• Tidak ada hasil yang ditemukan

Matdas_2010Sld.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Matdas_2010Sld.pdf"

Copied!
389
0
0

Teks penuh

(1)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 0 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(2)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 1 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

PENGANTAR LOGIKA

MATEMATIKA

(PLM)

Drs. I. M. Tirta, Dip.Sc, M.Sc., Ph.D.

itirta@unej.ac.id

November 2, 2010

(3)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 2 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(4)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 3 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

DAFTAR ISI

1 PERNYATAAN 17

1.1 Pengertian Umum Logika . . . 21

1.1.1 Notasi . . . 22

1.1.2 Definisi . . . 24

1.2 Pernyataan Tunggal dan Negasinya . . . 28

(5)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 4 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 1.2.2 Pernyataan Tunggal . . . 31

1.2.3 Negasi Pernyataan Tunggal . . . 33

1.3 Pernyataan majemuk dan negasinya . . . 36

1.3.1 Perakit Konjungsi (dan) . . . 36

1.3.2 Perakit Disjungsi (atau) . . . 39

1.4 Tautologi dan Kontradiksi . . . 43

1.5 Aljabar pernyataan . . . 46

1.6 Bentuk Rangkap dan Prinsip Kerangkapan . . . 49

1.7 Perakit-perakit Lain . . . 54

1.7.1 Perakit Disjungsi eksklusif . . . 54

1.7.2 Fungsi / Operator Stroke dan Dagger . . . 56

1.8 Bacaan Lebih Lanjut . . . 60

1.9 Soal-soal Latihan . . . 61

2 PERNYATAAN BERSYARAT/KONDISIONAL 67 2.1 Implikasi . . . 71

2.2 Implikasi dan variasinya . . . 77

2.3 Biimplikasi . . . 80

2.4 Implikasi Logis dan Ekuivalensi Logis . . . 83

(6)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 5 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.6 Hirarki perakit dan Notasi Lukasiewicz . . . 90

2.6.1 Hirarki perakit . . . 90

2.6.2 Notasi Lukasiewicz . . . 91

2.7 Bacaan Lebih Lanjut . . . 95

2.8 Soal-soal Latihan . . . 96

3 KARAKTERISTIK, BENTUK NORMAL DAN APLIKASINYA 103 3.1 Karakteristik . . . 107

3.2 Bentuk Normal . . . 109

3.2.1 Bentuk Normal Disjungtif (DNF) . . . 110

3.2.2 Bentuk Normal Konjugtif (CNF) . . . 113

3.3 Komplemen Bentuk Normal . . . 116

3.4 Translasi Bentuk Normal . . . 118

3.5 Aplikasi Bentuk Normal . . . 121

3.6 Aplikasi Logika dalam Aljabar Himpunan dan Listrik . . . 125

3.7 Aljabar Jaringan Listrik atau Saklar . . . 128

3.8 Bacaan Lebih Lanjut . . . 140

(7)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 6 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 4 KUANTOR 143

4.1 Tetapan dan Peubah . . . 147

4.2 Kalimat matematika, kalimat terbuka, kalimat tertutup. . 150

4.3 Kuantor . . . 155

4.3.1 Kuantor Universal . . . 155

4.3.2 Kuantor Eksistensial . . . 156

4.4 Negasi Kuantor. . . 159

4.5 Notasi lain untuk ∀ dan ∃ . . . 163

4.6 Kuantor, Disjungsi, Konjungsi dan Implikasi. . . 164

4.7 Contoh Penyanggah/ Contoh Kontra . . . 167

4.8 Kuantor dan kalimat terbuka lebih dari satu peubah . . . 169

4.9 Beberapa Bentuk Khusus . . . 174

4.10 Bacaan Lebih Lanjut . . . 178

4.11 Latihan . . . 179

5 PENALARAN LOGIS 187 5.1 Argumen . . . 191

5.2 Bentuk-Bentuk Argumen Yang Valid . . . 195

5.3 Pembuktian Tidak Langsung. . . 204

(8)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 7 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

5.3.2 Pembuktian dengan Kontradiksi . . . 206

5.3.3 Pembuktian dengan Kontra Positif . . . 207

5.4 Induksi Matematika . . . 209

5.5 Argumen berkuantor . . . 212

5.5.1 Translasi kuantor universal dan eksistensial . . . . 212

5.5.2 Spesifikasi Universal, Spesifikasi Eksistensial . . . 214

5.5.3 Generalisasi Universal dan Generalisasi Eksistensial 215 5.6 Sesat Pikir . . . 218

5.7 Sistem Deduktif dalam Matematika . . . 220

5.8 Bacaan Lebih Lanjut . . . 222

5.9 Soal-soal Latihan . . . 223

6 HIMPUNAN 229 6.1 Definisi dan Jenis Himpunan . . . 233

6.2 Relasi Himpunan . . . 240

6.3 Operasi Himpunan . . . 246

6.3.1 Operasi Dasar Himpunan . . . 246

6.3.2 Sifat-sifat Operasi Himpunan . . . 252

6.3.3 Operasi Jumlah dan Selisih Himpunan. . . 256

(9)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 8 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

6.5 Penggunaan Himpunan dalam Silogisme. . . 268

6.6 Bacaan Lebih Lanjut . . . 279

6.7 Soal-soal Latihan . . . 280

7 HIMPUNAN BILANGAN 285 7.1 Himpunan Bilangan Asli . . . 290

7.2 Himpuan Bilangan Cacah . . . 295

7.3 Himpuan Bilangan Bulat . . . 297

7.4 Himpuan Bilangan Rasional . . . 298

7.5 Himpunan Bilangan Irasional dan Himpunan Bilangan Riil 300 7.6 Perkembangan perhitungan π . . . 304

7.7 Bacaan Lebih Lanjut . . . 308

7.8 Soal-soal Latihan . . . 309

8 PERKALIAN KARTESIUS, RELASI DAN FUNGSI 311 8.1 Perkalian Kartesius . . . 315

8.2 Relasi. . . 318

8.3 Sifat-sifat Relasi . . . 321

8.4 Penyajian Relasi dengan Matriks. . . 328

(10)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 9 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 8.6 Jenis-Jenis Fungsi . . . 337

8.7 Bentuk, Skala dan Lokasi Fungsi . . . 340

8.8 Bacaan Lebih Lanjut . . . 342

8.9 Soal-soal Latihan . . . 343

9 PENGANTAR LOGIKA DAN HIMPUNAN SAMAR 347 9.1 Konsep Dasar . . . 351

9.2 Logika bernilai tiga atau lebih . . . 354

9.3 Himpunan Samar. . . 360

9.3.1 Himpunan dengan tiga atau lebih kategori keang-gotaan . . . 360

9.3.2 Memodelkan tingkat keanggotaan kontinu dari him-punan . . . 362

9.4 Bacaan Lebih Lanjut . . . 371

(11)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 10 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(12)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 11 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

DAFTAR GAMBAR

1.1 Diagram Pembagian kalimat . . . 29

3.1 Diagram Venn mengilustrasikan A ∩ B . . . 127

6.1 Diagram Venn mengilustrasikan himpunan dan him-punanbagiannya . . . 239

(13)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 12 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

6.3 Diagram Venn mengilustrasikan Ac . . . 247

6.4 Diagram Venn mengilustrasikan A ∩ B . . . 249

6.5 Diagram Venn mengilustrasikan A ∪ B . . . 251

6.6 Diagram Venn mengilustrasikan A/B dan A + B . . . 258

6.7 Diagram pohon mengilustrasikan subset himpunan . . 266

6.8 Diagram Venn untuk A ⊂ B atau A ∩ Bc= ∅ . . . 270

6.9 Diagram Venn A|| atau A ∩ B = ∅ . . . 271

6.10 Diagram Venn untuk A ∩ B 6= ∅ . . . 272

6.11 Diagram Venn untuk A ∩ Bc6= ∅ . . . 273

6.12 Diagram Venn untuk A||B dan B||C1; B||C2, namun A||C1, A G C1 . . . 275

6.13 Diagram Venn untuk A||B, C ⊂ B, maka A||C . . . 276

6.14 Diagram Venn untuk A G B, B G C1 dan B G C2. Namun, A 6G C1 dan A G C2 . . . 277

6.15 Diagram Venn untuk A G B dan B ⊆ C, maka A G C . . 277

7.1 Diagram Venn mengilustrasikan < . . . 300

7.2 Diagram mengilustrasikan < . . . 304

(14)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 13 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

8.2 Diagram panah mengilustrasikan relasi A ke B . . . . 319

8.3 Diagram panah mengilustrasikan relasi A ke A . . . . 326

8.4 Contoh Grafik Relasi dari suatu himpunan ke dirinya sendiri dengan Software R . . . 330

8.5 Contoh Grafik Relasi dari {a, b, c, d, e} ke {u, v, w, x, y, z} dengan Software R . . . 333

8.6 Diagram panah mengilustrasikan fungsi . . . 334

8.7 Fungsi kuadrat yang mempunyai persamaan berbeda walau sebenarnya bentuk dan skalanya sama, tetapi lokasi berbeda . . . 341

9.1 Grafik keanggotaan M1 . . . 364

9.2 Grafik keanggotaan M2 . . . 365

9.3 Grafik fungsi keanggotaan K . . . 368

(15)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 14 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(16)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 15 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

DAFTAR TABEL

1.1 Tabel Kebenaran Stroke dan Dagger . . . 59

2.1 Notasi Lukasiewicz . . . 92

3.1 Tabel kebenaran konjungsi, disjungsi, implikasi dan bi-implikasi . . . 107

(17)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 16 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

7.1 Perhitungan π secara analitik . . . 306

(18)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 17 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

BAB

1

PERNYATAAN

(19)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 18 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan materi pada bab ini diharapkan pembaca mema-hami pengertian umum logika, pengertian pernyataan tunggal maupun majemuk dan negasinya serta mampu menilai kalimat.

(20)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 19 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan materi pada bab ini diharapkan pembaca dapat: 1. menyebutkan definisi logika;

2. menyebutkan pengertian pernyataan tunggal; 3. menentukan negasi sebuah pernyataan tunggal;

4. membentuk kalimat majemuk dengan perakit “dan”, “atau”; 5. menentukan negasi kalimat mejemuk dengan perakit “dan”, “atau”; 6. menerapkan prinsip ganda pada kalimat majemuk;

7. menentukan apakah suatu pernyataan merupakan kontradiksi atau tautologi;

8. membuktikan ekuivalensi bentuk logika;

(21)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 20 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Materi

1. Pengertian Umum Logika 2. Pengertian Pernyataan

3. Pernyataan Tunggal dan Negasinya 4. Pernyataan majemuk dan negasinya 5. Tautologi dan Kontradiksi

6. Aljabar pernyataan

7. Bentuk Ganda dan Prinsip Kegandaan 8. Perakit-perakit Lain

(22)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 21 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.1.

Pengertian Umum Logika

Definisi mengenai logika diberikan oleh para ahli dengan rumusan yang agak berbeda satu sama lain, tetapi artinya tidak jauh berbeda

mis-alnya menurut Soekadijo [18] “Logika adalah suatu studi yang

sisti-matik tentang struktur proposisi dan syarat-syarat umum mengenai penalaran yang sahih dengan menggunakan metode yang mengesamp-ingkan isi atau bahan proposisi dan hanya membahas bentuk logis-nya saja”. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut kamus

matem-atika oleh Borowsky & Borwein [1], dijelaskan bahwa logika adalah

prinsip dan metode khas yang dipergunakan dalam argumentasi atau penalaran yang tidak memperhatikan isi atau konteks dari bentuk penalaran. Logika yang mengesampingkan isi dari pernyataan dan hanya melihat bentuknya saja (terutama pada saat mengadakan pe-nalaran), lebih dikenal dengan istilah logika formal, logika simbolik, logika modern atau logika matematika. Ciri lain dari logika matem-atika adalah penalarannya berdasarkan penalaran deduktif, yang di-dasarkan atas sejumlah unsur tak terdefinisi (undifine term), unsur terdefinisi, asumsi dasar/ aksioma serta aturan-aturan tertentu yang daripadanya dapat diturunkan teorema-teorema. Keseluruhan ini

(23)

mem-FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 22 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

bangun suatu sistem yang disebut sistem matematika. Lebih

lan-jut, dalam menetapkan defininsi maupun aksioma seorang matematisi sesungguhnya, tidak harus menghubungkannya dengan keadaan ny-ata (real world/ concrete situation), namun demikian yang terpent-ing, aksioma atau definisi yang dirumuskan haruslah konsisten tidak bertentangan satu dengan yang lain. Beberapa buku teks tentang

logika simbolik atau logika matematika diantaranya adalah Copi [2],

Gemignani [6], Thomas [20], dan Polimeni & Straight [15].

1.1.1.

Notasi

Notasi adalah alat bantu untuk menyatakan sesuatu. Notasi meny-ingkat kalimat verbal yang panjang dengan suatu simbol yang ringkas. Tanpa menggunakan simbol kita akan mengulang-ulang beberapa kali-mat seperti : “Sembarang mahasiswa Universitas Jember” atau “Sem-barang bilangan real” dan lain-lain. Hal ini bukannya tidak mungkin dilakukan, tetapi tentu saja akan tidak efisien. Sementara, dengan menggunakan simbol, istilah itu bisa dipersingkat menjadi “Si-X” atau X.

(24)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 23 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

yang baik, antara lain, seperti diuraikan berikut.

1. Beberapa simbol tertentu, secara tetap sudah digunakan untuk menunjukkan hal-hal tertentu. Misalnya, notasi π biasa digu-nakan sebagai lambang bilangan irasional 3,1415.... Demikian pula konsensus lainnya yang telah disepakati oleh para ahli harus tetap diikuti. Sebagai contoh dalam hubungannya dengan

teta-pan dan peubah, seperti pada y = ax2 + bx + c, disepakati

bahwa hurup-hurup pertama abjad dipergunakan untuk melam-bangkan tetapan, sedangkan hurup-hurup akhir dipergunakan sebagai lambang peubah.

2. Sekali simbol telah diperkenalkan sebagai wakil suatu objek, maka secara konsisten, simbol tersebut sebisanya digunakan un-tuk objek tersebut. Jika suatu objek dapat disimbolkan den-gan lebih dari satu macam simbol dan semua simbol itu akan digunakan tanpa suatu pengkhususan maka hal ini biasanya jelaskan sejak awal. Sebaliknya jika suatu notasi terpaksa di-gunakan untuk objek lain, selain yang telah didefinisikan, maka definisi baru harus diberikan. Hal ini mungkin terjadi mengingat

(25)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 24 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

terbatasnya jumlah simbol yang bisa digunakan sebagai notasi sebaliknya sangat banyak objek yang harus dinotasikan.

1.1.2.

Definisi

Supaya arti istilah-istilah yang dipergunakan jelas, perlu ditetapkan definisi yang benar. Sekali suatu istilah didefinisikan maka untuk se-lanjutnya istilah tersebut dipergunakan dalam arti yang sama. Jika suatu istilah tidak jelas definisinya maka tidak mustahil dia dipergu-nakan dalam arti yang berbeda-beda, hal ini dapat mengantarkan kita kepada hal yang salah.

Menurut Borowsky & Borwein [1] definisi adalah pernyataan

yang tepat tentang suatu istilah (disebut definiendum) dengan meng-gunakan istilah lain yang ekuivalen (disebut definien).

Untuk merumuskan suatu definisi ada beberapa aturan yang

perlu diikuti antara lain (Copi [2]):

1. Definisi sebaiknya menyatakan konotasi yang konvensional (yang disepakati) dari istilah yang didefinisikan. Yang dimaksud den-gan konotasi adalah sifat, karakteristik atau kualitas dari suatu

(26)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 25 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh benda.

2. Definisi mestinya tidak berbelit-belit (tidak circular). Contoh definisi yang kurang baik adalah : Manusia adalah orang. Bi-natang adalah hewan dan sebagainya.

3. Definisi haruslah tidak terlalu luas ataupun terlalu sempit. Con-toh definisi terlalu luas : Manusia adalah binatang berkaki dua. Definisi yang terlalu sempit misalnya : Mamalia adalah binatang berkaki empat.

4. Definisi tidak boleh menggunakan kata-kata yang samar-samar, harus lebih jelas dari yang didefinisikan. Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa metaphora(kiasan /figurative) juga tidak boleh menggunakan kata-kata yang samar-samar (obscure). Salah satu tujuan perumusan definisi adalah menghilangkan ketidak-jelasan dari istilah bukan sebaliknya membuat menjadi lebih samar/tidak jelas.

5. Definisi seharusnya tidak dinyatakan dalam kalimat negatif jika masih dapat dinyatakandengan kalimat positif. Definisi yang

(27)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 26 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

kurang baik misalnya, “bangku adalah mebel kayu tetapi bukan kursi dan bukan meja”. Akan tetapi memang ada istilah yang harus didefinisikan dalam bentuk kalimat negatif seperti“botak adalah kepala yang tidak mempunyai rambut”.

Unsur yang didefinisikan disebut juga definiendum dan sejumlah sym-bol yang dipergunakan untuk menjelaskan definiendum tersebut dina-makan definien. Definisi yang menyatakan hubungan atara definien-dum dengan definien degan tanda sama dengan (=) disebut definisi eksplisit. Contoh 1.1. definisi z }| { xn |{z} definiendum = x × x × x × · · · × x | {z } definien

Mendefinisikan suatu istilah berarti menjelaskan istilah tersebut dengan menggunakan kata-kata (istilah) yang lain, maka ada tahapan kita harus menerima suatu istilah tertentu tanpa suatu definisi (selan-jutnya ini disebut istilah tak terdefinisi, undefined term atau premitive symbol). Sebagaimana dikatakan oleh Bertrand Russel berikut :

(28)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 27 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Since all terms that defined, are defined by means of other terms, it is clear that human knowledge must always be content to accept some terms as an intelligible definition, in order to have a starting-point for its definition.

Selain definisi, dalam matematika atau logika ada beberapa

isti-lah lain yang sering dipergunakan diantaranya adaisti-lah:aksioma,teorema

(29)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 28 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.2.

Pernyataan Tunggal dan Negasinya

1.2.1.

Pengertian Pernyataan

Pernyataan disebut juga : kalimat deklaratif, stetemen, proposisi, atau verbal assertion. Beberapa ahli ada yang membedakan istilah perny-ataan dan proposisi, ada pula yang menyamakan saja. Dalam buku ini istilah-istilah tersebut dipergunakan dengan arti yang sama dan dipakai secara acak. Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang kalimat deklaratif ini, ada baiknya kita lihat pembagian kalimat yang umum dilakukan dalam matematika.

Definisi 1.1. Pernyataan adalah suatu kalimat yang bernilai benar atau salah tetapi tidak dua-duanya.

Istilah benar dan salah dapat dijadikan sebagai suatu istilah tak terdefinisikan karena bisa kita anggap jelas pernyataan yang bernilai benar dan pernyataan yang bernilai salah. Dengan demikian, tidak perlu lagi didefinisikan apa yang dimaksud pernyataan bernilai benar

(30)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 29 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh                            

(31)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 30 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

atau pernyataan bernilai salah.

Contoh 1.2. Contoh pernyataan diantaranya: 1. Lima(5) adalah bilangan prima

2. Jakarta adalah ibukota negara Republik Indonesia 3. Dua (2) adalah bilangan prima yang genap

4. Saat ini di ruang 1 Matematika MIPA sedang ada kuliah.

Benar tidaknya kalimat pertama sampai ketiga dapat segera di-tentukan, sedangkan pada kalimat terakhir untuk menentukan be-nar atau tidaknya perlu diadakan observasi. Pernyataan yang lang-sung dapat dinyatakan benar atau tidaknya disebut pernyataan abso-lut/mutlak. Sedangkan pernyataan yang tidak segera diketahui kebe-naran atau tidaknya dinamakan pernyataan empirik. Untuk memu-dahkan pembahasan, kita lebih banyak membicarakan pernyataan yang absolut.

Dari segi matematika atau logika, kalimat-kalimat seperti: “lima (5) mencintai 3”; “ayah habis dibagi anak”; tidak dikatakan sebagai

(32)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 31 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

pernyataan salah, tetapi disebut kalimat yang tidak bermakna (tidak benar, tidak salah). Hal ini akan menjadi lebih jelas setelah kita mem-bicarakan nilai kebenaran suatu pernyataan.

1.2.2.

Pernyataan Tunggal

Secara tata bahasa, sebuah kalimat atau pernyataan harus memiliki pokok kalimat atau pokok persoalan dan kata kerja yang menggam-barkan apa yang dilakukan atau terjadi pada pokok persoalan tadi. Pernyataan yang hanya memuat satu pokok persoalan disebut perny-ataan tunggal.

Definisi 1.2. Pernyataan tunggal adalah pernyataan yang hanya memuat satu pokok persoalan atau satu ide.

Pernyataan tunggal pada umumnya dinyatakan dengan huruf-huruf kecil seperti p, q, dan r.

(33)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 32 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Contoh 1.3. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat tunggal

p : Lima (5) adalah bilangan prima

q : Sembilan (9) adalah bilangan sempurna

r : Sepuluh (10) adalah bilangan berlebih/abundanabundan

Kebenaran atau ketidakbenaran suatu pernyataan dinamakan nilai kebenaran atau nilai logik (truth value) dari pernyataan terse-but dan diotasikan dengan τ (p). Sebagai simbol dari benar biasa di pakai B (benar), R (right), T (true) atau 1 sedangkan simbol salah digunakan S (salah), W (wrong), F (false) atau 0. Penggunaan no-tasi nilai kebenaran ini harus berpasangan (B-S, R-W,T-F, l-0). Jadi, pada contoh di atas

(i) nilai kebenaran p adalah benar,τ (p) = 1; (ii) nilai kebenaran q adalah salah, τ (q) = 0 dan (iii) nilai kebenaran r adalah salah, τ (r) = 0.

Nilai kebenaran pernyataan dapat pula disusun dalam suatu tabel yang disebut tabel kebenaran (truth table).

(34)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 33 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh p ¬p 1 0 0 1

1.2.3.

Negasi Pernyataan Tunggal

Definisi 1.3. Negasi dari pernyataan p adalah suatu pernyataan yang bernilai salah jika p benar dan bernilai benar jika p salah.

τ (¬p) = 1 jika τ (p) = 0 dan τ (¬p) = 0 jika τ (p) = 1. (1.1)

Negasi dari p dinotasikan dengan p0 atau ∼ p atau ¬p. (dibaca

“negasi p” ,“tidak p ” , “ bukan p” atau “ingkaran p”).

Jika pernyataan p dan negasinya di buat tabel kebenarannya maka kita peroleh tabel kebenaran dari ¬p seperti tabel di sebelah kiri.

Contoh 1.4. Buatlah negasi dari kalimat/ pernyataan-pernyataan berikut :

(35)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 34 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

p : Lima (5) adalah bilangan prima; q : sepuluh (10) adalah bilangan abundan. Jawab :

Untuk mencari negasi yang tepat dari pernyataan-pernyataan tersebut pertama kita buat pernyataan berikut :

¬p : tidak benar 5 adalah bilangan prima;

: lima (5) adalah bukan bilangan prima;

¬q : tidak benar 10 adalah bilangan abundan/ berlebih;

: sepuluh (10) adalah bukan bilangan abundan/berlebih.

Babarapa hal yang harus diperhatikan terkait definisi dan negasi. 1. Kata sifat tidak bisa dijadikan sebagai unsur tak terdefinisi (un-defined term). Jika kata-kata seperti ini dibuat untuk membuat pernyataan, maka harus didefinisikan terlebih dahulu. Misal-nya pada kalimat “Ani anak yang pandai”, selain butuh ob-servasi juga harus didefinisikan terlebih dahulu tentang kriteria

“pandai”, sehingga tidak menimbulkan penafsiran berbeda1.

1Logika yang berkaitan dengan kata sifat dibahas pada bagian logika samar

(36)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 35 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2. Jika suatu pernyataan bernilai benar, maka negasinya bernilai salah. Jika pernyataan dan negasinya tidak bisa dinilai benar atau salah maka kalimat tersebut dikatakan kalimat tak bermakna

(lihat pembangian kalimat pada Gambar1.1). Misalnya,

kalimat-kalimat berikut

p : kakak habis dibagi adik, dan

¬p : kakak tidak habis dibagi adik,

keduanya tidak bisa dinilai benar atau salah sehingga keduanya bukan merupakan pernyataan.

3. Dilihat dari jumlah faktor-faktor sejatinya (termasuk 1)

bilan-gan dibedakan menjadi bilanbilan-gan abundan, bilangan sempurna,

(37)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 36 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.3.

Pernyataan majemuk dan negasinya

Beberapa kalimat tunggal, p, q, dapat digabung dengan menggunakan kata penghubung sehingga membentuk pernyataan baru seperti: p dan q, p atau q, p yang q dan sebagainya. Pernyataan baru ini disebut pernyataan majemuk. Kata-kata penghubung kedua pernyataan bi-asa disebut konektor atau perakit. Berikut dibahas beberapa perakit dasar beserta tabel kebenarannya.

1.3.1.

Perakit Konjungsi (dan)

Salah satu cara menggabungkan pernyataan adalah dengan menggu-nakan kata hubung dan. Dalam logika penghubung ini disebut kon-jungsi.

Definisi 1.4. Konjungsi dari p dan q (ditulis :p ∧ q, dibaca “p dan q”) adalah pernyataan majemuk yang bernilai benar hanya apabila masing-masing p, maupun q bernilai benar. Sedangkan untuk keadaan lain maka dia bernilai salah.

(38)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 37 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh p q p ∧ q 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0

Beberapa simbol yang sering digunakan untuk perakit dan ini adalah : p ∧ q, p × q, p & q atau pq.

Dari definisi di atas dapat dibuat tabel kebenaran untuk p ∧ q

seperti pada tabel di sebelah. Dalam membuat tabel kebenaran,

banyaknya pasangan yang bisa dibuat dari n pernyataan/ kalimat

penyusun adalah 2n, ini disebabkan karena untuk setiap pernyataan

hanya ada 2 nilai yang mungkin (0 atau 1). Perakit konjungsi disebut juga perakit penyertaan, karena harus menyertakan semua komponen-komponennya dan bernilai benar hanya jika semua komponen-komponennya be-nar. Dalam kehidupan sehari -hari banyak kata hubung lain yang mempunyai arti yang sama dengan “dan” yaitu : yang, tetapi, meskipun, maupun.

(39)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 38 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh Contoh 1.5. Diketahui:

p : dua (2) adalah bilangan genap

q : dua (2) adalah bilangan prima.

Konjungsi p ∧ q dapat dinyatakan sebagai:

p ∧ q : dua (2) adalah bilangan genap dan prima; p ∧ q : dua (2) adalah bilangan genap yang prima. Contoh 1.6. Diketahui :

r : Ani adalah anak yang rendah hati;

s : Ani adalah anak yang pandai.

Maka konjungsi r dan s adalah

r ∧ s : Ani adalah anak yang rendah hati meskipun pandai.

Dalam matematika ada beberapa konsep yang harus dihubungkan dengan konjungsi.

Contoh 1.7.

Jika xy < 0 maka x > 0 dan y < 0, atau

x < 0 dan y > 0.

Jika xy ≥ 0 maka x ≥ 0 dan y ≥ 0, atau

(40)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 39 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.3.2.

Perakit Disjungsi (atau)

Selain dengan kata hubung dan pernyataan-pernyataan dapat juga digabung dengan menggunakan kata hubung atau. Kata hubung ini dalam logika disebut perakit disjungsi.

Definisi 1.5. Disjungsi dari pernyataan p dan q adalah pernyataan yang dibaca “p atau q”. Pernyataan ini bernilai salah hanya apabila masing-masing p dan q salah. Sedangkan untuk keadaan lain ia berni-lai benar.

Notasi : notasi yang umum digunakan untuk perakit disjungsi adalah : p ∨ q; p + q.

τ (p ∨ q) = 1 jika τ (p) = 1 atau τ (q) = 1 atau τ (p) = τ (q) = 1

(1.2) Sesuai dengan definisinya, maka tabel kebenaran disjungsi ini adalah seperti pada tabel di sebelah.

Disjungsi disebut juga alternatif, karena cukup salah satu saja komponennya benar maka disjungsinya benar. Disjungsi yang

(41)

didefin-FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 40 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh p q p ∨ q 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0

isikan seperti di atas disebut disjungsi inklusif (lemah/ weak). Dis-jungsi ini yang banyak dibicarakan dalam matematika dan jika dikatakan p atau q maka yang dimaksud adalah disjungsi inklusif ini.

Contoh 1.8. Diketahui:

(i) . Jakarta ada dipulau Jawa atau 2 + 3 = 5;

(ii) . sin 90o = 1 atau 2 × 3 = 9;

(iii) . akar sembilan (√9) adalah irasional atau 3 + 7 = 9;

(iv) . tujuh (7) adalah bilangan komposit atau 8 adalah bilangan prima. Tentukan nilai kebenaran pernyataan di atas.

(42)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 41 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh Jawab:

Dengan mudah dapat dipahami bahwa nilai kebenaran kalimat-kalimat di atas adalah :(i) . B , (ii) . B (iii) . B dan (iv). S

Contoh 1.9. Diketahui :

p : 2 adalah bilangan genap

q : cos 60o= 1, 5

r : matahari terbit dari barat

s : jumlah sudut-sudut segitiga adalah 180o

Tentukan

p ∨ r dan q ∨ s. Jawab :

(i) p ∨ r : 2 adalah bilangan genap atau matahari terbit dari barat;

(ii) q ∨ s : cos 60o = 1, 5 atau jumlah sudut-sudut segitiga adalah

180o.

Dalam matematika ada kalimat yang harus dihubungkan dengan disjungsi seperti pada contoh berikut.

(43)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 42 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 2. x2 = 4, maka x = 2 atau x = −2.

Setelah kita mengetahui tiga perakit dasar dalam logika (¬, ∧, ∨), kita tinjau kembali definisi pernyataan dalam matematika yaitu bahwa pernyataan itu harus bernilai benar atau salah tetapi tidak mungkin sekaligus benar dan salah, prinsip ini merupakan prinsip dasar logika yang dapat dinyatakan dalam suatu persamaan berikut ini.

τ (p) = 0 ∨ 1 ∧ ¬(0 ∧ 1) (1.3)

Prinsip di atas dapat dinyatakan secara lebih luas dan dikenal dengan prinsip excluded middle yang dinyatakan seperti berikut ini.

Definisi 1.6 (Prinsip Excluded Middle). Salah satu dari pernyataan p atau q benar tetapi tidak dua-duanya.

p ∨ q ∧h¬ p ∧ qi

(1.4)

Contoh yang paling jelas adalah ketika q = ¬p, yaitu

(44)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 43 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.4.

Tautologi dan Kontradiksi

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa beberapa

perny-ataan dapat digabung untuk membentuk pernyperny-ataan majemuk. Pernyperny-ataan-

Pernyataan-pernyataan tunggal p1, p2, · · · , pn dapat membentuk suatu pernyatan

majemuk yang dihubungkan oleh berbagai perakit dan dinotasikan

dengan P (p1, p2, · · · , pn). Dilihat dari nilai kebenarannya, ada dua

jenis kalimat majemuk yang istimewa, yaitu kalimat majemuk yang selalu bernilai benar dan kalimat majemuk yang selalu bernilai salah, terlepas dari nilai kebenaran masing-masing komponennya.

Definisi 1.7. Tautologi adalah pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar (dalam segala hal) tanpa memandang nilai kebenaran komponen-komponennya.

P (p1, p2, · · · , pn) = T, jika τP (p1, p2, · · · , pn) = 1 (1.5)

(45)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 44 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Definisi 1.8. Kontradiksi adalah pernyataan majemuk yang selalu bernilai salah (dalam segala hal) tanpa bergantung nilai kebenaran dari komponennya.

P (p1, p2, · · · , pn) = F, jika τP (p1, p2, · · · , pn) = 0 (1.6)

untuk semua kemungkinan τ (pi).

Kita menggunakan notasi T dan F untuk menunjukkan bahwa nilai pernyataan majemuk tersebut selalu benar atau selalu salah

un-tuk semua kombinasi nilai p1, p2, · · · , pn.

Contoh 1.11.

(i) . p ∨ (¬p) adalah suatu tautologi. (ii) . p ∧ (¬p) adalah suatu kontradiksi.

Tabel kebenaran untuk tautologi dan kontradiksi di atas dapat ditunjukkan dalam dua tabel berikut.

(46)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 45 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tabel kebenaran p ∨ (¬p) dan p ∧ q

p ¬p p ∨ (¬p) p ∧ q

1 0 1 0

(47)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 46 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.5.

Aljabar pernyataan

Susunan pernyataan majemuk dapat juga dianggap sebagai hasil op-erasi dari beberapa pernyataan dengan perakit-perakit pernyataan se-bagai operasi hitung. Sedangkan sese-bagai pengganti kesamaan dalam logika kita mengenal ekuivalensi, (≡). Operasi beserta pernyataannya ini dikenal dengan istilah aljabar pernyataan atau kalkulus pernyataan.

Definisi 1.9. Dua pernyataan dikatakan ekuivalen jika pernyataan-pernyataan tersebut mempunyai nilai kebenaran yang sama untuk se-tiap keadaan komponennya

Jika τP (pl, p2, ..., pn) = τ Q(ql, q2, ..., qn) maka

P (pl, p2, ..., pn) ≡ Q(ql, q2, ..., qn) (1.7)

Definisi yang lain tentang ekuivalensi juga disampaikan pada

Definisi 2.5persamaan (2.4) halaman84setelah membicarakan

ekuiv-alensi logis.

(48)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 47 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 1. objek: pernyataan-pernyataan, p1, p2, · · · , pn; 2. operator: ¬, ∧, ∨; 3. kesamaan: ≡.

Pada bagian ke dua buku ini, akan ditunjukkan bahwa ≡ meru-pakan relasi ekuivalensi.

Teorema 1.1. Relasi ≡ ini adalah relasi ekuivalensi yaitu : (i) . p ≡ p (refleksif )

(ii) . Jika p ≡ q maka q ≡ p (simetris)

(iii) . Jika p ≡ q dan q ≡ r maka p ≡ r (transitif )

Contoh 1.12. Buatlah tabel kebenaran dari ¬(p ∨ q) serta (¬p) ∧ (¬q). Tunjukkan/ selidiki bahwa ¬(p ∨ q) ≡ (¬p) ∧ (¬q).

(49)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 48 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tabel kebenaran ¬(p ∨ q) dan (¬p) ∧ (¬q)

p q (p ∨ q) ¬(p ∨ q) ¬p ¬q (¬p) ∧ (¬q)

1 1 1 0 0 0 0

1 0 1 0 0 1 0

0 1 1 0 1 0 0

0 0 0 1 1 1 1

Karena nilai kebenaran ¬(p ∨ q) dan (¬p) ∧ (¬q) sama untuk setiap pasangan nilai komponennya, maka ¬(p ∨ q) ≡ (¬p) ∧ (¬q)

(50)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 49 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.6.

Bentuk Rangkap dan Prinsip Kerangkapan

Salah satu sifat yang sangat menarik dalam aljabar logika adalah sifat rangkap atau dual dari suatu pernyataan majemuk.

Definisi 1.10. Bentuk rangkap (dual) dari kalimat majemuk P (p1, p2, · · · , pn)

adalah bentuk yang diperoleh dengan menggantikan tanda ∨ dengan ∧ dan sebaliknya, demikian juga F dengan T dan sebaliknya secara serempak.

Contoh 1.13.

(i) bentuk rangkap dari p ∧ (q ∨ r) adalah p ∨ (q ∧ r); (ii) bentuk rangkap dari p ∨ (¬p) ≡ T adalah p ∧ (¬p) ≡ F

Teorema 1.2 (Prinsip kerangkapan/dualitas). Jika suatu pernyataan (teorema) sudah terbukti kebeharannya maka bentuk rangkapnya juga

(51)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 50 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh valid. Contoh 1.14.

(i) Bentuk p ∨ (¬p) ≡ T adalah valid (merupakan tautologi), maka bentuk p ∧ (¬p) ≡ F juga valid (merupakan kontradiksi); (ii) Bentuk p ∧ p ≡ p adalah valid, maka bentuk p ∨ p ≡ p juga valid.

Berikut disampaikan beberapa sifat dasar aljabar kalimat yang dapat dibuktikan dengan membuat tabel kebenaran dari bentuk al-jabar yang bersangkutan.

Teorema 1.3 (Negasi ganda).

¬(¬p)) ≡ p (1.8)

Teorema 1.4 (Hukum Komutatif/ pertukaran).

(52)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 51 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh (p ∨ q) ≡ (q ∨ p) (1.9b)

Teorema 1.5 (Hukum Assosiatif/ pengelompokan).

p ∧ (q ∧ r) ≡ (p ∧ q) ∧ r (1.10a)

p ∨ (q ∨ r) ≡ (p ∨ q) ∨ r (1.10b)

Teorema 1.6 (Hukum Identitas).

p ∧ F ≡ F dan p ∧ T ≡ p (1.11a)

p ∨ T ≡ T dan p ∨ F ≡ p (1.11b)

Teorema 1.7 (Hukum Komplemen/invers).

p ∧ (¬p) ≡ F dan (¬F ) ≡ T (1.12a)

p ∨ (¬p) ≡ T dan (¬T ) ≡ F (1.12b)

Teorema 1.8 (Hukum De Morgan).

¬(p ∧ q) ≡ ¬(p) ∨ (¬q) (1.13a)

(53)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 52 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Teorema 1.9 (Hukum Distributif).

p ∧ (q ∨ r) ≡ (p ∧ q) ∨ (p ∧ r) (1.14a)

p ∨ (q ∧ r) ≡ (p ∨ q) ∧ (p ∨ r) (1.14b)

Teorema 1.10 (Hukum Idempoten).

p ∧ p ≡ p (1.15a)

p ∨ p ≡ p (1.15b)

Teorema 1.11 (Hukum Absorpsi /Penyerapan).

p ∧ (p ∨ q) ≡ p dan p ∨ (p ∧ (¬q)) ≡ p (1.16a)

p ∨ (p ∧ q) ≡ p dan p ∧ (p ∨ (¬q) ≡ p (1.16b)

Teorema 1.12 (Komplementasi Gabungan).

p ∧ ((¬p) ∨ q) ≡ p ∧ q (1.17a)

p ∨ ((¬p) ∧ q) ≡ p ∨ q (1.17b)

Hukum-hukum di atas dapat dibuktikan dengan membuat tabel kebenarannya. Selanjutnya hukum-hukum di atas dapat digunakan

(54)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 53 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

untuk membuktikan ekuivalensi yang lain. Jika diminta, maka pem-buktian harus diturunkan dari kesepuluh hukum diatas (bukan den-gan tabel kebenaran). Bahkan dalam sistem deduksi yang akan kita pelajari pada bab berikutnya asumsi dasar (aksioma) yang kita pakai sebagai dasar lebih terbatas lagi dan yang lainnya harus kita turunkan dengan menggunakan aksioma-aksioma atau definisi yang diketahui. Sebenarnya hukum absorpsi dapat dibuktikan secara deduktif (bukan menggunakan tabel kebenaran) dengan menggunakan sifat-sifat se-belumnya. Dalam logika sangat penting sekali menunjukkan alasan yang dipergunakan pada setiap langkah. Bukti hukum absorpsi/

peny-erapan adalah sebagai berikut ini (lihat Sulistyaningsih [19]).

p ∧ (p ∨ q) ≡ (p ∨ F ) ∧ (p ∨ q) identittas

≡ p ∨ (F ∧ q) distributif

≡ p ∨ F identitas

(55)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 54 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.7.

Perakit-perakit Lain

Selain perakit-perakit yang telah disampaikan di depan, ada lagi per-akit lain yang memang tidak banyak dipakai atau dibicarakan yaitu: perakit disjungsi eksklusif, perakit Stroke dan perakit Dagger (lihat

Copi [2]). Perakit-perakit ini pada prinsipnya dapat didefinisikan

se-bagai fungsi dari perakit dasar (¬, ∧, ∨).

1.7.1.

Perakit Disjungsi eksklusif

Selain disjungsi yang telah dibicarakan sebelumnya, yang dikenal den-gan istilah disjungsi inklusif, dalam logika ada juga disjungsi yang lain yang disebut disjungsi eksklusif, seperti didefinisikan berikut ini.

Definisi 1.11. Disjungsi eksklusif dari p dengan q (dibaca “atau p ....atau q”) adalah pernyataan yang berarti p atau q tetapi tidak keduanya.

(56)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 55 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Secara simbolis dapat dituliskan :

p ∨ q = (p ∨ q) ∧¬(p ∧ q) (1.18a)

= (p ∨ q) ∧ p ∧ q (1.18b)

Dari definisi di atas, dapat ditentukankan tabel kebenaran dari disjungsi eksklusif ini, seperti pada tabel berikut.

Tabel Kebenaran Disjungsi Eksklusif

p q r = s = t = r ∧ t = p ∨ q (p ∨ q) (p ∧ q) ¬(s) 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0

Dengan demikian, jika seseorang mengajukan alternatif dengan maksud hanya dipilih salah satu tidak boleh keduanya, maka sebaiknya dan seharusnya dinyatakan dengan disjungsi eksklusif ini. Misalnya, secara matematis, gadis-gadis, kepada pacarnya, sebaiknya mengatakan

(57)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 56 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

: “Silahkan pilih atau dia atau aku !”, jika dia ingin pacarnya hanya memilih salah satu dari mereka. Sebab, jika mereka mengatakan : “Pilih dia atau aku !” maka sang lelaki tidak salah kalau memilih keduanya. Namun, secara alami memang ada kejadian yang sifatnya eksklusif (saling asing), misalnya seperti contoh berikut ini.

1. Pak Amir saat ini sedang memberi kuliah atau rapat. 2. Tiga (3) adalah bilangan ganjil atau genap.

3. Sembilan (9) adalah bilangan prima atau komposit. 4. Adik sedang bersiul atau gosok gigi.

1.7.2.

Fungsi / Operator Stroke dan Dagger

Operator Stroke (/)

Operator Stroke dinotasikan dengan “/ ”. Fungsi atau operator Stroke ini disebut juga pengingkaran alternatif (The alternative denial). Dalam bentuk notasi dasar yang telah kita pelajari operasi Stroke ini dapat dinyatakan sebagai

(58)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 57 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Definisi 1.12 (Operator Stroke).

p/q = (¬p) ∨ (¬(q)) (alternatif) (1.19)

Operator Dagger (↓)

Operator Dagger dinotasikan dengan “↓” atau “†”. p ↓ q dibaca

“bukan p dan bukan pula q”, neither p nor q. Operator Dagger dise-but juga the joint denial atau pengingkaran bersama atau konjungsi ingkaran. Dalam bentuk notasi dasar yang telah kita pelajari operasi dagger ini dapat dinyatakan sebagai

Definisi 1.13 (Operator Dagger).

(59)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 58 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Dari Definisi 1.12 dan Definisi 1.13, kita dapat turunkan sifat

atau aksioma berikut.

Teorema 1.13.

p/q = ¬(p ∧ q) (1.21)

p ↓ q = ¬(p ∨ q) (1.22)

Dari definisi sebelumnya maupun dari teorema di atas, kita da-pat menentukan nilai kebenaran dari operator Stroke dan Dagger

seperti Tabel Kebenaran 1.1.

Catatan: Untuk menghindarkan penggunaan kurung yang ter-lalu banyak, maka diadakan kesepakatan bahwa dalam aljabar perny-ataan, urutan/hirarki operasi ¬, ∧, ∨ adalah yang pertama ¬, lalu diikuti ∧ dan ∨.

Contoh 1.15.

(60)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 59 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tabel 1.1: Tabel Kebenaran Operator Stroke dan Dagger

p q ¬p ¬q p/q p ↓ q

1 1 0 0 0 0

1 0 0 1 1 0

0 1 1 0 1 0

(61)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 60 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.8.

Bacaan Lebih Lanjut

Untuk mendalami lebih jauh materi pada bab ini selai beberapa ber yang telah dikutip sebelumnya, dapat juga dibaca beberapa

sum-ber lain diantaranya Enderton [4], Thomas [20], Gemignani [6].

Defin-isi umum beberapa istilah dalam buku ini selain diambil dari kamus

matematika oleh Borowsky & Borwein [1]. juga diambil dari

(62)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 61 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

1.9.

Soal-soal Latihan

Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan berikut kemu-dian tentukan negasinya.

1. 7 + 3 =10. 2. 7 + 5 > 10 − 4.

3. Sembilan (9) adalah bilangan ganjil. 4. Bujur sangkar adalah persegi panjang. 5. Jumlah sudut-sudut segitiga adalah 180.

6. Seratus dua puluh satu (121) adalah bilangan prima. 7. Gajah adalah binatang berkaki dua.

8. Jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap. 9. Tujuh (7) adalah bilangan komposit (bukan prima). 10. Matahari terbit dari sebelah timur.

(63)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 62 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 11. Diketahui :

p : Jakarta adalah ibu kota negara RI

q : 3 + 4 =10

r : persegi panjang adalah suatu bujur sangkar

s : 7 adalah bilangan ganjil

t : 8 adalah bilangan genap

Tentukan : (i) . p ∧ q (ii) . q ∧ r (iii) . r ∧ s (iv) . s ∧ t 12. Buktikan bahwa : (a) ¬p ≡ p/p (b) p ∧ q ≡ (p/q)/(p/q) (c) ¬p ∨ q ≡ (p/p)/(q/q) (d) p/q ≡h(p ↓ p) ↓ (q ↓ q) ↓ (p ↓ p) ↓ (q ↓ q)i

(64)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 63 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh (e) p ↓ q ≡h(p/p)/(q/q)/(q/q)/(p/p)/(q/q)i

13. Buatlah tabel kebenaran dari : (a) p ∨ ¬q

(b) p ∧ ¬q

(c) (p ∧ q) ∨ (¬p ∧ q) (d) ¬(¬p ∨ ¬q)

14. Buktikan dengan hukum-hukum aljabar proposisi (a) ¬(p ∨ q) ∨ p ≡ T

(b) p ∧ ¬(p ∨ q) ≡ F (c) (p ∧ q) ≡ ¬(¬p ∨ ¬q) (d) (p ∧ q) ∨ ¬p ≡ ¬p ∨ q

(e) Hukum komplementasi gabungan dan hukum absorpsi yang belum dibuktikan.

(65)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 64 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 16. Buktikan bahwa : (a) ¬p ≡ p ↓ p (b) p ∧ q ≡ (p ↓ p) ↓ (q ↓ q) (c) p ∨ q ≡ (p ↓ q) ↓ (p ↓ q) (d) p ≡ (p ↓ p) ↓ (p ↓ p (e) p ↓ (p ↓ p) ≡ F (f) p/(p/p) ≡ T 17. Misalkan p : Angin bertiup q : Cuaca cerah

Tulis kalimat yang disimbolkan seperti berikut ini : (a) ¬p

(b) ¬p ∧ ¬q (c) p ∧ q (d) ¬(p ∧ q)

(66)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 65 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh (e) ¬(p ∨ q) (f) ¬p ∨ q (g) p ∨ q (h) ¬p ∨ ¬q 18. Diketahui

p : Ani anak yang cantik q : Ani anak yang pandai r : Ani anak yang disiplin

Tulis notasi dari pernyataan-pernyataan berikut : (a) Ani adalah anak yang cantik dan pandai. (b) Meskipun tidak pandai, Ani disiplin

(c) Ani adalah anak yang pandai dan disiplin tetapi tidak can-tik.

(d) Ani adalah anak yang cantik atau sekaligus pandai dan disiplin.

(67)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 66 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(e) Mustahil Ani sekaligus pandai dan cantik (f) Ani tidaklah cantik dan tidak pula pandai.

19. Selidikilah pasangan-pasangan kalimat berikut, tentukan apakah kalimat yang kedua merupakan ingkaran dari kalimat pertama.

(a) Saya haus. Saya tidak haus.

(b) Siti berbaju merah. Siti berbaju putih.

(c) 7 adalah bilangan ganjil dan prima. 7 bukan bilangan ganjil dan bukan bilangan prima.

(d) Ayah atau Ibu menjemput adik. Ayah menjemput adik tetapi ibu tidak menjemput adik.

(e) Hari ini cuaca cerah. Hari ini hujan deras. (f) 2 + 3 > 7 − 6. 2 + 3 < 7 − 6.

(68)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 67 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

BAB

2

PERNYATAAN BERSYARAT/KONDISIONAL

(69)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 68 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan materi pada bab ini pembaca diharapkan mema-hami bentuk-bentuk, penilaian serta negasi pernyataan bersyarat, hi-erarki perakit-perakit termasuk perakit bersyarat.

(70)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 69 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan materi pada bab ini pembaca diharapkan dapat 1. menyebutkan definisi implikasi dan variasinya

2. menyebutkan definisi biimplikasi

3. menentukan apakah suatu implikasi merupakan implikasi logis 4. menentukan apakah suatu biimplikasi merupakan biimplikasi

lo-gis

5. menentukan hubungan implikasi dengan perakit dasar (dan, atau, negasi)

6. menentukan negasi kalimat bersyarat 7. menerapkan hierarki perakit

(71)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 70 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Materi

1. Implikasi dan variasinya 2. Biimplikasi

3. Implikasi Logis dan Ekuivalensi Logis 4. Ekuivalensi dengan perakit dasar 5. Negasi pernyataan bersyarat

6. Hirarki perakit dan Notasi Lukasiewicz

Banyak pernyataan-pernyataan dalam matematika berbentuk “jika ... maka...”. Kalimat atau pernyataan seperti ini disebut kalimat bersyarat atau kondisional. Pernyataan berbentuk “jika ... maka ... ” ini disebut implikasi. Sedangkan pernyataan berbentuk “jika ... maka dan jika ... maka ...” disebut pernyataan berbentuk implikasi dua arah atau biimplikasi. Biimplikasi ini lebih umum dinyatakan dengan “... jika dan hanya jika ...” .

(72)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 71 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.1.

Implikasi

Secara matematis kalimat dalam bentuk “jika p maka q” dinotasikan dengan “p → q” disebut implikasi. Selanjutya “p → q” dapat dibaca:

1. jika p maka q;

2. setiap kali p, (maka) q; 3. p hanya jika q;

4. p syarat cukup (sufficient) untuk q; 5. q syarat perlu (necessary) untuk p. Selanjutnya, pada pernyataan p → q:

1. p disebut anteseden/ hipotesis,

2. q disebut konsekuen/ konklusi/ kesimpulan.

(73)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 72 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tabel kebenaran implikasi

p q p → q

1 1 1

1 0 0

0 1 1

0 0 1

Definisi 2.1. Implikasi adalah pernyataan yang bernilai salah hanya apabila hipotesisnya benar tetapi diikuti oleh konklusi yang salah. Untuk keadaan lain implikasinya benar.

τ (p → q) = (

0 jika τ (p) = 1 ∧ τ (q) = 0, dan

1 untuk yang lain. (2.1)

Dari definisi diatas dapat kita buat tabel kebenaran untuk imp-likasi ini seperti tabel sebelah.

Sebagaimana telah disinggung dalam bab pendahuluan bahwa seorang matematisi sebenarnya dapat secara bebas mendefinisikan istilah-istilahnya secara abstrak (tanpa terikat situasi konkrit), yang

(74)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 73 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

penting dia konsisten dan kosekuen dengan definisi yang dibuat. Sepin-tas penetapan nilai kebenaran untuk keadaan ketiga (yaitu : anteseden salah, konklusi benar implikasi kedengarannya agak janggal dan tidak sesuai dengan kondisi riil, akan tetapi jika kita pikirkan lebih dalam sebenarnya tidak terjadi pertentangan antara nilai kebenaran yang didefinisikan dengan tabel implikasi dengan logika umum (common sense) dan penetapan nilai kebenaran ini masuk akal.

Contoh 2.1. Seseorang berjanji kepada orang lain : “Jika hari tidak hujan, (maka) saya akan datang.” Yang kita pertanyakan sekarang adalah : kapan orang yang bicara tadi dikatakan ingkar janji (menyalahi yang diucapkan)? Jawaban kita adalah jika hari tidak hujan (p benar) tetapi ia tidak datang (q salah). Hanya dalam keadaan ini saja. Itu berarti untuk tindakannya yang lain ia tidak dapat dipersalahkan, yaitu jika hari hujan dan ia tetap datang ia tidak dapat dipersalahkan.

Kita menetapkan nilai kebenaran dari suatu implikasi selanjut-nya adalah berdasarkan definisi diatas tanpa memperhatikan hubun-gan antara p dan q. (tidak harus sebab akibat atau janji). Karena penetapan nilai kebenaran implikasi maka implikasi ini disebut imp-likasi material atau impimp-likasi formal.

(75)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 74 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Contoh 2.2. Tentukan nilai kebenaran pernyataan-pernyataann berikut: (i) jika 2 + 3 = 5, maka 5 + 3 = 8

(ii) jika ika 2 adalah bilangan prima, maka matahari terbit dari barat. (iii) jika saya lahir di Amerika Serikat, maka sayalah presiden negara

tersebut.

(iv) jika matahari terbit dari barat, maka manusia tidak akan pernah mati.

Nilai kebenaran implikasi-implikasi diatas adalah (i) B, (ii) S (iii) B dan (iv) B.

Perhatikan bahwa dalam implikasi, jika antesedennya salah maka implikasinya selalu benar tanpa memperhatikan konklusinya. Ini be-rarti dari anteseden yang salah kita dapat bebas menentukan konklusi. Contoh 2.3. “Jika matahari terbit dari barat” (salah), kita dapat mem-buat kesimpulan misalnya:

(76)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 75 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2. maka manusia tidak pernah mati; 3. maka manusia tidak perlu makan; dan implikasi yang dibentuk bernilai benar.

Untuk memahami pengertian syarat perlu dan syarat cukup ada baiknya kita perhatikan definisi berikut :

Definisi 2.2. Pernyataan p dikatakan syarat cukup bagi q, apabila q selalu muncul setiap kali p muncul. Pernyataan q dikatakan sebagai syarat perlu untuk p apabila p muncul hanya jika q muncul, jika q tidak muncul maka p juga tidak bisa muncul.

Contoh 2.4. Jika suatu bilangan prima maka bilangan itu bulat. Bilan-gan prima adalah syarat cukup untuk bilanBilan-gan bulat. Pernyataan bahwa bilangan itu prima sudah cukup untuk menyatakan bilangan tersebut bu-lat. Artinya juga, jika kita ingin bilangan bulat cukup kita mengambil bilangan prima, karena bilangan prima pasti bulat. Sebaliknya, jika kita

(77)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 76 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

mengambil bilangan yang tidak bulat maka tidak mungkin kita memper-oleh bilangan prima. Akan tetapi untuk mempermemper-oleh bilangan bulat tidak perlu (tidak harus) mengambil bilangan prima (4;1 juga bulat). Supaya suatu bilangan itu prima tidak cukup hanya dikatakan bulat (4, 8, bu-lat tetapi tidak prima). Jadi, kita juga peroleh kenyataan bahwa syarat cukup belum tentu perlu dan syarat perlu belum tentu cukup.

Perhatikan bahwa pernyataan-pernyataan berikut mempunyai arti yang sama.

1. Jika matahari bersinar maka udara hangat. 2. Udara hangat, jika matahari bersinar 3. Setiap kali matahari bersinar, udara hangat 4. Matahari bersinar hanya jika udara hangat.

5. Matahari bersinar adalah syarat cukup untuk udara hangat. 6. Udara hangat adalah syarat perlu untuk matahari bersinar. 7. Matahari bersinar secara implisit berarti udara hangat.

(78)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 77 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.2.

Implikasi dan variasinya

Dari implikasi p → q, kita dapat membentuk berbagai pernyataan-pernyataan yaitu:

(i) ¬p → ¬q yang disebut invers

(ii) q → p disebut konvers

(iii) ¬q → ¬p disebut kontra posisi/ kontra positif

dari implikasi tadi. Dari definisi di atas dapat dibuat tabel kebenaran untuk invers, konvers dan kontra positif sebagai berikut:

Tabel kebenaran invers, konvers dan kontra positif.

p q ¬p ¬q p → q ¬p → ¬q q → p ¬q → ¬p

1 1 0 0 1 1 1 1

1 0 0 1 0 1 1 0

0 1 1 0 1 0 0 1

0 0 1 1 1 1 1 1

Dari tabel di atas terlihat bahwa : 1. p → q ≡ ¬q → ¬p dan

(79)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 78 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Sebenarnya dari definisi syarat cukup dan syarat perlu, sudah jelas bahwa “jika p maka q” artinya sama dengan “jika tidak ada q maka tidak ada p” (artinya implikasi ekuivalen dengan kontra positif). Hubungan antara implikasi, invers, konvers dan kontra positifnya di-tunjukkan dengan gambar berikut.

p

q

¬

p

→¬

q

invers konvers konvers invers Kontra positif

q

p

¬

q

¬

p

(80)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 79 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Diagram Venn mengilustrasikan variasi implikasi, invers, konvers dan kontrapositip

(81)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 80 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.3.

Biimplikasi

Pada implikasi p dengan q, pernyataan p maupun q dua-duanya sekali-gus merupakan syarat cukup dan perlu dari yang lainnya.

Definisi 2.3. Biimplikasi dari pernyataan p dan q (dinotasikan dengan p ↔ q dan dibaca “p jika dan hanya jika (jhj) q” atau “p bila dan hanya bila (bhb) q”) adalah pernyataan yang bernilai benar jika

komponen-komponennya bernilai sama, serta bernilai salah jika komponen-komponen-komponennya bernilai tidak sama, yaitu

τ (p ↔ q) = (

1 jika τ (p) = τ (q) dan

0 jika τ (p) 6= τ (q). (2.2)

Tabel kebenaran biimplikasi adalah seperti tabel sebelah.

Contoh 2.5. (i) 2 + 3 = 5 ↔ 3 × 5 = 15 (Benar)

(ii) 2 adalah prima ↔ 4 adalah ganjil (Salah) (iii) Matahari terbit dari barat ↔ 2 + 3 = 5 (Salah)

(82)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 81 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tabel kebenaran biimplikasi

p q p ↔ q 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 (iv) 2 × 5 = 6 ↔ 33 = 9 (Benar). Contoh 2.6.

Biimplikasi banyak dipergunakan dalam mendefinisikan sesuatu, misalnya: “Persegi panjang disebut bujur sangkar jika dan hanya

jika masing-masing sudutnya 90o dan keempat sisinya sama panjang”.

Disini terkandug pengertian bahwa jika suatu persegi panjang adalah

bujur sangkar, maka keempat sudutnya masing-masing 90o dan

keem-pat sisinya sama panjang. Sebaliknya jika suatu persegi panjang

masing-masing sudutnya 90odan keempat sisinya sama panjang, maka

(83)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 82 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

“Suatu bilangan asli (yang tidak sama dengan 1) dikatakan bi-langan prima jika dan hanya jika bibi-langan itu hanya bisa dibagi oleh 1 dan bilangan itu sendiri”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa, jika bilangan asli selain 1, hanya bisa dibagi oleh 1 dan bilangan itu sendiri, maka bilangan itu disebut bilangan prima. Sebaliknya, jika suatu bilangan adalah prima, maka bilangan itu (tidak sama dengan 1) dan hanya bisa dibagi oleh 1 dan bilangan itu sendiri.

(84)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 83 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.4.

Implikasi Logis dan Ekuivalensi Logis

Sejauh ini kita memahami bahwa nilai kebenaran suatu implikasi bergan-tung pada nilai kebenaran hipotesis dan konklusinya. Ada bentuk khusus dari suatu implikasi yang nilainya selalu benar tanpa bergan-tung pada nilai kebenaran dari hipotesis dan konklusinya. Implikasi semacam ini disebut implikasi logis.

Definisi 2.4. Suatu implikasi dikatakan implikasi logis (dinotasikan dengan p ⇒ q), jika implikasinya merupakan tautologi tanpa meman-dang nilai kebenaran komponen-komponennya. Dengan kata lain

P (pl, p2, ...) ⇒ Q(ql, q2, ...) jika P (pl, p2, ...) → Q(ql, q2, ...) ≡ T.

(2.3) Seperti halnya nilai kebenaran implikasi, nilai kebenaran biim-plikasi juga ditentukan oleh nilai kebenaran masing-masing kompo-nennya. Jika suatu biimplikasi selalu bernilai benar maka dia disebut ekuivalensi logis, yang dinotasikan dengan ⇔.

(85)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 84 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Definisi 2.5. Suatu biimplikasi dikatakan ekuivalensi logis, jika biim-plikasinya merupakan tautologi, yaitu :

P (pl, p2, ...) ⇔ Q(ql, q2, ...) jika P (pl, p2, ...) ↔ Q(ql, q2, ...) ≡ T.

(2.4)

Bandingkan definisi di atas dengan Definisi1.9 persamaan (1.7)

pada halaman46. Perhatikan bahwa kedua definisi tersebut meskipun

perumusannya agak berbeda namun keduanya konsisten dan sesung-guhnya ekuivalen satu dengan lainnya.

Selanjutnya untuk membuktikan bahwa suatu implikasi atau bi-implikasi adalah logis atau tidak, perlu dibuktikan bahwa bi-implikasi atau biimplikasinya adalah suatu tautologi. Untuk memudahkan pem-buktian ini diperlukan ekuivalensi antara implikasi atau biimplikasi dengan perakit-perakit dasar. Penurunan secara lebih sistimatis diberikan

pada Bab 3.

Teorema 2.1 (Ekuivakensi disjungsi dan implikasi (EDI)).

(86)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 85 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Teorema 2.2 (Ekuivalensi biimplikasi dengan disjungsi, konjungsi).

p ↔ q ≡ (¬p ∨ q) ∧ (p ∨ ¬q) (2.6) Contoh 2.7. Buktikan bahwa : 1. p ⇒ (p ∨ q) 2. (p ∧ q) ⇒ p 3. (p ∨ q) ⇔ (q ∨ p) 4. (p ∧ q) ⇔ (q ∧ p) 5. (p ↔ q) ⇔(p → q) ∧ (q → p) 6. (p → q) ∧ ¬q ⇒ (¬p) 7. (p → q) ∧ (p → r) ⇒ p → (q ∧ r)

(87)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 86 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh Bukti:

Salah satu cara untuk membuktikan adanya implikasi logis adalah dengan membuktikan bahwa implikasinya adalah suatu tautologi.

p → (p ∨ q) ≡ ¬p ∨ (p ∨ q) persamaan (2.5) ≡ (¬p ∨ p) ∨ q hukum asosiatif ≡ T ∨ q hukum komplemen ≡ T hukum identitas Maka p ⇒ (p ∨ q). (p ∧ q) → q ≡ ¬(p ∧ q) ∨ q persamaan (2.5) ≡ (¬p ∨ ¬q) ∨ q hukum De Morgan ≡ ¬p ∨ (¬q ∨ q) hukum Asosiatif ≡ ¬p ∨ T hukum komplemen ≡ T hukum identitas.

(88)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 87 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.5.

Negasi Pernyataan Bersyarat

Negasi kalimat bersyarat dicari melalui negasi dari ekuivalensinya yang terdiri atas perakit-perakit dasar. Ingat bahwa negasi tidak sama baik dengan invers maupun konvers.

Teorema 2.3 (Negasi Implikasi). Negasi implikasi adalah

¬(p → q) ≡ p ∧ ¬q. (2.7)

Bukti:

¬(p → q) ≡ ¬(¬p ∨ q) persamaan (2.5)

≡ ¬(¬p)) ∧ ¬q De Morgan

≡ p ∧ ¬q negasi ganda

Contoh 2.8. Negasi dari pernyataan: “Jika matahari bersinar maka udara hangat.” adalah “Matahari bersinar tetapi udara tidak hangat.”

Ada beberapa variasi bentuk negasi biimplikasi seperti diny-atakan dalam teorema berikut.

(89)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 88 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Teorema 2.4 (Negasi biimplikasi). Negasi bimplikasi adalah

¬(p ↔ q) ≡ ¬(p → q) ∨ ¬(p → q) (2.8a)

≡ (p ∧ ¬q) ∨ (¬p ∧ q) (2.8b)

≡ ¬p ↔ q (2.8c)

(90)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 89 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh Bukti: ¬(p ↔ q) ≡ ¬(p → q) ∧ (q → p) ≡ ¬(p → q) ∨ ¬(p → q) De Morgan ≡ (p ∧ ¬q) ∨ (¬p ∧ q) Teorema 2.7 ≡(p ∧ ¬q) ∨ ¬p ∧ (p ∧ ¬q) ∨ q distributif ≡T ∧ (¬q ∨ ¬p) ∧ (p ∨ q) ∧ T  distributif ≡(¬q ∨ ¬p) ∧ (p ∨ q) identitas ≡(¬q ∨ ¬p) ∧ (p ∨ q) identitas ≡(¬q ∨ ¬p) ∧ (¬¬p ∨ q) negasi dobel ≡ ¬p ↔ q atau, ≡(¬q ∨ ¬p) ∧ (p ∨ ¬¬q) negasi dobel ≡ p ↔ ¬q.

Dengan demikian pernyataan “Saya datang jika dan hanya jika cuaca cerah” mempunyai negasi : “Saya datang jika dan hanya jika cuaca tidak cerah” atau “Saya tidak datang jika dan hanya jika cuaca cerah”. Untuk meyakinkan ekuivalensi variasi bentuk-bentuk negasi biimplikasi, kita dapat membuat tabel kebenarannya.

(91)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 90 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.6.

Hirarki perakit dan Notasi Lukasiewicz

2.6.1.

Hirarki perakit

Untuk menghindari penggunaan tanda kurung yang terlalu banyak maka dalam pembicaraan logika diadakan konsensus tentang hirarki pengerjaan operasi logika (perakit). Urutan yang harus dikerjakan dalam operasi logika jika tidak menggunakan tanda kurung adalah :

1. Negasi: ¬ 2. Konjungsi: ∧ 3. Disjungsi: ∨ 4. Implikasi: → 5. Biimplikasi: ↔ 6. Implikasi logis: ⇒

(92)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 91 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Contoh 2.9. Jika ditulis:

r ∧ ¬p ∨ q → p ↔ q ∧ ¬r maka diartikan sebagai:

  r ∧ (¬p) ∨ q→ p  ↔ q ∧ (¬r). Sedangkan p ∧ q ⇒ r ≡ p ∧ q → r diartikan sebagai (p ∧ q) ⇒ r ≡ (p ∧ q) → r.

2.6.2.

Notasi Lukasiewicz

J. Lukasiewicz adalah seorang logisi Polandia yang memperkenalkan suatu cara penulisan pernyataaan-pernyataan logika, yang juga menghin-darkan penggunaan kurung yang banyak. Notasinya juga sering dise-but notasi Polandia (Polish Notation) atau notasi Lukasiewicz seperti

pada Copi [2]. Notasi perakit menurut Lukasiewicz diberikan pada

(93)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 92 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Tabel 2.1: Notasi Lukasiewicz untuk perakit logika

Perakit Notasi Lukasiewicz Notasi biasa Notasi Lukasiewicz

Negasi N ¬p N p

Konjungsi K p ∧ q Kpq

Disjungsi A (=Alternasi) p ∨ q Apq

Implikasi C p → q Cpq

Biimplikasi E p ↔ q Epq

(Ekuivalensi)

Contoh 2.10. Tentukan Notasi Lukasiewicz dari : (i) ¬p ∨ (q → ¬r)

(ii) p → ¬(q ∨ ¬r) ≡ (¬q ∧ r) ∨ (¬s ∧ t) Jawab :

(94)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 93 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(b) selanjutnya dialternasikan dengan negasi p : AN pCqN r

(ii) a. Alternasi q dengan negasi r : AqN r

b. Negasi a. : N AqN r

c. Implikasi dp dengan a. : CpN AqN r d. Konjungsi, Negasi q dengan r : KN qr

e. Konjungsi Negasi s dengan t : KN st f. Alternasi d. dengan e. : AKN qrKN st

g. Equivalensi c. dengan f. : ECpN AqN rAKN qrKN st Jadi notasi terakhir yang porelah : ECpN AqN rAKN qrKN st. Un-tuk memudahkan mengingat notasi Polandia ini kita ingat N (unUn-tuk uner) dan C, A, K, E untuk binernya sehingga sering disebut sebagai huruf roti (CAKE Letters)

Contoh 2.11. Tulis Notasi berikut dalam bentuk standar ! CCN qqq dan ApKrEsCtu

(95)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 94 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh 1. (a) N q = ¬q (b) CN qq = ¬q → q (c) CCN qqq = ¬q → q → q 2. (a) Ctu = t → u (b) EsCtu = s ↔ (t → u) (c) KrEsCtu = r ∧ s ↔ (t → u) (d) ApKrEsCtu = p ∨hr ∧ s ↔ (t → u)i

(96)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 95 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.7.

Bacaan Lebih Lanjut

Untuk mendalami lebih jauh materi pada bab ini selain beberapa ber yang telah dikutip sebelumnya, dapat juga dibaca beberapa

sum-ber lain diantaranya Enderton [4], Thomas [20], Gemignani [6], Copi

(97)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 96 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

2.8.

Soal-soal Latihan

1. Nyatakan penyataan-pernyataan berikut dalam bentuk jika . . . maka . . .

(a) Saya akan pergi hanya jika kamu menyuruh.

(b) Setiap kali saya memikirkan pelajaran, saya ingin bermain. (c) Kamu akan menemukan jika mencari.

(d) Tidak ada manusia yang bisa terbang. (e) Setiap bilangan asli adalah bulat.

(f) Adalah perlu bagi kita makan, untuk hidup.

(g) Untuk membuat segitiga sama kaki adalah cukup dengan membuat segitiga sama sisi.

2. Buatlah pernyataan-pernyataan konversi, inversi dan kontra posi-tif dari pernyataan-pernyataan berikut :

(a) Jika n bilangan asli maka 2n adalah bilangan asli (b) Jika turun hujan maka tanah basah.

(98)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 97 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(c) Jika 12 adalah bilangan prima, maka 9 adalah bilangan sempurna.

3. Jika syarat cukupnya sekaligus merupakan syarat perlu dan seba-liknya maka dikatakan implikasi tersebut dapat diganti dengan biimplikasi (dua-duanya benar) misalnya “Jika x < 0 maka 2x dapat dikatakan sebagai: x < 0 jhj 2x < 0. Nyatakan apakah implikasi-implikasi berikut dapat diubah dengan biimplikasi :

(a) Jika n genap maka 2n genap

(b) Jika x2 positif maka x adalah positif.

(c) Jika ketiga sisi segitiga sama, maka ketiga sudutnya sama besar.

(d) Jika x = 3 maka x2 = 9.

(e) Untuk sembarang himpunan A, B, jika A//B maka A ⊂ B = ∅.

(f) Jika x1 adalah jawab dari persamaan ax + b = 0 maka

ax1+ b = 0.

(99)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 98 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(a) Jika 6 adalah bilangan sempurna, maka 7 adalah bilangan ganjil.

(b) Jika n adalah bilangan genap maka 2n adalah genap. (c) 2x + 3 = 4x − 5 jhj 2= 8.

(d) Saya akan datang jhj kamu menyuruh. 5. Diketahui :

p : segitiga ABC sama kaki q : segitiga ABC sama sisi r : 5 adalah bilangan prima

s : sudut-sudut segitiga ABC masing-masing 600.

Tulis kalimat yang disimbolkan oleh notasi berikut : (a) ¬p → q

(b) q ↔ s (c) ¬(p → r) (d) p ∨ q ↔ r ∧ s

(100)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 99 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh (e) ¬q → ¬r (f) p ∧ q → q ∧ s

6. Selidikilah valid tidaknya pernyataan berikut: (a) p ⇒ p ∨ q (b) (p → q) ∧ (p → r) ⇒ (p → (q ∧ r) (c) (p → q) ≡ (q → p) (d) (p ∧ q) → r ≡ (p → r) ∧ (q → r) (e) (p ∨ q) → r ≡ (p → r) ∨ (q → r) (f) (p → q) → r ≡ p → (q → r) (g) p ⇒ p (h) (p → q) ∧ p ⇒ q (i) (p ∨ q) ∧ p ⇒ ¬q (j) ¬(p ∧ q) ∧ p] ⇒ ¬q

(101)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 100 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh (a) KcpN qN Apq (b) ECpN N pN AN qN q (c) CCCKpN qKN rsKAN pN rsq (d) EN CpN KN prAN pKpN q

8. Ubah dari notasi standart ke notasi Lukasiewicz (a) ¬p ∧ q → q ∧ ¬p (b) ¬(p ∧ q) → ¬p ↔ ¬(p ∧ q) → ¬q (c) p → q”(p → q) (d) ¬p → ¬q ∨ r 9. Diketahui : p : udara segar q : cuaca cerah r : matahari bersinar

Nyatakan kalimat-kalimat berikut dengan simbol-simbol yang tepat.

(102)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 101 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

(a) Mustahil, jika udara segar cuaca tidak cerah. (b) Jika cuaca tidak cerah udara tidak segar.

(c) Matahari bersinar hanya jika cuaca cerah.

(d) Cuaca cerah jhj matahari bersinar dan udara segar. (e) Mustahil jika cuaca cerah, udara tidak segar.

10. Diketahui:

r : 2 adalah bilangan genap t : 3 adalah bilangan ganjil s : 6 adalah bilangan sempurna

Nyatakan kalimat-kalimat yang dinotasikan seperti berikut ini. (a) ¬(r → s)

(b) r → s (c) r → ¬s (d) s → r ∧ t

(103)

FMIPA-UNEJ Daftar Isi Judul JJ J I II 102 dari 388 Cari Halaman Kembali Layar Penuh

Gambar

Tabel kebenaran p ∨ (¬p) dan p ∧ q p ¬p p ∨ (¬p) p ∧ q
Tabel kebenaran ¬(p ∨ q) dan (¬p) ∧ (¬q) p q (p ∨ q) ¬(p ∨ q) ¬p ¬q (¬p) ∧ (¬q)
Tabel Kebenaran Disjungsi Eksklusif p q r = s = t = r ∧ t = p ∨ q (p ∨ q) (p ∧ q) ¬(s) 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0
Tabel 2.1: Notasi Lukasiewicz untuk perakit logika
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kurva tingkat prediksi model frequency ratio peta kerawanan gerakan massa dengan semua faktor pengontrol gerakan massa. Peta kerawanan gerakan massa daerah

Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Hulu Ruas Waduk Wonogiri – 2.3 Bendung

Pantai ini adalah salah satu objek wisata unggulan di Kota Jayapura Provinsi Papua yang merupakan aset milik Pemerintah Daerah Kota Jayapura Provinsi

penilaian tahun 2008, lapangan Bunyu mendapat apresiasi berupa naiknya peringkat lapangan Bunyu dari sebelumnya peringkat Merah menjadi Biru Minus, Ini berarti lapangan

Dari hasil penelitian Tugas Akhir ini, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa : pertama, salah satu jenis pembiayaan di KJKS binama Kaliwungu adalah BBA,

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL j HALAMAN PENGESAHAN , jj HALAMAN PERSEMBAHAN in KATA PENGANTAR jv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x. DAFTAR

Peta geomorfologi daerah rencana pembangunan pelimpah darurat Bendungan Jatigede .... Kenampakan morfologi dataran banjir di sekitar aliran Sungai Cimanuk daerah

Sasaran Strategis Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat yaitu meningkatnya ketanggapsiagaan masyarakat terhadap ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dengan