• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDIDIKAN AKHLAK DAN PEMBENTUKAN AKHLAKUL

B. Pembentukan Akhlakul Karimah Siswa

4. Proses Pembentukan Akhlakul Karimah

ا اور

ىرﺎﺨ

ةﺮ ﺮه ا ﻋ

(

"Tidak seorang anak pun yang baru dilahirkan kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut berahama Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah) 73

Dengan demikian, jelaslah bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu faktor dari dalam seperti potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa oleh anak semenjak lahir, dan faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua, guru, dan tokoh serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan), dan psikomotorik (pengamalan) ajaran agama yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak didik

4. Proses Pembentukan Akhlakul Karimah

Telah penulis paparkan sebelumnya mengenai pendapat para ulama tentang pembentukan akhlak. Sebagian ulama berpendapat bahwa akhlak itu tidak bisa dibentuk, dan sebagian lagi dapat dibentuk dari hasil pendidikan, latihan, pembinaan dan sebagainya. Dari kedua pendapat tersebut, penulis lebih condong kepada pendapat kedua. Penulis mengakui adanya insting yang mendorong perbuatan setiap manusia, tetapi pembentukan akhlak itu bukan pembawaan sejak lahir melainkan suatu tindakan yang dikerjakan berulang-ulang dan menjadi suatu kebiasaan sehingga terbentuknya akhlak.

72

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 413

73

Pembentukan akhlak itu dilakukan secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu, pembentukan akhlak merupakan suatu proses panjang dan ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Dalam hal ini, Anwari Masy'ari menjelaskan, bahwa "dalam rangka pembentukan pribadi muslim, hendaknya dimulai sejak dini, yaitu dari masa anak belum lahir sampai remaja…"74

Masa anak sebelum lahir, yaitu saat anak dalam kandungan perlu sekali ditanamkan unsur-unsur agama, agar setelah lahir nanti si anak memiliki dasar mental yang kuat. Misalnya dapat dilakukan dalam bentuk membaca Al-Quran bagi si ibu, menciptakan hubungan yang harmonis antara suami isteri, memperbanyak ibadah-ibadah sunah seperti shalat Tahajud dan sebagainya bagi orang tua terutama bagi si ibu yang mengandung.

Masa anak sesudah lahir atau masa anak-anak adalah tahapan terpenting dalam membentuk kepribadian. Sebab baik atau buruknya kepribadian anak ketika dewasa banyak ditentukan oleh pendidikan masa kecilnya. Begitu bayi lahir, ia sudah memiliki alat indera yang sudah peka, sehingga ia mudah menerima rangsangan dari luar dirinya. Karena itu Islam menganjurkan agar memperdengarkan suara azan dan iqamat kepada bayi yang baru lahir, sebelum ia menerima rangsangan dari luar. Azan dan iqamat yang dilantunkan orang tua kepada bayinya menjadi rangsangan kepribadian bayi.

Masa anak-anak yang mulai memasuki taman kanak-kanak merupakan masa pancaroba yang dikenal sebagai masa trotzalter pertama yang ditandai dengan sikapnya yang selalu membandel. Maka masa ini mengandung resiko terhadap kepribadian anak apabila orang tuanya tidak bijaksana dalam mendidiknya. Adapun mendidik akhlak anak pada masa ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak berkata sopan dan jujur serta bertanggung jawab tehadap perbuatannya, mengikutsertakan dalam acara keagamaan, memperdengarkan dongeng yang mengandung nilai akhlak yang mulia dan memberi hukuman yang mendidik apabila ia melakukan kesalahan.

74

Anwari Masy'ari, Membentuk Pribadi Muslim, (Bandung: PT Al-Ma'arif, 1988), h.11

Masa anak-anak yang mulai masuk pada sekolah dasar, mereka sudah mulai banyak bergaul dengan masyarakat di luar rumahnya. Dengan sendirinya pergaulan dengan orang tuanya sudah mulai berkurang. Dan dalam menerapkan pendidikan akhlak pada masa ini dapat dilakukan dengan cara selalu mengawasinya agar tidak bergaul dengan anak-anak yang nakal, selalu aktif melakukan Ibadah dan acara-acara keagamaan sehingga dapat meluhurkan budi pekertinya, dan selalu menanamkan rasa kasih sayang kepada manusia dan makhluk lainnya.

Sedangkan Masa remaja merupakan masa yang sulit karena masa ini adalah masa kegoncangan emosi dalam proses mencari identitas diri, kehidupan dan pengalaman agama belum stabil. Oleh karena itu hendaknya dalam menyampaikan perintah atau larangan harus berhati-hati begitu pula dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama hendaknya dengan cara bijaksana, tetap dan sesuai dengan sikap, sifat dan alam pikiran mereka.

Setiap pendidikan dan pengetahuan yang diberikan harus ada pendidikan dan pembinaan moral atau pembentukan kepribadian yang sehat. Pembinaan moral atau pembentukan kepibadian itu haruslah tegas dan jelas dasar dan tujuannya yang kita inginkan bagi anak-anak. Biasanya ini ditemukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, yang pada umumnya sesuai dengan dasar dan tujuan Negara.75

Adapun Dalam rangka proses pembentukan kepribadian atau akhlakul karimah ada tiga taraf yang harus diupayakan, yaitu pembiasaan, pemberian pengertian, sikap dan minat, dan pembentukan kerohanian yang luhur :

a) Pembiasaan

Proses pembentukan melalui pembiasaan sangat penting dan harus didahulukan daripada tahapan yang lain karena sasarannya adalah aspek jasmani yang pembinaannya lebih mudah. Namun demikian, pembiasaan amat kuat pengaruhnya terhadap pembentukan akhlak seseorang. Sebagaimana Hamzah Ya'kub menjelaskan,"Begitu kuatnya pengaruh kebiasaan sehingga manakala dirubah, biasanya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari dalam pribadi itu

75

sendiri, lihatlah betapa reaksi yang timbul jika seorang pacandu alkohol akan menghentikan kebiasaannya".76

Pembiasaan ini harus dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus menerus. Apabila seorang anak dibiasakan untuk mengamalkan perbuatan yang baik, diberi pendidikan kearah itu, maka ia akan tumbuh di atas kebaikan. Contoh pelaksanaan tahap pembiasaan, misalnya perintah shalat dan puasa. Agar seorang muslim dapat melaksanakan shalat dan puasa dengan baik, maka perlu dibiasakan sejak kecil sebelum baligh, sehingga setelah dewasa ia akan terbiasa melaksanakan. Tujuan dari pembiasaan adalah untuk membentuk aspek kejasmanian dan kepribadian, atau memberi kecakapan berbuat atau mengucapkan sesuatu, misalnya hapalan bacaan shalat atau doa dalam ibadah lainnya.

b) Pembentukan pengertian, sikap dan minat

Tahap pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan tindak lanjut dari tahap pembiasaan. Pada tahap pembiasaan baru merupakan pembentukan kebiasaan-kebiasaan dengan tujuan supaya dilakukan dengan tepat. Adapun pada taraf pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan pemberian pengetahuan dan pengertian terhadap kebiasaan-kebiasaan yang sudah tepat itu. Amalan-amalan yang sudah dikerjakan dan hafalan-hafalan yang sudah diucapkan kemudian diberikan pengertian dan perlu ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang erat hubungannya dengan kepercayaan.

c) Pembentukan Kerohanian yang luhur

Tahap pembentukan kerohanian yang luhur merupakan tahap pematangan rohaniah, seperti menanamkan kepercayaan terhadap pokok-pokok keimanan. Alat yang utama adalah tenaga budhi dan kebudayaan serta kejiwaan yang akan mendapatkan pengenalan akan Allah SWT. Jika tahap pembentukan kerohanian yang luhur ini berhasil, maka akan terwujud kerohanian yang matang yaitu sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad D. Marimba, yaitu "Adanya kesadaran dan pengertian yang mendalam, segala apa yang dipikirkannya,

76

dipilihnya dan diputuskannya serta dilakukannya adalah keinsafannya sendiri dengan rasa tanggung jawab.77Pembentukan taraf yang ketiga ini sebagian besar merupakan pembentukan sendiri atau pendidikan sendiri.

Dokumen terkait