PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI MI
DARUSSALAM PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd.I)
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Disusun oleh: Hani Maisya Putriani NIM : 102011023448
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DARUSSALAM PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd.I) Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Muhamad Mukri NIM : 102011023448
Di bawah bimbingan
Heny Narendrany, MPd NIP 19580707.198703.1.005
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hani Maisya Putriani
NIM : 102011023448
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Akhlakuk Karimah
Siswa di MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan
Dosen Pembimbing : Heny Narendrany Hidayati S.Ag, M.Pd
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari
karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan Undang-undang yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Agustus 2010
Penulis
Hani Maisya Putriani
PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI MI
DARUSSALAM PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam
Oleh:
HANI MAISYA PUTRIANI
NIM: 102011023448
Dibawah Bimbingan:
Heny Narendrany Hidayati, S.Ag, M.Pd
NIP: 19710512 199603 2002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010/1431 H
HANI MAISYA PUTRIANI, “Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Akhlakul Karimah siswa di MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan pendidikan akhlak dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di MI Darussalam. Dan dapat memberikan saran yang positif bagi guru-guru agama, baik yang dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan hukuman dalam proses belajar mengajar berupaya untuk meningkatkan akhlak siswa di MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan melibatkan 60 siswa kelas 3-6. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada guru agama dan kepala sekolah, dan penyebaran angket berupa 25 item pertanyaan yang diberikan kepada siswa dan diambil secara random atau acak.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa: 1) Respon positif siswa terhadap pelaksanaan pendidikan akhlak di MI Darussalam mencapai rata-rata 50.9% termasuk dalam kategori baik. 2) Akhlakul Karimah siswa juga sudah cukup baik ini terlihat dari rata-rata persentase siswa sebanyak 53.2% siswa yang selalu berakhlakul karimah 3) Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah ada 3 faktor yaitu: faktor informal, formal dan non formal. Sebesar 50% jumlah rata-rata persentase siswa yang merespon positif terhadap faktor-faktor tersebut.
Penulis
Hani Maisya Putriani
NIM: 102011023448
Segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah zat yang Maha Rahman dan Maha
Rahim terhadap seluruh mahluknya. Dialah yang menganugerahkan berbagai nikmat
dan karunia khususnya kepada penulis, sehingga dengan hidayah dan inayahnya
memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan Sarjana Pendidikan
Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
Tiada terlupakan shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada penyelamat
umat manusia di dunia, yaitu baginda Nabi besar Muhammad SAW sebagai insan
utama pilihan Allah yang telah memancarkan cahaya kebenaran dalam sisi kehidupan
manusia.
Setelah sekian lama mengikuti proses bimbingan, akhirnya penyusunan
skripsi ini terwujud bukan semata-mata atas upaya pribadi penulis, melainkan berkat
bantuan dan dorongan dari semua pihak. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur kepada
Allah SWT, dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan rasa
hormat dan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bpk.Bahrissalim, M.Ag., selaku Ketua Jurusan dan Bpk.Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
3. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mendidik, memberikan pengalaman dan mendewasakan penulis
tentang berbagai wawasan dan ilmu perguruan yang sangat berguna selama
mengikuti studi di kampus
4. Ibu Heny Narendrani Hidayati S.Ag, M.Pd yang dengan ketulusan dan
keikhlasannya berkenan menjadi dosen pembimbing dan telah meluangkan waktu
vi
5. Ust.Marzuki HR, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Darussalam yang telah
mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian.
6. Rozali HR, Selaku Kepala Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Pondok Labu Jakarta
Selatan yang telah mengizinkan untuk mengadakan penelitian serta bersedia
untuk diwawancarai dan kepada seluruh staf/karyawan yang bersedia membantu
penulis untuk memperoleh data yang diperlukan selama penelitian
7. Hj.Latifah S.Pdi, sebagai guru bidang Studi Pendidikan Agama Islam yang
bersedia diwawancarai sehingga mempeoleh data dengan mudah dan akurat.
8. Seluruh dewan guru MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan atas masukan
dan supportnya kepada penulis
9. Papahku tercinta (Alm) Bahwani HR. semoga engkau bahagia berada di Sisi-Nya
10.Ibunda Lamhati dan Ayahanda Ust.A. Syahroni, serta suamiku tercinta Syukur
Ya’kub yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayangnya. Terima
kasih atas dukungannya, baik moril maupun materil
11.Saudara-saudaraku yang tersayang dan sahabat-sahabatku terkasih yang turut
serta membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini (Muhammad Mukri, Siti Chilwani, Ichi, Supriyadi dan Syarifah)
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan jauh dari
kesempurnaan, uuntuk itu saran dan kritik sangatlah diharapkan. Semoga Allah
memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuannya kepada penulis.
Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
ABSTRAKSI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II PENDIDIKAN AKHLAK DAN PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA ... 9
A. Pendidikan Akhlak ... 9
1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 9
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak ... 13
3. Metode Pendidikan Akhlak ... 18
4. Pelaksanaan Pendidikan Akhlak ... 23
B. Pembentukan Akhlakul Karimah Siswa ... 28
1. Pengertian Pembentukan Akhlakul Karimah ... 28
2. Macam-macam Akhlak ... 29
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ... 36
4. Proses Pembentukan Akhlakul Karimah ... 38
C. Guru ... 41
1. Pengertian Guru ... 41
2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru ... 43
3. Peran Guru terhadap siswa ... 44
E. Pelaksanaan pendidikan akhlak dalam membentuk
akhlakul karimah siswa ... 60
F. Kajian Pustaka Terdahulu ... 68
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 70
A. Metode Penelitian ... 70
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 70
C. Populasi dan Sampel ... 70
D. Instrumen Penelitian ... 71
E. Tehnik Pengumpulan Data ... 74
F. Tehnik Analisis Data ... 75
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 76
A. Gambaran Singkat MI Darussalam Pondok Labu ... 76
B. Temuan Penelitian ... 81
C. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ... 95
BAB V PENUTUP ... 100
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 101
Tabel 3.1 Kisi-kisi Quesioner ... 64
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara ... 66
Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana ... 71
Tabel 4.2 Data Guru dan Karyawan MI Darussalam ... 72
Tabel 4.3 Data Siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta ... 73
Tabel 4.4 Struktur Organisasi ... 74
Tabel 4.5 Guru menanamkan Ajaran Agama di Sekolah ... 75
Tabel 4.6 Kegiataan sholat berjamaah di sekolah ... 75
Tabel 4.7 Menerangkan akhlak di dalam mata pelajaran agama ... 76
Tabel 4.8 Guru memberikan teladan di sekolah ... 76
Tabel 4.9 Orang tua menjadi contoh yang baik di rumah ... 77
Tabel 4.10 Membiasakan siswa untuk berdoa sebeluim dan sesudah melakukan pekerjaan ... 77
Tabel 4.11 Guru memberikan nasehat yang membangun ... 78
Tabel 4.12 Memberikan hukuman kepada siswa yang melakukan kesalahan ... 78
Tabel 4.13 Akhlak dan perilaku anak diperhatikan orang tua dan guru ... 79
Tabel 4.14 Mengingatkan siswa untuk berhati-hati dalam berteman ... 79
Tabel 4.15 Memberikan bimbingan kearah yang lebih baik kepada siswa ... 80
Tabel 4.16 Suasana harmonis di rumah ... 80
Tabel 4.17 Berpuasa setiap bulan Ramadhan ... 81
Tabel 4.18 Bercanda ketika shalat ... 81
Tabel 4.19 Meminta izin kepada orang tua bila ingin bepergian ... 82
Tabel 4.20 Nasehat orang tua didengarkan dengan baik ... 82
Tabel 4.21 Mengucapkan salam bila bertemu guru ... 83
Tabel 4.22 Berlaku sopan dan hor,mat kepada guru ... 83
Tabel 4.23 Mengikuti kegiatan bakti sosial ... 84
Tabel 4.24 Memberikan sedekah kepada Fakir miskin ... 84
Tabel 4.25 Membantu teman yang terkena musibah ... 85
x
Tabel 4.28 Menyampaikan materi agama dengan baik dan disertai contoh ... 86
[image:13.595.107.504.117.557.2]BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari perspektif Islam, anak adalah karunia sekaligus amanah Allah yang
diberikan kepada orang tua. Sebagai karunia, kelahiran anak harus disyukuri
sebagai nikmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Sedangkan sebagai
amanah, orang tua mempunyai tanggung jawab memelihara amanah itu. Bukti
syukur dan tanggung jawab orang tua terhadap anak itu diwujudkan dalam
perlakuan baik, kasih sayang, pemeliharaan, pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, kebutuhan batiniah dan spiritual. Singkatnya, kelahiran anak sebagai
karunia dan amanah meniscayakan perlunya pendidikan.1
Kebutuhan terhadap pendidikan merupakan hal yang tidak dapat
dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Berkenaan
dengan ini, di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 secara tegas disebutkan bahwa
"tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran".2
Anak-anak merupakan tunas-tunas bangsa dan generasi harapan bangsa.
Mereka lah yang akan membawa negeri ini ke masa depan yang lebih baik dan
lebih cerah dari masa sebelumnya. Hal itu akan terwujud apabila anak-anak
tersebut mendapatkan kesempatan sekurang-kurangnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosial sejak dini
1
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, Cet.I, h.43
2
Afnil Guza, Undang-Undang Sisdiknas dan Undang-Undang Guru dan dosen,
(Jakarta:Asa Mandiri,2009), Cet.ke-9, h.36
dengan memberikan pendidikan yang cukup terutama pendidikan yang
didalamnya mencakup pendidikan akhlak karena seseorang yang dibekali
pendidikan tanpa adanya akhlak yang baik akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan perilaku di negeri yang tercinta ini.
Pendidikan akhlak dalam abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern ini sangat penting untuk dikaji dan ditingkatkan. Fakta menunjukkan
bahwa kemajuan IPTEK tersebut banyak memberikan dampak negatif disamping
dampak positif terhadap tingkah laku manusia. Akhlak termasuk salah satu
masalah yang menjadi perhatian, baik dalam masyarakat maju maupun
masyarakat yang masih terbelakang. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang
yang sudah rusak akhlaknya maka goncanglah masyarakat tersebut.3
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedudukan akhlak dalam kehidupan
manusia menempati posisi yang sangat penting, baik dalam kehidupan individu
maupun masyarakat dan berbangsa. Jatuh bangunnya suatu bangsa bergantung
kepada kualitas akhlak bangsa tersebut. Apabila akhlaknya baik maka bangsa
tersebut sejahtera lahir dan batin, tapi sebaliknya jika akhlaknya buruk bangsa
tersebut akan lenyap dari permukaan bumi seperti yang terjadi pada kaum Ad,
Tsamud dan lain sebagainya. Melihat permasalahan diatas, maka sangat
diperlukan peranan dan kerjasama yang baik antara orang tua, guru dan
masyarakat/pemerintah dalam proses pembentukan akhlakul karimah kepada anak
didik mereka.
Akhlak merupakan fondasi dalam kehidupan seorang muslim. Akhlak
yang baik ibarat perhiasan setiap mukmin, merupakan pakaian yang tidak pernah
usang dan pudar. Akhlak juga merupakan fokus agama samawi terutama agama
Islam dan selalu menjadi perhatian besar para ulama Islam dan akan terus
berlangsung demikian sepanjang hidup.4
Begitu pentingnya akhlak dalam Islam, sehingga banyak disinggung
dalam Al-Quran. Rasulullah SAW sangat menekankan aspek akhlak begitu juga
dengan Rasulullah adalah orang yang sangat mulia akhlaknya, sehingga Allah
3
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-16, h.56
4
memujinya dalam firman-Nya yang terdapat dalam surat Al-Qalam ayat 4 yang
berbunyi:
Artinya: "… dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". 5
Ayat diatas relevan sekali dengan misi nabi Muhammad SAW
diutusAllah ke dunia sebagaimana sabda Nabi:
ﺄﻟ
ْﺜﻌﺑ
ﺎﻤﱠﻧا
ﱢﻤ
ق ْﺧ ْا
ﻟﺎﺻ
ﻢ
)
ﺪﻤ ا
ﻩاور
(
Artinya:"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak"(HR Ahmad).6
Setiap agama mengajarkan akhlak terutama agama Islam, karena dalam
pendidikan agama biasanya diartikan pendidikan yang materi bahasannya
berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak dan ibadah kepada Tuhan.
Dengan demikian pendidikan agama berkaitan dengan pembinaan sikap
mental-spiritual yang selanjutnya dapat mendasari tingkah laku atau perilaku manusia
dalam berbagai kehidupan.7 Namun, kenyataan yang terjadi dalam kehidupan
justru sebaliknya terjadi perilaku (akhlak) yang tidak baik. Kemerosotan akhlak
yang demikian itu bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa saja, tetapi juga
pada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan
perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan.
Anak pada usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah condong bergaul
dengan teman sebaya dan berkelompok. Mereka mudah terpengaruh oleh
teman-temannya, bahkan mulai tumbuh keinginan untuk tampil beda agar mendapat
perhatian dari anggota kelompok atau orang-orang di sekitarnya. Pengaruh negatif
teman terhadap perilaku anak pada usia ini dampaknya cukup besar. Karena itu
mereka memerlukan yang namanya pendidikan agama yang temasuk di dalammya
pendidikan akhlak guna membentuk akhlak mulia.
5
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta:Yayasan penyelenggara/penafsir al-Quran, 1971), h.960
6
H.M Noor Sulaiman, Hadits-hadits pilihan kajian tekstual dan Kontekstual, (Jakarta:Gaung Persada, 2010), cet.I, h.61
7
Berbicara masalah pembentukan akhlak atau perilaku seseorang sama
dengan berbicara tentang salah satu tujuan khusus dari pendidikan Islam. Adapun
tujuan khusus dari pendidikan Islam adalah mendidik individu yang saleh dengan
memperhatikan segenap dimensi perkembangannya: rohaniah, emosional, sosial,
intelektual dan fisik.8
Fase kritis dalam membentuk perilaku (akhlak) anak adalah fase ketika
anak duduk di bangku SMA. Karena itu para pendidik baik orang tua, guru dan
orang-orang di sekitarnya memiliki kesempatan untuk membentuk perilaku anak
mulai usia balita sampai SMP, karena pada masa ini semua program-program
perilaku mampu diserap baik oleh seorang anak, terlepas apakah itu baik atau
buruk secara nilai kultur dan agama. Jika pada masa ini anak jauh lebih banyak
menyerap hal-hal yang buruk maka hal-hal buruk inilah yang akan menjadi
perilaku dominannya.9
Pendidikan akhlak pertama kali ditanamkan di dalam lingkungan keluarga,
karena keluarga merupakan tempat pendidikan utama dan orang tua sebagai
kuncinya. Pendidikan dalam keluarga berperan dalam pengembangan watak,
kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral serta ketrampilan
sederhana.10 Setelah melihat begitu pentingnya akhlakul karimah bagi anak-anak
mereka dan menyadari akan keterbatasan waktu mereka dalam mendidik
anak-anak mereka, maka orang tua memilih pendidikan formal yaitu sekolah sebagai
lembaga pendidikan akhlak yang kedua untuk melanjutkan pendidikan anak-anak
mereka setelah mendapatkan bekal pendidikan di rumah.
Adapun pelaksanaan pendidikan akhlak pada siswa usia Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah di sekolah dapat dilakukan dengan cara memberikan
keteladan, pembiasaan, petunjuk, cerita/kisah, nasehat dan sebagainya dengan
menggunakan bahasa yang sederhana sesuai dengan perkembangan kecerdasan
8
Hery Noer Aly dan Munzier Suparta, Pendidikan Islam Kini dan Mendatang, (Jakarta: CV Triasco, 2003), Cet I, h.143
9
Ayah Edi, Mendidik anak zaman sekarang ternyata mudah lho, (Jakarta:Tangga Pustaka, 2008), h. 45
10
dan daya pikir mereka. Dalam usaha menanamkan nilai akhlak kepada mereka,
guru dituntut dapat memahami perkembangan jiwa mereka.
Dari uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam
pembentukan akhlakul karimah pada siswa, maka pelaksanaan pendidikan di
sekolah harus dilakukan secara intensif terutama dalam pendidikan agama yang di
dalamnya mengajarkan tentang akhlak. Tidak hanya akhlak kepada Allah SWT,
tetapi juga akhlak kepada makhluk-Nya. Karena apabila pendidikan agama
diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang dibekali di rumah tidak akan
berkembang bahkan mungkin terhalang.
Bertitik tolak pada persoalan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat
skripsi dengan judul:
"PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI MI. DARUSSALAM PONDOK LABU JAKARTA SELATAN".
Ada beberapa hal yang mendorong penulis memilih judul tersebut, antara lain:
1. Sepanjang pengetahuan penulis bahwa di MI Darussalam pondok labu Jakarta
selatan tentang pendidikan akhlak dalam pembentukan perilaku siswa belum
pernah diadakan penelitian oleh pihak manapun.
2. Pendidikan akhlak dalam pembentukan perilaku siswa adalah suatu keharusan
atau tanggung jawab pihak guru dalam menjadikan anak-anak didiknya
berkepribadian baik yang mencerminkan perilaku yang baik pula.
3. Penulis memilih Madrasah Ibtidaiyah karena penulis beranggapan bahwa
madrasah adalah salah satu lembaga yang bercirikan Islam yang sudah pasti
pendidikan akhlak sangat ditanamkan dan diperhatikan disana. Tetapi yang
penulis perhatikan justru mengapa akhlak yang kurang baik yang terlihat di
sana mulai dari ucapan-ucapan dan tingkah laku mereka yang kurang baik.
Apakah dikarenakan pelaksanaan pendidikan akhlak di MI Darussalam yang
kurang terencana dengan baik ataukah karena kesalahan orang tua yang kurang
ataukah karena ketidakberhasilan guru di sekolah dalam mendidik dan
menanamkan akhlak kepada siswanya atau permasalahan itu timbul karena
pribadi mereka sendiri?
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang masalah,
permasalahan yang muncul dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pendidikan akhlak MI Darussalam kurang terencana dengan baik
sehingga belum bisa membentuk akhlakul karimah pada siswa
2. Rendahnya Akhlakul Karimah siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta
Selatan
3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah pada
Siswa
4. Kurangnya kerjasama dan komunikasi antara guru dan orang tua siswa
5. Kedisiplinan guru MI Darussalam Pondok Labu masih kurang
6. Hambatan dalam membentuk akhlakul karimah siswa
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasinya agar
tidak terjadi distorsi pemahaman yaitu tentang "Pelaksanaan Pendidikan Akhlak
di MI Darussalam yang dapat mempengaruhi pembentukan Akhlakul Karimah
siswa".
Adapun pelaksanaan pendidikan akhlak yang dimaksud adalah
langkah-langkah yang dilakukan atau dilaksanakan oleh guru agama dalam menanamkan
akhlakul karimah kepada siswa mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan
pembentukan akhlakul karimah siswa dalam penelitian ini adalah tingkah laku
atau perbuatan siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta selatan yang dilakukan
berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan dengan berlandaskan kepada
norma-norma tertentu yang terdapat dalam ajaran Islam yang meliputi akhlak
Adapun siswa MI yang penulis teliti adalah siswa yang berada di kelas 3
(tiga) sampai kelas 6 (enam) dengan alasan siswa yang berada di kelas ini adalah
siswa yang berada di kelas tinggi, dimana mereka sudah dapat berpikir tentang
sesuatu yang abstrak dan sudah dapat memusatkan perhatiannya kepada sesuatu
lebih lama. Bahkan mereka sudah dapat memperhatikan pelajaran yang tidak
begitu menarik perhatian mereka. Sedangkan siswa yang masih berada di kelas
rendah menurut penulis mereka masih memerlukan perhatian khusus dan tuntunan
dalam menjawab soal-soal karena menurut survey di lapangan sebagian besar
siswa yang berada di kelas 1 dan 2 masih belum lancar membaca dan menulis.
Selain itu juga mereka belum bisa memusatkan perhatiannya kepada sesuatu yang
tidak memikat hati mereka karena mereka hanya menerima sesuatu hal yang
masuk dalam akal pikiran mereka.
Adapun perumusan masalahnya, penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan akhlak di MI Darussalam Pondok Labu
Jakarta Selatan sehingga dapat membentuk akhlakul karimah siswa?
2. Bagaimana Akhlakul Karimah siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta
Selatan?
3. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlakul
karimah pada Siswa?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan akhlak di MI. Darussalam
Pondok Labu Jakarta Selatan yang dapat membentuk akhlak siswa.
b. Mengetahui akhlakul karimah siswa MI Darussalam Pondok Labu
Jakarta Selatan
c. Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul
2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian keilmuan para
akademisi pendidikan dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan guru
PAI khususnya bidang studi Aqidah Akhlak dalam memilih metode
pembelajaran yang efektif guna membentuk akhlak siswa.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan motivasi oleh
orang tua, guru dan masyarakat sebagai pendidik agar lebih berhati-hati
untuk memilih bentuk pola asuh yang baik yang akan diberikan atau
ditanamkan kepada anak didik mereka agar tidak salah dalam
BAB II
PENDIDIKAN AKHLAK DAN
PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH
A. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Sebelum penulis mengemukakan pengertian pendidikan akhlak, ada
baiknya diketahui terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan dan akhlak
secara terpisah ditinjau dari segi etimologi dan terminologi.
Menurut etimologi kata "pendidikan" berasal dari kata "didik" yang
mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang artinya "memelihara, merawat dan
memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang
diharapkan (tentang sopan santun, akal budi, akhlak dan sebagainya).1 Dalam
Bahasa Arab disebut "
ﺔ ْﺮ
" Yang berasal dari kata "ﻰ ر
" yang artinya"mengasuh, memimpin atau mendidik".2
Kata
"
ﻰ ر
" Yang berarti mendidik dapat ditemukan di dalam al-Quran surat al-Isra ayat 24:☺
⌧
☺⌧
1
Daryanto, SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h.156
2
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), Cet. Ke-8, h. 136
Artinya: "… ya Tuhanku sayangilah keduanya (ibu-bapakku) sebagaimana mereka telah mendidikku sejak kecil".3
Adapun pengertian pendidikan secara terminologi dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Menurut Ahmad D.Marimba yang dikutip oleh Hery Noer Aly, pendidikan
adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang
utama".4
b. Menurut Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pendidikan merupakan aktifitas dan
usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina
potensi-potensi pribadinya (panca indera dan keterampilan)".5
c. Menurut Prof. H.M Arifin M.Ed, Pendidikan diartikan sebagai latihan
mental, moral dan fisik yang bisa menghasilkan manusia yang berbudaya
tinggi, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian)
serta menanamkan rasa tanggung jawab.6
d. Menurut Zuhairini Pendidikan meliputi semua perbuatan/semua usaha dari
generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya,
pengalamannya, kecakapan serta keterampilan kepada generasi muda sebagai
usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik
jasmaniah/rohaniah.7
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah Bimbingan atau pimpinan secara sadar dari si pendidik
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi pribadinya agar dapat
3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemah, (Jakarta: Yayasan penyelenggara/penafsir al-Quran, 1971), h. 428
4
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet.II, h. 2
5
Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Hidayakarya Agung, 1978), Cet. Ke-2, h. 5
6
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), Cet. Ke-4, h.7
7
menumbuhkan personalitas dan rasa tanggung jawab yang baik sehingga dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.
Sedangkan Prof.DR.H.Ramayulis dalam bukunya "Ilmu Pendidikan Islami" mengemukakan istilah lain dari pendidikan dengan kata tarbiah, ta’lim
dan ta’dib:
a. Tarbiah yang berarti “pendidikan, pengasuhan dan sebagainya”. Selain itu
kata-kata ini mencakup banyak arti seperti kekuasaan, perlengkapan dan
pertanggung jawaban, perbaikan, penyempurnaan dan lain-lain.
b. Ta’lim berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian
pengertian, pengetahuan dan keterampilan.
c. Ta’dib yang berarti pelatihan atau pembiasaan.8
Dari ketiga istilah tesebut yang paling popular digunakan adalah kata
“tarbiah” karena mencakup keseluruhan kegiatan pendidikan seperti persiapan
individu dalam kesempurnaan etika, berpikir secara sistematis, ketajaman intuisi,
giat dalam kreasi dan memiliki keterampilan.
Pengertian akhlak secara etimologi (bahasa) berasal dari bahasa Arab
dengan kosakata "al-Khuluq" yang berarti kejadian, budi pekerti dan tabiat dasar
yang ada pada manusia.9 Dalam kamus modern Bahasa Indonesia kata akhlak
diartikan sebagai "budi pekerti, tingkah laku, dan perangai".10 Sedangkan
pengertian akhlak menurut Jamil Shaliba yang dikutip oleh Dr.H.Moh. Ardani
dalam bukunya yang berjudul “Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat”,
akhlak berarti perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.11
8
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), Cet.ke-7, h.14-15
9
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia, (Bukit Tinggi: Amelia Surabaya, 2005), Cet I, h. 7
10
M.Dahlan Al-Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Arkola, 1994), h.12
11
Adapun pengertian akhlak secara terminologi (istilah) terdapat
beberapa pendapat yang dikutip oleh Rahmat Djatnika dalam bukunya "System Ethika Islam" adalah sebagai berikut:
a. Menurut Ibn Maskawaih akhlak itu adalah keadaan gerak jiwa seseorang yang mendorong kearah melakukan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu.
b. Al-Ghazali dalam bukunya Ihya 'Ulumuddin mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tetap pada jiwa seseorang yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah dengan tidak membutuhkan pikiran atau pertimbangan. c. Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlaq mengatakan bahwa akhlak ialah
membiasakan kehendak.12
Dari beberapa pengertian di atas jelaslah bahwa akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang mendorong melakukan perbuatan secara
berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan terlebih dahulu.
Jadi pada hakekatnya akhlak atau khuluq itu adalah kondisi atau sifat
yang telah meresap dalam jiwa manusia dan menjadi kepribadian, sehingga dari
situlah timbul berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa
dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas tentang pengertian akhlak,
maka Abudin Nata menyimpulkan ciri-ciri perbuatan akhlak, sebagai berikut: a. Perbuatan akhlak itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang atau telah
mendarah daging sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Perbuatan akhlak itu mudah dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
c. Perbuatan akhlak itu timbul atas kemauan dan pilihan sendiri, bukan karena
ada paksaan dari luar.
d. Perbuatan akhlak itu dilakukan dengan sebenarnya bukan berpura-pura atau
bersandiwara.
e. Perbuatan akhlak itu diperbuat atas dasar niat semata-mata karena Allah.13
12
Rahmat Djatnika, System Ethika Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992), h. 26-27
13
Menurut Prof. Dr. H.A Rahman Ritonga di samping istilah akhlak, ada beberapa istilah yang sering disamaartikan dengan akhlak oleh banyak orang
yaitu moral, etika dan susila.
a. Moral dari bahasa latin (mores) ialah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan seseorang dan baik buruknya perilaku itu diukur dengan norma yang berlaku (hukum dan adat).
b. Etika dari bahasa Yunani (ethos) ialah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan seseorang. Untuk mengukur baik atau buruk kebiasaan itu adalah dengan menggunakan standar logika umum yang sehat.
c. Susila dari bahas sansekerta (su=baik dan sila=prinsip) yaitu perlaku yang sudah menjadi kebiasaan seseorang. Baik dan buruknya perilaku diukur dengan perasan. Susila disebut juga sebagai sopan santun.14
Setelah mengetahui pengertian dari pendidikan dan akhlak maka
penulis menyimpulkan bahwa pendidikan akhlak ialah usaha sadar manusia
berupa bimbingan atau bantuan yang diberikan oleh si pendidik kepada anak
didiknya yang berkaitan dengan masalah budi pekerti yang tertanam dalam jiwa
mereka sehingga jasmani dan rohani mereka dapat berkembang menjadi
kepribadian utama yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak
Setiap aktifitas yang dilaksanakan manusia haruslah mempunyai dasar
dan tujuan agar semua aktifitasnya itu dapat tercapai dengan baik
Dasar merupakan suatu fundamen untuk berdirinya suatu tujuan,
demikian pula halnya dengan pelaksanaan pendidikan harus memiliki dasar-dasar
yang kuat dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan.
Di dalam Islam yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah al-Quran
dan Hadis. Dengan kata lain dasar-dasar yang lain selalu dikembalikan kepada
dua sumber ini. Al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai dasar alat ukur tingkah
laku seseorang dalam hal kebaikan dan keburukan. Apa yang baik menurut
al-Quran dan Hadis, maka baik pula perbuatan itu. Dan sebaliknya apa yang menurut
14
al-Quran dan Hadis itu jelek, maka jelek pulalah perbuatan itu dan harus
ditinggalkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ْ ْﻜ
ْنا
ﺎ
اﺪ ا
اْﻮ ﻀ
ْ
ْﺮْ ا
ْ ﻜْ
ْآﺮ
ﺔ
و
ﷲا
بﺎ آ
ﺎ ﻬ
ْﻮ ر
)
آﺎﺤ ا
اور
(
Artinya: "Aku tinggalkan untuk kamu sekalian dua hal (perkara), tidak akan sesat kamu sekalian dalam berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul-Nya"15.
