BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kredit Mikro
Kredit usaha mikro di negara-negara berkembang merupakan salah satu
instrumen pengentasan kemiskinan yang akhir-akhir ini perkembangannya cukup
signifikan. Meskipun sistem keuangan di Indonesia telah berkembang dengan
pesat, tetapi sistem keuangan di Indonesia tidak pernah berubah dari sistem
keuangan berbasis bank. Sistem perbankan mendominasi sistem keuangan dalam
hal total aset (85 persen) dan kredit (70 persen) (Mustika et al., 2013; Mustika,
2004). Akan tetapi, bank seperti enggan memfasilitasi kredit mikro.
Keengganan institusi besar seperti bank untuk memberikan pinjaman bagi
usaha mikro didasari pada tingginya risiko akan kredit macet. Hal ini
memunculkan berbagai usaha untuk menyalurkan kredit mikro ini seperti yang
dipioneri oleh Opportunity International, Grameen Bank, Finca, dan Acción
International. Dari hasil evaluasi, peminjam yang berasal dari kalangan
masyarakat miskin secara mengejutkan mampu membayar pinjaman walaupun
yang diterapkan ialah bunga pasar. Dengan demikian organisasi penyedia mikro
kredit tersebut mampu menutup biaya operasionalnya dan bahkan tetap
menghasilkan profit karena sebanyak 95 persen sampai 98 persen pinjaman
mampu dibayar kembali (Dokmo dan Reed, 1998).
Sebenarnya contoh usaha untuk memfasilitasi agar usaha mikro bisa
yang diteliti oleh Ashta et al. (2013), upaya pemerintah Perancis yaitu dengan
pembuatan peraturan pembatasan bunga bagi kredit mikro justru tidak
membuahkan hasil yang signifikan. Salah satu alasannya adalah bank disimpulkan
merupakan institusi yang terlalu kompleks, sehingga tidak efektif jika melayani
kredit mikro yang jumlahnya banyak. Bank lebih baik memberikan sedikit kredit
berjumlah besar, daripada banyak memberikan kredit kecil. Hal ini berkaitan
dengan adanya biaya tetap. Alhasil, walaupun pemerintah Perancis sudah
menerapkan batas atas bunga untuk kredit mikro, namun tidak ada peningkatan
kredit yang berarti. Artinya memang ada keengganan tersendiri bagi institusi
seperti bank untuk memfasilitasi kredit mikro.
Hasil penelusuran Ashta et al. (2013) tersebut sedikit banyak sejalan dengan
temuan Ahmad (2012). Kredit mikro sangat dibutuhkan bagi usaha khususnya
usaha mikro dan kecil untuk berkembang. Kesulitan usaha mikro dalam
mendapatkan dukungan keuangan, birokrasi, kurangnya pilihan kredit, dan
lingkungan bisnis yang tidak bersahabat adalah masalah utama yang dihadapi oleh
usaha mikro (Ahmad, 2012). Alasan-alasan tersebut menjadi sebab kenapa di
negara berkembang lembaga keuangan mikro banyak bermunculan. Karena tidak
mungkin mendapatkan akses ke pasar modal, maka usaha kecil (dan mikro) sangat
tergantung dari pendanaan pihak ketiga. Hal ini menyebabkan usaha mikro cukup
tergantung jika ada guncangan pada perbankan, di mana bank akan mengurangi
suplai kreditnya (Berger dan Udell, 2002). Itulah mengapa ketersediaan kredit
mikro begitu besar manfaatnya.
semakin sulit menyalurkan kredit mikro serta menyarankan bank lebih baik
mempunyai struktur yang kecil dengan banyak manajer. Di Indonesia model
struktur bank kecil, banyak cabang, dan banyak manajer bisa dilihat pada Bank
Rakyat Indonesia (BRI). Kesulitan akan besarnya ukuran bank juga terjadi di
negara maju. Oleh sebab itu, kredit usaha mikro juga tumbuh di berbagai negara
maju seperti Amerika Serikat, misalnya model kredit Community Development
Credit Union (CDCU). Nembhard (2013), berkesimpulan model dana pinjaman
seperti CDCU sangat bermanfaat karena mampu membantu anggotanya agar
dapat mempertahankan nilai aset. Hampir semua CDCU mampu memberikan
deviden yang lebih tinggi sehingga anggotanya mampu menabung dan bahkan
mengembangkan aset. Selain itu, anggota CDCU ini juga diberi edukasi agar
menghindari rentenir yang menerapkan bunga harian.
1.1.2 Kredit Mikro di Indonesia dan Dana Bergulir Simpan Pinjam Perempuan
(SPP) PNPM Mandiri Pedesaan
Di Indonesia, upaya pengentasan kemiskinan telah banyak dilakukan oleh
pemerintah, baik yang berupa bantuan langsung maupun bantuan usaha produktif.
Berbagai program telah dilakukan pemerintah yang makin diintensifkan pada
masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan
dibentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Sejak dibentuk TNP2K telah banyak
program-program yang dijalankan guna mempercepat pengentasan kemiskinan.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Kredit
Usaha Rakyat (KUR), dan juga Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM).
Berbagai bantuan dan program tersebut dinilai belum mampu mengatasi
permasalahan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya
saja program KUR. Menurut penelitian Astuti (2014), yang meneliti pelaksanaan
KUR di BRI Yogyakarta, pelaksanaan program KUR masih belum efektif karena
KUR hanya mampu memenuhi tujuan program, yaitu memberikan kemudahan
akses kredit kepada UMKM. Sementara di lapangan KUR masih belum
sepenuhnya tepat sasaran karena bisa diakses oleh pihak-pihak yang seharusnya
sudah dianggap bankable dan tidak layak untuk mendapatkan KUR. Program
lainnya seperti raskin sebenarnya dalam pembagiannya sudah tepat administrasi,
namun seringkali kualitas berasnya tidak baik (Sanjaya, 2014). Di sisi lain jika
kualitasnya sudah cukup baik, namun sasaran pembagian raskinnya yang tidak
tepat (Mandati, 2014).
Menurut website TNP2K, PNPM adalah program nasional dalam wujud
kerangka sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri Perdesaan
merupakan bagian dari PNPM inti yang ditujukan bagi pemberdayaan masyarakat
di pedesaan. Program ini dikembangkan dari Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998. Tahun 2007 Presiden SBY mengubah
nama program ini menjadi PNPM yang bertahan sampai sekarang. PNPM
namun pergantian pemerintahan baru memutuskan menghentikan program PNPM
berkaitan dengan pengimplementasian UU Desa. Pemberhentian sementara ini
dimanfaatkan untuk mendata ulang aset PNPM.
Salah satu jenis dari PNPM adalah Dana Bergulir Simpan Pinjam
Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Pedesaan (PNPM-MPd) yang ditujukan untuk
memberikan pinjaman kepada khususnya perempuan. Program pinjaman bergulir
Simpan Pinjam khusus Perempuan merupakan salah satu kegiatan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang bergerak di
bidang pengembangan ekonomi. Program SPP dianggap sebagai tindakan khusus
yang dilakukan pemerintah sebagai alternatif solusi dengan memberikan fasilitas
pinjaman yang mudah dan tanpa agunan. Dana bergulir ini bisa dikatakan sebagai
hibah bergulir di mana bantuan dana/modal tersebut bagi anggota kelompok
merupakan dana pinjaman yang harus dikembalikan kepada kelompok. Dana
tersebut dapat dipinjam kembali oleh anggota atau dipinjam oleh kelompok lain
yang belum pernah memperoleh kesempatan mendapatkan dana bergulir
PNPM-MP ini (Hayati, 2011).
Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka dalam
PNPM-MPd lebih ditekankan mengenai pentingnya pemberdayaan sebagai
pendekatan yang dipilih. Dengan adanya PNPM-MPd nantinya diharapkan
masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya
kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui
PPK (Naim, 2010).
sumber dana bagi usaha mikro yang kesulitan memperoleh modal untuk usaha.
Menurut Setyobudi (2007), ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
1. Permasalahan mendasar misalnya modal, bentuk badan hukum yang non
formal, SDM, pengembangan produk, dan akses pemasaran.
2. Permasalahan lanjutan misalnya penetrasi pasar ekspor yang belum optimal,
kurang pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter
pasar, permasalahan hukum tentang hak paten.
3. Permasalahan antara misalnya dalam hal manajemen keuangan dan agunan
serta keterbatasan dalam kewirausahaan.
Biasanya para pelaku UMKM tersebut kesulitan untuk memenuhi
persyaratan yang diberikan oleh bank. Jika dikaji lebih jauh, jumlah UMKM di
Indonesia sangat besar namun kurang memiliki akses kredit (Retnadi, 2008 dalam
Astuti, 2014).
Dana bergulir PNPM Mandiri baik perkotaan maupun perdesaan sebenarnya
telah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya penduduk miskin
(Maulidyah, 2014; Putra, 2015; Surya, 2011). Manfaat yang dirasakan di
antaranya meningkatnya pendapatan dan taraf hidup penerima program. Namun
disebutkan pula bahwa program ini kurang dapat menurunkan tingkat kemiskinan
secara keseluruhan (Putra, 2015). Demikian juga besarnya kredit tidak terlalu
mempengaruhi selisih beda pendapatan sebelum dan setelah mendapat kredit
(Maulidyah, 2014). Manfaat yang dirasakan terutama pada penambahan jumlah
adanya pinjaman dapat digunakan untuk pengembangan usaha (Surya, 2011).
Di dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan Kemiskinan
Kabupaten Cilacap, berbagai macam program yang terdiri dari banyak kelompok
urusan dan klaster menunjukkan bahwa telah banyak aksi penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan di Kabupaten Cilacap. Program-program ini terdiri
dari berbagai macam bidang seperti pendidikan (BOS, BSM), kesehatan
(Jamkesda, Peningkatan kesehatan ibu), infrastruktur (pembangunan jaringan
irigasi), dan pemberdayaan masyarakat. Secara umum, PNPM-MPd merupakan
salah satu dari sekian banyak program penanggulangan kemiskinan yang dimiliki
Pemda Kabupaten Cilacap seperti yang tercantum di dalam RAD.
PNPM-MPd masuk di dalam kelompok urusan/program pemberdayaan
masyarakat dan desa bersama dengan beberapa program lain seperti Pelatihan dan
Bantuan Alat TTG, Pembinaan dan Pengembangan Lumbung Desa, Pembinaan
Paguyuban TKI, dan Manajemen Usaha bagi perempuan dalam Mengelola Usaha.
Sementara dalam kaitannya dengan pengembangan ekonomi di pedesaan dan
masyarakat miskin, PNPM-MPd ini berdampingan dengan beberapa program
seperti fasilitasi pembentukan dan pemberian bantuan permodalan BUMDes,
pembinaan dan pengembangan Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM), kegiatan
bantuan modal kelompok UPPKS.
Dana bergulir SPP PNPM-MPd memiliki beberapa karakteristik khusus
yaitu bahwa program ini mempunyai sumber dana yang berasal dari pusat
kemudian dikelola oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Program ini juga
membedayakan kaum perempuan. Di desa khususnya kaum perempuan memang
lebih banyak yang menganggur karena faktor pendidikan dan kesempatan.
Di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap, program Dana Bergulir
PNPM-MPd telah berlangsung sejak tahun 2009. Sampai bulan Juli 2015, dari 17 desa
yang ada di Kecamatan Kroya, sebanyak 13 desa mampu mencatatkan tingkat
pengembalian di atas 99 persen (atau hanya ada non performing loan (NPL)
kurang dari 1 persen) dari total alokasi pinjaman. Untuk tingkat pengembalian
terendah ada di angka 97,77 persen. Berdasarkan tingkat pengembalian pinjaman
yang tinggi, Kecamatan Kroya dapat dikatakan berhasil dalam pengelolaan dana
bergulir SPP PNPM-MPd karena jauh di bawah ambang batas NPL yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5 persen.
Tabel 1.1 Angsuran Jasa SPP Dana Bergulir PNPM-MPd di Kab. Cilacap, Per 31 April 2015 No Kecamatan Angsuran Jasa
SPP (Rp.)
No Kecamatan Angsuran Jasa SPP (Rp.) 1 Kroya* 514.314.500,00 12 Sidareja 466.503.500,00 2 Nusawungu 293.541.000,00 13 Kedungreja 224.842.500,00 3 Binangun 299.433.600,00 14 Patimuan 111.915.000,00 4 Adipala 437.930.000,00 15 Cipari 269.637.500,00 5 Sampang 174.875.500,00 16 Karangpucung 531.579.000,00 6 Maos 275.148.000,00 17 Cimanggu 553.354.000,00 7 Kesugihan 241.085.000,00 18 Majenang 342.613.000,00 8 Jeruklegi 275.468.750,00 19 Wanareja 129.423.000,00 9 Kawunganten 336.319.500,00 20 Dayeuhluhur 247.080.000,00 10 Bantarsari 279.963.000,00 21 Kampunglaut 250.530.000,00 11 Gandrungmangu 314.208.000,00
Sumber: Bapermas Kab. Cilacap, 2015 (diolah)
Seperti dapat dilihat pada Tabel 1.1, Kecamatan Kroya termasuk tinggi
dalam angsuran jasa SPP. Kroya menempati urutan ketiga yang menunjukkan
bahwa kinerja UPK dalam mendorong masyarakat untuk meminjam dan
mengembalikan dana SPP sudah baik. Hal ini seperti yang disebutkan sebelumnya
cenderung maju dan letaknya dekat dengan akses strategis. Aset dana bergulir
SPP untuk UPK Kecamatan Kroya ada di urutan ke-7 dari 21 kecamatan kategori
pedesaan. Hal ini cukup besar mengingat di Kecamatan Kroya tidak mendapatkan
dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) seperti yang didapat kecamatan peringkat 1
sampai 6. Aset yang besar ini mengindikasikan beberapa hal seperti pengelolaan
dana yang baik dan rendahnya tunggakan. Dalam hal pendapatan, UPK
Kecamatan Kroya juga termasuk tinggi yaitu berada di peringkat keempat. Data
tersebut disajikan dalam Tabel 1.2 dan Tabel 1.3.
Tabel 1.2 Total Aktiva Dana Bergulir UPK Kab. Cilacap, Per 31 April 2015 No Kecamatan Total Aktiva
(Rp.)
No Kecamatan Total Aktiva (Rp.) 1 Kroya* 5.610.012.359,00 12 Sidareja 7.441.626.522,00 2 Nusawungu 4.273.934.929,00 13 Kedungreja 3.475.893.707,00 3 Binangun 3.719.568.717,00 14 Patimuan 5.823.332.781,00 4 Adipala 4.925.228.099,00 15 Cipari 4.661.332.470,00 5 Sampang 2.539.105.731,00 16 Karangpucung 7.240.955.704,00 6 Maos 3.015.866.457,00 17 Cimanggu 8.197.998.740,00 7 Kesugihan 5.056.156.389,00 18 Majenang 4.826.518.446,00 8 Jeruklegi 6.590.677.326,00 19 Wanareja 3.226.584.559,00 9 Kawunganten 4.933.706.404,00 20 Dayeuhluhur 3.134.772.980,00 10 Bantarsari 4.640.964.107,00 21 Kampunglaut 2.611.087.216,00 11 Gandrungmangu 7.501.972.522,00
Sumber: Bapermas Kab. Cilacap, 2015 (diolah)
Tabel 1.3 Total Pendapatan Dana Bergulir UPK Kab. Cilacap, Per 31 April 2015 No Kecamatan Total Pendapatan
(Rp.)
No Kecamatan Total Pendapatan (Rp.) 1 Kroya* 536.986.412,00 12 Sidareja 577.433.072,00 2 Nusawungu 299.140.311,00 13 Kedungreja 243.999.470,00 3 Binangun 318.011.791,00 14 Patimuan 131.989.108,00 4 Adipala 446.318.422,00 15 Cipari 322.980.225,00 5 Sampang 185.157.290,00 16 Karangpucung 578.690.513,00 6 Maos 277.482.208,00 17 Cimanggu 703.259.515,00 7 Kesugihan 428.916.063,00 18 Majenang 351.874.148,00 8 Jeruklegi 475. 793.918,00 19 Wanareja 139.707.235,00 9 Kawunganten 436.400.122,00 20 Dayeuhluhur 288.280.321,00 10 Bantarsari 295.186.210,00 21 Kampunglaut 268.130.632,00 11 Gandrungmangu 398.359.373,00
Keberhasilan dana bergulir SPP PNPM-MPd di Kabupaten Cilacap
khususnya di Kecamatan Kroya tersebut belum pernah diteliti. Padahal
keberhasilan tersebut merupakan sesuatu yang baik dan tentunya harus dapat
dilanjutkan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang nantinya dapat digunakan
sebagai salah satu acuan bagi berbagai pemangku kepentingan agar keberhasilan
ini dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Dana Bergulir PNPM Mandiri Pedesaan telah beberapa
kali dilakukan, namun belum ada penelitian yang berlokasi di Kabupaten Cilacap.
Berikut disajikan beberapa penelitian sejenis yang telah ada.
1. Wibowo (2009), meneliti dana bergulir ekonomi produktif pada program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Desa Hargomulyo Kec.
Gedangsari, Kab. Gunungkidul. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Hasil penelitiannya di antaranya belum tepatnya antara
kebutuhan kebutuhan dengan hasil program dana bergulir. Pengurus BKM
diharapkan lebih aktif dalam mendengarkan usulan dan masukan masyarakat
agar pinjaman yang diberikan lebih merata dan sesuai dengan peta
kemiskinan yang sudah dibuat.
2. Naim (2010), meneliti Dana Bergulir PNPM-MP di Kecamatan Tomia
dengan berfokus pada tunggakan dana bergulir. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik analisis yang digunakan adalah
Struktur Lege Teknik (SLT). Hasil penelitiannya menemukan masih adanya
ketidaktepatan penerima bantuan, kesalahan penggunaan dana, dan kurangnya
monev menjadi faktor yang memicu terjadinya tunggakan pinjaman dana
bergulir.
3. Hayati (2011), meneliti Dana Bergulir UEP PNPM-MPd di Desa Bangunsari
Kec. Pageruyung Kab. Kendal dengan berfokus pada persepsi penerima
dananya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif
dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menemukan
bahwa kelompok penerima telah mempersepsikan dana bergulir tersebut
sebagai dana yang dipinjamkan oleh pemerintah. Karena itu etos kerja
penerima dana tetap tinggi.
4. Pateda (2013), meneliti efektivitas pelaksanaan PNPM dan mengetahui
pengaruh bantuan modal usaha PNPM terhadap pendapatan masyarakat di
Kec. Tibawa Kab. Gorontalo. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif dan uji beda dua rata-rata. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa pelaksanaan PNPM sudah berjalan efektif dan secara
statistik terdapat perbedaan pendapatan rata-rata per bulan yang lebih tinggi
dan signifikan pada derajat kepercayaan 95 persen antara sebelum dan setelah
menerima bantuan.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap
dengan metode penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan teknik observasi,
wawancara mendalam dan dokumentasi. Penelitian ini berfokus pada pencarian
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah penelitian ini adalah masih
terbatasnya penelitian tentang faktor-faktor keberhasilan Dana Bergulir SPP
PNPM-MPd yang dilakukan di Kabupaten Cilacap khususnya di Kec. Kroya,
padahal keberhasilan tersebut perlu diteliti untuk dapat dijadikan pelajaran dan
dapat dijadikan bahan evaluasi.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan terkait penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengapa dapat terjadi keberhasilan pada suatu kelompok penerima program
Dana Bergulir SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Kroya Kabupaten
Cilacap dan apa saja faktor-faktor pendorongnya?
2. Bagaimana cara untuk mempertahankan keberhasilan yang sudah dicapai?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menganalisis faktor-faktor pendorong keberhasilan pada suatu
kelompok penerima program Dana Bergulir SPP PNPM Mandiri Perdesaan di
Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap.
2. Untuk menentukan strategi terbaik guna mempertahankan keberhasilan yang
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat peneltian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mempertahankan
keberhasilan dana bergulir SPP PNPM-MPd atau program sejenis khususnya
di wilayah Kecamatan Kroya.
2. Sebagai acuan dan saran bagi pemerintah untuk mengevaluasi performa
Program Dana bergulir SPP PNPM atau penyusunan program sejenis baik
perbaikan dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat/kelompok
penerimanya khususnya di wilayah Kecamatan Kroya.
3. Sebagai saran bagi UPK, kelompok simpan pinjam, dan masyarakat pada
umumnya untuk dapat mengelola dan melaksanakan kegiatan dana bergulir
SPP PNPM-MPd atau yang sejenis dengan lebih baik khususnya di wilayah
Kecamatan Kroya.
1.7 Lingkup Penelitian
Lingkup atau batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini terbatas pada lingkup wilayah di Kecamatan Kroya Kabupaten
Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.
2. Penelitian ini meneliti mengenai penyebab keberhasilan program dana
bergulir SPP PNPM-MPd.
3. Keberhasilan suatu kelompok simpan pinjam adalah ketepatan waktu dalam
1.8 Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri dari empat bab. Bab I merupakan Pendahuluan
yang memuat latar belakang penulisan tesis ini, keaslian penelitian, rumusan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan, dan manfaat penelitian. Bab II berisi
tentang Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori yang menjadi dasar keilmuan yang
digunakan, serta membahas alat analisis yang digunakan. Bab III membahas
tentang Metode Penelitian, yang berisi langkah-langkah bagaimana penelitian ini
dilaksanakan. Bab IV mencakup Analisis Data dan Pembahasan, yang
menjelaskan bagaimana pengolahan dan analisis data serta pembahasan untuk
menghasilkan kesimpulan. Bab V berisi Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan