• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengendalian Risiko Kecelakaan Kerja di Area Produksi PT Sinar Sosro Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengendalian Risiko Kecelakaan Kerja di Area Produksi PT Sinar Sosro Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara Tahun 2017"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko

2.1.1 Pengertian Risiko

Risiko adalah kombinasi dari kemungkinan dan keparahan dari suatu

kejadian. Dalam aspek K3, risiko biasanya bersifat negatif seperti cedera,

kerusakan atau gangguan operasi. Ririko yang bersifat negatif harus dihindarkan

atau ditekan seminimal mungkin. (Ramli, 2010)

Menurut Kasidi (2010) mengutip pendapat Mamhud M. Hanafi, risiko

adalah kejadian yang merugikan. Dalam bidang investasi risiko diartikan sebagai

kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari apa yang diharapkan.

Menurut Kasidi (2010) mengutip pendapat Imam Ghozali, risiko dapat

didefinisikan sebagai volatilitas outcome yang umumnya berupa nilai dari suatu aktiva atau utang.

2.1.2 Jenis – Jenis Risiko

Risiko secara umum (Kasidi, 2010) dapat dikelompokkan menjadi :

1. Risiko spekulatif ( speculative risk );

2. Risiko murni ( pure risk ).

Risiko spekulatif adalah risiko yang mengandung dua kemungkinan,

yaitu kemungkinan yang menguntungkan dan kemungkinan yang merugikan.

(2)

pembelian saham, pembelian valuta asing, saving dalam bentuk emas, perubahan

tingkat suku bunga perbankan.

Risiko murni adalah risiko yang hanya mengandung satu

kemungkinan, yaitu kemungkinan rugi saja. Contoh : bencana alam seperti banjir,

gempa, gunung meletus tsunami, tanah longsor, topan, kebakaran, resesi ekonomi

dan sebagainya.

Pengelompokan risiko ini menjadi sangat penting, karena setiap

kegiatan usaha baik perseorangan maupun sebagai suatu badan akan selalu

berhadapan dengan risiko tersebut, baik itu risiko spekulatif maupun risiko murni.

Walaupun kategori suatu risiko tidak selalu jelas, namun kebanyakan risiko dapat

diklasifikasikan. Suatu risiko tergolong risiko spekulatif atau risiko murni akan

sangat tergantung pada pendekatan yang digunakan. Contohnya jika seseorang

atau suatu perusahaan ingin membeli asuransu sebagai usaha untuk mengurangi

risiko yang dihadapi, maka hanya risiko murni saja yang dapat diasuransikan.

(Kasidi, 2010)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia risiko adalah kemungkinan

terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan. Isto menyebut bahwa

risiko adalah bahaya yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang

berlangsung atau kejadian yang akan datang (Hoctro, 2008).

Menurut Depnaker RI (1999), risiko adalah kemungkinan seseorang

(3)

kecenderungan atau kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan/kerugian pada

periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu dimana peluang terjadinya

keadaan yang tidak diharapkan tersebut. Dapat dideskripsikan dengan frekuensi

kejadian atau besarnya kemungkinan kejadian tersebut (Ferlisa, 2008).

2.1.3 Sumber Risiko

Sumber risiko dapat diklasifikasikan menjadi: risiko sosial; risiko

fisik; dan risiko ekonomi.

1. Risiko sosial. Sumber utama risiko ini adalah masyarakat. Artinya, tindakan

orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan

merugikan. Misalnya; vandalisme, huru-hara, peperangan, dan sebagainya.

2. Risiko fisik. Ada banyak sumber risiko fisik, sebagian merupakan fenomena

alam dan sebagian karena tingkah laku manusia. Kebakaran adalah penyebab

utama cedera fisik, kematian maupun kerusakan harta. Kebakaran dapat

disebabkan oleh petir, konsluiting kabel, gesekan benda maupun kecerobohan

manusia.

Risiko ekonomi. Banyak risiko yang di hadapi oleh manusia bersifat

ekonomi, misalnya; inflasi, resesi, fluktuasi harga dan lain-lain. Selama periode

inflasi daya beli uang merosot. Para pensiunan dan mereka yang berpenghasilan

tetap, tidak mungkin lagi dapat mempertahankan tingkat hidup sebagaimana

biasanya. Bahkan pada periode ekonomi yang relatif stabil, daerah-daerah lain

(4)

dan pengusaha pada risiko yang sama dengan risiko pada fluktuasi umum

kegiatan ekonomi ( Ramli, 2010)

2.2 Manajemen Risiko

2.2.1 Pengertian Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur /

metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman;

suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan

strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan

pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain

adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi

efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko

tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul

oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian,

serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada

risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan

( Ramli, 2010).

2.2.2 Sasaran Manajemen Risiko

Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi

risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada

(5)

ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan

politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang

tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff,

dan organisasi) ( Ramli, 2010).

2.2.3 Tujuan Manajemen Risiko 1. Tujuan Preventive

a. Motif ekonomi, yaitu berjaga-jaga atas kemungkinan rugi ekonomi

finansial.

b. Motif nonekonomi, yaitu berjaga-jaga atas kemungkinan rugi psikologis

(kecemasan perasaan) sehingga produkstifitas menurun.

c. Motif legal, yaitu berjaga-jaga atas kemungkinan rugi karena melanggar

peraturan perundangan yang berlaku.

2. Tujuan Penanggulangan risiko (represif).

a. Motif Kontinyuitas usaha, yaitu usaha penanggulangan agar jalannya

usaha tetap terjamin.

b. Motif terhindar dari kebangkrutan, yaitu usaha untuk menjamin agar

pelanggan loyal dan berkembang.

c. Motif laba usaha, yaitu usaha agar laba tingi melalui efisiensi biaya.

d. Motif persaingan, yaitu usaha agar bisnis tetap berkembang melalui

(6)

e. Motif terhindar dari beban sosial kerja, yaitu usaha agar perusahaan tidak

sampai melakukan PHK

2.2.4 Fungsi Manajemen Risiko

1. Fungsi Menemukan Potensi kerugian (Risk Diagnostic)

Proses analisis untuk menemukan Risiko potensial

2. Fungsi Pengukuran kerugian (Risk Evaluation)

Proses mengukur frekuensi dan tingkat keparahan risiko

3. Fungsi Penanggulangan kerugian (Risk handling)

Proses membuat keputusan untuk teknik menanggulangi risiko yang

terjadi

2.3 Pengendalian Risiko

2.3.1 Pengertian Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam

keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak

bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahapan ini sudah merupakan

realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan ( Ramli, 2010).

Menurut Ramli (2010), program K3 sesuai klausul 4.3.3 yaitu

1. Organisasi harus menerapkan, menjalankan dan memelihara

program untuk mencapai objektif K3. Program harus mencakup

(7)

a. Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaian

objektif pada fungsi dan tingkatan yang relevan dalam

organisasi, dan

b. Sarana dan jangka waktu yang dipakai untuk mencapai objektif

K3

2. Program manajemen K3 harus ditinjau secara berkala dan

terencana dan diubah jika perlu untuk memastikan bahwa objektif

tercapai.

Menurut (Ramli, 2010), organisasi harus mengembangkan standar

pelatihan K3 bagi seluruh individu di lingkungannya. Sesuai dengan filosofi K3

dari IASP (International Association of Safety Profesional) pekerja harus dilatih

mengenai K3. Pemahaman atau budaya K3 tidak datang dengan sendirinya,

namun harus dibentuk melalui pelatihan dan pembinaan.

Pelatihan dimaksud untuk meningkatkan Knowledge, Skill dan Attitude (KSA) sehingga harus dirancang sesuai atau tidaknya dengan kebutuhan

masing-masing pekerja. Kebutuhan pelatihan K3 antara satu perusahaan dengan

perusahaan lain pasti berbeda sesuai dengan sifat bahaya, skala kegiatan dan

kondisi pekerja. Karena itu pelatihan K3 dikembangkan untuk menjawab

(8)

Untuk mengetahui apakah organisasi memerlukan pelatihan K3

dilakukan melalui proses sebagai berikut.

1. Analisa Jabatan atau Pekerjaan

Setiap individu dalam organisasi pasti memiliki tugas atau

pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan jabatannya

masing-masing. Lakukan identifikasi dan analisa semua pekerjaan atau jabatan

yang ada dalam organisasi. Buat daftar pekerjaan yang dilakukan oleh

setiap individu atau kelompok kerja.

2. Identifikasi Pekerjaan atau Tugas Kritis

Dari berbagai macam pekerjaan atau tugas yang dijalankan

seseorang pasti ada diantaranya yang bersifat kritis dan mengandung

potensi bahaya besar. Misalnya pekerjaan seorang tukang cat bangunan

memiliki berbagai tugas mulai dari membersihkan permukaan yang akan

dicat, mencampur cat, melakukan pengecatan di ketinggian dan lainnya.

Dari berbagai aktivitas tersebut mungkin dapat diidentifikasi, apa saja

tugas atau pekerjaan yang mungkin tergolong berbahaya dan berisiko

tinggi.

3. Kajian data-data kecelakaan kerja

Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan

(9)

adanya penyimpangan atau kelemahan dalam sistem manajemen K3,

salah satu diantaranya kurangnya kompetensi atau kepedulian mengenai

K3. Untuk itu perlu dilakukan oembinaan dan pelatihan K3.

4. Survei kebutuhan pelatihan

Langkah berikutnya adalah melakukan survei mengenai kebutuhn

pelatihan di masing-masing tempat kerja atau departemen. Apa saja

aktivitas atau pekerjaan yang memerlukan pelatihan dan apa saja jenis

pelatihan yang diperlukan.

5. Analisa kebutuhan pelatihan

Lakukan analisa keselamatan pekerjaan (Job Safety Analysis)

untuk mengetahui apa saja potensi bahaya yang ada dalam suatu

pekerjaan atau tugas

6. Tentukan sasaran dan target pelatihan\

Pelatihan K3 tentu dimaksud untuk memenuhi gap antara

kompetensi yang disyaratkan dengan kondisi pekerja. Pelatihan

diharapkanakan memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan perilaku. Sasaran dan target pelatihan ini harus

ditetapkan sebagai masukan untk merancang format dan silabus

(10)

7. Kembangkan objektif pembelajaran

Setiap manusia memliki kemampuan dan daya serap berbeda

dalam belajar yang dipengaruhi antara lain tingkat pendidikan,

pengalaman dan latar belakang. Untuk itu orogram pelatihan K3 harus

dapat mengjangkau semua tingkat dan perbedaan yang ada dalam

organisasi. Jika perlu program pelatihan K3 diberi peringkat misalnya

tingkat oemua, menengah dan lanjutan.

8. Laksanakan pelatihan

Setelah program pelatihan disusun dan dirancang termasuk

silabus, peserta dan proses pembelajaran maka pelatihan dapat dimulai.

Pelatihan dapat dilakukan secara eksternal melalui lembaga [elatihan atau

secara internal ang dirancang sesuai dengan kebutuhan.

Pelatihan eksternal dan internal memliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing. Mengikuti pelatihan eksternal melalui

lembaga pelatihan dapat dilakukan untuk program-program K3 yang

bersifat umum yang tidak dapat dilakukan sendiri atau jumlah peserta

terbatas. Misalnya pelatihan ahli K3 yang mungkin pesertanya terbatas

(11)

Untuk pelatihan yang bersifat spesifik sebaiknya dilakukan secara

internal, missal pelatihan dan cara kerja aman karena akan lebih hemat

sekaligus dapat diaplikasikan secara langsung.

9. Lakukan evaluasi

Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektivitasnya.

Evaluasi dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti system

pembelajaran, materi, instruktur serta dampak terhadap peserta setelah

kembali ke tempat kerja masing-masing.

10.Lakukan perbaikan

Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan

perbaikan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.

Jenis pelatihan K3 dapat di klasifikasikan sebagai berikut

1. Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang

mulai bekerja atau memasuki suatu tempat kerja. Pelatihan ini

ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan

tamu yang berada di tempat kerja.

2. Pelatihan Khusus K3 berkaitan dengan tugas dan pekerjaannya

msing-masing. Harus diingat bahwa pelatihan hendaknya

(12)

3. Pelatihan Umum K3 yaitu program pelatihan yang bersifat

umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah

sampai manajemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat

awareness yaitu menanamkan budaya K3 di kalangan pekerja (Ramli, 2010)

Menurut Ramli (2010) Proses komunikasi dalam K3 adalah proses

penyampaian pesan dari pengirim ke penerima dengan tujuan untuk mencapai salah

satu sasaran berikut.

1. Untuk bertindak mengenai sesuatu hal, misalnya menghentikan mesin atau

memadamkan kebakaran.

2. Untuk menyampaikan informasi misalnya tentang kebijakan K3 dalam

perusahaan, sumber bahaya di tempat kerja, prosedur kerja aman dan

lainnya.

3. Untuk memastikan tentang sesuatu yang seharusnya dilakukan atau

dijalankan, misalnya cara melakukan suatu pekerjaan.

4. Untuk menyenangkan seseorang, misalnya pujian bagi pekerja yang

berperilaku aman.

Komunikasi dapat dibedakan atas :

1. Komunikasi manusia dengan manusia secara langsung,

(13)

komunikasi kelompok. Dalam K3 kedua jenis komunikasi ini

banyak dilakukan misalnya melalui kontak individu melalui proses

observasu, safety talk, penyuluhan K3 dan pelatihan K3.

2. Komunikasi manusia dengan manusia melalui alat/ media

komunikasi seperti telepon, buletin, poster, spanduk, safety letter. Komunikasi ini banyak digunakan di lingkungan kerja misalnya

komunikasi antara petugas di ruang control dengan petugas di

lapangan komunikasi antara petugas K3 dengan pekerja.

3. Komunikasi manusia dengan alat kerja. Peralatan seperti mesin,

unit proses, peralatan adalah benda mati yang dioperasikan oleh

manusia. Dalam proses tersebut terjadi komunikasi antara manusia

dengan alat kerja.

2.3.2 Tujuan Pengendalian Risiko

Risiko yang telah diketahui besar dan potensi akibatnya harus dikelola

dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan.

Pengendaian risiko dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, misalnya dengan

dihindarkan, dialihkan kepada pihak lain, atau dikelola dengan baik.

OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih

(14)

1. Eliminasi

2. Substitusi

3. Pengndalian Teknis (Engineering Cotrol)

4. Pengndalian administratif

5. Penggunaan alat pelindung diri (APD)

Menurut Standar AS/NZS 4360, pengendalian risiko secara generik

dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut.

1. Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk menghentikan kegiatan

atau penggunaan proses, bahan, alat yang berbahaya.

2. Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood)

3. Mengurangi konsekuensi kejadian(reduce concequence)

4. Pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer)

5. Menanggung risiko yang tersisa.

Proses pengendalian risiko menurut AS/NZS 4360 adalah sebagai

berikut.

1. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risiko dapat ditentukan apakah suatu

risiko dapat diterima atau ditolak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak

diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut. Cukup dengan pemantauan dan

monitoring berkala dalam pelaksanaan operasi. Misalnya perusahaan telah

(15)

produksinya. Hasil analisa risiko menunjukkan bahwa tingkat kebisingan

antara 90 dB.

2. Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko sedang (medium)

sehingga dapat diterima perusahaan. Karena itu tidak perlu dilakukan tindakan

pengendalian lebih lanjut. Perusahaan cukup melakukan pemantauan berkala

baik ditempat kerja maupun terhadap tenaga kerja untuk mengetahui apakah

ada efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya jika tingkat kebisingan mencapai

100-110 dB, maka risiko ini tidak dapat diterima karena mengandung risiko

tinggi terhadap pendengaran dan kesehatan pekerja. Karena itu harus

dilakukan tindakan pengendalian.

3. Jika risiko berada diatas batas yang dapat diterima (ALARP) maka perlu

dilakukan pengendalian lebih lanjut untuk menekan risiko dengan beberapa

pilihan, yaitu :

a) Mengurangi kemungkinan ( reduce likelihood)

b) Mengurangi keparahan (reduce consequence)

c) Alihkan sebagian atau seluruhnya

d) Hindari (Avoid)

2.3.3 Strategi Pengendalian Risiko 1. Menekan Likelihood

Strategi pertama dalam pengendalian adalah dengan menekan

(16)

dilakukan dengan berbagai pendekayan yaitu secara teknis, administratif dan

pendekatan manusia.

Pendekatan Teknis ( Engineering Control )

a. Eliminasi

Risiko dapat dihindarkan dengn menghilangkan sumbernya. Jika

sumber bahaya dihilangkan maka risiko yang akan timbul dapat

dihindarkan. Beberapa contoh teknik eliminasi antara lain :

1.Mesin yang bising dimatikan atau diberhentikan sehingga tempat

kerja bebas dari kebisingan.

2. Lubang bekas galian ditengah jalan ditutup dan ditimbun.

3. Penggunaan bahan kimia berbahaya dihentikan.

4. Proses yang berbahaya di dalam perusahaan dihentikan.

Perusahaan tidak memproduksi bahan berbahaya sendiri tetapi

memesan dari pemasok. Dengan demikian, perusahaan bebas dari

kegiatan yang berbahaya.

b. Substitusi

Teknik substitusi adalah mengganti bahan, alat atau cara kerja dengan

yang lain sehingga kemungkinan kecelakaan dapat ditekan. Sebagai

contoh penggunaan bahan pelarut yang bersifat beracun diganti

(17)

c. Isolasi

Kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kejadian dapat dikurangi

atau dihilangkan menggunakan teknik isolasi artinya sumber bahaya

dengan penerima diisolir dengan penghalang (barrier) atau dengan

pelindung diri. Jika sumber bahaya dan penerima dipasang barrier atau pelindung diri, maka kemungkinan bahaya dapat dikurangi.

d. Pengendalian Jarak

Kemungkinan kecelakaan atau risiko dapat dikurangi dengan

melakuakn pengendalian jarak antarasumber bahaya (energi) dengan

menerima. Semakin jauh manusia dari sumber bahaya semakin kecil

kemungkinan mendapat kecelakaan. Pendekatan ini dapat dilakuakn

dengan menggunakan kontrol jarak jauh (remote control) dari ruang

kendali. Dengan demikian, kontak manusia dengan sumber bahaya

dapat dikurangi.

2. Pendekatan Administratif

Pengendalian Pajanan

Pendekatan ini dilaukan untuk mengurangi kontak antara penerima

dengan sumber bahaya. Sebagai contoh untuk mengendalikan proses

yang berbahaya di dalam pabrik, dapat dilakukan dengan memasang

(18)

sewaktu-waktuuntuk memeriksa dan melakukan pemantauan berkala. Dengan

demikiankemungkinan terjadinya insiden dapat dikurangi.

3. Pendekatan Manusia

Memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai cara kerja yang

aman, budaya keselamatan dan prosedur keselamatan.

2. Menekan Konsekuensi

Pendekatan berikutnya untuk mengendalikan risiko adalah dengan

menekan keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkannya. Suatu risiko

kemungkinan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya karena pertimbangan teknis,

ekonomis atau operasi. Sebagai contoh, suatu perusahaan yang memproduksi gas

Chlorine jelas tidak mungkin sepenuhnya menghilangkan risiko berbahaya yang

ada dalam perusahaannya. Oleh karena itu, salah satu pilihan yang dapat

dilakukan perusahaan adalah bagaiman mengendalikan risiko sehingga jika terjadi

kebocoran gas Chlorine dampak yang ditimbulkannya dapat ditekan seminimal

mungkin.

Berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi

konsekuensi antara lain :

1. Tanggap darurat ( Contingency Plan)

Keparahan suatu kejadian dapat ditekan jika perusahaan memiliki sistem

tangap daruart yang baik dan terencana. Sebagai contoh, tangap darurat

(19)

sedini mungkin maka kerugian yang ditimbulkannya dapat ditekan.

Demikian juga dengan cedera. Jika diberikan pertolongan pertama dengan

cepat dn tepat, kemungkinan keparahan cedera dapat dihindarkan dan

korban mungkin masih dapat diselamatkan.

2. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD bukan untuk mencegah kecelakaan tetapi untuk

mengurangi dampak atau konsekuensi dari suatu kejadian. Dengan

memakai topi keselamatan, bukan berarti pekerja tidak terkena kejatuhan

benda, namun damoak dari kejatuhan tersebut dapat dikurangi. Demikian

juga dengan memakai gas masker, bukan berarti tidak bisa terkena gas

berbahaya, namun dampaknya berkurang karena telah tersaring oleh

masker.

3. Sistem Pelindung

Dengan memasang sitem pelindung, dampak kejadian dapat ditekan.

Misalnya memasang tanggul disekeliling tangki, jika ada kebocoran atau

tumpahan, maka cairan tidak akan menyebar ke daerah sekitarnya

sehingga dampak kejadian dapat dikurangi.

3. Pengalihan Risiko

Opsi ketiga adalah pengendalian risiko ke pihak lain, sehingga beban

risiko yang ditanggung perusahaan menurun. Hal ini dapat dilakukan dengan

(20)

1. Kontraktual, yang mengalihkan tanggung jawab K3 kepada pihak lain,

misalnya pemasok atau pihak ketiga.

2. Asuransi, dengan menutup asuransi untuk melindungu potensi risiko yang

ada dalam perusahaan.

Dalam Kontrak dapat diatur pembagian atau pengalihan tanggungjawab

risiko kepada pihak lain, misalnya degan pemasok barang, tenaga kerja atau jasa.

Sebagai contoh suatu perusahaan yang menggunakan bahan kimia beracun dan

berbahaya untuk proses produksi. Semula perusahaan tersebut memproduksi

bahan tersebut di dalam pabriknya.

Untuk menekan risiko dalam proses produksi, perusahaan memutuskan

untuk tidak lagi memproduksi bahan tersebut, tetapi membeli produk jadi dari

pihak lain. Dengan demikian risiko dalam proses produksi bahan tersebut telah

dialihkan kepada pihak lain.

Opsi kedua adalah dengan mengalihkan risiko kepada pihak asuransi.

Dewasa ini opsi ini banyak digunakan misalnya suransi kebakaran dan

kecelakaan. Perusahaan membayar sejumlah premi yang besarnya ditentukan oleh

tingkat risiko yang ada dalam perusahaan.

Pihak asuransi biasanya akan melakukan penilaian risiko sebelum

menutup kontrak asuransinya. Semakin besar risiko, premi asuransi cenderung

(21)

masih menaggung sebagian risiko ( residual risk ) yang harus ditanggung sendiri

oleh perusahaan.

Pengalihan kepada asuransi pada dasarnya hanya berkaitan dengan nilai aset

tetapi tidak mencakup berbagai risiko lainnya seperti risiko kehilangan pelanggan,

tuntutan hukum akibat kecelakaan, citra perusahaan, dan lainnya ( Ramli, 2010).

2.3.4 Penerapan Pengendalian Risiko

Dalam menentukan jenis atau strategi pengendalian juga perlu

mempertimbangkan masalah waktu. Ada langkah pengendalian yang dapat segera

dilaksanakan, dan ada yang memerlukan waktu dan usaha yang lama.

Sebagai contoh, penyediaan APD dapat dengan segera dilaksanakan.

Akan tetapi untuk melakukan langkah eliminasi atau perbaikan rancangan akan

memerlukan waktu yang lama untuk dapat dilaksanakan. Namun dampak atau

sasaran pengendaliannya akan berbeda.

Penggunaan APD lebih difokuskan untuk keselamatan manusia secara

individu, sedangkan perbaikan rancangan seperti eliminasi dan subtitusi akan

menyangkut keselamatan dan kenyamanan tempat kerja secara menyeluruh.

2.4 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Depnaker RI (1995) dalam Purba (2005) Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah suatu badan yang dibentuk suatu

(22)

dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan/tempat bekerja yang keanggotaannya

terdiri dari pengusaha dan tenaga kerja.

P2K3 dibentuk di perusahaan dengan tujuan dapat melaksanakan dan

meningkatkan usaha K3 sehingga terciptanya suasana kerja yang aman, nyaman dan

sehat agar tenaga kerja dapat bekerja secara efektif dan produktif.

1. Tugas dan Fungsi Pengurus P2K3

a. Tugas P2K3

Tugas pokok P2K3adalah memberikan saran dan pertimbangan

kepada pihak pengusaha/pengurus/manajemen di tempat kerja,

khususnya dalam masalah keselamatan dan kesehatan kerja dan

membantu dalam meningkatkan pengawasan, penyuluhan, pelatihan,

pemeliharaan lingkungan kerja sesuai dengan standar/norma yang

berlaku serta upaya pencegahan terhadap dampak negative yang

mungkin terjadi.

b. Fungsi P2K3

Adapun mengenai rincian fungsi P2K3 sesuai dengan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja No. 04 Per.04/MEN/1987, adalah :

1. Menghimpun dan mengolah data tentang keselamatan dan

kesehatan kerja di tempat kerja

2. Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.

(23)

4. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan

pekerjaannya

c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam :

A. Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja.

B. Menentukan tindakan koreksi dengan alternative terbaik.

C. Mengembangkan system pengendalian bahaya terhadap

keselamatan dan kesehatan kerja.

D. Mengevaluasi penyebb timbulnya kecelakaan, penyakit akibat

kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

E. Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja, higiene perusahaan,

kesehatan dan ergonomi.

F. Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan

menyelenggarakan makanan di perusahaan.

G. Memeriksa kelengkapan peralatan kesehatan kerja.

H. Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.

I. Mengembangkan laboratorium keselamatan dan kesehatan

kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan

interpretasi hasil pemeriksaan.

J. Menyelenggarakan administrasi keselamatan dan kesehatan

(24)

d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijakan manajemen dan

pedoman kerja dalam rangka upaya peningkatan keselamatan kerja,

higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja

(Budiono dalam Purba, 2005)

P2K3 harus membuat program kerja ( Depnaker RI dalam Purba, 2005)

yang meliputi :

1. Evaluasi

Mengadakan evaluasi masalah K3 yang ada di perusahaan untuk

mendapatkan data tentang bahaya potensi yang ada dari segi

proses produksi bahan baku sampai hasil akhir, peralatan/mesin

yang digunakan, cara kerja, alat pengaman dan alat pelindung diri

yang tersedia, cara pencegahan kebakaran, ketaatan tenaga kerja

memenuhi instruksi kerja (cara kerja yang aman, pemakaian alat

pelindung diri dan alat pengaman lainnya). Dari data dikumpulkan

dan dibuat evaluasi tentang sempurna tidaknya usaha pencegahan

kecelakaan yang telah ada dan perlu dibuat rekomendadi cara

perbaikannya.

2. Memupuk kerjasama dengan bagian produksi, bagian teknik dan

logistic atau unit-unit kerja dalam perusahaan.

(25)

Setiap kecelakaan yang terjadi bagaimanapun kecilnya perlu

diteliti dan dianalisa secara mendalam sehingga diketahui

penyebab utama dan ikutannya.

4. Statistik kecelakaan

Melakukan kegiatan statistik kecelakaan secara baik hal ini akan

membantu setiap orang ataupun instansi yang berkepentingan

termasuk pihak manajemen dalam mengambil langkah-langkah

kearah yang lebih baik lagi.

5. Membuat laporan kegiatan panitia untuk keperluan pimpinan

perusahaan dan sebagai bahan laporan ke instansi berwenang.

6. Pendidikan dan pelatihan

Mengusahakan pendidikan dan penerangan kepada tenaga kerja

mengenai masalah K3, pencegahan kecelakaan, kesehatan

lingkungan dan lain-lain dalam usaha menanamkan kesadaran dan

penerapan cara kerja yang selamat, sehat dan produktif.

Pendidikan dapat berupa kursus berkala, ceramah, pemutaran film,

maupun poster, slide, buletin dan majalah. Tenaga pengajar

sedapat mungkin dari anggota P2K3 sendiri dan untuk hal khusus

dapat meminta bantuan dari Departemen Tenaga Kerja, Dewan K3

ataupun instansi lain. Perlu diadakan pula pelatihan pertolongan

(26)

7. Merencanakan pertemuan anggota P2K3 secara berkala

sekurang0kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan. Bila diperlukan

diadakan siding khusus.

8. Setiap selesai siding agar menyusun suatu kesimpulan untuk

pekembangan panitia dan membuat rekomendasi tentang masalah

yang dibicarakan untuk manajemen.

9. Memberikan pertimbangan dan saran dari segi K3 dalam rangka

perencanaan pengembangan pemakaian proses dan alat-alat baru.

10.Berperan serta dalam kegiatan Dewan K3 di wilayah maupun

kegiatan Departemen Tenaga Kerja, sepanjang menyangkut

masalah K3.

11.Meningkatkan pengentahuan anggota melalui seminar, ceramah

tentang K3, maupun literature dari dalam dan luar negeri secara

terus menerus.

12. Membuat dan memperbaiki cara-cara dan berpedoman kerja yang aman.

2.5 Zero Accident

Zero accident berarti tidak ada lagi kecelakaan di lokasi kerja baik itu

yang bersifat cedera memerlukan pertolongan pertama atau P3K hingga

(27)

2.5.1 Program Zero Accident di Tempat Kerja

Program zero accident ialah tanda penghargaan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang

telah berhasil dalam melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan

Kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan (zero accident).

Penghargaan zero accident diberikan kepada perusahaan yang telah

berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa

menghilangkan waktu kerja. Penghargaan zero accident diberikan dalam bentuk

piagam dan plakat yang ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Republik Indonesia.

Dasar Hukum pelaksanaan program zero accident di tempat kerja

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

2. Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.

3. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja.

4. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan

Pemeriksaan Kecelakaan.

5. Kepmenaker RI no 463 Tahun 1993 tentang Pola Gerakan Nasional

(28)

2.5.2 Kriteria Perusahaan Peserta Program Zero Accident di Tempat Kerja

1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 orang.

2. Perusahaan Menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50 orang

sampai dengan 100 orang.

3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49

orang.

Kriteria/kategori/kelompok kecelakan kerja yang menghilangkan waktu kerja

menurut program zero accident , antara lain :

1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali

bekerja dalam waktu 2 x 24 jam.

2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga kerja)

yang menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun kerusakan

peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal berikutnya.

Tidak termasuk dalam kriteria/kategori/kelompok kecelakaan kerja yang

menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident di tempat kerja, yaitu :

1. Kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja karena perang, bencana

alam ataupun hal-hal lain di luar kendali perusahaan.

(29)

Ketentuan pemberian penghargaan zero accident :

1. Bagi perusahaan besar : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang

menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah

mencapai 6.000.000 (enam juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden)

yang menghilangkan waktu kerja.

2. Bagi perusahaan menengah : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang

menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah

mencapai 1.000.000 (satu juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden)

yang menghilangkan waktu kerja.

3. Bagi perusahaan kecil : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang

menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah

mencapai 300.000 (tiga ratus ribu) jam kerja tanpa kecelakaan kerja

(inseden) yang menghilangkan waktu kerja.

4. Bagi perusahaan sektor konstruksi : perusahaan kontraktor utama yang

telah selesai melaksanakan pekerjaan tanpa terjadi kecelakaan kerja

(insiden) yang menghilangkan waktu kerja dengan waktu pelaksanaan

kegiatan minimal 1 (satu) tahun. Perusahaan sub-kontraktor merupakan

pendukung data bagi perusahaan kontraktor utama. Apabila terjadi

kecelakaan kerja (insiden) yang menyebabkan hilangnya waktu kerja baik

(30)

sub-kontraktor, maka seluruh jam kerja yang telah dicapai menjadi 0 (nol)

secara bersama.

Tata cara pengajuan serta penilaian untuk memperoleh penghargaan zero accident

1. Perusahaan telah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja serta Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja selama 3 (tiga) tahun.

2. Mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia c.q. Direktur Jenderal Binawas melalui Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota.

3. Melengkapi data pendukung sebagai berikut :

a. Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga)

tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan.

b. Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3

(tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja

lembur tahunan.

c. Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun

sub-kontraktor (yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3

(tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja

(31)

d. Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor

maupun sub-kontraktor (yang dianggap bagian dari

perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam

jumlah jam kerja lembur kontraktor dan atau sub-kontraktor

tahunan.

4. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan terhadap data-data yang

diajukan perusahaan.

5. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan ke lokasi perusahaan

meliputi :

a. Dukungan dan kebijakan manajemen secara umum terhadap

program K3 di dalam maupun di luar perusahaan.

b. Organisasi dan administrasi K3.

c. Pengendalian bahaya industri.

d. Pengendalian kebakaran dan hygiene industri.

e. Partisipasi, motivasi, pengawasan dan pelatihan.

f. Pendataan, pemeriksaankecelakaan, statistik dan prosedur pelaporan.

6. Hasil penilaian dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia untuk selanjutnya ditetapkan dalam Surat Keputusan

(32)

7. Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diserahkan oleh Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia ataupun pejabat lain

yang ditunjuk.

8. Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian penghargaan zero

accident (kecelakaan nihil) menjadi beban perusahaan bersangkutan.

9. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemberian penghargaan zero

accident (kecelakaan nihil) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan saran-saran dari perusahaan bersangkutan ( Adzim, 2013)

2.6 ISO 9001

ISO 9001 adalah standar internasional yang menetapkan persyaratan

untuk Sistem Manajemen Mutu. ISO 9001 pertama kali diterbitkan pada tahun 1986

oleh ISO (International Organization for Standardization), sebuah badan internasional

yang terdiri dari badan standar nasional yang beranggotakan lebih dari 160 negara.

Sejak pertama diterbitkan, ISO 9001 mengalami 2 kali perubahan minor

(1994, 2008) dan 2 kali perubahan major (2000, 2015). Versi terkini ISO 9001 adalah

ISO 9001 2015.

ISO 9001 lebih berisi persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan, di mana cara

untuk memenuhi persyaratan tersebut diserahkan ke masing-masing perusahaan

(33)

a) ISO 9001 mewajibkan perusahaan memiliki kebijakan dan sasaran mutu.

Perusahaan bisa menetapkan sendiri Kebijakan dan Sasaran Mutu yang sesuai

dengan karakter perusahaan.

b) ISO 9001 mewajibkan perusahaan untuk memiliki sumber daya yang baik.

Sumber daya manusia dan infrastruktur. Bentuk evaluasi sumber daya

manusia atau cara memastikan bahwa pekerja sudah berkompeten (seperti

bukti SIM sebagai bukti bahwa pengemudi sudah memiliki kompetensi

mengendarai kendaraan dengan baik dan benar) ditetapkan sendiri oleh

perusahaan. Demikian juga cara menetapkan infrastruktur yang baik,

termasuk pemeliharaan infrastruktur ditetapkan oleh perusahaan.

c) ISO 9001 mewajibkan perusahaan untuk memiliki standar sebagai acuan

untuk bekerja, untuk menghindari kesalahan. Bentuk standar acuan bisa

ditetapkan oleh perusahaan sesuai karakter unik dari masing-masing

perusahaan.

Jadi ISO 9001 tidak menstandarisasi cara, tidak membatasi kreativitas perusahaan.

ISO 9001 hanya memberikan pedoman karakteristik Sistem Manajemen Mutu yang

baik, dalam bentuk persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan untuk dapat diakui

sebagai perusahaan yang telah memenuhi kriteria persyaratan yang telah ditetapkan

(34)

Secara konsep apa yang dituntut oleh ISO 9001 adalah sangat baik dan juga

merupakan karaketeristik dari semua perusahaan unggul, walaupun perusahaan

tersebut tidak disertifikasi ISO 9001.

1. Perusahaan harus menetapkan Customer bagi perusahaan dan

mendefinisikan mutu dari kacamata Customer

2. Perusahaan harus memahami isu internal dan eksternal sebagai masukan

untuk membangun Sistem Manajemen Mutu

3. Perusahaan harus memahami keinginan dan tuntutan dari stakeholder

sebagai masukan untuk membangun sistem manajemen mutu

4. Perusahaan harus mengidentifikasi risiko dan peluang yang dapat

mempengaruhi operasional dan pencapaian tujuan perusahaan. Dan

melakukan tindakan untuk mengurangi efek negatif dan menangkap

peluang.

5. Perusahaan menetapkan Kebijakan dan Sasaran Mutu

6. Kebijakan Mutu menjadi pedoman dalam menyusun sistem, operasional

bisnis perusahaan

7. Perusahaan memiliki program kerja untuk mencapai sasaran mutu

8. Perusahaan harus memahami keinginan pelanggan dan memastikan

(35)

9. Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengatur pekerjaan sehingga

perusahaan dapat mengirim produk atau pelayanan tepat waktu sesuai

janji dengan Customer

a. