di Institute of Geological and Nuclear Sciences (IGNS), New Zealand.

Analisis spectrum X-ray dilakukan menggunakan computer code GUPIX, sedang kalibrasi

sistem PIXE dilakukan dengan mengiradiasi standar [24,25].

2.3.

Analisis Data

2.3.1. Identifikasi dan kuantifikasi jenis sumber pencemar

Identifikasi dan kuantifikasi jenis sumber pence mar dilakukan menggunakan metode

receptor modeling yang merupakan metode statistik didasarkan pad a pemodelan matematika

dan pendekatan suatu fenomena fisik. Receptor modeling ini membutuhkan data sam pel

minimal 48 pasang (96 buah) dengan data unsur yang terdiri dari minimal 20 unsur. Pada

penelitian ini, data unsur dari berbagai lokasi sampling yang telah dianalisis akan diolah

menggunakan Positive Matrix Factorization (PMF). Reseptor modeling PMF menggunakan fit

weighted least-squares dengan error yang diketahui nilainya, melakukan estimasi dari matriks

data unsur-unsur yang ada sehingga memperoleh bobot masing-masing [26]. Di dalam PMF

matriks X dengan dimensi data baris

n

dan kolom m, dengan

n

dan m adalah jumlah sampel

dan jumlah unsur kimia yang teridentifikasi. Data tersebut dapat difaktorisasi ke dalam dua

matriks yang disebut G dan F. G adalah matriks n x p source contribution terhadap sampel (time variation). Matriks F adalah matriks p x m komposisi sumber (source profile), dengan p

merupakan jumlah faktor yang diekstraksi. Faktor model PMF2 (PMF versi 2) dapat ditulis

sebagai

X=GF+E (4)

E didefinisikan sebagai residual matriks, perbedaan antara pengukuran X dan permodelan Y

dinyatakan sebagai faktor G dan F. Residual, eij didefinisikan

(5)

untuk meminimalisasi jumlah kuadrat residual kebalikan dengan estimasi error

masing-masing data, Q, didefinisikan

Q(E) =

LL (elSi

(6)

Lebih lanjut, PMF akan menghasilkan semua G dan F bernilai positif, dalam arti bahwa

sumber cemaran tidak akan memiliki konsentrasi unsur kimia yang bernilai negatif (fkj ;:: 0)

dan sampel tidak memiliki source contribution yang negatif (gik;:: 0). 2.3.2. Estimasi lokasi sumber pencemar

Partikulat udara yang diamati di lokasi sampling dapat berasal dari sumber pencemar

yang berada di dekat lokasi sampling ataupun yang berada di lokasi yang lebih jauh.

Identifikasi menggunakan perhitungan air parcel back trajectory dan aplikasinya dalam

modeling reseptor telah terbukti efektif untuk menentukan sumber pencemar jarak jauh [27].

Tetapi, metode ini tidak efektif untuk menentukan sumber pencemar lokal di sekitar daerah

sampling [28, 29, 30, 31].

Untuk penentuan sumber pence mar lokal, digunakan metode yang memanfaatkan

data kecepatan dan arah angin lokal untuk menunjukkan lokasilasal yang memungkinkan dari

sumber pencemar lokal tersebut. Conditional Probability Function (CPF) merupakan salah

(9)

Pemanfaatan teknik ana/isis nuklir da/am karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

dengan data hasil olahan PMF estimasi source contribution [32]. CPF berfungsi melakukan

estimasi probabilitas dari source contribution dan arah angin. CPF dirumuskan sebagai (7)

dengan m~8 jumlah kejadian dari arah angin sektor L18 yang melebihi batas kriteria dan nM

total jumlah dari arah angin sektor yang sama. Umumnya digunakan 24 buah sektor (L18 = 15

derajat). Batas kriteria (misalnya di atas 25 persen) dipilih berdasarkan pengujian berbagai

persentase yang berbeda dari source contribution dari masing-masing sumber untuk

mendefiniskan arah asal sumber pencemar. Sumber dapat diestimasikan kemungkinan

terletak berada di arah yang memiliki nilai CPF yang tinggi. Gambar 6 menunjukkan salah

satu contoh analisis plot CPF di mana dari plot terse but dapat diestimasikan bahwa sumber

pencemar berasal dari arah angin 300 derajat dari lokasi sampling.

Gambar 6. Contoh analisis plot CPF

Hasil yang diperoleh dari perhitungan CPF dapat digabungkan dengan peta letak

sumber pencemar yang berada di dekat lokasi sampling. Salah satu contoh penggunaan CPF

untuk menentukan lokasi sumber pencemar lokal adalah studi yang dilakukan di East

St.Louis,MO [33] yang menunjukkan hasil adanya kecocokan yang tepat antara arah sumber

pencemar utama (lead smelter, zinc smelter, pabrik baja dan pabrik produksi tembaga) yang

sesungguhnya dengan arah yang ditunjukkan oleh plot CPF. Contoh tersebut menjelaskan

bahwa data meteorologi seperti data arah dan kecepatan angin sangat bermanfaat dalam

interpretasi hasil distribusi sumber pencemar yang didapatkan dari PMF. Adapun identifikasi

lokasi sumber pencemar dari lokasi yang jauh (transboundary pollution) dapat dilakukan

menggunakan perangkat lunak modeling dispersi HYSPLIT (Hybrid Single Particle

Lagrangian Integrated Trajectory) yang dapat diakses secara online

(http://www.arl.noaa.Qovlreadv/hvsplit4.html). Adapun untuk mengetahui pemetaan/distribusi

sumber pencemar dapat digunakan perangkat lunak PSCF (Potential Sourcec Contribution

Function) [25].

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Sampling dan konsentrasi PM2,5 dan PM10

Nilai rata-rata waktu sampling, laju alir dan volume sampel udara untuk kedua lokasi

sampling Bandung dan Lembang selama periode penelitian ini dirangkum pada Tabel 1.

Rata-rata massa partikulat halus/unit luas area yani1 terkumpul pada filter nuclepore

polikarbonat berkisar antara 22 IJg/cm2 dan 28 IJg/cm. Suatu nilai yang cukup kecil jika

dibandingkan dengan ratarata massa yang terkumpul pad a filter Teflon, yaitu berkisar 160

-290 IJg/cm2 [34]. Hal ini menunjukkan bahwa filter Nuclepore polikarbonatlH14C1603 (Iebih

lebar dan lebih tebal 4 kali dari filter Teflon) akan menghasilkan nmass closure" yang lebih

(10)

mengandung banyak hidrogen. Karenanya, sistem sampling menggunakan Gent sampler

memang ditujukan untuk memperoleh massa halus dan kasar serta elemen-elemennya [34].

Hasil rata-rata tahunan PM2.S dan PM10 untuk kedua lokasi sampling dirangkum pada Tabel 2.

Tabel1. Rata-rata parameter sampling partikulat udara di lokasi Kota Bandung dan

Lembang 2000 - 2007

Parameter sampling Lembang Bandung

Mean± SO

Mean± SO Waktu sampling (jam)

24±3 24±5

Laju alir (L/min)

16±1 17±1

Volume udara (m3)

24±4 25±5

Oari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 di daerah sampling Bandung

terjadi peningkatan konsentrasi PM2,s dan PM1Q, sedangkan di daerah sampling Lembang

terjadi peningkatan mulai tahun 2004 dan terjadi penurunan yang signifikan pada tahun 2007.

Nilai rata-rata tahunan PM2.S perlu mendapatkan perhatian serius karena untuk daerah

Bandung mulai tahun 2005 sudah berada di atas nilai baku mutu tahunan PM2•S (15 !-Ig/m3)

[35], sedangkan untuk lokasi Lembang konsentrasi PM2.S telah mendekati nilai baku mutu

tersebut. Rata-rata harian

time series

konsentrasi PM2•S dan PM1Qdi kedua daerah sampling

Bandung dan Lembang, masing-masing ditunjukkan pada Gambar 7.

Tabel 2. Rata-rata tahunan PM2.S dan PM1Q(!-Ig/m3) di daerah sampling Bandung dan

Lembang 2000 - 2007

Tahun Bandung Lembang

PM2,s PM10 PM2•SPM10 2000 12,29 ± 5,4626,23 ± 13,1212,56 ± 5,658,83 ± 3,94 2001 14,01 ± 4,2411,11 ± 4,4529,82 ± 8,799,28 ± 3,19 2002 14,12 ± 4,3732,08 ± 11,8311,41 ±4,739,29 ± 4,10 2003 14,35 ± 5,6010,68 ± 7,3731,79 ± 9,049,21 ± 5,34 2004 13,95 ± 5,7129,72 ± 9,5214,51 ±5,9025,78 ± 9,64 2005 18,99 ± 7,6524,62 ± 11,7336,77 ± 12,3014,42 ± 7,76 2006 20,33 ± 8,8622,69 ± 13,7335,60 ± 16,4714,95 ± 9,81 2007 20,55 ± 7,6239,08 ± 14,4119,76 ± 6,6812,39 ± 7,84

Pada gambar 7 dapat ditunjukkan bahwa secara umum hasil rata-rata harian tersebut

masih berada di bawah nilai baku mutu harian 24 jam baik untuk PM2.S maupun PM10, yaitu

masing-masing 65 dan 150 !-Ig/m3 [35]. Oari kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa

konsentrasi PM2•S dan PM10 pada musim kemarau (bulan Juli - September) lebih tinggi

dibandingkan konsentrasi pada waktu lainnya. Hal ini disebabkan karena pada musim

kemarau hanya terjadi sedikit hujan, sehingga faktor yang menghambat sumber pencemar

alam, yang memiliki kontribusi utama pad a konsentrasi PM1Q, menjadi berkurang. Nilai

maksimum konsentrasi PM2,s di Bandung dan Lembang masing-masing adalah 60,53 !-Ig/m3

yang diperoleh pada 20 Maret 2003 dan 50,00 !-Ig/m3 yang diperoleh pada 24 Agustus 2006,

sedangkan nilai maksimum untuk PM1Q di Bandung dan Lembang masing-masing adalah

95,16 !-Ig/m3 yang diperoleh pada 31 Juli 2007 dan 83,75 !-Ig/m3 yang diperoleh pada 14 Agustus 2003.

(11)

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M.T.)

M

120 E ~::I.100 •... ctI 80 rn rnctI :E 60 'iii ctI 40

..

..

r:: (1) 20 rn r:: 0 ::a::

0

0

0

a

aa

N

0

9

0

C "S C CU C <U ...,<U ::>OJ ::> ..., ...,...,"7

0

dJ ,;.

~

~

ro <h OJ

0

N

~

0

~

C') 120 E 'OJ 100

~

Bandung 2000· 2007

C')

~

~

It)totor-.

~

~

It)It)It)tor-.r-.r-.

9

U

9

:>

0

0

9

6>c

o 0

o 0

0

0

9

0

0

roro

9

0

c6.u ro 6> .6> ~

u

-s ::> ::> 0OJOJ OJ::>::> 0

0

:2

z

...,:2"7

~

:2(/)

0

~ z

:2 u.."7 C? r.:. ,;.

a

OJ 6,;. 6NN <hJ,'

~

dJ~

~

C') N

0

0

~

C')

~

~

~

NN

~

~

0

~

~

Waktu sampling Lembang 2000 • 2007 <U 80 UI UI 111 E 60 'ijj 111 40 .. EQ) 20 UI c: 0

~

0 0 0 0N N C')C')C')

~

'<t '<t'<tIt)It) It)totototo tor-.r-. r-.r-. r-. 0 o000o0

9

9

0o0

9

000o

9

9

00000

9

0

9

c C 6. ' ..!. , ..!. 6. b• ..!. C C &,:> .6• ..!. 6. b > C. :>. > •••• 0::>0::> •. ::> ro •• ::> <tI 0::>0C.<tI -,Q)Q) C. -, OJ C. -,::> <tI ::>0Q) c. -,Q) OJ -,

z

~

(/)

z

~

-,

z

-,-,

~

0

~

~

~

9

:2

~

u.. (/)

0

CJJ

0

''., ,;. r.:.dJ.;,.;,cb

6

' ()) ro ..t a,;. M~ dJN N, Mcb' ,;.0 r.:. ~ N N

~

~

'<t ~ 0 NC')000

~

~

0

~ ~

NN

~

~

~

0

~

N

~

N Waktu sampling

Gambar

7.

Time series konsentrasi

24

jam untuk PM2,s dan PM10

di daerah Bandung dan Lembang 2000-2007

Kenaikan nilai rata-rata tahunan konsentrasi PM2,s dan PM1Qyang cukup signifikan di

Bandung salah satunya disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah sumber cemaran baik

berupa meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dengan pertumbuhan 21-44% per tahun

[36], maupun konsumsi bahan bakar fosil seperti batu bara untuk perindustrian [2],

Rasio antara PM2,s dan PM1Qdi daerah lokasi sampling kota Bandung selama peri ode

sampling 2000 - 2007 ditunjukkan pada Gambar 8, dengan rasio (PM2.slPM1Q) untuk daerah

sampling Bandung dan Lembang masing-masing berkisar 48% dan 60%. Hal ini

menunjukkan bahwa PM2,s mewakili hampir sekitar setengah dari total mass a PM1Q.

Tingginya rasio PM2.5 terhadap PM10 di lokasi Lembang, disebabkan oleh besarnya

kontribusi pembakaran biomassa yang mencapai 40%. Hal ini merupakan dampak dari

(12)

70 60

-

M 50 -§,

2:

40 ..q ("II :E 30 c.. 20 1000

20

Bandung 2000 - 2007

40 60 80 PM10 (~glm3)

Lembang 2000 - 2007

y= 0.4846x R2=0.5195 100 120 y =O.604x ~=O.7115 120 100

M

-§,

2:

8060 ..q ("II ~ 40 20 0 0 20

40

60

PM10 (~glm3) 80

100

Gambar

8.

Korelasi antara PMIO vsPM2,s di daerah Bandung dan Lembang periode tahun 2000 - 2007

Konsentrasi PM2,5 dan PM1O-2,5serta korelasi antara PM2,5 dan PM10 (PM2,slPM1O) di 13

negara di kawasan Asia yang melaksanakan kegiatan dengan menggunakan metode

sampling dan analisis yang sama disajikan pad a Gambar 9 dan Gambar

10

[37]. Pada

Gambar 9 terdapat dua buah garis yang menyatakan nilai baku mutu ambient untuk standar

rerata tahunan dan standar 24 jam. Mengingat standar nasional yang digunakan di 13 negara

tersebut berbeda-beda maka digunakan nilai standar dari The United States' National

Ambient Air Quality Standard (NAAQS) di mana nilai standar PM2,5 untuk rerata tahunan

(13)

Pemanfaatan teknik ana/isis nuklir da/am karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.) 140 80 60 o 50 200 120 C 100

.9

E C cu

u

c

o

U

~ 40 :E cu 20

c

u: o "... ...., E "§!> 250 ...•..

'-'

c

.9

200

~

•...

c

8

150

c

o

U

'" 100 '"

~

:E

o

'" •...

~

o

U

400 "... <". E ClJ 300

2:

c

o

;;;

b

c

v

u

c

o

U

100 o

Gambar 9. Oistribusi konsentrasi PM2,s: PM1O-2•S dan PM10 di 13 negara

(14)

Secara umum hasil yang ditunjukkan pada Gambar 9 menyatakan bahwa sebagian besar lokasi sampling di 13 negara tersebut telah melampaui nilai standar rata-rata tahunan

untuk PM2,s. Mengingat penentuan PM2,s menggunakan alat GENT sampler yang dilakukan

pada penelitian ini merupakan penaksiran yang terlalu rendah karena sekitar 50% sam pel

yang dikumpulkan memiliki ukuran mendekati 2,2 11mdan bukan 2,5 11msehingga nilai yang

diperoleh lebih sesuai untuk nilai PM2,2 [37]. Oleh karena itu hasil yang diperoleh tersebut

perlu mendapat perhatian lebih serius terkait semakin besarnya potensi dampak yang

merugikan terhadap kesehatan masyarakat. Pad a Gambar

10

secara umum dapat

ditunjukkan bahwa perbandingan PM2,s dan PMlO kota Bandung menghasilkan nilai yang

mendekati 0,5; sedangkan untuk Lembang menghasilkan nilai lebih besar dari 0,6. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa secara umum massa partikulat halus mencapai 50 %

bahkan lebih dari massa PMlO [37]. Semakin tinggi fraksi PM2•S akan berpotensi

meningkatkan turunnya kualitas kesehatan masyarakat, sehingga hasil yang diperoleh dari

penelitian ini perlu mendapat perhatian lebih. Dibandingkan dengan AQMS yang belum

menyertakan parameter PM2•S sebagai salah satu parameter yang dimonitor, maka penelitian

ini dapat melengkapi dan menjadi lebih bermakna mengingat PM2,s merupakan parameter

yang sangat kritis berdampak pada kesehatan.

1.0

:~dli

I

0.8 ~

i

11

t

I

C>

• •

1111.r-1. ;:[ 0.6 Q.,

--

'" N :::EQ., 0.4

..,1tft" ,~"

• I •

I

.~

I •

I

Gambar 10. Korelasi konsentrasi PM2•S dan PMIO di 13 negara kawasan Asia [37]

Beberapa negara seperti Bangladesh, China, India, Malaysia, Philipina, Sri Lanka,

Thailand dan Vietnam memiliki distribusi konsentrasi PM2,s dan PMlO-2,S lebih tinggi

dibandingkan Indonesia. Meskipun demikian konsentrasi PM2,s dan PMlO-2•S perlu

mendapatkan perhatian karena hasil penelitian selama periode 8 tahun menunjukkan

terjadinya peningkatan konsentrasi PM2,s dan PMlO dari tahun ke tahun, di mana nilai

rata-rata tahunan kota Bandung untuk PM2,s sejak tahun 2005 telah melebihi nilai baku mutu

tahunan (15

IJg/m\

sedang untuk Lembang sekalipun masih berada di bawah nilai ambang

tetapi perlu diantisipasi terjadinya peningkatan dari tahun ke tahun.

3.2. Konsentrasi BC

Hasil yang diperoleh dari rata-rata bulanan konsentrasi BC pada PM2,s di lokasi

sampling kota Bandung dan Lembang ditunjukkan pada Gambar

11.

Rata-rata tahunan

konsentrasi BC untuk lokasi sampling Bandung pada tahun 2002, 2003, 2004, 2005, 2006,

dan 2007 masing-masing adalah 3,31; 3,26; 3,16; 4,29; 3,62; dan 3,36 119/m3. Adapun untuk

lokasi Lembang nilai rata-rata tahunan konsentrasi BC pada tahun 2002, 2003, 2004, 2005,

2006, dan 2007 masing-masing adalah 1,70; 2,15; 2,42; 2,57; 2,36; dan 1,70 119/m3.

Rata-rata bulanan konsentrasi BC pada tahun 2004 - 2007 untuk kedua lokasi sampling disajikan pada Gambar 11. Pada tahun 2005 konsentrasi BC untuk lokasi Bandung maupun Lembang

(15)

M 8 E

~

6

o

m u

c

o

o

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

mengalami sedikit peningkatan dari tahun sebelumnya. Terjadinya peningkatan BC pada

tahun 2005 dapat diprediksikan sebagai akibat dari kenaikan sumber utama BC, yaitu

meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan solar

dari tahun ke tahun [12]. Rata-rata konsentrasi BC pada kedua tempat ini memberikan

kontribusi sekitar 18 - 25% dari partikulat massa halus PM2,5'

Black Carbon concentration

2004 - 2007

10 4 2 0 ....•. ... ... ... It) It) It) It) It) It) CD CD CD CD CD CD r--0a;

b

9

9

0

9

9

0000

9

0

9

000

9

9

00000 >-Q; Q; >-i:.>-Q;Q;>- >-i:.i:.>-Q;Q;>->-Q;Q;>- >-~ '" ::J .D.D'-''"

~

"S.D.D'-''"

~

"S.D.D'-''"

~

"S.D.D ::;;: ::;;: ....,E E ::J

~

::;;:....,E

~

::JE ::;;:::;;:....,E::J

~

....,EEE Q) Q) c: ::;;:::;;:::;;:Q)c:Q)c:Q) Q)Q)Q) a. > '" a. > '" a. > '" a. > 0 ....,....,...., 000 Q)

z

Q)

z

Q)

z

z

Q) (f) (f)(f)(f) Sampling time

Gambar

11.

Konsentrasi

BC

pada PM2•5di daerah sampling Bandung dan Lembang 2004 - 2007

Konsentrasi BC di beberapa negara Asia [37] yang ditentukan menggunakan metode

dan formula yang sama ditunjukkan pada Gambar 12. Untuk mengkonversi pengukuran

reflektansi ke satuan ~gfm3, sebagian besar negara negara tersebut menggunakan nilai

koefisien absorpsi massa antara 5 dan 10 m2fg. Beberapa negara seperti Philipina, Thailand

dan Bangladesh memiliki rata-rata tahunan konsentrasi BC lebih tinggi dibandingkan negara

lainnya seperti Australia, Pakistan, Indonesia, India dan Korea, yaitu berkisar di atas 7I1gfm3.

Konsentrasi BC di daerah lokasi sampling Bandung, masih relatif rendah dibandingkan

dengan negara-negara tersebut.

100 80 C .;::

0

ro 60 1-0 .•...C Q) (.)

c

0

40

U

U

CC 20 0

I

(16)

3.3.

Analisis unsur

Analisis unsur untuk partikulat halus yang disampling tahun 2000, 2001, 2002, dan

2004 dilakukan dengan metode AAN menggunakan fasHitas iradiasi Reaktor TRIGA 2000

Bandung dan Reaktor Serba Guna Serpong. Filter halus yang dikumpulkan pada tahun 2005,

2006 dan 2007 dianalisis menggunakan metode PIXE di fasilitas GSN New Zealand, sedang

untuk partikulat halus yang disampling tahun 2003 sebagian sampel dianalisis menggunakan

metode AAN dan sebagaian yang lain dianalisis menggunakan metode PIXE. Adapun untuk

filter kasar yang disampling tahun 2000-2005, sebagian besar sampel dianalisis

menggunakan metode AAN. Meskipun analisis sampel partikulat halus dilakukan dengan

menggunakan dua metode yang berbeda, hasH yang diperoleh dari kedua metode tersebut

tetap dapat disatukan menjadi sebuah long term data yang akan digunakan pad a analisis

data selanjutnya untuk identifikasi sumber. Hal tersebut didasarkan pada hasH beberapa

penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Cohen dkk [38] menunjukkan bahwa

perbandingan hasH analisis untuk 14 unsur pad a lebih dari 100 sampel yang dianalisis baik

menggunakan metode PIXE maupun AAN memberikan korelasi yang sangat baik dengan

nilai R2sebesar 0,96 (Gambar 13).

Neutron Activation· All Elements

10000

~ ~

:g _

9'2

-

1000

100

~~

><-

-10

c..

IBA-o.960*NAA

-5

R2-o.960

• •

.

,

.•

100 filters

10

100

1000

NAA

(nglm3)

10000

Gambar

13.

Perbandingan hasil analisis menggunakan metode AAN dan PIXE [38]

Untuk menjamin keakuratan hasil analisis sampel, pada rangkaian kegiatan

penelitian ini juga dilakukan validasi metode. Validasi metode analisis AAN dHakukan

menggunakan SRM partikulat udara NIST 1648. Hasil yang diperoleh dari analisis SRM NIST

1648 disajikan pada Gambar 14. HasH validasi yang dilakukan untuk unsur AI, As, Br, CI, Co,

Cr, Fe, I, La, Mn, Na, Sb, Sm, Ti, V dan Zn memberikan nilai yang sangat memuaskan yaitu

semua unsur yang dianalisis berada pada rentang nilai sertifikat. Setelah diperoleh hasil

validasi yang memuaskan selanjutnya dilakukan analisis sampel untuk partikulat halus dan

kasar baik dari sampel yang diperoleh dari kota Bandung maupun Lembang.

100,000

-~ 10,000 ~

-

...•.• ..-'T ~ C, .s1,000 ...•.•

"

T

.2

~

100 ~

-;:

~

u

"

T

-...,... 'T 0 () 10

+

1 AJ k;CoFeSrCICrI LaZnMn8b8mNaVTi Element

(17)

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

Hasil rata-rata konsentrasi spesies kimia yang diperoleh pada partikulat halus dan

kasar baik untuk sampel yang diperoleh dari kota Bandung ataupun Lembang disajikan pada

Gambar 15. Pad a Gambar tersebut dapat ditunjukkan bahwa nilai rerata unsur pada

partikulat halus ataupun kasar yang diperoleh di kota Bandung secara umum lebih besar

dibandingkan dengan nilai rerata unsur yang diperoleh dari Lembang. Hal tersebut

disebabkan Bandung merupakan kota yang memiliki berbagai aktivitas yang sangat padat

seperti aktivitas transportasi ataupun industri sehingga menghasilkan polutan-polutan yang

lebih ban yak dibandingkan Lembang.

Setelah nilai hasil analisis sampel diperoleh, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai

reconstructed mass (RCM) berdasarkan penjumlahan nilai konsentrasi BC dan semua unsur

yang terdeteksi pada sampel. Hasil nilai RCM yang diperoleh tersebut selanjutnya

dibandingkan dengan konsentrasi massa partikulat halus dari sampel yang diperoleh baik

untuk kota Bandung ataupun Lembang. Persentase RCM yang diperoleh dari perhitungan

tersebut disajikan pada Gambar 16. Nilai % RCM mencapai 100 apabila semua spesies kimia baik yang berbentuk organik ataupun anorganik dapat teranalisis dan terdeteksi dengan baik.

100000 10000 M ~ 1000 .s c: .2 100 ~ C '" 10 u c: o u iij C '" ~ 0.1 iii 0.01 0.001

Ie

FPM at sandungll • FPM at Lembang ~

.•

.•

, AI Sr C Ca CI Co Cr Fe I K La Mn Na Pb 5 5b 5i 5m Ti V Zn 100000 10000 M ~ 1000 .s c: .2 100 ~ gu 10 c: o u iij C '" ~ 0.1 iii 0.01 0.001

Ie

• C PM at Lem bangCPM at Sandung

AI Sr C Ca CI Co Cr Fe K La Mn Na Sb 5c 5m Ti V Zn

Gambar 15. Perbandingan konsentrasi rata-rata spesies kimia dalam partikel halus (FPM) dan partikel kasar (CPM) untuk kota Bandung dan Lembang

Pad a Gambar 16 dapat ditunjukkan bahwa untuk sampel partikulat halus kota

Bandung, sebagian besar sampel mempunyai nilai RCM pada rentang 30-60%, sedang untuk Lembang berada pada rentang 30-70%. Hal tersebut disebabkan pada analisis sampel hanya

dilakukan analisis unsur anorganik dan tidak dilakukan analisis unsur organik, sehingga

kekurangan dari nilai % RCM merupakan akibat dari tidak teranalisisnya spesies yang

organik. Rendahnya % RCM sebagian besar juga terjadi pada sampel yang dianalisis dengan

metode AAN karena pada analisis dengan metode AAN di fasilitas TRIGA 2000 Bandung maupun di Pusat Reaktor Serba Guna Serpong tidak dapat diperoleh unsur S dan Si yang

(18)

merupakan unsur utama dalam sampel partikulat udara halus. Hal tersebut menyebabkan

rendahnya % RCM yang diperoleh. Ketidakmampuan fasilitas AAN di Indonesia dalam

mendeteksi unsur 8 dan 8i tersebut sebaiknya dapat diimbangi dengan melengkapi fasilitas analisis untuk mendeteksi unsur tersebut.

Bandung 150

1~!

00 '::!2. 0 0 0 90 0 '/,'" o~ 0 0 :2: D [J 'i!> CJ [) ~Oc0~ (ii CO C0

()

60 0 •• ~~. 0 • ,[

o~:.iI.!._~,

0

a:

o~ Q% ~

i"

°i

30 o~ o~ 0 'a~~ o~o DO o~o

0 0 100200300400500

Sample

10 Lembang 150 D' 120 o CJ [) orrIJ '::!2. CO 0 90 'i! 0

J

coo 'b 0 :2: [J [) IJ o~ [] 0 [J 0

~o:.

~.~o,

()

60 0 <1I"DDII'o0 0 '" 0 "'B 0

a:

o 0 0 0 0 d' 'ti0 Ji'b1l 0 0

30 ~:o~ooJ! ~ ooj 'b ~ rP

~:rJi

o 100 200 300

Sample 10

400 500

Gambar 16. Persentase RCM untuk filter halus Bandung dan Lembang

3.4.

Analisis Data

3.4. 1. Identifikasi Sumber

Penentuan jumlah faktor sumber pence mar didasarkan pada hasil analisis model

yang terbaik, Q seperti yang didefinisikan pada persamaan (6). Pada kegiatan ini perhitungan

nilai Q diperoleh dari estimasi jumlah faktor dari 5 hingga 8. Distribusi scaled residuals

diperhatikan untuk memastikan bahwa model yang dipilih cukup baik. Hasil yang diperoleh

menunjukkan nilai scaled residuals berada pada rentang -3 sampai +3. Meskipun diperoleh

sedikit nilai ekstrem pada hasil partikulat kasar Bandung untuk unsur 8c dan 8m yang

memiliki nilai scaled residuals lebih dari +3, hal ini tidak memberikan dampak yang cukup

kuat pada hasil analisis [39]. Identifikasi sumber pence mar untuk lokasi kota Bandung

dilakukan dengan mengaplikasikan penggunaan model robust dan rotasi yang menghasilkan

nilai faktor sebesar tujuh dan lima masing-masing untuk partikulat halus dan kasar di Kota

Bandung, sedang untuk Lembang diperoleh enam dan lima faktor masing-masing untuk

partikulat halus dan kasar. 8ecara umum nilai

Q

yang diperoleh dari anlisis data memberikan

hasil lebih kecil dari nilai teoritis. Hal ini terjadi karena pada analisis ini dilakukan

downweighing pad a beberapa variabel yang lemah [40]. Penggunaan parameter Fpeak (-0,2;

-0,1; 0; 0,1; 0,2) dilakukan untuk memperhalus hasil source profile, meskipun demikian hasil

yang diperoleh tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang signifikan bila dibandingkan

(19)

Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)

3.4.1.1. Partikulat udara halus Bandung

Identifikasi source profile dan source contributions pada partikulat udara halus di

lokasi sampling kota Bandung disajikan pada Gambar 17. Pada faktor pertama terlihat

tingginya konsentrasi BC dan K. Hal terse but diperkirakan berasal dari emisi pembakaran

biomasa yang menghasilkan tingginya konsentrasi partikel-partikel karbonat. Oi sekitar lokasi

sampling terdapat kebun binatang dan perkampungan sederhana yang menghasilkan banyak

sampah baik dari ranting-ranting yang kering atau sampah domestik yang pada umumnya

pembakarannya dilakukan secara langsung di lahan terbuka. Sumber ini memiliki seasonal

variation dengan kontribusi yang tertinggi terjadi di bulan Maret dan Agustus [41].

Pad a faktor yang ke dua didominasi oleh unsur AI, Si, dan Ca yang merupakan unsur

utama dari tanah. Pada source contribution terdapat sedikit puncak yang tinggi yang terjadi

saat musim kemarau dimana curah hujan sangat minimum.

Faktor yang ke tiga ditandai dengan tingginya konsentrasi BC, Zn dan Pb yang

karakteristik dari emisi pembakaran minyak pelumas pada two-stroke engine dimana minyak

tersebut bercampur dengan bahan bakar. Pada umumnya Zn digunakan sebagai aditif dalam

minyak pelumas. Senyawa Zn juga digunakan dalam produksi karet dan ban. Selain Zn,

unsur Ca juga terdapat dalam minyak pelumas yang digunakan untuk melindungi mesin dari

asam. Two stroke engine juga melepaskan konsentrasi BC yang tinggi. Pada faktor ini. unsur

Ca, Fe, Si dan Mn juga berkontribusi, sehingga road dust dan brake wear partikel juga

berkontribusi pada faktor ini.

OC~AIVMnfu(I~ICrR~~~~I~SmTiSKSi~

U.I

i

&I Bi.'nm.,s burning

0.\11 0.001 IJ.(>OOI 0.1 0.111 0.1101 0.0001 11.1 g: O.lH

"!

n.OOl

j

0.\>001 ~ 0.1 ~ 0.01 :3 0.001 11 0'<>001 ~ 0.1 dj 0.01 0.001 0.0001 0.1 0.01 0.001 0.0001 11.1 0.01 0.001 0.0001 OC~AIVMnlliCIDICrR~~~~~TISKSi~ Biomass burning sea salt 2nd S

Gambar

17.

Source profile dan source contribution partikulat udara halus kota Bandung Faktor ke empat didominasi oleh unsur Na dan CI yang merupakan unsur-unsur yang

karakteristik untuk sumber garam laut. Source contributions menunjukkan tingginya

konsentrasi terjadi di antara periode Juni dan Oktober.

Faktor ke lima mengandung unsur sulfur yang memiliki kontribusi yang sangat

dominan. Faktor ini juga mengandung K yang cukup tinggi sehingga diperkirakan berasal dari

transportasi pembakaran biomasa dari proses pengeringan batu kapur yang terletak pada

jarak sekitar 25 km dari lokasi pengambilan sampel. Pada proses tersebut telah dilakukan

pembakaran kayu dalam jumlah yang sangat banyak. Bandung juga merupakan kota yang

memiliki banyak kegiatan industri menengah, khususnya industri tekstil yang dalam

melakukan proses pencelupan hampir 80% industri tersebut menggunakan batu bara sebagai

sumber energinya [42]. Tingginya sulfur pada faktor ini juga disebabkan oleh penggunaan

bahan bakar kendaraan yang masih mengandung konsentrasi sulfur yang tinggi. Hal ini

sesuai dengan yang dilaporkan oleh kementrian negara lingkungan hidup pada tahun 2005

(20)

Asia Pasifik, konsentrasi partikulat udara halus

PM2.5

kota Bandung memiliki rentang variasi

yang tidak lebar karena kota Bandung hanya mengenal musim hujan dan musim kemarau.

Hasil estimasi lokasi sumber pencemar yang dilakukan untuk faktor

smoke

pada partikulat

halus Bandung tahun 2006 menggunakan HYSPLIT ataupun PSCF memberikan hasil yang

sama.

Dari penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa teknik analisis nuklir mampu berperan

dalam melakukan karakterisasi untuk identifikasi sumber dan perjalanan lintas batas

pencemar partikulat udara. Dibandingkan dengan AQMS, maka penelitian ini tidak hanya

mampu mengukur berbagai parameter partikulat udara akan tetapi data yang diperoleh

selanjutnya dapat digunakan untuk identifikasi sumber pencemar. Oleh karena itu, teknik ini

diharapkan dapat diaplikasikan secara lebih luas khususnya untuk memecahkan berbagai

permasalahan lingkungan yang terkait dengan pencemaran udara akibat meningkatnya

berbagai kegiatan antropogenik.

DAFT AR PUST AKA

[1]

Anonim. Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappenas. Buku strategi dan rencana aksi

nasional; 2006.

[2]

Anonim. Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappenas. Buku strategi dan rencana aksi

lokal kota Bandung; 2006.

[3]

Dockery OW, Pope CA, Xu X, Spengler JD, Ware JH, Fay ME, Ferris BG, Speizer FE.

An association between air pollution and mortality in six US cities. New England. Journal

of Medicine 1993; 329:1753 - 9

[4]

Katouyanni K. Long term effect of air pollution in Europe. Occupational and

Environmental Medicine 2005; 62: 432 - 3

[5]

HEI international scientific oversight committee of HEI public health and air pollution in

Asia program. Health effects on outdoor air pollution in developing countries of Asia: A

Literature review. Special report 15. Health Effect Institute; April 2004.

[6]

Biro

Pusat

Statistik.

Bandung

dalam

angka.

http://www.bandung.go.id/

2003bda_bab01.pdf.

didownload

pada 4 Juli 2007

[7]

Pemerintah kota Bandung. Website resmi kota Bandung. Sekilas kota Bandung.

http://www.bandung.go.idl?fa=sekilas.detail&id=13#.

didownload

pada

tanggal

12

September 2009

[8]

Lembang. http://www.wikipedia.org/wiki/Lembang,_Bandung_Barat.

didownload

pada

tanggal 12 September 2009

[9]

Maenhaut W, Francois F, Cafmeyer J. The Gent stacked filter unit sampler for collection

of atmospheric aerosols in two size fractions, IAEA NAHRES-19; 1993

[10] Hopke PK, Xie Y, Raunemaa T, Bieglski S, Landsberger S, Maenhaut W, Artoxo P,

Cohen DO. Characterization of Gent stacked filter unit

PMlO

sampler. Aerosol science

and technology 1997; 27: 726-35.

[11] Santoso M, Hidayat A, Diah DL. Ambient air concentration of

PM2.5

and

PMlO

in

Bandung and Lembang in 2000 - 2006. Indonesian Journal of Science and Nuclear

Technology 2008; IX(1): 53-9

[12] GOLDBERG E. Black carbon in the environment. Wiley and Sons. New York; 1972

[13] Cohen DO, Taha G, Stelcer ED, Garton

0,

Box G. The measurement and sources of fine

particle elemental carbon at several key sites in NSW over the past eight years. Journal

of Geophysical 2000; 102

[14] Sato M, Hansen J, Koch

0,

Lacis A, Ruedy R, Dubovik

0,

Holben B, Chin M, Novakov

T. Global atmospheric black carbon inferred from AERONET. Proc. Natl. Acad. Sci.

2003; 100:6319-24

[15] Begum AB, Biswas SK. Assessment of present ambient concentration of

PM2.2

and

PMlO

in Dhaka city of Bangladesh, Training course on Regional Training Course on

Harmonization of Data and Source Components, Manila, Philippines, 21-25 May.

[16] Anonymous. Manual EEL smoke stain reflectometer; 2006.

[17] Diah DL, Santoso M, Hidayat A. Characterization of black carbon in fine particulate

matter PM2.5 in Bandung and Lembang sites 2004-2005. Indonesian Journal of Science

and Nuclear Technology 2008; IX (2): 89-94

(21)

Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079

[18] Trompetter WJ, Markwitz A. Ion beam analysis results of air particulate filters from

Indonesia 2005.

[19] Cohen DD, Bailey GM, Kondepudi R. Elemental analysis by PIXE and other IBA

technique and their application to source fingerprinting of atmospheric fine particle

pollution. Nucl. Instr. Meth in Phys. Res B 109/110 1996; 218-26

[20] Glascook. University of Missouri Research Reactor (MURR). Columbia MO 2004;

http://www.missouri.edu/-glascock/naa_over.htm

[21] Santoso M, Hopke PK, Markwitz A, Diah DL. Instrumental neutron activation analysis

and particles induced X-Ray emission for monitoring airborne particulate matter in

Indonesia. Proceeding International Seminar on Chemistry 2008, Universitas Padjajaran;

2008

[22] Santoso M, Hidayat A, Diah DL. Characteristic of airborne particulate matter in Bandung

and Lembang sites Using Instrumental Neutron Activation Analysis. Proceeding of

Environmental Technology

&

Management Conference

2006.

Institut Teknologi

Bandung;2006

[23] Sutisna, Muhayatun. Analysis of airborne particulate matter collected in urban and rural

area by instrumental neutron activation analysis. Proceeding of the FNCA 2004

workshop on the utilization of research reactors. Bangkok. Thailand; 2005.

[24] Maxwell JA, Teesdale WJ, Campbell JL. The GUELPH-PIXE software package-II. Nucl

Instrum Methods Phys Res B Beam Interact Mater Atoms 1995; 95: 407-21.

[25] Begum BA, Kim E, Biswas SK, Hopke PK. Investigation of sources of atmospheric

aerosol at urban and semi-urban areas in Bangladesh. Atmos Environ 2004; 38:

3025-38

[26] Paatero P.

Least squares formulation

of robust

non-negative

factor

analysis.

Atmospheric Environment 1997; 37: 23-35

[27] Hopke PK. The use of the back trajectory model HYSPLIT-4 to assess sourcelreceptor

relationships. Guidance document written for the International Atomic Energy Agency;

2004

[28] Gao N, Cheng MD, Hopke PK. Potential source contribution function analysis and

source apportionment of sulfur species measured at Rubidoux. CA during the Southern

California air quality study 1987.

Anal. Chim. Acta

1993; 277:369-80.

[29] Gao N, Cheng MD, Hopke PK. Receptor modeling of airborne ionic species collected in

SCAQS 1987.

Atmospheric Environ

1994; 28:1447-70.

[30] Hsu YK, Holsen TM, Hopke PK. Locating and quantifying PCB sources in Chicago.

Receptor modeling and field sampling.

Environ. Sci. Technol

2003a; 37: 681-90.

[31] Hsu YK, Holsen TM, Hopke PK. Comparison of hybrid receptor models to locate PCB

sources in Chicago,

Atmospheric Environ

2003b; 37: 545-62.

[32] Kim E, Hopke PK, Edgerton E. Improving source identification of Atlanta aerosol using

temperature resolved carbon fractions in positive matrix factorization,

Atmospheric Environ

2004;. 38: 3349-62.

[33] Lee JH, Hopke PK, Turner JR. Source Identification of Airborne PM at the St.

Louis-Midwest Supersite.

J. Geophys. Res.

2006; 111:01 OS10

[34] Cohen DD. Characterisation of atmospheric fine particles using IBA techniques. Journal

of Nuclear Instruments and Methods in Physics Research B 136-138; 1998; 14-22.

[35] Anonymous. Pemerintah Republik Indonesia PP no. 41 tahun 1999. Peraturan

Pemerintah mengenai baku mutu udara ambien nasional.

[36] Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Transportasi jalan - sarana angkutan Jalan;

Desember 2006

[37] Hopke PK, Cohen DD, Begum AB, Biswas SK, Bangfa Ni, Pandit GG, Santoso M,

Chung YS, Davy P, Markwitz A, Waheed S, Siddique N, Santos FL, Pabroa PC,

Seneviratne MCS, Wimolwattanapun W, Bunprapob S, Vuong TB, Hien PD, Markowicz

A. Urban air quality in the Asian region. Journal of Science and Total Environment 2008;

404: 103-12.

[38] Cohen DD, Grahama MB, Kondepudi R. Elemental analysis by PIXE and other IBA

techniques and their application to source fingerprinting of atmospheric fine particles

pollution. Nucl. Instr. and Meth. B 1996; 109:218-26.

[39] Santoso M, Hopke PK, Hidayat A, Diah. Sources identification of the atmospheric

aerosol at urban and suburban sites in Indonesia by positive matrix factorization. Journal

of Science and Total Environment 2008; 397:229-37

(22)

[40] Paatero P, Hopke PK. Discarding or downweighing high-noise variables in factor analysis models. Anal Chim Acta 2003; 490: 277-89.

[41] LAPAN. National Institute of Aeronautics and Space-Remote Sensing Affairs Indonesia.

Hujan Rata-Rata. Pdf. http://www.lapanrs.com/SMBAlpdf/ATSR%20Hotspot%20in%

20Sumatera%20and%20Kalimantan%20( 1997 -2006).pdf.

[42] Anonim. Kompas Newspaper Jakarta Indonesia; July 15, 2005.

[43] Anonim. Ministry of the Environment. Status lingkungan hidup Indonesia 2005.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta Indonesia. Available from

http://www.menlh.go.id/slhi/14-%200Bab%202_28 37.pdf. didown/oad pada tanggal 16

July 2007

[44] Chueinta W, Hopke PK, Paatero P. Investigation of sources of atmospheric aerosol at

urban and sub urban residential areas in Thailand by Positive matrix factorization. Atmos

Environ 2000; 34: 3319-29.

[45] Alpert DJ, Hopke PK. A Determination of the Sources of Airborne Particles Collected

During the Regional Air Pollution Study. Atmos Environ 1981 ;15: 675-87.

[46] Natural hazardous. http://earthobservatory.nasa.gov didownload pada tanggal 17 Juli

Gambar

Gambar 1. Skema rancangan tahap kegiatan 2.1. Sampling
Gambar 2. Lokasi kota Bandung dan Lembang
Gambar 4. Alat pencuplik udara Gent stacked filter unit sampler terdiri dari pompa vakum (kiri) dan kontainer hitam berisi filter (kanan)
Gambar 5. Reaksi aktivasi yang terjadi pada Analisis Aktivasi Neutron
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dilihat dari segi proses pelaksanaan diketahui bahwa masalah yang banyak dibahas dalam layanan konseling kelompok pada siswa CI lebih mengarah pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1). pengaruh pendidikan terhadap rumah tangga miskin di Desa Maccini Baji Kabupaten Jeneponto 2). Pengaruh

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini Return on Assets dan Return on Equity berpengaruh tidak

Pada sisi lain den- gan menurunnya risiko pasar maka akan meningkatkan skor kesehatan bank dengan asumsi tidak ada perubahan skor kesehatan bank dari aspek lain yang diukur dalam

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya angka kejadian DM pada wanita adalah perubahan hormonal dan psikologis yang dialami wanita akibat fase siklus menstruasi,

Berdasar hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa kecerdasan spasial memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kemampuan membaca gambar teknik dimana

Memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada ukuran yang dapat di filtrasi di ginjal, misel polimer dapat menghindari filtrasi di ginjal bahkan jika