• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDIDIKAN AKHLAK DAN PEMBENTUKAN AKHLAKUL

B. Pembentukan Akhlakul Karimah Siswa

2. Macam-macam Akhlak

Dari segi objeknya, akhlak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada alam atau lingkungan.47

a) Akhlak kepada Allah

Akhlak kepada Allah dimaksudkan sebagai gambaran kondisi hubungan manusia dengan Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik kepada Allah, diantaranya adalah: karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya, Allah telah

46

Abudin Nata, Akhlak…, h.156

47

memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani dan naluri kepada manusia, Allah telah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan bagi kelangsungan hidupnya, dan Allah telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan kepada manusia untuk dapat menguasai daratan dan lautan.48

b) Akhlak kepada sesama manusia

Akhlak dengan sesama manusia adalah gambaran tentang hubungan manusia dengan sesama manusia dalam berintegrasi sosial. Akhlak kepada sesama manusia terdiri dari: akhlak kepada Rasulullah, orang tua, diri sendiri, keluarga, tetangga, masyarakat dan sebagainya.49

c) Akhlak kepada alam atau lingkungan

Akhlak kepada Alam atau lingkungan adalah sikap seorang manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada disekitarnya untuk kepentingan hidupnya.50

Adapun dari segi sifatnya, akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu akhlak yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (akhlaq al-madzmumah).51

1) Akhlak Terpuji (Al-akhlaq al-Mahmudah)

Imam Ghazali memandang bahwa orang yang mendekat kepada Allah adlah orang yang mendekati ajaran-ajararan Rasulullah yang memiliki akhlak sempurna dan yang telah berakhlak dengan Qur'an yang merupakan ketetapan Allah, dalam hal ini adalah akhlaq Mahmudah.52 Perilaku atau tingkah laku yang seperti ini sangat banyak dan harus dianut atau dimiliki oleh setiap orang, diantaranya:

48

Abudin Nata, Akhlak…, h.149-150

49

H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h.12

50

H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h. 12

51

H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan …, h. 11

52

Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), h. 45

a) Al-Amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)

Al-Amanah menurut bahasa berarti tutipan seseorang kepada orang lain. "anak itu titipan Allah" adalah ungkapan yang menunjukkan bahwa manusia adalah kepercayaan Allah sebagai pemelihara dan pendidik anak itu. Jadi disini manusia adalah kepercayaan Allah, karena Dia tidak akan menitipkan sesuatu yang berharga kepada orang yang tidak dipercaya.

Dari sini amanat diartikan sebagai sikap mental yang jujur, lurus hati dan terpercaya.Sikap amanah menjadi syarat mutlak bagi seorang pemimpin baik formal maupun informal. Pemimpin yang memiliki amanah adalah pemimpin yang adil, bijaksana, demokratis dan toleran. Suatu Negara atau masyarakat akan hancur bila dipimpin oleh orang yang curang atau khianat. Ia tidak akan memiliki kemampuan memperbaiki kehidupan masyarakatnya, karena ia tidak berbuat kecuali yang memberikan keuntungan pribadi dan golongannya. Ditangan pemimpin seperti inilah suburnya praktek KKN, suap dan sebagainya.53 Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa' ayat 58:

☺ ⌧

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat".54

b) As-Sabru (sabar)

53

H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 203-204

54

Menurut Imam Ghazali bahwa arti kesabaran adalah meninggalkan perbuatan yang diinginkan oleh syahwat yang perbuatan itu bermanfaat baik untuk kepentingan dunia ataupun akhirat.55

Sabar merupakan kekuatan batin, karena dengan sabar ia dapat menguasai dan memimpin dirinya sehingga tidak melakukan perbuatan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Sebagaimana sabda Nabi:

ْ

ا

ه ﻰ

ْ

ة

لﺎ

:

لﺎ

ر

ْﻮ

ل

ﷲا

ص

.

م

:

ْ

ﺸ ا

ﺪْ

ﺼ ﺎ

ْﺮ

ا

ا

ﺪْ

ا

ْي

ْ

ْ

ْا

)

(

"Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : "Bukan yang kuat itu yang kuat bergulat tetapi yang kuat adalah yang mampu mengendalikan jiwa dari kemarahan". (Muttafaq alaih).56

c) Al- 'Iffah (memelihara kesucian diri)

Al-Iffah termasuk akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian. Hal ini dilakukan mulai dari memelihara qalbu untuk membuat rencana angan-angan yang buruk.57

Adapun kesucian diri (al-'iffah) akan melahirkansifat-sifat murah hati, malu, sabar, memaafkan, dan toleransi, rasa cukup (Qana'ah), wara', lemah lembut, tolong menolong, kerapihan dan tidak thama' (rakus).58

d) Al-Qana'ah (mencukupkan apa yang ada)

Diakui bahwa setiap manusia disuruh berusaha maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu, agama memandang rendah orang yang malas berusaha dan tidak memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap saat ia meminta-minta uluran tangan orang lain. Realita kehidupan menunjukkan bahwa tidak semua usaha maksimal itu dapt menjamin terpenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sempurna. Hal ini harus diyakini

55

Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali…, h.47-48

56

H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 202

57

Hamzah yaqub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (suatu pengantar), (Bandung: CV.Diponogoro, 1996), cet. Ke-7, h. 109

58

Imam Al-Ghazali, Bimbingan Mencapai Ketenangan JIwa, Terj. Dari Ihya 'Ulumuddin Juz III oleh Abdul Mujieb AS, (Surabaya: PT. Bungkul Indah , 1986), h. 46

karena manusia hanya dapat berbuat maksimal sedangkan hasil usahanya tetap tergantung kepada ridho Allah dan harus pandai mencukupkan apa yang diterima itu.59

Qana'ah dalam pengertiannya yang luas mengandung empat perkara, yaitu: menerima dengan rela apa yang ada, memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas disertai usaha atau ikhtiar, menerima dengan sabar ketentuan Tuhan, dan bertawakkal kepada Tuhan.60

e) Al-Haya' (pemalu)

Malu adalah kondisi objektif kejiwaan manusia yang merasa tidak senang, merasa rendah dan hina karena melakukan perbuatan yang tidak baik. Sikap mental pemalu adalah penjelmaan dari keimanan seseorang mukmin. Rasul berkata: "Rasa Malu bahagian dari Iman" (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar). Dari sikap itu maka seseorang dapat diukur tingkat keimanannya.61

Malu adakalanya terjadi dalam hal kebaikan dan kejahatan. Malu yang penulis maksud di sini adalah malu dari melakukan perbuatan kejahatan.

Malu sudah menjadi khasanah kultural bangsa dan disebut dengan budaya ketimuran. Budaya malu memiliki kekuatan membendung dan membentengi moral umat. Namun, kini menjadi masyarakat yang memiliki pemikiran yang berkembang mulai pula kepada prinsip-prinsip keimanan kepada Allah. Akibatnya rasa malu yang selama ini menjadi benteng sudah roboh tidak berdaya menahan pengaruh budaya asing yang semakin kencang sebagai akibat dari globalisasi. Oleh karena itu peran orang tua, guru maupun masyarakat sangat diperlukan dalm memberikan pemahaman dalam jiwa anak didik mereka mengenai budaya malu ini.

59

H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 209

60

Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980), cet I, H. 153

61

2) Akhlak Tercela (Al-akhlaq al-Madzmumah)

Akhlak madzmumah yaitu tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat. Menurut istilah al-Ghazali disebut "muhlikat" artinya segala sesuatu yang membinasakan atau mencelakakan, diantaranya:

a) Dusta

Dusta dapat diartikan dengan berkata tidak sesuai dengan fakta atau berbuat tidak sesuai dengan yang diinginkan. Penyakit rohani ini disebut juga dengan bohong.62

Dr. Raymond Peach mengatakan:

Berbohong adalah alat pertahanan terbaik dari si lemah dan caranya yang terbaik untuk menghindari bahaya dalam banyak hal, dusta adalah reaksi atas kelemahan dan kegagalan. Misalnya anda bertanya kepada seorang anak, "apakah engkau memecahkan jambangan itu?" apabila si anak menyadari bahwa mengakui kesalahan akan mendatangkan hukuman maka nalurinya akan menyuruhnya untuk menyangkal.63

Dalam pandangan agama, dusta adalah suatu hal yang sangat tercela, sebab ia merupakan pokok dan induk dari bermacam-macam akhlak yang buruk yang tidak saja merugikan masyarakat tetapi juga merugikan diri sendiri.

Berdusta atau berbohong itu ada 3 macam yaitu berdusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati.64

Orang yang sering berkata dan berbuat tidak sesuai dengan kenyataan inilah yang disebut dengan pendusta. Perbuatan orang ini sering mengakibatkan kerusakan tatanan hidup bermasyarakat.

b) Takabbur

62

H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h.2

63

Sayid Mujtaba Musawi Lari, Menumpas Penyakit Hati Terj. Dari Youth and Moral oleh Hashem, (Jakarta: Lentera 1996), cet.I h.53

64

H. Anwar Masy'ari MA, Akhlak Al-Quran, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), Cet.I h.167

Takabbur atau sombong ialah suatu keadaan yang ada dalam diri manusia dan tercermin pengaruh-pengaruhnya, dimana seseorang melihat dirinya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan orang lain. Seseorang yang sombong memandang dirinya memiliki kedudukan dan keutamaan, karena hilangnya kenyataan dari pandangannya, dan ia berada dalam persepsi yang salah. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang itu dapat bersikap sombong, yaitu sombong karena harta, ilmu dan kekuasaan/kedudukan.65

Menurut Humaidi Tatapangarsa dalam bukunya "akhlak yang mulia", Takabbur itu ada 3 macam:

1. Takabbur kepada Tuhan, berupa sikap tidak mau memperdulikan ajaran-ajaran Islam

2. Takabbur kepada Rasul-Nya, berupa sikap dimana orang merasa rendah dirinya kalau mengikuti dan mematuhi Rasul.

3. Takabbur kepada sesama manusia, menganggap dirinya lebih hebat dari orang lain.

c) Dengki

Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu berpindah ke tangannya sendiri atau tidak.66

Salah satu unsur yang menimbulkan dengki adalah pendidikan yang buruk di rumah. Apabila orang tua lebih mencintai salah satu anak danmelimpahinya dengan cinta dan kasih sayang yang khusus tanpa memberikan hal yang sama kepada yag lainnya, anak yang terbiarkan akan membangun perasaan terhina dan memberontak.67

d) Marah

Marah termasuk sifat kebinatangan yang dimiliki manusia. Dan ia merupakan hal yang alami yang terlahir dalam diri manusia atau hewan dari

65

Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak, Terj. Dari al-Akhlaq al-Islamiyah oleh Ali Yahya, (Jakarta: Lentera Basritama, 2003), cet.I, h. 209

66

H. Muslich Shabir, Tanbihul Ghafilin, (Semarang: CV. Toha Putera, 1993), cet.I h. 161

67

Sayid Mujtaba Musawi Lari, Menumpas Penyakit Hati Terj. Dari Youth and Moral oleh Hashem…, h. 90

perasaan yang keras dan tajam terhadap yang lain. Apabila seseorang menemui sesuatu yang menjadi penghalang bagi keinginannya atau bertentangan dengannya, maka ia akan merasakan kesempitan (susah dan kesal), seperti ia mendengar perkataan yang buruk atau tertimpa kezhaliman. Lalu timbullah pada dirinya perasaan ingin membalas dendam, dan kemudian bergolaklah darahnya.68 Karena itu, kita sering menyaksikan bahwa pada kondisi demikian, sebagian orang berubah mukanya menjadi merah dan tampak dengan jelas pergerakan darah yang ada di wajahnya, kemudian mulailah melontarkan kata-kata yang bertentangan dengan yang sebenarnya, mencela orang lain dengan ungkapan-ungkapan yang keji dan hina, atau menggunakan tangan dan kakinya.

e) Bakhil

Bakhil artinya kikir. Orang yang kikir ialah orang yang sangat hemat dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat dn sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain.

Orang kikir itu ada dua macam: pertama, orang kikir yang tidak mengajak orang lain untuk berlaku kikir. Kedua, orang kikir yang mengajak orang lain berlaku kikir. Yang kedua inilah lebih jahat dan lebih berbahaya dari yang pertama. Golongan inilah yang senantiasa menghambat kemajuan dan menghalangi berdirinya amal-amal kebajikan untuk umum. Golongan ini dimusuhi manusia dan tidak disukai Tuhan.69 Allah SWT berfirman:

68

Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak…,h. 113

69

M.'Ali Alhamidy, Jalan Hidup Muslim, (Bandung: PT.Al-M'arif, 1977), cet.ke-7, hlm.132

"Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong, yang bermegah diri. Yaitu orang-orang kikir dan mereka mengajak manusia berlaku kikir"(QS:An-Nisaa:37).70

Dokumen terkait