Sejarah Islam telah menunjukkan bahwa Rasulullah saw diutus kepada
seluruh manusia adalah untuk mengajar dan membimbing mereka dalam hal-hal
yang berkaitan dengan agama dan dunia serta menunjukkan merekake jalan yang
lurus yakni jalan yang diridhoi Allah SWT. Al-Quran adalah kitabullah yang
diwahyukan kepada nabi Muhammad saw yang berisikan pedoman dan petunjuk
bagi umat manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Petunjuk Al-Quran sebagaimana dikemukakan Mahmud Syaltut, dapat dikelompokkan menjadi 3 pokok yang disebutnya sebagai maksud-maksud
Al-Quran yaitu:
1. Petunjuk tentang akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia.
2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan
norma-norma keagamaan dan susila yang diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik
individual maupun kolektif.
3. Petunjuk mengenai syari'at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar
hukum yang diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya.16
Dengan demikian tepat sekali kalau Al-Quran dijadikan sebagai dasar
pertama dari pendidikan akhlak.
Salah satu ayat-ayat al-Quran yang mengandung nilai-nilai akhlak
adalah:
15
Romdoni Muslim, 300 Hadits Akhlak, (Jakarta: Restu Ilahi, 2004), h.vii
16
⌧
⌧
☺
⌧
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".17(QS.An-Nahl: 90)
Ayat diatas menunjukkan perintah kepada manusia untuk berlaku adil
dan berbuat kebajikan dan melarang manusia untuk melakukan hal-hal yang
bersifat keji, kemungkaran juga permusuhan. Ayat ini juga mengandung suatu
pengertian agar manusia hendaknya berpegang teguh kepada pada ayat ini serta
diharapkan dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya
Dasar kedua yang dijadikan dasar pendidikan akhlak adalah hadis atau
sunnah Rasulullah saw. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam proses
perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam, karena
Allah menjadikan beliau sebagai teladan bagi umatnya. Rasulullah SAW
mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada isteri dan para
sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti apa yang
dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Kemudian mereka mengajarkan pula kepada
orang lain perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasul dan inilah yang disebut
Hadis atau Sunnah.18
Rasulullah SAW adalah pembawa amanat dari Allah SWT untuk
menunjukkan umat manusia ke jalan yang lurus, sekaligus merupakan pribadi
yang utuh yaitu pribadi yang dapat dijadikan contoh teladan dan anutan bagi
setiap muslim. Oleh karena itu mengikuti jejak Rasulullah SAW sangatlah besar
pengaruhnya dalam pembentukan pribadi dan watak sebagai seorang muslim
yang sejati sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Taghaabun ayat 12:
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h.415
18
☺
☺
"Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling Sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".19 (QS. At-Taghaabun: 12)
Telah sama-sama diketahui bahwa seluruh aktifitas manusia
mempunyai tujuan. Masing-masing tujuan sesuai dengan kecenderungan hati
nuraninya. Allah menciptakan manusia mempunyai tujuan yaitu agar manusia
beribadah atau mengabdi kepada-Nya, dalam firman-Nya:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".20 (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
Tujuan pendidikan ditentukan oleh pendidik sebagai orang yang
mengarahkan proses pendidikan, karena tujuan pendidikan berkaitan erat dengan
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh pendidik di dalam hidupnya. Tujuan
pendidikan tidak bisa dipisahkan dengan tujuan hidup pendidik karena
pendidikan akan berjalan sesuai tujuan apabila pendidik sendiri sadar akan tujuan
hidupnya agar perilaku mendidiknya menjadi jelas. Tujuan pendidikan adalah
orientasi yang dipilih pendidik dalam membimbing peserta didiknya. Pemilihan
merupakan proses penilaian, karenanya manakala pendidik telah menentukan
pilihannya, sesungguhnya ia telah mengutamakan sebagian nilai atas sebagian
yang lain.21
Tujuan adalah sasaran yang hendak dicapai setelah kegiatan selesai.
Pendidikan merupakan kegiatan yang berproses secara sistematis dan berencana
dan sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan pendidikan diperlukan untuk
19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…,h. 942
20
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…,h. 862
21
membentuk kepribadian seseorang. Begitu pula dengan pendidikan akhlak
mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan pendidikan akhlak tidak terlepas dari dasar yang menjadi
pedoman pendidikan akhlak tersebut yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi. Dalam
dasar itu terdapat kemana tujuan yang akan dicapai yakni terbentuknya suatu
pribadi atau masyarakat yang berakhlak Islam yaitu akhlak yang sesuai dengan
tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi.
Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam menurut Athiyah Al-Abrasy
adalah untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna.22 Dengan kata lain
pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki
keutamaan melalui kegiatan pendidikan. Berdasarkan tujuan ini, maka setiap
keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Dan setiap
pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak diatas
segala-galanya.
Akhlak bertujuan menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi
dan sempurna dan membedakan dari makhluk lainnya. Akhlak hendak
menjadikan manusia orang yang berkelakuan baik, bertindak baik terhadap
sesama manusia, terhadap Allah dan makhluk lainnya.
Menurut Dr.H. Abudin Nata, ciri-ciri dari tujuan pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
a. Mengarahkan manusia agar rmenjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan
sebaik-baiknya.
b. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahan di muka
bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga
tugas tersebut terasa lebih ringan.
c. Mengarahkan manusia untuk berakhlak mulia, sehingga ia tidak
menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya
22
d. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.23
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah membentuk pribadi muslim yang berakhlakul karimah
baik jasmani maupun rohani yang ditujukan dengan niat beribadah kepada Allah
yang berdasarkan al-Quran dan Hadis sehingga mendapatkan kebahagiaan dunia
dan akhirat.
3. Metode Pendidikan Akhlak
Menurut etimologi, metode adalah "cara yang tersusun dan teratur
untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan".24 Dengan
demikian untuk melaksanakan sesuatu diperlukan cara-cara yang tepat dan teratur.
Tidak ada satupun metode yang sempurna tanpa adanya selingan dari
metode lain yang melengkapinya. Karena itu seorang guru dituntut untuk dapat
memilih metode yang tepat atau sesuai dengan karakteristik anak didik.
Adapun metode yang dipakai dalam pendidikan akhlak selain metode
ceramah, cerita dan tanya jawab dapat dipergunakan beberapa metode dibawah
ini:
a. Metode Keteladanan
Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,
instruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak
cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan kerjakan itu.
Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada
pendekatan yang lestari. Pendidikan itu, tidak akan sukses, melainkan jika disertai
dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.25
Banyak ahli pendidikan berpendapat bahwa pendidikan akhlak dengan
teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Hal itu karena dalam
23
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, … h106
24
Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h. 406
25
belajar, orang pada umumnya lebih mudah menangkap yang konkrit daripada
yang abstrak.26
Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan
anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru oleh
mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya akan
senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.27
Metode keteladanan merupakan keharusan bagi seorang guru, yakni
memberikan contoh yang baik bagi para siswa dalam berbagai hal, baik sikap
perilaku keseharian yang meliputi perkatan dan tingkah laku seorang guru dalam
pribadinya, maupun etika guru dalam bersosialisasi dengan para siswa, sehingga
guru dapat dijadikan suri tauladan bagi anak didiknya dan patut ditiru.
b. Metode Pembiasaan
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan.28Aktivitas yang
terus dikerjakan manusia dengan telaten dan penuh kesabaran akan menjadi
kebiasaan dirinya yang tidak bisa dipisahkan lagi. Orang yang tebiasa dengan
perbuatan-perbuatan tertentu tidak akan merasa terbebani lagi. Awalnya memang
sulit untuk membiasakan perbuatan-perbuatan baik, tetapi lama kelamaan kalua
dilakoni dengan penuh ketekunan dan kesabaran ia akan dengan senang hati dan
penuh kecintaan melakukan hal demikian.29
Salah satu usaha untuk membentuk suatu kepribadian manusia adalah
dengan melakukan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
kontinu. Karena itu jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan
menjadi orang jahat. Untuk ini Al-Ghazali mengajarkan agar akhlak diajarkan,
yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.
Sebagai contoh seorang anak yang terbiasa melaksanakan shalat dan puasa sejak
kecil maka ketika besar mereka sudah tidak lagi sulit untuk mengatasi rasa
malasnya untuk mendirikan kewajiban-kewajiban tersebut. Berbeda dengan anak
26
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 178
27
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Tarbiyatul Aulad Fil Islam oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), cet.I, h. 2
28
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 84
29
yang tidak terbiasa melakukan perbuatan itu sejak kecil maka akan lebih sulit
bagi para pendidik mengatasinya.
Meskipun metode pembiasaan adalah strategi yang sangat efektif dalam
mengembangkan perilaku-perilaku positif. Tapi metode ini juga memiliki
kelemahan karena kebiasaan ini dipraktekkan oleh si anak tanpa pemahaman atas
manfaatnya padahal kalau anak-anak kecil membiasakan perbuatan keterampilan
tersebut sambil benar-benar menghayatinya maka efektifitasnya akan sangat
tinggi ketika beranjak dewasa.30 Oleh karena itu peranan orang tua sangat
diperlukan untuk menjelaskan kepada anaknya dengan cara yang dapat
dipahaminya.
c. Metode Nasehat
Sebuah nasehat dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat
sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak
yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
Cara seperti ini banyak sekali dijumpai dalam al-Quran, karena nasehat
dan cerita pada hakekatnya bersifat penyampaian pesan dari sumbernya kepada
pihak yang dipandang memerlukannya.bahas al-Quran dalam berdakwah serta
dalam menyampaikan petuah dan nasehat sungguh sangat beragam.
Metode Al-Quran dalam menyajikan nasehat dan pengajaran
mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu:
a) Seruan yang menyenangkan, seraya dibarengi dengan kelembutan dan upaya
penolakan.
b) Metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat.
c) Metode wasiat dan nasehat.31
Metode-metode diatas, masing-masing mempunyai pengaruh yang
sangat besar. Karena itu, jika para pendidik menggunakan metode yang telah
digunakan dalam al-Quran ini, maka tidak diragukan lagi anak-anak akan tumbuh
menjadi sosok yang memiliki akhlak yang terpuji. Tetapi para pendidik juga harus
30
Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 304
31
memperhatikan syarat-syarat dalam memberikan nasehat agar nasehat tersebut
menjadi efektif.
Syarat-syarat supaya nasehat itu menjadi efektif :
a) Si pemberi nasehat harus terlebih dahulu mengamalkannya
b) Berikan nasehat secara khusus jangan di depan orang ramai, supaya tidak malu
untuk menerima kenyataan dirinya.
c) Sampaikan nasihat secara singkat. Terlalu lama akan membosankan
d) Nasihat itu harus jelas sesuai dengan kebutuhan psikologis pendengar.
e) Berikan nasehat secara bertahap.
f) Berikan nasehat dengan penuh pengertian dan rasa cinta. Jangan menggurui
atau memarahinya.32
d. Metode perhatian dan Pengawasan
Yang dimaksud pendidikan dengan metode perhatian atau pengawasan
adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan
anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial.
Berikut ini beberapa contoh tentang perhatian dan pengawasan Rasulullah
SAW, yaitu:
a) Perhatian dalam pendidikan sosial
b) Perhatian dalam memperingatkan yang haram
c) Perhatian dalam mendidik anak
d) Perhatian dalam memberi petunjuk kepada orang dewasa
e) Dan perhatian dalam pendidikan spiritual.33
Demikianlah upaya perhatian dan pengawasan Rasulullah SAW kepada
masyarakat yang ingin mengadakan perbaikan. Ini merupakan bukti bahwa
Rasulullah sangat memperhatikan pendidikan umat manusia.
Metode perhatian atau pengawasan yang dilakukan terhadap anak didik
juga harus memperhatikan faktor kejiwaannya. Menurut hasil penelitian para
psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia.
32
Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 328-330
33
Pada usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat
rekreatif dan bermain, sedangkan pada usia anak masa sekolah (7-14) sudah mulai
bisa mempelajari sesuatu, sudah bisa membaca dan menulis, karena itu akhlak
dapat diajarkan melalui pembiasaan dan pelatihan.34
e. Metode Hukuman
Hukuman-hukuman dalam Islam dikenal dengan dua macam, yaitu
hudud dan ta'zir. Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dalam syari'at
Islam, yang wajib dilaksanakan karena Allah SWT. Seperti had bagi orang yang
minum-minuman keras, adalah dicambuk 40-80 kali. Sedangkan Ta'zir adalah
hukuman yang ditentukan oleh Allah SWT untuk setiap perbuatan maksiat yang
didalamnya tidak terdapat had. Ta'zir bertujuan untuk memberi pelajaran bagi
orang lain demi kemashlahatan umat, karena hukuman ta'zir ini tidak ditentukan,
tetapi diperhitungkan bentuk hukumannya sesuai dengan kesalahannya.
Adapun metode yang dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman
kepada anak:
a) Lemah-lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak.
b) Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman
c) Dalam upaya pembenahan, sebaiknya dilakukan secara bertahap, dari
yang paling ringan hingga yang paling keras.35
Para ahli pendidikan melarang pendidik menggunakan metode
hukuman kecuali dalam keadaan sangat darurat. Metode hukuman yang dimaksud
disini adalah metode hukuman yang berbentuk fisik. Metode ini adalah cara yang
paling akhir dalam proses belajar mengajar. Sedangkan metode hukuman yang
diperbolehkan adalah metode hukuman yang bersifat mendidik, misalnya
hukuman menulis sambung sebanyak satu halaman penuh, itu dilakukan gunanya
untuk melancarkan siswa untuk belajar menulis halus yang bagus.
34
Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf…, h.166
35
Hasil Analisis Muhammad Al-Ghazali bahwa pembinaan akhlak dalam
Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun Islam. Rukun Islam yang
pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat; yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini
mengandung pernyataan bahwa selama hidup manusia hanya tunduk kepada
aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk kepada aturan Allah dan Rasul-Nya
sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik. Rukun Islam yang kedua
adalah mendirikan shalat; shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya
terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. Rukun Islam yang ketiga adalah
zakat; yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari
sifat kikir, mementingkan diri sendiri dan membersihkan hartanya dari hak orang
lain, yaitu fakir miskin dan seterusnya. Adapun rukun Islam yang keempat yaitu
puasa; mengajarkan manusia untuk menahan diri dari makan dan minum dalam
waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan untuk menahan diri
dari keinginan untuk melakukan perbuatan keji yang dilarang. Begitu pula rukun
Islam yang kelima yaitu ibadah haji; dalam ibadah haji diperlukan banyak pengorbanan baik biaya, fisik, tenaga, pengetahuan atau wawasan tentang haji
serta merelakan tanah air dan harta ketika melaksanakan ibadah.36
4. Pelaksanaan Pendidikan Akhlak
Pelaksanaan pendidikan akhlak dapat dilakukan melalui pendidikan
informal, formal dan non formal.
a) Pendidikan informal (keluarga)
Pelaksanaan pendidikan yang dilakukan dalam pendidikan informal
yaitu pendidikan yang dilakukan oleh keluarga. Orang tua adalah orang dewasa
pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada
masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari
merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar-dasr pandangan hisup,
36
sikap hidup dan keterempilan hidup banyak tertanam sejak anak berada
ditengah-tengah orang tuanya.37
Sebelum anak-anak masuk sekolah, pendidikan akhlak sebelumnya
sudah terjadi atau dibekali oleh keluarga. Tingkah laku dan ucapan mereka sangat
mempengaruhi tingkah laku anak-anaknya, karena orang tua merupakan contoh
teladan bagi mereka di rumah szeperti memberikan contoh yang baik di rumah
berupa ucapan, sikap maupun tingkah laku mereka, dengan demikian orang tua
harus memegang teguh ajaran-ajaran agama agar kelak perilaku anak-anak mereka
tidak menyimpang (memiliki sifat-sifat tercela).
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang sangat
mempengaruhi perkembangan seorang anak, oleh karena itu orang tua hendaknya
berusaha menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan didasari
nilai-nilai agama. Menjadi kenyataan bahwa keadaan orang tua, sikapnya terhadap anak
sebelum dan sesudah lahir ada pengaruhnya terhadap kesehatan mental anak, ini
juga berpengaruh terhadap perilaku mereka.38
Orang tua berkewajiban mengasuh dan menanamkan nilai-nilai
keimanan, ketakwaan dan akhlakul karimah terhadap anak-anaknya, menjaga
kesehatan mereka lahir batin, jasmaniah dan rohaniah, menjaga keselamatan
mereka di dunia dan akhirat, ilmu agama dan ilmu umum agar mereka menjadi
manusia beriman dan beragama, beramal dan beribadah dan dapat berdiri sendiri
kelaknya sebagai seorang yang agamis. Untuk itu perlu ditanamkan sejak dini
nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah dalam keluarga.
Keluarga yang bisa dikatakan ideal adalah keluarga yang tidak hanya
meberikan kasih sayang dan fasilitas yang dibutuhkan kepada anak-anak mereka
tetapi juga memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapat
pendidikan agama dalam hal ini salah satunya adalah pendidikan akhlak yang
apabila pemberian pendidikan ini belum mampu atau tidak berkesempatan maka
berikan tanggung jawab itu kepada lembaga pendidikan formal yaitu sekolah
untuk melanjutkan pendidikan yang telah dibekali oleh orang tua.
37
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 87
38
b) Pendidikan Formal (sekolah)
Sekolah adalah lingkungan kedua tempat anak-anak berlatih dan
menumbuhkan kepribadiannya. Sekolah bukanlah tempat sekedar untuk
menuangkan ilmu pengetahuan kepada murid, tetapi sekolah juga harus dapat
mendidik dan membina kepribadian si anak. Karena itu, menjadi kewajiban
sekolah pula untuk membimbing dalam menyelesaikan dan menghadapi
kesukaran-kesukaran dalam hidup.
Sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan yang diberikan dalan
keluarga namun lebih disempurnakan lagi. Banyak kesukaran-kesukaran yang
dihadapi anak ketika mulai masuk sekolah, masuk kedalam lingkungan baru, yang
sudah mulai berbeda dengan di rumah, sekolah mempunyai peraturan-peraturan
yang harus dipatuhi dan mempunyai larangan-larangan yang harus diindahkan.
Jika guru tidak berusaha memahami kesukaran-kesukaran yang dihadapi siswa,
mungkin akan menyebabkan si anak benci kepada suasana sekolah. Terutama
apabila ia datang dari rumah tangga yang memanjakannya. Amatlah sukar baginya
untuk menerima peraturan dan perlakuan guru-gurunya. Mungkin ia akan
mempunyai rasa negatif terhadap sekolah dan gurunya untuk selama-lamanya.39
Oleh karena itu sangat diperlukan peranan guru yang tepat dalam memahami
kejiwaan anak didik mereka.
Lingkungan sekolah peranannya sebagai pelanjut pendidikan agama di
lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak
menerima pendidikan agama dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama
harus mampu mengubah sikap atau akhlak anak didiknya agar menerima
pendidikan agama yang diberikannya dan diharapkan juga dapat diterapkan dalam
kesehariannya.
Lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan akhlak anak. Corak hubungan antara guru dengan murid atau antara
murid dengan murid akan banyak mempengaruhi kepribadian termasuk di
dalamnya nilai-nilai moral yang masih mengalami perubahan dan dapat terlihat
dalam perilaku mereka.
39
Sebagai pemegang amanat orang tua, dalam melaksanakan tugasnya
guru hendaknya mencontoh peranan yang telah dilakukan para nabi dan
pengikutnya. Tugas mereka pertama-tama ialah mengkaji dan mengajarkan ilmu
ilahi, sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali Imran:79 yang meyatakan:
⌧
☺
☺
☺
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.40
An Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas pokok (peran utama) guru
dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Tugas pensucian, guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT., menjauhkannya dari keburukan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya.
b. Tugas pengajaran, guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterapkan ke dalam tingkah laku dan kehidupannya sehari-hari.41
Sedangkan tugas guru menurut pendapat S. Nasution, sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata diantaranya yaitu: Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugas ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkannya. Kedua, guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari sehingga guru
40
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…,h.89
41
tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelaharan tersebut. Ketiga, guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.42
Dari ketiga tugas guru tersebut tergambar jelas bahwa seorang pendidik
selain seseorang yang memiliki pengetahuan yang diajarkannya, juga seorang
yang berkepribadian baik, berpandangan luas, dan berjiwa besar. Tanggung jawab
seorang guru itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral terhadap anak
didiknya. Akan tetapi lebih jauh dari itu, pendidik akan mempertanggung
jawabkan semua itu kepada Allah SWT atas segala sesuatu yang telah
dilakukannya serta amanat yang dipercayakan kepadanya.
c) Pendidikan Non Formal
Pelaksanaan pendidikan Non formal di sini adalah pendidikan yang
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.43
Di masa usia sekolah dasar anak sudah mulai beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mereka cenderung tidak
memperdulikan perintah orang tua dan lebih banyak dipengaruhi oleh
teman-temannya. Karena itu sebagian orang tua banyak memasukkan anak-anak mereka
kepada pendidikan non formal ini, tidak hanya sebagai pelengkap pengetahuan
tetapi juga memberi kesempatan kepada anak mereka untuk bergaul dan
beradaptasi kepada hal yang lebih positif sehingga memiliki keterampilan.
Adapun satuan pendidikan non formal ini terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majlis
taklim, dan lain-lain. Keserasian dan kerjasama yang baik antara ketiga lapangan
pendidikan ini akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan dan
pembentukan perilaku akhlak anak.
Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah:
42
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,, h.115-116
43
1) Lingkungan yang tenteram, dalam arti penuh kedamaian dan bebas dari
kehidupan yang curiga mencurigai
2) Lingkungan yang rukun dimana sesama warga tidak saling mencampuri
urusan orang lain tanpa, tanpa disertai oleh sikap acuh tak acuh
3) Tersedianya fasilitas bergaul yang memadai seperti sarana berolahraga,
maka dari situ akan timbul suatu interaksi diantara sesamanya.44
B. Pembentukan Akhlakul Karimah
1. Pengertian Pembentukan Akhlakul Karimah
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, pembentukan adalah proses,
cara, perbuatan atau usaha untuk membentuk.45
Adapun pengertian akhlak telah penulis paparkan pada pembahasan
sebelumnya yaitu akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong
melakukan perbuatan secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan
tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu. Sedangkan
Al-Karimah adalah kata yang berasal dari kata Karim yang artinya mulia, baik,
terpuji. Jadi Akhlakul Karimah adalah watak, tabiat pembawaan, karakter yang
diulang-ulang tanpa disadari sehingga menjadi kebiasaan yang mulia atau bisa
juga dikatakan perilaku yang baik.
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang
tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak.
Mengenai pembentukan akhlak, para ulama berbeda pendapat, yakni:
a. Sebagian ahli berpendapat, bahwa akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa
manusia sejak lahir. Bagi golongan ini akhlak adalah pembawaan dari manusia
sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri
manusia dan hati nurani dan akhlak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa
dibentuk.
44
Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: Bumi Aksara, 1988), h.192-193
45
b. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan,
pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Golongan ini
berpendapat bahwa akhlak dapat dibentuk.46
Dalam kenyataannya akhlak perlu dibina, dididik dengan berbagai
metode sehingga menghasilkan pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada kedua orang tua, saying kepada sesame
makhluk Tuhan dan seterusnya.
Banyaknya tantangan dan godaan akibat dampak dari kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menyebabkan pembinaan untuk membentuk
akhlakul karimah sangat diperlukan salah satunya pembinaan akhlak yang
dilakukan di lembaga pendidikan. Jika program pendidikan dan pembinaan itu
dirancang dengan baik, sistematik, dan dilaksanakan dengan sungguh-sumgguh,
maka akan menghasilkan anak-anak atau orang-orang yang baik akhlaknya.
Disinilah letak peran dan fungsi lembaga pendidikan.
Dengan demikian pembentukan akhlakul karimah dapat diartikan
sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk akhlak anak didik
dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan
baik dan dilaksanakan dengan sumgguh-sungguh dan konsisten sehingga
menghasilkan generasi yang berakhlak mulia.
2. Macam-Macam Akhlak
Dari segi objeknya, akhlak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu akhlak
kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada alam atau
lingkungan.47
a) Akhlak kepada Allah
Akhlak kepada Allah dimaksudkan sebagai gambaran kondisi hubungan
manusia dengan Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak
baik kepada Allah, diantaranya adalah: karena Allah telah menciptakan
manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya, Allah telah
46
Abudin Nata, Akhlak…, h.156
47
memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani dan naluri kepada
manusia, Allah telah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan bagi
kelangsungan hidupnya, dan Allah telah memuliakan manusia dengan
diberikannya kemampuan kepada manusia untuk dapat menguasai daratan
dan lautan.48
b) Akhlak kepada sesama manusia
Akhlak dengan sesama manusia adalah gambaran tentang hubungan manusia
dengan sesama manusia dalam berintegrasi sosial. Akhlak kepada sesama
manusia terdiri dari: akhlak kepada Rasulullah, orang tua, diri sendiri,
keluarga, tetangga, masyarakat dan sebagainya.49
c) Akhlak kepada alam atau lingkungan
Akhlak kepada Alam atau lingkungan adalah sikap seorang manusia dalam
memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada disekitarnya untuk kepentingan
hidupnya.50
Adapun dari segi sifatnya, akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu akhlak yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (akhlaq
al-madzmumah).51
1) Akhlak Terpuji (Al-akhlaq al-Mahmudah)
Imam Ghazali memandang bahwa orang yang mendekat kepada Allah
adlah orang yang mendekati ajaran-ajararan Rasulullah yang memiliki akhlak
sempurna dan yang telah berakhlak dengan Qur'an yang merupakan ketetapan
Allah, dalam hal ini adalah akhlaq Mahmudah.52 Perilaku atau tingkah laku yang
seperti ini sangat banyak dan harus dianut atau dimiliki oleh setiap orang,
diantaranya:
48
Abudin Nata, Akhlak…, h.149-150
49
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h.12
50
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h. 12
51
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan …, h. 11
52
a) Al-Amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)
Al-Amanah menurut bahasa berarti tutipan seseorang kepada orang
lain. "anak itu titipan Allah" adalah ungkapan yang menunjukkan bahwa
manusia adalah kepercayaan Allah sebagai pemelihara dan pendidik anak itu.
Jadi disini manusia adalah kepercayaan Allah, karena Dia tidak akan
menitipkan sesuatu yang berharga kepada orang yang tidak dipercaya.
Dari sini amanat diartikan sebagai sikap mental yang jujur, lurus hati dan
terpercaya.Sikap amanah menjadi syarat mutlak bagi seorang pemimpin baik
formal maupun informal. Pemimpin yang memiliki amanah adalah pemimpin
yang adil, bijaksana, demokratis dan toleran. Suatu Negara atau masyarakat
akan hancur bila dipimpin oleh orang yang curang atau khianat. Ia tidak akan
memiliki kemampuan memperbaiki kehidupan masyarakatnya, karena ia
tidak berbuat kecuali yang memberikan keuntungan pribadi dan
golongannya. Ditangan pemimpin seperti inilah suburnya praktek KKN, suap
dan sebagainya.53 Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa' ayat 58:
⌧
☺
☺
⌧
☺
⌧
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat".54
b) As-Sabru (sabar)
53
H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 203-204
54
Menurut Imam Ghazali bahwa arti kesabaran adalah meninggalkan
perbuatan yang diinginkan oleh syahwat yang perbuatan itu bermanfaat baik
untuk kepentingan dunia ataupun akhirat.55
Sabar merupakan kekuatan batin, karena dengan sabar ia dapat
menguasai dan memimpin dirinya sehingga tidak melakukan perbuatan yang
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Sebagaimana sabda Nabi:
ﻋ
ْ
ا
ه
ﻰ
ﺮ
ْ
ﺮ
ة
لﺎ
:
لﺎ
ر
ْﻮ
ل
ﷲا
ص
.
م
:
ْ
ﺸ ا
ﺪْ
ﺪ
ﺼ ﺎ
ْﺮ
ﻋ
ﺔ
ا
ﺎ
ا
ﺸ
ﺪْ
ﺪ
ا
ﺬ
ْي
ْ
ﻚ
ْ
ﻋ
ْا
ﻐ
ﻀ
)
ﻋ
(
"Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : "Bukan yang kuat itu yang kuat bergulat tetapi yang kuat adalah yang mampu mengendalikan jiwa dari kemarahan". (Muttafaq alaih).56
c) Al- 'Iffah (memelihara kesucian diri)
Al-Iffah termasuk akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakuk