Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
PEMANFAATAN
TEKNIK ANALISIS NUKLIR
DALAM KARAKTERISASI,
IDENTIFIKASI SUMBER
DAN TRANS-BOUNDARYPENCEMAR
PARTIKULAT
UDARA UNTUK
KASUS BANDUNG DAN LEMBANG
Muhayatun SantosoPusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiornetri, BATAN, Bandung
e-mail: ptnbr@batan.go.id
ABSTRAK
PEMANFAATAN TEKNIK ANALISIS NUKLIR DALAM KARAKTERISASI, IDENTIFIKASI
SUMBER DAN TRANS-BOUNDARY PENCEMAR PARTIKULAT UDARA UNTUK KASUS BANDUNG
DAN LEMBANG. Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam dua dekade ini, akibat meningkatnya urbanisasi dan berbagai aktivitas ekonomi. Hal ini terjadi kerena sumber pencemar antropogenik telah melampaui daya dukung lingkungan. Partikulat udara halus PM2.S (berukuran < 2,5 Ilm) merupakan parameter utama pencemaran udara, memiliki dampak signifikan pad a kesehatan karena dapat terpenetrasi dan menembus bagian terdalam dari paru-paru dan sistem jantung. Pada makalah ini akan dibahas berbagai kegiatan monitoring dan studi komprehensif yang telah dilakukan di kota Bandung dan Lembang secara kontinu sejak tahun 2000. Pengambilan sampel partikulat udara halus dan kasar di dua lokasi dilakukan dari Januari 2000 sampai Desember 2007. Sampel diambil menggunakan Gent stacked filter unit sampler dengan dua jenis ukuran filter Nuclepore <2,5~m (halus) dan ukuran 2,5 - 10 ~m (kasar). Selanjutnya analisis sampel dilakukan menggunakan metode analisis aktivasi neutron instrumental (AANI) dan proton-induced X-ray emission (PIXE). Black carbon ditentukan menggunakan alat EEL smoke stain ref/ectometer. Selanjutnya, data set yang diperoleh dianalisis menggunakan metode positive matrix factorization untuk identifikasi sumber partikulat udara halus dan kasar di kedua lokasi sampling. Hasil analisis unsur cuplikan partikulat udara pad a umumnya dapat terdeteksi 20 hingga 30 unsur. Sumber cemaran partikulat halus kota Bandung teridentifikasi 7 faktor yaitu biomass burning, tanah, emisi kendaraan bermotor, secondary sulfur, two stroke engine, garam laut dan debu jalan. Hasil analisis PMF menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari massa partikulat kasar di ke dua lokasi sampling berasal dari tanah dan debu jalan, sedang faktor biomass burning memberikan kontribusi sekitar 40% untuk PM2,Suntuk lokasi Lembang dan sekitar 20% untuk lokasi Bandung. Pada tahap selanjutnya, hasil analisis yang diperoleh diharapkan dapat dikorelasikan dengan data meteorologi untuk menentukan lokasi sumber pencemar baik yang berasal dari lokal maupun dari lokasi yang jauh (transboundary).
Kata kunci: pencemaran, partikulat udara, analisis aktivasi neutron, positive matrix factorization, transboundary
ABSTRACT
THE USE OF NUCLEAR ANALITICAL TECHNIQUES ON CHARACTERIZATION, SOURCE
IDENTIFICATION AND TRANS-BOUNDARY POLLUTION OF AIR PARTICULATE FOR STUDY
CASE IN BANDUNG AND LEMBANG. Air quality in several cities in Indonesia has degraded in the last two decades, due to the increasing of urbanization and economic activities. The degradation of air quality occurs because of the anthropogenic source pollutant has exceed the environmental burden capacity. Fine particulate matter PM2.S (particulate with aerodynamic diameter less than 2.5 Ilm) is a main parameter that has significant impact on human health since it can penetrate deep into the lung and heart system. In this paper, the monitoring activities and comprehensive studies carried out continuously since 2000 in Bandung and Lembang are reported. Samples of fine and coarse fractions of airborne particulate matter were collected at both sites from January 2000 to December 2007. The samples were collected using a Gent stacked filter sampler in two size fractions of 2.5 ~m (fine) and 2.5 to 10 ~m (coarse). The samples were analyzed for elemental concentrations by instrumental neutron activation analysis (NAA) and proton-induced X-ray emission (PIXE). Black carbon was determined using an EEL smoke stain reflectometer. The data sets were then analyzed using positive matrix factorization to identify the possible sources of fine and coarse atmospheric aerosols in both areas. NAA or PIXE technique determined 20 to 30 different elements in airborne particulate matter samples. The pollutant sources identified were seven sources, they are biomass burning, soil, motor vehicle emission, secondary sulfur, two stroke engine, sea salts and windblown soil. The PMF results showed that more
than 50% of thePM2.5-10 mass at both sites comes from soil dust and road dust. The biomass burning
factor contributes about40% of thePM25 mass in case of suburban Lembang and about20% in urban
Bandung. In further step analysis, the results will be correlated with meteorological data to identify the source location, from local and regional (transboundary).
Key words: pollution, particulate matter, neutron activation analysis, positive matrix factorization, transboundary pollution
BABI PENDAHULUAN
Meningkatnya urbanisasi dan berbagai aktivitas ekonomi seperti transportasi telah
mengakibatkan pencemaran udara sehingga berdampak pada menurunnya kualitas udara di
beberapa kota di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena sumber pencemar telah melampaui
daya dukung lingkungan sehingga secara alami tidak dapat dinetralkan. Pencemaran udara
ini memiliki dampak yang cukup signifikan pada gangguan kesehatan manusia, ekosistem,
perubahan iklim dan pemanasan global. Risiko kesehatan yang dikaitkan dengan
pencemaran udara di perkotaan, banyak menarik perhatian dalam beberapa dekade
belakangan ini. Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di
Indonesia termasuk Bandung. Pencemaran udara yang semakin memburuk ini berdampak
pada kesehatan dan beban finansial masyarakat. Data yang tercatat pada Profil Kesehatan
DKI Jakarta tahun
2004
menunjukkan bahwa sekitar46%
penyakit gangguan pernapasanterkait dengan pencemaran udara (infeksi saluran pernapasan atas 43%, iritasi mata 1,7%
dan asma 1,4%) dan sekitar 32% kematian akibat penyakit yang kemungkinan terkait dengan
pencemaran udara (penyakit jantung dan paru-paru 28,3% dan pneumonia 3,7%). Pada
tahun yang sama, Profil Kesehatan DIY tahun
2004
menunjukkan bahwa di Yogyakartasebanyak 32% penyakit gangguan pernapasan terkait dengan pencemaran udara.
Kecenderungan yang sama terjadi di Bandung dan kota besar lainnya [1, 2].
Parameter utama pencemaran udara yang memiliki dampak secara signifikan pada
kesehatan adalah Particulate Matter (PM). Partikulat yang terdapat pad a atmosfer umumnya
berukuran 0,1 - 50 !-1matau lebih, yang waktu eksistensinya bervariasi bergantung pada
besar kecilnya ukuran. Partikulat udara yang berukuran kurang dari 2,5 !-1m(PM2,s) disebut
dengan partikulat halus. Beberapa peneliti epidemiologi berpendapat bahwa partikulat halus
ini sangat berbahaya karena dapat terpenetrasi menembus bagian terdalam dari paru-paru
dan sistem jantung, menyebabkan gangguan kesehatan antara lain infeksi saluran
pernafasan akut, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular bahkan kematian. Partikulat
halus diperkirakan memberi kontribusi besar pada angka kematian yang diakibatkan oleh
gangguan kesehatan terkait pencemaran udara [3,4]. Partikulat udara halus umumnya terdiri
dari partikel-partikel yang berukuran mikro dan sub-mikro, berasal dari sumber antropogenik
seperti kendaraan bermotor, pembakaran biomassa, dan pembakaran bahan bakar. Selain
PM2,s, dikenal juga istilah PMlO yang merupakan partikulat udara yang berukuran kurang dari
10
!-1m(partikulat kasar), sedangkan total Suspended Particulate (TSP) adalah semua zattersuspensi yang umumnya berukuran kurang dari 50 !-1m.
Sejak tahun
2000,
pemerintah telah mengoperasikan sistem pemantauan kualitasudara kontinu otomatis atau Air Quality Monitoring System (AQMS) di
10
kota besar diIndonesia. Sistem pemantauan terse but memantau konsentrasi CO, S02, NOx, 03 dan PMlO
yang digunakan untuk menghitung Indeks Standar Pencemaran Udara. Tetapi karena
keterbatasan biaya untuk operasional dan perawatan, tidak ada satu kota pun yang dapat
mengoperasikan AQMS selama setahun penuh [5]. Di samping itu parameter yang dipantau
masih terbatas dan data tidak lengkap, sehingga tidak ada data pengamatan untuk parameter
PMlO yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan penyusunan strategi dan
rencana aksi yang spesifik untuk mengendalikannya. Parameter PM2.Smerupakan parameter
yang sangat kritis berdampak pada kesehatan. Oleh karena itu pemantauan partikulat udara
ambien PM2,s dan PMlO sangat perlu dilakukan.
Kegiatan pemantauan kualitas udara di Indonesia merupakan bagian utama dari
program Langit Biru yang bertujuan untuk menciptakan mekanisme kerja dalam pengendalian
pencemaran udara yang berdaya guna dan berhasil guna. BATAN sebagai salah satu
lembaga yang bergerak di bidang sains dan teknologi, mempunyai potensi untuk membantu
Pemanfaatan teknik analisis nuk/ir da/am karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
teknik konvensional. Dalam konteks tersebut, pada makalah ini dibahas kegiatan
pemantauan dan studi komprehensif yang telah dilakukan di kota Bandung dan Lembang
secara kontinu dan konsisten sejak tahun 2000. Aktivitas penelitian ini juga merupakan
kegiatan regional Asia Pasifik yang dikoordinasi oleh International Atomic Energy Agency
(IAEA) dan dalam pelaksanaannya kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik
Analisis Radiometri BAT AN yang mengacu pada standar internasional ISO/lEG 17025-2005,
sehingga diharapkan hasil yang diperoleh validitasnya terjamin dan terjaga secara optimal.
Pengambilan lokasi objek studi dilakukan di kota Bandung sebagai perwakilan urban
dan Lembang sebagai perwakilan sub-urban. Adapun dasar pemilihan kota Bandung
dilakukan karena Bandung merupakan salah satu kota besar yang terletak pada pertemuan
poros jalan raya dari barat - timur yang memudahkan hubungan dengan ibu kota negara,
serta utara - selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan, tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi, aktivitas penduduknya beragam mulai dari sektor
pertanian, perkebunan, transportasi, pendidikan hingga sektor industri. Adapun pemilihan
kota Lembang didasarkan pada posisi kota Lembang yang tidak terlalu jauh dari kota
Bandung. Selain itu pemilihan lokasi studi juga didasarkan agar sumber daya dan dana yang tersedia dapat digunakan lebih efisien dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Kegiatan yang dilakukan pad a penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan peran
teknik nuklir dalam memberikan kontribusi pada program peningkatan kualitas udara. Dari
kegiatan terse but, hasil yang diperoleh diharapkan mampu memecahkan berbagai masalah
utama dalam pencemaran udara khususnya dalam karakterisasi, identifikasi sumber, estimasi
lokasi dan trans boundary pencemar partikulat udara. Dengan menggunakan berbagai
perangkat lunak, hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sumber pencemar antropogenik dan alami baik secara kualitatif maupun
kuantitatif, serta mampu memprakirakan lokasi sumber pence mar baik secara lokal maupun
regional. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai early warning yang diharapkan
pula dapat memberi kontribusi, mendukung dan mendorong pemerintah untuk membuat
kebijakan yang tepat dan terarah dalam upaya meningkatkan kualitas udara di Indonesia agar gangguan kesehatan dan kerugian finansial yang lebih besar dapat dihindari.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini difokuskan pad a aplikasi teknik analisis nuklir, sebagai bentuk
kontribusi teknik nuklir, pada pemecahan permasalahan lingkungan. Kelebihan teknik nuklir
diharapkan mampu menjadi suatu terobosan baru dalam pemecahan berbagai permasalahan lingkungan di Indonesia. Dengan teknik analisis nuklir dihasilkan suatu data set konsentrasi
(Iebihdari 20 unsur) yang selanjutnya dapat digunakan dalam melakukan identifikasi dan
kuantifikasi jenis sumber pencemar serta estimasi lokasi sumber pencemar. Adapun
beberapa tahap kegiatan yang dilakukan adalah:
1.
Sampling partikulat udara2. Analisis sampel yang meliputi
a. analisis konsentrasi partikulat udara (penentuan PM2.5dan PM1Q),
b. analisis konsentrasi black carbon dengan metode reflektansi
c. analisis unsur menggunakan teknik analisis nuklir seperti Neutron Activation
Analysis (NAA) atau Particles Induced X-Ray Emission (PIXE)
3. Analisis data
a. Positive Matrix Factorization (PMF)
b. Transboundary
Data yang didapatkan dari hasil analisis sampel selanjutnya diolah dan dianalisis
lebih lanjut menggunakan receptor modeling Positive Matrix Factorization (PMF) sehingga
didapatkan korelasi berbagai unsur tersebut dan beberapa unsur penanda yang
mengidentifikasikan jenis sumber pencemar. Selanjutnya dilakukan estimasi lokasi sumber
pence mar berdasarkan pada kompilasi data yang dihasilkan receptor modeling dengan data
meteorologi (arah angin dan kecepatan) menggunakan trajectory sehingga didapatkan
estimasi lokasi yang menunjukkan asal dari sumber pence mar yang berpotensi besar
berkontribusi secara signifikan. Secara garis besar alur tahapan kegiatan penelitian disajikan
Permasalahan Pencemaran udara ambien
Identifikasi Jenis Sumber Pencemar
Kontribusi Teknik Analisis Nuklir dalam Penanggulangan
Pencemaran Udara
Pengambilan sampel partikulat udara
Teknik analisis nuklir
Identifikasi Estimati Lokasi Sumber
Data unsur partikulat kasar dan halus
(20-30 unsur)
Data Meteorologi (wind speed-direction)
Jenis Sumber Pencemar
Pemetaan possible source Estimasi Lokasi
Sumber Pencemar
Gambar 1.Skema rancangan tahap kegiatan
2.1.
Sampling
Pengambilan sampel partikulat udara dilakukan di dua lokasi yaitu Bandung dan
Lembang. Lokasi pengambilan sampel di kota Bandung dilakukan di Pusat Teknologi Nuklir
Bahan dan Radiometri (PTNBR), BATAN Bandung sebagai perwakilan daerah urban.
Sampler diletakkan di atas atap gedung A, PTNBR yang tingginya 4,3 m dari tanah dan
intake nozzle sampler diletakkan 1,8 m di atas atap serta berjarak sekitar 60 m dari jalan
raya. Kota Bandung terletak di posisi
107,6°
bujur timur dan 6,91 ° lintang selatan, secaratopografi berada pada ketinggian 791 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi terdapat di bagian utara dengan ketinggian 1050 m dan titik terendah 675 m terletak di bagian selatan.
Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk dengan suhu
rata-rata 23,6°C dengan jumlah hari hujan rata-rata-rata-rata 15 hari per bulannya [6]. Pada tahun 2003, industri di kota Bandung berjumlah sebanyak 11.034 yang terdiri atas 75 industri besar, 430
industri menengah, dan 10.529 industri keci!. Sekitar 50% dari jumlah industri tersebut
merupakan industri tekstil dan pakaian jadi. Adapun jumlah penduduk kota Bandung menurut registrasi penduduk sampai dengan bulan Maret 2004 berjumlah 2.510.982 jiwa dengan luas
wilayah mencapai 167,67 km2 [7].
Adapun pengambilan sampel di Lembang dilakukan di atas atap gedung Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang berada pada ketinggian 6 m dari tanah dan berjarak
sekitar 1 km dari jalan raya yang terdekat. Kecamatan Lembang terletak sekitar 16 km dari
Bandung, berada pada ketinggian 1.312 hingga 2.084 m di atas permukaan laut dan berada
pad a posisi
107,23°
bujur timur dan 6,71 ° lintang selatan. Lembang terletak di pegunungandengan jumlah penduduk 201.765 jiwa dan suhu rata-rata berkisar antara 17-27 °C [8].
Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
Gambar
2.
Lokasi kota Bandung dan LembangPengambilan sampel dilakukan selama 24 jam menggunakan Gent stacked filter unit
sampler. Alat ini merupakan dichotomous sampler yang menggunakan dua filter polikarbonat
Nuclepore halus dan kasar dengan pori-pori masing-masing 0,4 dan 8 J..lm.Partikulat kasar
dikumpulkan pada filter kasar yang berpori-pori 8 J..lm,sedang partikulat halus dikumpulkan
pad a filter halus yang memiliki pori-pori 0,4 J..lm.Sampling menghasilkan partikulat dengan
ukuran sampai dengan 2,5 J..lm(partikulat halus) dan 2,5-10 J..lm(partikulat kasar) [9,10].
Sampling dilakukan 2 kali seminggu di dua lokasi dengan laju alir berada pad a rentang 15-18
Umin. Sampling di kota Bandung dilakukan sejak Januari 2000 sampai Desember 2007.
Jumlah sampel yang terkumpul sebanyak 456 pasang sampel partikulat halus dan partikulat kasar. Adapun sampling di kota Lembang dilakukan sejak Januari 2000 sampai Desember 2007 menghasilkan 449 pasang sampel partikulat halus dan partikulat kasar, sehingga jumlah
sampel yang terkumpul dari kedua lokasi sampling adalah sebanyak 905 pasang sampel
partikulat halus dan partikulat kasar. Bagan Gent sampler ditunjukkan pada Gambar 3 dan
Gambar 4.
Kontainer (SFU)
",'."
wooden polewooden board } NOT provided. should beobtained locally nylon connector
t\'3osparcnt tubing (shon>
brass connector
srccl damps plastic clamps
rain protection cover (orange) plastic container (blaci)
wilh stacked rilter eassellC (SFU) inside ne.iblc POLY -FLO lubing (Ions> brass c
Gambar
3.
Skema bagan Gent samplerSistem pompa vakum
Gambar
4.
Alat pencuplik udara Gent stacked filter unit sampler terdiri dari pompa vakum (kiri) dan kontainer hitam berisi filter (kanan)2.2. Analisis
sam
pel2.2. 1. Analisis PM2.5 dan PM10
Penentuan konsentrasi massa dilakukan menggunakan metode gravimetri, yang
diperoleh dari pengurangan hasil penimbangan berat sampel pada filter halus dengan berat
filter halus kosong atau berat sampel pada filter kasar dengan berat filter kasar kosong.
Konsentrasi PM2,s diperoleh dari hasil penimbangan massa partikulat udara pada filter halus,
sedang PM1Qdiperoleh dari penjumlahan massa partikel udara dari filter halus dan kasar.
Sebelum dilakukan penimbangan, filter dikondisikan pada ruang preparasi sampel dengan
temperatur 18 - 25°C dengan kelembaban maksimum kurang dari 55% [11]. 2.2.2. Analisis Black Carbon
Black Carbon (BC) merupakan bentuk impuritas dari karbon hasil pembakaran tidak
sempurna bahan bakar fosil atau pembakaran biomassa [12]. Penyerapan sinar matahari di
atmosfer lebih dari 90% didominasi oleh BC [13]. Sumber utama BC adalah sumber
antropogenik, termasuk pembakaran biomassa, kendaraan bermotor (bensin dan diesel) dan
sumber industri seperti pembakaran batu bara. Pengurangan sumber pencemaran BC
diyakini merupakan strategi yang baik dalam mengurangi dan memperkecil pemanasan
global [14].
Penentuan BC di beberapa negara Asia Pasifik [13,15] menunjukkan bahwa BC
umumnya memberikan kontribusi sekitar 10-40% dari partikulat udara halus yang berukuran
kurang dari 2,5 11m(PM2,s). Oleh karena itu penentuan BC menjadi parameter yang sangat
penting dalam karakterisasi partikulat udara. Penentuan BC didasarkan pada penentuan
reflektans dari filter sampel yang dilakukan menggunakan alat EEL smoke stain
ref/ectometer, model 43D. Adapun tahap pengukuran reflektans BC menggunakan EEL
smoke stain ref/ectometer dilakukan menggunakan metode standar dan dibahas secara rinci pada [16,17].
Pengukuran nilai BC didasarkan pada reflektansi cahaya, di mana cahaya yang
berasal dari suatu sumber cahaya/lampu dihamburkan melalui annular photocel ke
permukaan filter sampel. Selanjutnya cahaya tersebut direfleksikan kembali ke photocell,
maka panjang lintasan cahaya tersebut adalah dua kali dari panjang path transmisi. Densitas
BC dari pengukuran reflektans dapat dinyatakan sebagai berikut:
BC (119/cm2)= {100/(2E)} In[RclR] (1)
BC (119/m3)=AN *{100/(2E)} In[RclR] (2)
di mana A adalah luas area filter (cm\ Vadalah volume udara yang diambil (m\ Roadalah
nilai reflektans dari filter kosong (=100%),
R
adalah nilai reflektans dari filter sam pel (%) dan Eadalah koefisien absorpsi untuk panjang gelombang tertentu (m2/g). Nilai reflektans yang
diperoleh dari filter sampel merupakan nilai yang sebanding dengan jumlah BC pada filter.
Maenhaut 1998 mendapatkan nilai E sebesar 5,27 m2/g dari eksperimen menggunakan
Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
Selain persamaan (2) dapat pula digunakan formula BC pada filter Nuclepore
polikarbonat sebagai berikut :
BC =
ANx
[1000 xLOG (Rblan/Rsampef)+ 2,39]/45,8 (3)dengan Rbfank nilai reflektans filter kosong (100%), Rsampel nilai reflektans filter sampel, A luas
area filter sampel (cm2) dan V volume sampel (m\ dengan nilai 2,39 dan 45,8 adalah
konstanta yang digunakan untuk filter Nuclepore Polikarbonat yang berasal dari ekperimen
perhitungan BC menggunakan pembakaran asetilen (Prof. Dr. M. O. Andreae, Max Planck
Institute of Chemistry, Mainz, Germany) [18]. Perhitungan BC pada jenis dan area filter
sampel yang sama telah dilakukan menggunaan persamaan (2) dan (3) memberikan nilai
yang hampir sama (-99%) [17]. 2.2.3. Analisis unsur
Penentuan kadar berbagai unsur pada sampel partikulat udara dilakukan
menggunakan teknik analisis nuklir, yaitu metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN) dan Proton
Induced X-ray Emission (PIXE). Pemilihan metode didasarkan pada teknik analisis unsur yang sangat selektif dengan kepekaan tinggi, simultan dan memiliki batas deteksi mencapai
orde mikrogram bahkan nanogram. Dengan jumlah sampel yang relatif banyak mencapai
ratusan buah filter dan berat sampel per filter yang hanya sedikit - 100 J.lg, teknik nuklir
merupakan salah satu teknik analisis yang layak dipertimbangkan untuk analisis sampel
partikulat udara dibandingkan dengan teknik analisis konvensional. Dengan teknik nuklir,
Cahill, 1990 menyatakan bahwa hampir 90% sampel filter partikulat udara di Amerika Utara
dianalisis menggunakan teknik nuklir. Bahkan di Australia dalam 4 tahun terakhir telah
menganalisis lebih dari 9000 buah sampel filter menggunakan teknik nuklir, khususnya PIXE
[19].
Dengan teknik analisis nuklir AAN, sampel diiradiasi dengan neutron termal di dalam
reaktor atau akselerator. Nuklida yang stabil pada sampel (target nukleus) akan mengalami
reaksi penangkapan neutron, sehingga membentuk nuklida yang bersifat radioaktif
(compound nucleus). Pada umumnya, nuklida yang bersifat radioaktif ini akan mengalami
peluruhan melalui emisi partikel beta dan gamma. Setelah sampel dikeluarkan dari reaktor,
sampel akan melakukan emisi radiasi sebagai proses peluruhan radioaktif. Spektrometer
beresolusi tinggi digunakan untuk mendeteksi sinar gamma yang tertunda (delayed gamma
ray). Prinsip metode AAN ini digambarkan pada Gambar 5 [20].
Prompt
GlII'TImzrBY
Tar Det Nucleus Incld"nt • Nout~ ---....)-;~,./"•
-i"I.~~-
;
-.,
..
CompoundNucllilus GDo!llYoamtna fayd
Product Nucleus
Gambar
5.
Reaksi aktivasi yang terjadi pada Analisis Aktivasi NeutronPenentuan kadar sampel secara kuantitatif dilakukan menggunakan metode relatif di
mana sampel diiradiasi bersama dengan standar yang telah diketahui jumlah kadar
unsur-unsurnya. Perbandingan standar dengan sampel akan menghasilkan nilai kuantitatif kadar
unsur-unsur tertentu pad a sampel. Adapun analisis kualitatif didasarkan pad a spektrum yang
dihasilkan menggambarkan nuklida-nuklida secara spesifik berdasarkan energi sinar gamma
yang diemisikan. Iradiasi sampel dilakukan bergantung pada umur paro nuklida yang akan
dianalisis, karena umur paro nuklida tersebut berkorelasi dengan waktu iradiasi yang
dibutuhkan untuk aktivasi. Iradiasi sampel dilakukan di Reaktor TRIGA 2000 Bandung atau
Reaktor Serba Guna Serpong dengan waktu iradiasi untuk umur paro pendek, sedang dan
Metode analisis unsur yang digunakan, selanjutnya divalidasi sebagai kontrol kualitas
data yang didapatkan. Validasi metode dilakukan menggunakan SRM (Standard Reference
Materia~ 1648 airborne particulate matter dan keikut-sertaan dalam uji interkomparasi sampel
partikulat udara yang diselenggarakan oleh IAEA. Di samping itu, laboratorium Teknik
Analisis Radiometri PTNBR - BATAN yang merupakan laboratorium pengujian analisis
sampel partikulat udara terse but, telah mengimplementasikan sistem mutu berstandar
internasional ISO/IEC 17025:2005 dan terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dengan
nomor LP-311-IDN. Ruang lingkup akreditasi meliputi penentuan PM2.5 dan PM1O, penentuan
black carbon dan analisis unsur menggunakan teknik AAN.
Selain teknik AAN juga dilakukan analisis menggunakan teknik nuklir lainnya seperti
PIXE. Unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan dengan AAN karena tampang lintang neutron
yang kecil seperti Pb dan Si dapat ditentukan dengan PIXE. Analisis sampel menggunakan
PIXE dilakukan di Institute of Geological and Nuclear Sciences (IGNS), New Zealand.
Analisis spectrum X-ray dilakukan menggunakan computer code GUPIX, sedang kalibrasi
sistem PIXE dilakukan dengan mengiradiasi standar [24,25].
2.3.
Analisis Data2.3.1. Identifikasi dan kuantifikasi jenis sumber pencemar
Identifikasi dan kuantifikasi jenis sumber pence mar dilakukan menggunakan metode
receptor modeling yang merupakan metode statistik didasarkan pad a pemodelan matematika
dan pendekatan suatu fenomena fisik. Receptor modeling ini membutuhkan data sam pel
minimal 48 pasang (96 buah) dengan data unsur yang terdiri dari minimal 20 unsur. Pada
penelitian ini, data unsur dari berbagai lokasi sampling yang telah dianalisis akan diolah
menggunakan Positive Matrix Factorization (PMF). Reseptor modeling PMF menggunakan fit
weighted least-squares dengan error yang diketahui nilainya, melakukan estimasi dari matriks
data unsur-unsur yang ada sehingga memperoleh bobot masing-masing [26]. Di dalam PMF
matriks X dengan dimensi data baris
n
dan kolom m, dengann
dan m adalah jumlah sampeldan jumlah unsur kimia yang teridentifikasi. Data tersebut dapat difaktorisasi ke dalam dua
matriks yang disebut G dan F. G adalah matriks n x p source contribution terhadap sampel (time variation). Matriks F adalah matriks p x m komposisi sumber (source profile), dengan p
merupakan jumlah faktor yang diekstraksi. Faktor model PMF2 (PMF versi 2) dapat ditulis
sebagai
X=GF+E (4)
E didefinisikan sebagai residual matriks, perbedaan antara pengukuran X dan permodelan Y
dinyatakan sebagai faktor G dan F. Residual, eij didefinisikan
(5)
untuk meminimalisasi jumlah kuadrat residual kebalikan dengan estimasi error
masing-masing data, Q, didefinisikan
Q(E) =
LL (elSi
(6)Lebih lanjut, PMF akan menghasilkan semua G dan F bernilai positif, dalam arti bahwa
sumber cemaran tidak akan memiliki konsentrasi unsur kimia yang bernilai negatif (fkj ;:: 0)
dan sampel tidak memiliki source contribution yang negatif (gik;:: 0). 2.3.2. Estimasi lokasi sumber pencemar
Partikulat udara yang diamati di lokasi sampling dapat berasal dari sumber pencemar
yang berada di dekat lokasi sampling ataupun yang berada di lokasi yang lebih jauh.
Identifikasi menggunakan perhitungan air parcel back trajectory dan aplikasinya dalam
modeling reseptor telah terbukti efektif untuk menentukan sumber pencemar jarak jauh [27].
Tetapi, metode ini tidak efektif untuk menentukan sumber pencemar lokal di sekitar daerah
sampling [28, 29, 30, 31].
Untuk penentuan sumber pence mar lokal, digunakan metode yang memanfaatkan
data kecepatan dan arah angin lokal untuk menunjukkan lokasilasal yang memungkinkan dari
sumber pencemar lokal tersebut. Conditional Probability Function (CPF) merupakan salah
Pemanfaatan teknik ana/isis nuklir da/am karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
dengan data hasil olahan PMF estimasi source contribution [32]. CPF berfungsi melakukan
estimasi probabilitas dari source contribution dan arah angin. CPF dirumuskan sebagai (7)
dengan m~8 jumlah kejadian dari arah angin sektor L18 yang melebihi batas kriteria dan nM
total jumlah dari arah angin sektor yang sama. Umumnya digunakan 24 buah sektor (L18 = 15
derajat). Batas kriteria (misalnya di atas 25 persen) dipilih berdasarkan pengujian berbagai
persentase yang berbeda dari source contribution dari masing-masing sumber untuk
mendefiniskan arah asal sumber pencemar. Sumber dapat diestimasikan kemungkinan
terletak berada di arah yang memiliki nilai CPF yang tinggi. Gambar 6 menunjukkan salah
satu contoh analisis plot CPF di mana dari plot terse but dapat diestimasikan bahwa sumber
pencemar berasal dari arah angin 300 derajat dari lokasi sampling.
Gambar 6. Contoh analisis plot CPF
Hasil yang diperoleh dari perhitungan CPF dapat digabungkan dengan peta letak
sumber pencemar yang berada di dekat lokasi sampling. Salah satu contoh penggunaan CPF
untuk menentukan lokasi sumber pencemar lokal adalah studi yang dilakukan di East
St.Louis,MO [33] yang menunjukkan hasil adanya kecocokan yang tepat antara arah sumber
pencemar utama (lead smelter, zinc smelter, pabrik baja dan pabrik produksi tembaga) yang
sesungguhnya dengan arah yang ditunjukkan oleh plot CPF. Contoh tersebut menjelaskan
bahwa data meteorologi seperti data arah dan kecepatan angin sangat bermanfaat dalam
interpretasi hasil distribusi sumber pencemar yang didapatkan dari PMF. Adapun identifikasi
lokasi sumber pencemar dari lokasi yang jauh (transboundary pollution) dapat dilakukan
menggunakan perangkat lunak modeling dispersi HYSPLIT (Hybrid Single Particle
Lagrangian Integrated Trajectory) yang dapat diakses secara online
(http://www.arl.noaa.Qovlreadv/hvsplit4.html). Adapun untuk mengetahui pemetaan/distribusi
sumber pencemar dapat digunakan perangkat lunak PSCF (Potential Sourcec Contribution
Function) [25].
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Sampling dan konsentrasi PM2,5 dan PM10
Nilai rata-rata waktu sampling, laju alir dan volume sampel udara untuk kedua lokasi
sampling Bandung dan Lembang selama periode penelitian ini dirangkum pada Tabel 1.
Rata-rata massa partikulat halus/unit luas area yani1 terkumpul pada filter nuclepore
polikarbonat berkisar antara 22 IJg/cm2 dan 28 IJg/cm. Suatu nilai yang cukup kecil jika
dibandingkan dengan ratarata massa yang terkumpul pad a filter Teflon, yaitu berkisar 160
-290 IJg/cm2 [34]. Hal ini menunjukkan bahwa filter Nuclepore polikarbonatlH14C1603 (Iebih
lebar dan lebih tebal 4 kali dari filter Teflon) akan menghasilkan nmass closure" yang lebih
mengandung banyak hidrogen. Karenanya, sistem sampling menggunakan Gent sampler
memang ditujukan untuk memperoleh massa halus dan kasar serta elemen-elemennya [34].
Hasil rata-rata tahunan PM2.S dan PM10 untuk kedua lokasi sampling dirangkum pada Tabel 2.
Tabel1. Rata-rata parameter sampling partikulat udara di lokasi Kota Bandung dan
Lembang 2000 - 2007
Parameter sampling Lembang Bandung
Mean± SO
Mean± SO Waktu sampling (jam)
24±3 24±5
Laju alir (L/min)
16±1 17±1
Volume udara (m3)
24±4 25±5
Oari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 di daerah sampling Bandung
terjadi peningkatan konsentrasi PM2,s dan PM1Q, sedangkan di daerah sampling Lembang
terjadi peningkatan mulai tahun 2004 dan terjadi penurunan yang signifikan pada tahun 2007.
Nilai rata-rata tahunan PM2.S perlu mendapatkan perhatian serius karena untuk daerah
Bandung mulai tahun 2005 sudah berada di atas nilai baku mutu tahunan PM2•S (15 !-Ig/m3)
[35], sedangkan untuk lokasi Lembang konsentrasi PM2.S telah mendekati nilai baku mutu
tersebut. Rata-rata harian
time series
konsentrasi PM2•S dan PM1Qdi kedua daerah samplingBandung dan Lembang, masing-masing ditunjukkan pada Gambar 7.
Tabel 2. Rata-rata tahunan PM2.S dan PM1Q(!-Ig/m3) di daerah sampling Bandung dan
Lembang 2000 - 2007
Tahun Bandung Lembang
PM2,s PM10 PM2•SPM10 2000 12,29 ± 5,4626,23 ± 13,1212,56 ± 5,658,83 ± 3,94 2001 14,01 ± 4,2411,11 ± 4,4529,82 ± 8,799,28 ± 3,19 2002 14,12 ± 4,3732,08 ± 11,8311,41 ±4,739,29 ± 4,10 2003 14,35 ± 5,6010,68 ± 7,3731,79 ± 9,049,21 ± 5,34 2004 13,95 ± 5,7129,72 ± 9,5214,51 ±5,9025,78 ± 9,64 2005 18,99 ± 7,6524,62 ± 11,7336,77 ± 12,3014,42 ± 7,76 2006 20,33 ± 8,8622,69 ± 13,7335,60 ± 16,4714,95 ± 9,81 2007 20,55 ± 7,6239,08 ± 14,4119,76 ± 6,6812,39 ± 7,84
Pada gambar 7 dapat ditunjukkan bahwa secara umum hasil rata-rata harian tersebut
masih berada di bawah nilai baku mutu harian 24 jam baik untuk PM2.S maupun PM10, yaitu
masing-masing 65 dan 150 !-Ig/m3 [35]. Oari kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa
konsentrasi PM2•S dan PM10 pada musim kemarau (bulan Juli - September) lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi pada waktu lainnya. Hal ini disebabkan karena pada musim
kemarau hanya terjadi sedikit hujan, sehingga faktor yang menghambat sumber pencemar
alam, yang memiliki kontribusi utama pad a konsentrasi PM1Q, menjadi berkurang. Nilai
maksimum konsentrasi PM2,s di Bandung dan Lembang masing-masing adalah 60,53 !-Ig/m3
yang diperoleh pada 20 Maret 2003 dan 50,00 !-Ig/m3 yang diperoleh pada 24 Agustus 2006,
sedangkan nilai maksimum untuk PM1Q di Bandung dan Lembang masing-masing adalah
95,16 !-Ig/m3 yang diperoleh pada 31 Juli 2007 dan 83,75 !-Ig/m3 yang diperoleh pada 14 Agustus 2003.
Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M.T.)
M
120 E ~::I.100 •... ctI 80 rn rnctI :E 60 'iii ctI 40..
..
r:: (1) 20 rn r:: 0 ::a::0
00
a
aa
N0
9
0
C "S C CU C <U ...,<U ::>OJ ::> ..., ...,...,"70
dJ ,;.~
~
ro <h OJ0
N~
0
~
C') 120 E 'OJ 100~
Bandung 2000· 2007C')
~
~
It)totor-.~
~
It)It)It)tor-.r-.r-.9
U9
:>0
0
9
6>co 0
o 0
0
0
9
0
0
roro9
0
c6.u ro 6> .6> ~u
-s ::> ::> 0OJOJ OJ::>::> 00
:2z
...,:2"7~
:2(/)0
~ z
:2 u.."7 C? r.:. ,;.a
OJ 6,;. 6NN <hJ,'~
dJ~~
C') N0
0
~
C')~
~
~
NN~
~
0
~
~
Waktu sampling Lembang 2000 • 2007 <U 80 UI UI 111 E 60 'ijj 111 40 .. EQ) 20 UI c: 0~
0 0 0 0N N C')C')C')~
'<t '<t'<tIt)It) It)totototo tor-.r-. r-.r-. r-. 0 o000o09
9
0o09
000o9
9
000009
09
c C 6. ' ..!. , ..!. 6. b• ..!. C C &,:> .6• ..!. 6. b > C. :>. > •••• 0::>0::> •. ::> ro •• ::> <tI 0::>0C.<tI -,Q)Q) C. -, OJ C. -,::> <tI ::>0Q) c. -,Q) OJ -,z
~
(/)z
~
-,z
-,-,~
0
~
~
~
9
:2~
u.. (/)0
CJJ0
''., ,;. r.:.dJ.;,.;,cb6
' ()) ro ..t a,;. M~ dJN N, Mcb' ,;.0 r.:. ~ N N~
~
'<t ~ 0 NC')000~
~
0~ ~
NN~
~
~
0~
N~
N Waktu samplingGambar
7.
Time series konsentrasi24
jam untuk PM2,s dan PM10di daerah Bandung dan Lembang 2000-2007
Kenaikan nilai rata-rata tahunan konsentrasi PM2,s dan PM1Qyang cukup signifikan di
Bandung salah satunya disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah sumber cemaran baik
berupa meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dengan pertumbuhan 21-44% per tahun
[36], maupun konsumsi bahan bakar fosil seperti batu bara untuk perindustrian [2],
Rasio antara PM2,s dan PM1Qdi daerah lokasi sampling kota Bandung selama peri ode
sampling 2000 - 2007 ditunjukkan pada Gambar 8, dengan rasio (PM2.slPM1Q) untuk daerah
sampling Bandung dan Lembang masing-masing berkisar 48% dan 60%. Hal ini
menunjukkan bahwa PM2,s mewakili hampir sekitar setengah dari total mass a PM1Q.
Tingginya rasio PM2.5 terhadap PM10 di lokasi Lembang, disebabkan oleh besarnya
kontribusi pembakaran biomassa yang mencapai 40%. Hal ini merupakan dampak dari
70 60
-
M 50 -§,2:
40 ..q ("II :E 30 c.. 20 100020
Bandung 2000 - 2007
•
•
40 60 80 PM10 (~glm3)Lembang 2000 - 2007
y= 0.4846x R2=0.5195 100 120 y =O.604x ~=O.7115 120 100M
-§,2:
8060 ..q ("II ~ 40 20 0 0 2040
60
PM10 (~glm3) 80100
Gambar
8.
Korelasi antara PMIO vsPM2,s di daerah Bandung dan Lembang periode tahun 2000 - 2007Konsentrasi PM2,5 dan PM1O-2,5serta korelasi antara PM2,5 dan PM10 (PM2,slPM1O) di 13
negara di kawasan Asia yang melaksanakan kegiatan dengan menggunakan metode
sampling dan analisis yang sama disajikan pad a Gambar 9 dan Gambar
10
[37]. PadaGambar 9 terdapat dua buah garis yang menyatakan nilai baku mutu ambient untuk standar
rerata tahunan dan standar 24 jam. Mengingat standar nasional yang digunakan di 13 negara
tersebut berbeda-beda maka digunakan nilai standar dari The United States' National
Ambient Air Quality Standard (NAAQS) di mana nilai standar PM2,5 untuk rerata tahunan
Pemanfaatan teknik ana/isis nuklir da/am karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.) 140 80 60 o 50 200 120 C 100
.9
E C cuu
c
o
U
~ 40 :E cu 20c
u: o "... ...., E "§!> 250 ...•..'-'
c
.9
200~
•...c
8
150c
o
U
'" 100 '"~
:Eo
'" •...~
o
U
400 "... <". E ClJ 3002:
c
o
;;;b
c
v
u
c
o
U
100 o•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Gambar 9. Oistribusi konsentrasi PM2,s: PM1O-2•S dan PM10 di 13 negara
Secara umum hasil yang ditunjukkan pada Gambar 9 menyatakan bahwa sebagian besar lokasi sampling di 13 negara tersebut telah melampaui nilai standar rata-rata tahunan
untuk PM2,s. Mengingat penentuan PM2,s menggunakan alat GENT sampler yang dilakukan
pada penelitian ini merupakan penaksiran yang terlalu rendah karena sekitar 50% sam pel
yang dikumpulkan memiliki ukuran mendekati 2,2 11mdan bukan 2,5 11msehingga nilai yang
diperoleh lebih sesuai untuk nilai PM2,2 [37]. Oleh karena itu hasil yang diperoleh tersebut
perlu mendapat perhatian lebih serius terkait semakin besarnya potensi dampak yang
merugikan terhadap kesehatan masyarakat. Pad a Gambar
10
secara umum dapatditunjukkan bahwa perbandingan PM2,s dan PMlO kota Bandung menghasilkan nilai yang
mendekati 0,5; sedangkan untuk Lembang menghasilkan nilai lebih besar dari 0,6. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa secara umum massa partikulat halus mencapai 50 %
bahkan lebih dari massa PMlO [37]. Semakin tinggi fraksi PM2•S akan berpotensi
meningkatkan turunnya kualitas kesehatan masyarakat, sehingga hasil yang diperoleh dari
penelitian ini perlu mendapat perhatian lebih. Dibandingkan dengan AQMS yang belum
menyertakan parameter PM2•S sebagai salah satu parameter yang dimonitor, maka penelitian
ini dapat melengkapi dan menjadi lebih bermakna mengingat PM2,s merupakan parameter
yang sangat kritis berdampak pada kesehatan.
1.0
•
:~dli
•
I
•
0.8 ~i
11
t
•
I
C>• •
•
1111.r-1. ;:[ 0.6 Q.,--
'" N :::EQ., 0.4..,1tft" ,~"
• I ••
•
•
•
•
•
•
•
I
.~
I •
•
•
I
Gambar 10. Korelasi konsentrasi PM2•S dan PMIO di 13 negara kawasan Asia [37]
Beberapa negara seperti Bangladesh, China, India, Malaysia, Philipina, Sri Lanka,
Thailand dan Vietnam memiliki distribusi konsentrasi PM2,s dan PMlO-2,S lebih tinggi
dibandingkan Indonesia. Meskipun demikian konsentrasi PM2,s dan PMlO-2•S perlu
mendapatkan perhatian karena hasil penelitian selama periode 8 tahun menunjukkan
terjadinya peningkatan konsentrasi PM2,s dan PMlO dari tahun ke tahun, di mana nilai
rata-rata tahunan kota Bandung untuk PM2,s sejak tahun 2005 telah melebihi nilai baku mutu
tahunan (15
IJg/m\
sedang untuk Lembang sekalipun masih berada di bawah nilai ambangtetapi perlu diantisipasi terjadinya peningkatan dari tahun ke tahun.
3.2. Konsentrasi BC
Hasil yang diperoleh dari rata-rata bulanan konsentrasi BC pada PM2,s di lokasi
sampling kota Bandung dan Lembang ditunjukkan pada Gambar
11.
Rata-rata tahunankonsentrasi BC untuk lokasi sampling Bandung pada tahun 2002, 2003, 2004, 2005, 2006,
dan 2007 masing-masing adalah 3,31; 3,26; 3,16; 4,29; 3,62; dan 3,36 119/m3. Adapun untuk
lokasi Lembang nilai rata-rata tahunan konsentrasi BC pada tahun 2002, 2003, 2004, 2005,
2006, dan 2007 masing-masing adalah 1,70; 2,15; 2,42; 2,57; 2,36; dan 1,70 119/m3.
Rata-rata bulanan konsentrasi BC pada tahun 2004 - 2007 untuk kedua lokasi sampling disajikan pada Gambar 11. Pada tahun 2005 konsentrasi BC untuk lokasi Bandung maupun Lembang
M 8 E
~
6
o
m uc
o
o
Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
mengalami sedikit peningkatan dari tahun sebelumnya. Terjadinya peningkatan BC pada
tahun 2005 dapat diprediksikan sebagai akibat dari kenaikan sumber utama BC, yaitu
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan solar
dari tahun ke tahun [12]. Rata-rata konsentrasi BC pada kedua tempat ini memberikan
kontribusi sekitar 18 - 25% dari partikulat massa halus PM2,5'
Black Carbon concentration
2004 - 2007
10 4 2 0 ....•. ... ... ... It) It) It) It) It) It) CD CD CD CD CD CD r--0a;
b
9
9
09
9
00009
09
0009
9
00000 >-Q; Q; >-i:.>-Q;Q;>- >-i:.i:.>-Q;Q;>->-Q;Q;>- >-~ '" ::J .D.D'-''"~
"S.D.D'-''"~
"S.D.D'-''"~
"S.D.D ::;;: ::;;: ....,E E ::J~
::;;:....,E~
::JE ::;;:::;;:....,E::J~
....,EEE Q) Q) c: ::;;:::;;:::;;:Q)c:Q)c:Q) Q)Q)Q) a. > '" a. > '" a. > '" a. > 0 ....,....,...., 000 Q)z
Q)z
Q)z
z
Q) (f) (f)(f)(f) Sampling timeGambar
11.
KonsentrasiBC
pada PM2•5di daerah sampling Bandung dan Lembang 2004 - 2007Konsentrasi BC di beberapa negara Asia [37] yang ditentukan menggunakan metode
dan formula yang sama ditunjukkan pada Gambar 12. Untuk mengkonversi pengukuran
reflektansi ke satuan ~gfm3, sebagian besar negara negara tersebut menggunakan nilai
koefisien absorpsi massa antara 5 dan 10 m2fg. Beberapa negara seperti Philipina, Thailand
dan Bangladesh memiliki rata-rata tahunan konsentrasi BC lebih tinggi dibandingkan negara
lainnya seperti Australia, Pakistan, Indonesia, India dan Korea, yaitu berkisar di atas 7I1gfm3.
Konsentrasi BC di daerah lokasi sampling Bandung, masih relatif rendah dibandingkan
dengan negara-negara tersebut.
•
•
100 80 C .;::0
ro 60 1-0 .•...C Q) (.)c
0
40U
U
CC 20 0I
•
•
•
3.3.
Analisis unsur
Analisis unsur untuk partikulat halus yang disampling tahun 2000, 2001, 2002, dan
2004 dilakukan dengan metode AAN menggunakan fasHitas iradiasi Reaktor TRIGA 2000
Bandung dan Reaktor Serba Guna Serpong. Filter halus yang dikumpulkan pada tahun 2005,
2006 dan 2007 dianalisis menggunakan metode PIXE di fasilitas GSN New Zealand, sedang
untuk partikulat halus yang disampling tahun 2003 sebagian sampel dianalisis menggunakan
metode AAN dan sebagaian yang lain dianalisis menggunakan metode PIXE. Adapun untuk
filter kasar yang disampling tahun 2000-2005, sebagian besar sampel dianalisis
menggunakan metode AAN. Meskipun analisis sampel partikulat halus dilakukan dengan
menggunakan dua metode yang berbeda, hasH yang diperoleh dari kedua metode tersebut
tetap dapat disatukan menjadi sebuah long term data yang akan digunakan pad a analisis
data selanjutnya untuk identifikasi sumber. Hal tersebut didasarkan pada hasH beberapa
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Cohen dkk [38] menunjukkan bahwa
perbandingan hasH analisis untuk 14 unsur pad a lebih dari 100 sampel yang dianalisis baik
menggunakan metode PIXE maupun AAN memberikan korelasi yang sangat baik dengan
nilai R2sebesar 0,96 (Gambar 13).
Neutron Activation· All Elements
10000
~ ~:g _
9'2
-
1000
100
~~><-
-10
c..IBA-o.960*NAA
-5
R2-o.960
• •
.
,
•
.•
100 filters
10
100
1000
NAA(nglm3)
10000
Gambar
13.
Perbandingan hasil analisis menggunakan metode AAN dan PIXE [38]Untuk menjamin keakuratan hasil analisis sampel, pada rangkaian kegiatan
penelitian ini juga dilakukan validasi metode. Validasi metode analisis AAN dHakukan
menggunakan SRM partikulat udara NIST 1648. Hasil yang diperoleh dari analisis SRM NIST
1648 disajikan pada Gambar 14. HasH validasi yang dilakukan untuk unsur AI, As, Br, CI, Co,
Cr, Fe, I, La, Mn, Na, Sb, Sm, Ti, V dan Zn memberikan nilai yang sangat memuaskan yaitu
semua unsur yang dianalisis berada pada rentang nilai sertifikat. Setelah diperoleh hasil
validasi yang memuaskan selanjutnya dilakukan analisis sampel untuk partikulat halus dan
kasar baik dari sampel yang diperoleh dari kota Bandung maupun Lembang.
100,000
-~ 10,000 ~-
...•.• ..-'T ~ C, .s1,000 ...•.•"
T
.2~
100 ~ -;:~
u"
T
-...,... 'T 0 () 10+
1 AJ k;CoFeSrCICrI LaZnMn8b8mNaVTi ElementPemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
Hasil rata-rata konsentrasi spesies kimia yang diperoleh pada partikulat halus dan
kasar baik untuk sampel yang diperoleh dari kota Bandung ataupun Lembang disajikan pada
Gambar 15. Pad a Gambar tersebut dapat ditunjukkan bahwa nilai rerata unsur pada
partikulat halus ataupun kasar yang diperoleh di kota Bandung secara umum lebih besar
dibandingkan dengan nilai rerata unsur yang diperoleh dari Lembang. Hal tersebut
disebabkan Bandung merupakan kota yang memiliki berbagai aktivitas yang sangat padat
seperti aktivitas transportasi ataupun industri sehingga menghasilkan polutan-polutan yang
lebih ban yak dibandingkan Lembang.
Setelah nilai hasil analisis sampel diperoleh, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai
reconstructed mass (RCM) berdasarkan penjumlahan nilai konsentrasi BC dan semua unsur
yang terdeteksi pada sampel. Hasil nilai RCM yang diperoleh tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan konsentrasi massa partikulat halus dari sampel yang diperoleh baik
untuk kota Bandung ataupun Lembang. Persentase RCM yang diperoleh dari perhitungan
tersebut disajikan pada Gambar 16. Nilai % RCM mencapai 100 apabila semua spesies kimia baik yang berbentuk organik ataupun anorganik dapat teranalisis dan terdeteksi dengan baik.
100000 10000 M ~ 1000 .s c: .2 100 ~ C '" 10 u c: o u iij C '" ~ 0.1 iii 0.01 0.001
Ie
FPM at sandungll • FPM at Lembang ~.•
.•
, AI Sr C Ca CI Co Cr Fe I K La Mn Na Pb 5 5b 5i 5m Ti V Zn 100000 10000 M ~ 1000 .s c: .2 100 ~ gu 10 c: o u iij C '" ~ 0.1 iii 0.01 0.001Ie
• C PM at Lem bangCPM at SandungAI Sr C Ca CI Co Cr Fe K La Mn Na Sb 5c 5m Ti V Zn
Gambar 15. Perbandingan konsentrasi rata-rata spesies kimia dalam partikel halus (FPM) dan partikel kasar (CPM) untuk kota Bandung dan Lembang
Pad a Gambar 16 dapat ditunjukkan bahwa untuk sampel partikulat halus kota
Bandung, sebagian besar sampel mempunyai nilai RCM pada rentang 30-60%, sedang untuk Lembang berada pada rentang 30-70%. Hal tersebut disebabkan pada analisis sampel hanya
dilakukan analisis unsur anorganik dan tidak dilakukan analisis unsur organik, sehingga
kekurangan dari nilai % RCM merupakan akibat dari tidak teranalisisnya spesies yang
organik. Rendahnya % RCM sebagian besar juga terjadi pada sampel yang dianalisis dengan
metode AAN karena pada analisis dengan metode AAN di fasilitas TRIGA 2000 Bandung maupun di Pusat Reaktor Serba Guna Serpong tidak dapat diperoleh unsur S dan Si yang
merupakan unsur utama dalam sampel partikulat udara halus. Hal tersebut menyebabkan
rendahnya % RCM yang diperoleh. Ketidakmampuan fasilitas AAN di Indonesia dalam
mendeteksi unsur 8 dan 8i tersebut sebaiknya dapat diimbangi dengan melengkapi fasilitas analisis untuk mendeteksi unsur tersebut.
Bandung 150
1~!
00 '::!2. 0 0 0 90 0 '/,'" o~ 0 0 :2: D [J 'i!> CJ [) ~Oc0~ (ii CO C0()
60 0 •• ~~. 0 • ,[o~:.iI.!._~,
0a:
o~ Q% ~i"
°i30 o~ o~ 0 'a~~ o~o DO o~o
0 0 100200300400500
Sample
10 Lembang 150 D' 120 o CJ [) orrIJ '::!2. CO 0 90 'i! 0J
coo 'b 0 :2: [J [) IJ o~ [] 0 [J 0~o:.
~.~o,
()
60 0 <1I"DDII'o0 0 '" 0 "'B 0a:
o 0 0 0 0 d' 'ti0 Ji'b1l 0 030 ~:o~ooJ! ~ ooj 'b ~ rP
~:rJi
o 100 200 300
Sample 10
400 500
Gambar 16. Persentase RCM untuk filter halus Bandung dan Lembang
3.4.
Analisis Data3.4. 1. Identifikasi Sumber
Penentuan jumlah faktor sumber pence mar didasarkan pada hasil analisis model
yang terbaik, Q seperti yang didefinisikan pada persamaan (6). Pada kegiatan ini perhitungan
nilai Q diperoleh dari estimasi jumlah faktor dari 5 hingga 8. Distribusi scaled residuals
diperhatikan untuk memastikan bahwa model yang dipilih cukup baik. Hasil yang diperoleh
menunjukkan nilai scaled residuals berada pada rentang -3 sampai +3. Meskipun diperoleh
sedikit nilai ekstrem pada hasil partikulat kasar Bandung untuk unsur 8c dan 8m yang
memiliki nilai scaled residuals lebih dari +3, hal ini tidak memberikan dampak yang cukup
kuat pada hasil analisis [39]. Identifikasi sumber pence mar untuk lokasi kota Bandung
dilakukan dengan mengaplikasikan penggunaan model robust dan rotasi yang menghasilkan
nilai faktor sebesar tujuh dan lima masing-masing untuk partikulat halus dan kasar di Kota
Bandung, sedang untuk Lembang diperoleh enam dan lima faktor masing-masing untuk
partikulat halus dan kasar. 8ecara umum nilai
Q
yang diperoleh dari anlisis data memberikanhasil lebih kecil dari nilai teoritis. Hal ini terjadi karena pada analisis ini dilakukan
downweighing pad a beberapa variabel yang lemah [40]. Penggunaan parameter Fpeak (-0,2;
-0,1; 0; 0,1; 0,2) dilakukan untuk memperhalus hasil source profile, meskipun demikian hasil
yang diperoleh tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang signifikan bila dibandingkan
Pemanfaatan teknik analisis nuklir dalam karakterisasi, ... (Dr. Muhayatun, M. T.)
3.4.1.1. Partikulat udara halus Bandung
Identifikasi source profile dan source contributions pada partikulat udara halus di
lokasi sampling kota Bandung disajikan pada Gambar 17. Pada faktor pertama terlihat
tingginya konsentrasi BC dan K. Hal terse but diperkirakan berasal dari emisi pembakaran
biomasa yang menghasilkan tingginya konsentrasi partikel-partikel karbonat. Oi sekitar lokasi
sampling terdapat kebun binatang dan perkampungan sederhana yang menghasilkan banyak
sampah baik dari ranting-ranting yang kering atau sampah domestik yang pada umumnya
pembakarannya dilakukan secara langsung di lahan terbuka. Sumber ini memiliki seasonal
variation dengan kontribusi yang tertinggi terjadi di bulan Maret dan Agustus [41].
Pad a faktor yang ke dua didominasi oleh unsur AI, Si, dan Ca yang merupakan unsur
utama dari tanah. Pada source contribution terdapat sedikit puncak yang tinggi yang terjadi
saat musim kemarau dimana curah hujan sangat minimum.
Faktor yang ke tiga ditandai dengan tingginya konsentrasi BC, Zn dan Pb yang
karakteristik dari emisi pembakaran minyak pelumas pada two-stroke engine dimana minyak
tersebut bercampur dengan bahan bakar. Pada umumnya Zn digunakan sebagai aditif dalam
minyak pelumas. Senyawa Zn juga digunakan dalam produksi karet dan ban. Selain Zn,
unsur Ca juga terdapat dalam minyak pelumas yang digunakan untuk melindungi mesin dari
asam. Two stroke engine juga melepaskan konsentrasi BC yang tinggi. Pada faktor ini. unsur
Ca, Fe, Si dan Mn juga berkontribusi, sehingga road dust dan brake wear partikel juga
berkontribusi pada faktor ini.
OC~AIVMnfu(I~ICrR~~~~I~SmTiSKSi~
U.I
i
&I Bi.'nm.,s burning0.\11 0.001 IJ.(>OOI 0.1 0.111 0.1101 0.0001 11.1 g: O.lH
"!
n.OOlj
0.\>001 ~ 0.1 ~ 0.01 :3 0.001 11 0'<>001 ~ 0.1 dj 0.01 0.001 0.0001 0.1 0.01 0.001 0.0001 11.1 0.01 0.001 0.0001 OC~AIVMnlliCIDICrR~~~~~TISKSi~ Biomass burning sea salt 2nd SGambar
17.
Source profile dan source contribution partikulat udara halus kota Bandung Faktor ke empat didominasi oleh unsur Na dan CI yang merupakan unsur-unsur yangkarakteristik untuk sumber garam laut. Source contributions menunjukkan tingginya
konsentrasi terjadi di antara periode Juni dan Oktober.
Faktor ke lima mengandung unsur sulfur yang memiliki kontribusi yang sangat
dominan. Faktor ini juga mengandung K yang cukup tinggi sehingga diperkirakan berasal dari
transportasi pembakaran biomasa dari proses pengeringan batu kapur yang terletak pada
jarak sekitar 25 km dari lokasi pengambilan sampel. Pada proses tersebut telah dilakukan
pembakaran kayu dalam jumlah yang sangat banyak. Bandung juga merupakan kota yang
memiliki banyak kegiatan industri menengah, khususnya industri tekstil yang dalam
melakukan proses pencelupan hampir 80% industri tersebut menggunakan batu bara sebagai
sumber energinya [42]. Tingginya sulfur pada faktor ini juga disebabkan oleh penggunaan
bahan bakar kendaraan yang masih mengandung konsentrasi sulfur yang tinggi. Hal ini
sesuai dengan yang dilaporkan oleh kementrian negara lingkungan hidup pada tahun 2005
Asia Pasifik, konsentrasi partikulat udara halus
PM2.5kota Bandung memiliki rentang variasi
yang tidak lebar karena kota Bandung hanya mengenal musim hujan dan musim kemarau.
Hasil estimasi lokasi sumber pencemar yang dilakukan untuk faktor
smokepada partikulat
halus Bandung tahun 2006 menggunakan HYSPLIT ataupun PSCF memberikan hasil yang
sama.
Dari penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa teknik analisis nuklir mampu berperan
dalam melakukan karakterisasi untuk identifikasi sumber dan perjalanan lintas batas
pencemar partikulat udara. Dibandingkan dengan AQMS, maka penelitian ini tidak hanya
mampu mengukur berbagai parameter partikulat udara akan tetapi data yang diperoleh
selanjutnya dapat digunakan untuk identifikasi sumber pencemar. Oleh karena itu, teknik ini
diharapkan dapat diaplikasikan secara lebih luas khususnya untuk memecahkan berbagai
permasalahan lingkungan yang terkait dengan pencemaran udara akibat meningkatnya
berbagai kegiatan antropogenik.
DAFT AR PUST AKA
[1]
Anonim. Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappenas. Buku strategi dan rencana aksi
nasional; 2006.
[2]
Anonim. Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappenas. Buku strategi dan rencana aksi
lokal kota Bandung; 2006.
[3]
Dockery OW, Pope CA, Xu X, Spengler JD, Ware JH, Fay ME, Ferris BG, Speizer FE.
An association between air pollution and mortality in six US cities. New England. Journal
of Medicine 1993; 329:1753 - 9
[4]
Katouyanni K. Long term effect of air pollution in Europe. Occupational and
Environmental Medicine 2005; 62: 432 - 3
[5]
HEI international scientific oversight committee of HEI public health and air pollution in
Asia program. Health effects on outdoor air pollution in developing countries of Asia: A
Literature review. Special report 15. Health Effect Institute; April 2004.
[6]
Biro
Pusat
Statistik.
Bandung
dalam
angka.
http://www.bandung.go.id/
2003bda_bab01.pdf.
didownloadpada 4 Juli 2007
[7]
Pemerintah kota Bandung. Website resmi kota Bandung. Sekilas kota Bandung.
http://www.bandung.go.idl?fa=sekilas.detail&id=13#.
didownloadpada
tanggal
12
September 2009
[8]
Lembang. http://www.wikipedia.org/wiki/Lembang,_Bandung_Barat.
didownloadpada
tanggal 12 September 2009
[9]
Maenhaut W, Francois F, Cafmeyer J. The Gent stacked filter unit sampler for collection
of atmospheric aerosols in two size fractions, IAEA NAHRES-19; 1993
[10] Hopke PK, Xie Y, Raunemaa T, Bieglski S, Landsberger S, Maenhaut W, Artoxo P,
Cohen DO. Characterization of Gent stacked filter unit
PMlOsampler. Aerosol science
and technology 1997; 27: 726-35.
[11] Santoso M, Hidayat A, Diah DL. Ambient air concentration of
PM2.5and
PMlOin
Bandung and Lembang in 2000 - 2006. Indonesian Journal of Science and Nuclear
Technology 2008; IX(1): 53-9
[12] GOLDBERG E. Black carbon in the environment. Wiley and Sons. New York; 1972
[13] Cohen DO, Taha G, Stelcer ED, Garton
0,
Box G. The measurement and sources of fine
particle elemental carbon at several key sites in NSW over the past eight years. Journal
of Geophysical 2000; 102
[14] Sato M, Hansen J, Koch
0,
Lacis A, Ruedy R, Dubovik
0,
Holben B, Chin M, Novakov
T. Global atmospheric black carbon inferred from AERONET. Proc. Natl. Acad. Sci.
2003; 100:6319-24
[15] Begum AB, Biswas SK. Assessment of present ambient concentration of
PM2.2and
PMlOin Dhaka city of Bangladesh, Training course on Regional Training Course on
Harmonization of Data and Source Components, Manila, Philippines, 21-25 May.
[16] Anonymous. Manual EEL smoke stain reflectometer; 2006.
[17] Diah DL, Santoso M, Hidayat A. Characterization of black carbon in fine particulate
matter PM2.5 in Bandung and Lembang sites 2004-2005. Indonesian Journal of Science
and Nuclear Technology 2008; IX (2): 89-94
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti ISSN 2087-8079
[18] Trompetter WJ, Markwitz A. Ion beam analysis results of air particulate filters from
Indonesia 2005.
[19] Cohen DD, Bailey GM, Kondepudi R. Elemental analysis by PIXE and other IBA
technique and their application to source fingerprinting of atmospheric fine particle
pollution. Nucl. Instr. Meth in Phys. Res B 109/110 1996; 218-26
[20] Glascook. University of Missouri Research Reactor (MURR). Columbia MO 2004;
http://www.missouri.edu/-glascock/naa_over.htm
[21] Santoso M, Hopke PK, Markwitz A, Diah DL. Instrumental neutron activation analysis
and particles induced X-Ray emission for monitoring airborne particulate matter in
Indonesia. Proceeding International Seminar on Chemistry 2008, Universitas Padjajaran;
2008
[22] Santoso M, Hidayat A, Diah DL. Characteristic of airborne particulate matter in Bandung
and Lembang sites Using Instrumental Neutron Activation Analysis. Proceeding of
Environmental Technology
&Management Conference
2006.
Institut Teknologi
Bandung;2006
[23] Sutisna, Muhayatun. Analysis of airborne particulate matter collected in urban and rural
area by instrumental neutron activation analysis. Proceeding of the FNCA 2004
workshop on the utilization of research reactors. Bangkok. Thailand; 2005.
[24] Maxwell JA, Teesdale WJ, Campbell JL. The GUELPH-PIXE software package-II. Nucl
Instrum Methods Phys Res B Beam Interact Mater Atoms 1995; 95: 407-21.
[25] Begum BA, Kim E, Biswas SK, Hopke PK. Investigation of sources of atmospheric
aerosol at urban and semi-urban areas in Bangladesh. Atmos Environ 2004; 38:
3025-38
[26] Paatero P.
Least squares formulation
of robust
non-negative
factor
analysis.
Atmospheric Environment 1997; 37: 23-35
[27] Hopke PK. The use of the back trajectory model HYSPLIT-4 to assess sourcelreceptor
relationships. Guidance document written for the International Atomic Energy Agency;
2004
[28] Gao N, Cheng MD, Hopke PK. Potential source contribution function analysis and
source apportionment of sulfur species measured at Rubidoux. CA during the Southern
California air quality study 1987.
Anal. Chim. Acta1993; 277:369-80.
[29] Gao N, Cheng MD, Hopke PK. Receptor modeling of airborne ionic species collected in
SCAQS 1987.
Atmospheric Environ1994; 28:1447-70.
[30] Hsu YK, Holsen TM, Hopke PK. Locating and quantifying PCB sources in Chicago.
Receptor modeling and field sampling.
Environ. Sci. Technol2003a; 37: 681-90.
[31] Hsu YK, Holsen TM, Hopke PK. Comparison of hybrid receptor models to locate PCB
sources in Chicago,
Atmospheric Environ2003b; 37: 545-62.
[32] Kim E, Hopke PK, Edgerton E. Improving source identification of Atlanta aerosol using
temperature resolved carbon fractions in positive matrix factorization,
Atmospheric Environ2004;. 38: 3349-62.
[33] Lee JH, Hopke PK, Turner JR. Source Identification of Airborne PM at the St.
Louis-Midwest Supersite.
J. Geophys. Res.2006; 111:01 OS10
[34] Cohen DD. Characterisation of atmospheric fine particles using IBA techniques. Journal
of Nuclear Instruments and Methods in Physics Research B 136-138; 1998; 14-22.
[35] Anonymous. Pemerintah Republik Indonesia PP no. 41 tahun 1999. Peraturan
Pemerintah mengenai baku mutu udara ambien nasional.
[36] Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Transportasi jalan - sarana angkutan Jalan;
Desember 2006
[37] Hopke PK, Cohen DD, Begum AB, Biswas SK, Bangfa Ni, Pandit GG, Santoso M,
Chung YS, Davy P, Markwitz A, Waheed S, Siddique N, Santos FL, Pabroa PC,
Seneviratne MCS, Wimolwattanapun W, Bunprapob S, Vuong TB, Hien PD, Markowicz
A. Urban air quality in the Asian region. Journal of Science and Total Environment 2008;
404: 103-12.
[38] Cohen DD, Grahama MB, Kondepudi R. Elemental analysis by PIXE and other IBA
techniques and their application to source fingerprinting of atmospheric fine particles
pollution. Nucl. Instr. and Meth. B 1996; 109:218-26.
[39] Santoso M, Hopke PK, Hidayat A, Diah. Sources identification of the atmospheric
aerosol at urban and suburban sites in Indonesia by positive matrix factorization. Journal
of Science and Total Environment 2008; 397:229-37
[40] Paatero P, Hopke PK. Discarding or downweighing high-noise variables in factor analysis models. Anal Chim Acta 2003; 490: 277-89.
[41] LAPAN. National Institute of Aeronautics and Space-Remote Sensing Affairs Indonesia.
Hujan Rata-Rata. Pdf. http://www.lapanrs.com/SMBAlpdf/ATSR%20Hotspot%20in%
20Sumatera%20and%20Kalimantan%20( 1997 -2006).pdf.
[42] Anonim. Kompas Newspaper Jakarta Indonesia; July 15, 2005.
[43] Anonim. Ministry of the Environment. Status lingkungan hidup Indonesia 2005.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta Indonesia. Available from
http://www.menlh.go.id/slhi/14-%200Bab%202_28 37.pdf. didown/oad pada tanggal 16
July 2007
[44] Chueinta W, Hopke PK, Paatero P. Investigation of sources of atmospheric aerosol at
urban and sub urban residential areas in Thailand by Positive matrix factorization. Atmos
Environ 2000; 34: 3319-29.
[45] Alpert DJ, Hopke PK. A Determination of the Sources of Airborne Particles Collected
During the Regional Air Pollution Study. Atmos Environ 1981 ;15: 675-87.
[46] Natural hazardous. http://earthobservatory.nasa.gov didownload pada tanggal 17 Juli