• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Kemukus (Cubebae fructus) 2.1.1. Sistematika Tumbuhan

Kedudukan tanaman kemukus dalam sistem tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub divisio :

Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Piperales Famili : Piperaceae

Genus : Piper Spesies : Piper cubeba Linne, Carl von

2.1.2. Deskripsi Tumbuhan

Tanaman Piper cubeba Linn adalah tanaman rempah yang berasal dari family piperaceae. Nama lokal dari tanaman ini adalah kemukus (Jawa) dan rinu (Sunda) (Heyne, 1987). Sistematika tanaman kemukus sesuai dengan taksonominya Sinonim : Cubila Officinalis Miq.

Tanaman kemukus merupakan tanaman merambat dengan ketinggian batang mencapai ± 15 meter (Heyne, 1987). Bentuk buah kemukus mirip dengan buah lada, namun berbeda pada bagian ujung buah. Pada ujung buah kemukus terdapat bagian yang menyerupai ekor sedangkan pada lada tidak sehingga kemukus sering disebut sebagai lada berekor (tailed cubeb) (Redgrove, 1933). Kemukus berbuah bulat dan daunnya hampir sama dengan daun sirih. Buah kemukus kering berwarna coklat keabu abuan, berbau aromatis, mempunyai rasa pahit dan getir (Ketaren, 1985).

Kadar minyak atsiri dari buah kemukus menurut Heyne (1987) adalah 10 – 18 persen dari berat kering, sedangkan menurut Guenther

(2)

(1952), kadar minyak atsiri buah kemukus sebesar 12,5 – 20 persen dari berat kering.

Gambar 2.1 : Biji kemukus

2.1.3. Budidaya Kemukus

Tanaman ini tidak banyak memerlukan syarat istimewa, tetapi lebih menghendaki tempat-tempat yang beriklim lembab. Dapat dipakai sebagai tanaman sela diantara tanaman kopi dan karet yang sudah tua. Untuk pohon panjatan diantara tanaman kopi dapat dipakai tanaman kapok, bila ditanam diantara tanaman karet lebih baik dipakai tanaman turi (Sesbania garndiflora) atau tanaman gamal (Glyricidia spec.) yang tahan terhadap rayap sehingga tidak menggangu terhadap tanaman karetnya.

2.1.4. Kandungan Kimia

Buah kemukus mengandung minyak atsiri, seskuiterpen, asam

kubebat, zat pahit kubebin, piperina, piperidin, zat pati, gom dan resin.

Sedangkan minyaknya mengandung terpena, d-sabinene, dipentena,

sineol, d-terpeneol, kadinena, kadinol derivat seskuterpena 2.1.5. Manfaat Kemukus

Minyak kemukus banyak digunakan sebagai penguat rasa pada makanan dan penggunaanya dalam bidang farmasi sudah diketahui sejak zaman dahulu sebagai salah satu komponen ramuan tradisional/jamu karena bersifat antiseptik, diuretik, karminatif, dan ekspektoran. Khasiat

(3)

kemukus terutama untuk penyakit kelamin (gonorhea), bronchitis, radang

kantung kemih, disentri dan penyakit perut lainnya. Bahkan minyak ini

juga digunakan sebagai campuran saus rokok untuk penyakit asma. Pada tahun 2001, perusahaan flavor and fragrance terkemuka asal Swis, Firmenich, mematenkan cubebol yakni salah satu komponen yang terkandung dalam minyak kemukus sebagai cooling and refreshing agent.

2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang ( essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).

2.2.1 Aktivitas Biologi Minyak Atsiri dan Penggunaan

Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman (Ketaren, 1985). Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).

2.2.2 Lokasi minyak atsiri

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti didalam rambut kelenjar (suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (suku

(4)

Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (suku Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (suku

Coniferae), (Gunawan & Mulyani, 2004).

2.2.3 Komposisi kimia minyak atsiri

Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyimpanan minyak dan jenis tanaman penghasil. Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: Hidrokarbon dan Hidrokarbon teroksigenasi.

a. Golongan hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terdapat hanya unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren) dan diterpen (4 unit isopren)

b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol lakton. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya

(5)

dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga.

Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985)

2.3 Cara isolasi minyak atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak

2.3.1 Metode penyulingan

a. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.

b. Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung.

(6)

Hanya saja, air penghasil uap dan bahan yang akan disuling berada pada ketel yang berbeda. Uap yang digunakan berupa uap jenuh.

c. Penyulingan dengan air dan uap

Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony & Rahmayati, 2000)

2.3.2 Metode pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985).

2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kena (Ketaren, 1985).

(7)

2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat

Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi

dan maserasi (Ketaren, 1985). 2.4. Kemukus 2.4.1. Klasifikasi Ilmiah Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : P. Cubeba Nama binomial : Piper cubeba L.

Asal tanaman : Indonesia. Saat ini, sebagian besar kemukus dipanen di Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia, tapi juga di beberapa negara Afrika (Sierra Leone, Kongo). Kemukus merupakan rempah-rempah yang diekspor. Bagian tanaman yang digunakan: Bagian yang banyak digunakan adalah buah. Tangkai buahnya sedikit lebih besar daripada buah lada, dan mempunyai permukaan yang beralur. Selain itu kebanyakan buahnya berlubang. Kemukus dijual utuh dan sebaiknya dihancurkan atau digiling sebelum digunakan.

(8)

Kualitas sensoris :

Pedas dan pahit dengan aroma terpene yang kuat. Aromanya digambarkan dengan bermacam-macam: seperti kayu yang kering, warm-camphoraceous dan seperti lada yang pedas.

Komponen utama:

Buah yang kering mengandung minyak esensial sampai 10% yang terdiri dari monoterpenes (sabinene 50%, carene, α-thujene, 1,4-cineol dan 1,8-cineol) dan sesquiterpenes (copaene, α- dan β-cubebene, δ-cadinene, caryophyllene,

garmacrene, cubebol). Monoterpenes mendominasi dalam jumlah, tetapi

sesquiterpenes penting untuk karakteristik aroma dan rasa.

2.4.2. Kandungan dan Pemanfaatan Kemukus

Kemukus (Piper cubeba L.) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang nyaris punah, padahal potensi tanaman tersebut cukup menjanjikan. Produksi nasional buah kemukus saat ini hanya sekitar 223 ton/tahun, dengan luasan 517 ha, berarti produktivitasnya hanya 0.43 ton/ha/th. Bila diasumsikan pada populasi/ha rata-rata 2.000 tanam, maka produktivitasnya setara dengan 0.215 kg/ph/th. Tingkat produktivitas sebesar tersebut masih terlalu rendah dan berpeluang besar untuk ditingkatkan. Indonesia menjadi pengekspor buah kemukus sejak jaman penjajahan Belanda. Periode tahun 1918 – 1925, ekspor buah kering kemukus Indonesia ratarata mencapai 184.40 ton/tahun. Pada masa sebelum perang kemerdekaan RI, jumlah ekspornya masih stabil, sedangkan pada periode 1934-1939 rata-rata 134 ton/tahun. Beberapa tahun menjelang dan sesudah perang kemerdekaan ekport buah kemukus terhenti, namun pada tahun 1956 mulai mengekspor kembali dan jumlah eksport mencapai 432 ton pada

(9)

periode tahun 1962. Setelah itu produksi buah kemukus Indonesia terus merosot, eskport terakhir hanya sebanyak 93 ton terjadi pada tahun 1969. Tujuan ekspor Indonesia waktu itu adalah ke negara Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Jerman Barat, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya. Sejak periode 1963 sampai saat ini Indonesia tidak lagi menjadi negara pengeksport buah kemukus, karena untuk kebutuhan di dalam negeri saja tidak terpenuhi. Buah kemukus banyak dibutuhkan dalam industri obat tradisional (IOT). Burkill (1935), mengemukakan bahwa dalam obat tradisional Indonesia buah kemukus digunakan untuk mengobati penyakit kelamin, brochitis, disentri dan penyakit perut. Di negara-negara Eropa pada awalnya bahwa buah kemukus tersebut hanya digunakan untuk rempah, namun belakangan digunakan juga sebagai obat, terutama untuk mengobati penyakit gonorhea, disentri dan penyakit perut lainnya. Di Amerika Serikat selain digunakan untuk mengobati jenis-jenis penyakit seperti tersebut di atas juga digunakan untuk mengobati penyakit catarrhen dan pembuatan sigaret asthma. Hasil penelitian de Jong (1948) dikemukakan bahwa dalam buah kemukus terkandung 10 – 20% minyak atsiri, namun hasil penelitian Rusli dan Soepandi (1981), buah kering kemukus asal Jawa Tengah hanya mengandung sekitar 6.51% saja. Berdasarkan catatan sejarah, seperti yang dikemukakan oleh Purseglove (1968) dalam bukunya berjudul Tropical Crops

Dycotyledonae, bahwa tanaman kemukus merupakan tanaman asli Indonesia.

Dahulu tanaman tersebut tumbuh secara liar di bagian Barat Nusantara, terutama di tepi-tepi hutan payau. Dalam bahasa daerah dikenal dengan nama kemukus (Indonesia), kemukus atau timukus (Jawa), rinu (Sunda), kamokos (Madura), kemukuh (Simalur). Dalam bahasa Inggrisnya dinamakan cubeb pepper. Di

(10)

Eropa, kemukus yang pedas dan pahit sangat dikenal sebagai pengganti lada hitam pada abad ke 16 dan 17, tapi kemudian kurang disukai. Nasibnya serupa dengan lada negro, rempah-rempah dengan aroma dan rasa yang serupa, yang sekarang juga jarang dijumpai di pasar Eropa. Alasan utama hilangnya kedua rempah-rempah tersebut mungkin karena rasanya yang pahit, yang membuat kurang disukai dibandingkan lada hitam, segera setelah lada hitam diimpor dengan harga yang masuk akal. Saat ini, kemukus banyak digunakan di beberapa bagian di Afrika Utara, khususnya di Tunisia dan Moroko.

Komposisi kimia minyak atsiri termasuk biji kemukus umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok hidrokarbon yang disusun oleh atom C dan H terutama terdapat dalam bentuk senyawa terpen.

2. Kelompok oxygenated hydrocarbon yang disusun oleh atom C, H, O dan terdapat dalam bentuk senyawa alcohol, ester, eter, keton, fenol dan asam-asam organik. Kelompok ini disebut senyawa terpen-o.

3. Beberapa senyawa kimia yang mengandung atom nitrogen (N) dan belerang (S) (Heat, 1978).

Menurut Guenther (1960), buah kemukus mengandung 33 % d sabinen, 12 %

d-δ4- karen dan sineol, 11 % d-terpinen-4-ol dan alkohol lain, 14 % 1-kadinen dan seskuiterpen lain, 17 % seskuiterpen alkohol dan 13 % komponen yang

belum teridentifikasi. Secara umum, komposisi kimia yang menyusun kemukus dapat dilihat pada tabel 2.1 Selain senyawa – senyawa yang disebutkan di atas, pada biji kemukus juga terdapat senyawa kampor kubeb (terutama pada buah yang tua). Hal ini menyebabkan densitas minyak yang berasal dari buah kemukus tua

(11)

lebih besar daripada yang berasal dari buah kemukus muda. Rumus molekul senyawa ini adalah C15H24H2O (seskuiterpen hidrat) dengan titik cair 65 - 70°C tidak berbau dan nilai optik (-) (levorotatori) (Ketaren, 1985).

Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam biji kemukus:

a. Sabinene (C10H16)

Sabinene adalah suatu monoterpen bisiklis yang secara alami terdapat

dalam bentuk dekstro dan levo. Merupakan cairan tidak berwarna dan bersifat labil, memiliki berat jenis 0,844 g/ml dan titik didih 163 – 164° C (www.wikipedia.com). Sabinen mempunyai aroma lada, memiliki rasa hangat khas rempah-rempah dan pada konsentrasi diatas 50 ppm terasa panas dan sedikit tajam di mulut. Banyak digunakan dalam pembuatan minyak atsiri sintetis. Sabinene dapat diperoleh dari minyak kemukus sebagai dekstro sabinene. Sabinene merupakan senyawa terpen.

Gambar 2.2 Rumus Bangun Sabinene

b. Cineol (C10H18O)/ Eucalyptol

Merupakan monoterpen monosiklik berbentuk cairan bening tidak berwarna dan bersifat larut dalam alkohol, minyak, kloroform ester, asam asetat glasial dan sedikit larut dalam air. Mempunyai titik didih 176°C – 177°C, bobot molekul 154,249 g/mol dan berat jenis 0,9225 g/cm3 (Boland et al., 1991). Memiliki bau segar, rasa pedas dan dingin. Digunakan dalam perasa, parfum dan kosmetik serta bahan tambahan pada

(12)

rokok juga merupakan bahan yang digunakan dalam penyegar mulut dan obat batuk. Eucalyptol telah ditemukan dapat membunuh sel leukemia (Schiestl et al., 2004). Merupakan komponen utama dalam pembasmi serangga Eugenia hailiensis. Eucalyptol memiliki aktifitas antiseptik dan ekspektoran yang digunakan pada banyak pelega hidung dan tenggorokan. Pada dunia kedokteran hewan eucalyptol dipraktekkan sebagai obat

rhinitis, laryngitis, pharyngitis dan bronchitis (Jenkins et al., 1957). Eucalyptol merupakan senyawa monoterpen-o.

Gambar 2.3. Rumus bangun cineol

c. Terpineol (C10H18O)

Merupakan monoterpen alcohol yang memiliki 3 isomer yaitu α , β, γ merupakan cairan transparan tidak berwarna yang memiliki bobot molekul 154,25 g/mol, berat jenis 0,938 g/cm3, indeks bias 1,4825 – 1,4850; dan titik didih antara 219°C. Larut dalam air, gliserol dan alkohol.

Terpineol digunakan sebagai pelarut untuk hydrocarbon materials, pelarut

untuk resin dan ester selulosa, parfum, sabun, disinfectant, antioksida serta perasa (www.wikipedia.com).

(13)

Gambar 2.4. Rumus bangun Terpineol

d. Kadinen (C15H24)

Merupakan senyawa yang tergolong kedalam bisiklis seskuiterpen yang memiliki bobot jenis 0,92, titik didih 275°C, tidak larut dalam air dan larut dalam alkohol. Senyawa ini dipakai dalam campuran parfum, campuran flavor, terutama sebagai pengikat dalam flavor permen karena mempunyai sifat tahan atau stabil terhadap panas dan meninggalkan aroma rempah-rempah yang lama merupakan senyawa terpen.

Gambar 2.5. Rumus bangun Kadinen

e. α-Pinen (C10H16)

Merupakan cairan yang transparent dan tidak berwarna, mempunyai bau terpen, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, kloroform dan eter. Memiliki bobot jenis 0,8620 – 0,8645, titik didih antara 156 – 160°C, indeks bias 1,4640 – 1,4660 dan nilai putaran optic -36° (www.changsatopglorychemical.com) merupakan senyawa terpen.

(14)

f. Limonene (C10H16)

Limonene merupakan hidrokarbon monoterpen yang terdiri dari dua unit

isoprene. Limonene terdapat dalam dua bentuk optikal aktif yaitu l

limonene dan d-limonene. Kedua isomer tersebut memiliki bau yang

berbeda, l limonene memiliki bau cemara dan seperti turpentine sedangkan

d-limonene memiliki bau jeruk (www.phytochemical.com). Limonene

memiliki densitas 0,8411 g/cm3 dan titik ddih 176°C. Sebagai komponen utama dalam citrus, d-limonene digunakan dalam industri makanan dan beberapa obat-obatan sebagai flavoring dan juga ditambahkan pada produk pembersih (Simonsen, 1947). D-limonene juga dapat digunakan sebagai pelarut yang dapat menggantikan beberapa varietas produk seperti metil etil keton, aseton, toluene, glikol eter, dan pelarut organic fluorinated dan

chlorinated (www.floridachemical.com). g. Linalool (C10H18O)

Linalool merupakan monoterpen-o alami yang ditemukan pada bermacam

bunga dan tanaman rempah. Memiliki berat jenis 0,858 – 0,868 g/cm3, titik didih 198 – 199°C dan putaran optik -16° - -19°.. Digunakan sebagai wangi-wangian pada sabun, deterjen, sampo dan lotion.

h. Charyophyllene (C13H24)

Merupakan senyawa seskuiterpen bisiklis salah satu komponen penyumbang rasa pedas pada lada hitam. Memiliki bobot molekul 204,36 g/mol, densitas 0,9052 dan titik didih sebesar 262 – 264°C (Corey et al., 1964). Caryophyllene merupakan cairan minyak jernih tidak berwarna dan merupakan senyawa terpen

(15)

i. .Copaene (C15H24)

Nama copaene diturunkan dari resin tanaman copaiba. Copaene merupakan hidrokarbon yang terdapat dalam bentuk α dan β. Copaene merupakan trisiklik seskuiterpen dengan bentuk molekul chiral, umumnya memiliki putaran optik ke kiri -6°, memiliki bobot jenis 0,910 g/cm3 dan titik didih sebesar 124°C (15mmHg).

j. Germacrene (C15H24)

Germacrene merupakan senyawa hidrokarbon seskuiterpen yang dapat

diperoleh dari beberapa spesies tanaman. Germacrene digunakan sebagai antimicrobial dan pestisida juga pheromones serangga. Terdapat dalam dua bentuk molekul yaitu germacrene A dan germacrene D.

k. Cubebol (C15H26O)

Cubebol adalah seskuiterpen alcohol alami yang pertama kali

diidentifikasi dari cubeb oil. Pada tahun 2001 telah dipatenkan oleh sebagai cooling agent oleh Firmenich perusahaan flavor internasional.

Cubebol memiliki rasa dingin dan menyegarkan (Leffingwell, 2001). Cubebol diaplikasikan sebagai penyegar pada berbagai produk seperti

permen karet, minuman, pasta gigi, dan gelatin (US Patent 6,214,788).

l. Nerolidol (C15H26O)

Nerolidol merupakan seskuterpen-o alami yang memiliki dua isomer yaitu cis dan trans yang berbeda secara geometri pada ikatan rangkapnya. Nerlidol merupakan cairan jernih kekuningan beraroma seperti mawar dan

apel, sangat manis dan menyegarkan. Digunakan sebagai pemberi rasa dan parfum. Memiliki densitas 0,870 – 0,880 g/cm3, titik didih 145°C (12

(16)

mmHg) dan indeks bias 1,4780 – 1,4830 (20 °C) serta larut dalam 70% etanol dengan perbandingan 1:4.

Gambar 2.6. Rumus bangun Kadinen

(17)

2.5 Pemisahan fraksi minyak atsiri

Dalam rangka menjaga kestabilan mutu minyak atsiri maka penanganan, pengemasan dan penyimpanan minyak perlu mendapat perhatian. Minyak atsiri apabila dibiarkan di udara terbuka dapat mengalami oksidasi dan resinifikasi sehingga minyak yang dihasilkan lebih kental. Hasil dari oksidasi akan terbentuk asam organik, aldehid dan keton dengan berat molekul yang rendah. Hasil dari polimerisasi aldehid atau persenyawaan terpen dapat terbentuk resin dan bersifat sukar larut dalam alkohol dan menyebabkan minyak berwarna keruh (Ketaren, 1985).

Sebagian besar dari minyak atsiri terdiri dari campuran hidrokarbon (terpen, seskuiterpen dan sebagainya); persenyawaan hidrokarbon beroksigen (oxygenated hydrocarbon) misalnya alkohol, ester, aldehid, ether, keton, lakton, fenol, dan sebagainya; dan sejumlah kecil residu tidak menguap misalnya lilin dan parafin. Persenyawaan hidrokarbon beroksigen (non terpen) merupakan penyebab utama bau wangi dalam minyak atsiri, sedangkan terpen dan seskuiterpen mudah mengalami proses oksidasi dan resinifikasi dengan pengaruh cahaya dan udara atau pada kondisi penyimpanan yang kurang baik sehingga merusak bau dan flavour serta menurunkan kelarutan minyak dalam alcohol (Ketaren, 1985).

Karakter dari campuran hidrokarbon (terpenoid) menurut Heath (1978) adalah:

1. Sukar larut dalam alkohol. karakter ini yang sering digunakan untuk mengetahui kualitas minyak atsiri.

2. Cenderung untuk teroksidasi yang mengakibatkan penurunan bau dan rasa dari minyak. Oksidasi juga dapat diikuti dengan polimerisasi dan

(18)

resinifikasi yang mengakibatkan minyak menjadi kental selama penyimpanan.

3. Kontribusi yang rendah terhadap bau dan aroma minyak atsiri yang dihasilkan.

Karena sifat yang disebutkan tersebut maka penghilangan atau pengurangan terpen sangat menguntungkan dan dapat meningkatkan kualitas dari minyak tersebut. Deterpenasi merupakan penghilangan seluruh atau sebagian dari hidrokarbon terpen. Setiap jenis minyak atsiri mempunyai komposisi kimia yang berbeda sehingga pemisahan terpen dari masing-masing minyak membutuhkan proses yang khusus. Metoda umum pemisahan atau pengurangan terpen yang digunakan menurut Heath (1978) yaitu distilasi bertingkat dalam kondisi vakum, ekstraksi secara selektif dengan menggunakan pelarut (cair-cair), dan kromatografi menggunakan gel silika. Salah satu teknik pemisahan yang paling umum digunakan adalah dengan metode ekstraksi cair-cair atau ekstraksi menggunakan pelarut.

Deterpenasi dengan cara distilasi bertingkat dilakukan melalui pengurangan komponen terpen yang bertitik didih rendah sehingga komponen yang berat atau bertitik didih tinggi dapat terakumulasi. Menurut Guenther (1952), kelemahan cara distilasi bertingkat adalah proses pemisahan terpen berlangsung tidak sempurna, sedangkan kelebihannya adalah proses berjalan cepat. Sedangkan menurut Ketaren (1985), kelemahan cara distilasi bertingkat adalah adanya perlakuan pemanasan terhadap minyak yang berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan dan komposisi dalam minyak atsiri akan berubah, sehingga suhu penyulingan harus dijaga serendah mungkin dengan bantuan vakum. Vakum yang

(19)

digunakan harus dalam kondisi yang baik dan lebih disukai yang bertekanan 1-2 mmHg. Pada tekanan yang rendah tersebut, titik didih dari komponen minyak atsiri menjadi lebih rendah tetapi juga menjadikan titik didihnya berdekatan satu sama lain sehingga membuat pemisahan yang efisien semakin sulit (Heath, 1978). Proses deterpenasi melalui teknik kromatografi dilakukan dengan menggunakan gel silica sebagai absorbannya. Caranya dengan mengalirkan minyak atsiri ke dalam kolom yang berisi absorban diikuti dengan elusi kolom tersebut dengan pelarut non polar. Cara tersebut menghilangkan residu terpen sehingga senyawa tanpa terpen dapat dihasilkan dengan mengekstraksi gel silika menggunakan etil asetat atau pelarut polar bertitik didih rendah lainnya. Pengontrolan suhu kolom diperlukan untuk mengurangi kerusakan minyak akibat panas (Heath dan Reineccius, 1986).

Metode ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan cara mencampurkan minyak atsiri dengan alkohol sejumlah 3 atau 4 kali volume minyak atsiri dalam ketel yang dilengkapi corong pemisah dan pendingin balik agar kondensasi berlangsung terus (Heath, 1978). Teknik lainnya adalah dengan menggunakan dua macam pelarut polar dan non polar. Fraksi terpen akan terlarut dalam pelarut non polar dan fraksi terpen-o akan terlarut dalam pelarut polar. Setelah campuran memisah dalam dua fase, pelarut dipisahkan dengan cara penyulingan pada suhu rendah. Menurut Ketaren (1985), keuntungan dari cara ini adalah rendemen minyak murni tanpa terpen yang dihasilkan cukup besar. Kelemahannya adalah membutuhkan volume pelarut yang cukup besar. Disamping itu ada kemungkinan terbentuknya emulsi, namun hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan asam sitrat atau asam tartarat sebanyak 0.1%.

(20)

Pada minyak atsiri yang tidak tahan panas dapat dilakukan metode ekstraksi pelarut dingin. Pelarut yang umum digunakan adalah ethanol 95% (v/v) kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga konsentrasi etanol mencapai 35% (v/v). Terpen tidak akan larut dalam konsentrasi tersebut sehingga setelah didiamkan beberapa lama akan terpisah membentuk lapisan tipis di permukaan. Kemudian lapisan bawahnya dapat dikeluarkan dan dipisahkan larutan alkohol dengan minyak dan ditambahkan sodium klorida untuk memecahkan emulsi. Walaupun memakan waktu yang lama, metode ini dapat menghasilkan minyak dengan mutu yang baik (Heath, 1978). Namun menurut Kirk dan Othmer (1967), memisahkan minyak tanpa terpen dari alkohol encer merupakan proses yang sulit.

Minyak dapat dilarutkan dalam pentana dan alkohol. Terpen, seskuiterpen, dan lilin akan tercampur dalam pentana sedangkan senyawa non terpen akan terlarut dalam alkohol. Penguapan pentana dan alcohol akan menghasilkan golongan terpen dan non terpen (Kirk dan Othmer, 1967).

Belum ada informasi yang standar mengenai pelarut yang terbaik dan dapat dipakai secara umum dalam proses ekstraksi pada pemisahan frkais terpen dan terpen-o minyak atsiri. Masing-masing minyak atsiri memiliki karakteristik yang berbeda sehingga perlu dicari pelarut dan konsentrasi yang tepat dalam melakukan pemisahan fraksi terpen dan non terpen. Menurut Guenther (1952) indikator untuk menentukan tingkat kemurnian minyak atsiri tanpa terpen dapat dilihat melalui nilai berat jenis dan nilai putaran optis. Hidrokarbon mempunyai berat jenis yang rendah, pemurnian minyak yang sempurna akan menaikkan berat jenis minyak bebas terpen sampai menjadi minyak murni. Nilai putaran optis juga

(21)

indikator yang baik untuk menentukan fraksi terpen telah habis terpisah atau belum.

Beberapa informasi penelitian terdahulu mengenai deterpenasi yaitu: 1) Safril Siregar (1993) meneliti pengaruh jenis dan perbandingan pelarut pada proses deterpenasi minyak akar wangi kasar terhadap rendemen dan mutu minyak bebas terpen, kombinasi perlakuan yang memberikan hasil terbaik adalah dengan menggunakan campuran pelarut asetonitril, aseton dan heksan pada perbandingan 1:2,5. 2) Hasil penelitian Armen (2001) mengenai deterpenasi minyak pala dengan metode ekstraksi metanol, hasil penelitian menunjukkan bahwa deterpenasi sudah dapat dilakukan pada konsentrasi metanol 95% dimana rendemen fraksi non terpen yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan metanol 90%, namun dari segi kualitas dengan menggunakan metanol 90% memberikan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan metanol 95%.

2.6. Kinetika Ekstraksi Orde Nol

Kinetika ekstraksi orde nol dapat dinyatakan dengan persamaan:

k dt dq = Dimana diketahui: qa = konsentrasi minyak

k = konstanta kecepatan ekstraksi t = waktu ekstraksi

dq = kt

Jika persamaan tersebut diintegrasikan akan diperoleh: q = kt + c

(22)

Dengan membuat plot q terhadap t akan diperoleh garis lurus dengan kemiringan (slope) = k.

2.7. Penelitian yang Telah Dilakukan

Kajian terhadap tanaman kemukus telah dilakukan oleh peneliti lain. Antonius Dian, dkk dari Institut Teknologi Bandung pada 2007 melakukan kajian terhadap distilasi dan kemanfataan minyak kemukus (piper cubeba). Waktu untuk melakukan distilasi dibuat seragam untuk setiap tempuhan, yakni empat jam. Rasio buah digerus dan air sebesar 1:5, 1:7,5, dan 1:10 g/ml memberikan perolehan berturut-turut sebesar 11%, 11,1%, dan 11,3.%. Variasi perlakukan awal buah meliputi buah yang digerus tanpa penginapan, tidak digerus tanpa penginapan, dan digerus disertai penginapan memberikan perolehan minyak berturut-turut sebesar 11,3%, 2,3%, dan 9,1%. Variasi kondisi buah yang meliputi buah tua, buah muda, dan campuran memberikan perolehan minyak berturut-turut adalah 9,7%, 10,7%, dan 11,3%. Hasil optimum dapat tercapai pada buah campuran yang digerus dengan perbandingan buah dan air 1:10. Soerawidjaja, 2006 dalam Endar (2007) menyatakan bahwa tanaman kemukus banyak ditanam di Jawa dan Sumatra, sehingga seringkali disebut sebagai merica jawa. Tanaman kemukus merupakan merdu merambat. Buah / bijinya mengandung 10 – 18 % minyak yang bisa diperoleh dengan distilasi kukus/uap.

Gambar

Gambar 2.1 : Biji kemukus  2.1.3. Budidaya Kemukus
Gambar 2.2 Rumus Bangun Sabinene  b.  Cineol (C 10 H 18 O)/ Eucalyptol
Gambar 2.3. Rumus bangun cineol  c.  Terpineol (C 10 H 18 O)
Gambar 2.4. Rumus bangun Terpineol  d.  Kadinen (C 15 H 24 )
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika terutama dalam evaluasi yaitu jenis tes yang tepat yang harus diterapkan untuk siswa agar

Project : Embankment Rehabilitation and Dredging Work of West Banjir Canal and Upper Sunter Floodway of Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP/JEDI) – ICB Package

pemerintah kolonial mencapai klimaksnya lewat pemberontakan yang meletus di Silungkang dan pada umumnya juga di seluruh daerah Sumatra Barat pada awal

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Penelitian mengenai penerapan inkuiri terbimbing dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada materi daur air berdampak positif terhadap peningkatan

Pada penelitian ini akan dibandingkan akurasi model Regresi Logistik yang digunakan untuk memprediksi kategori IPS1 mahasiswa angkatan 2016 melalui jalur

Zat yang sebenarnya merupakan oxida logam ini menjadi bagian yang integral dan merupakan bentuk lapisan yang dikehendaki pada permukaan logam tersebut.Karena material

Setelah user berhasil melakukan otorisasi login , maka sistem akan menampilkan home – halaman depan dari aplikasi Helpdesk online sesuai dengan jabatan user yang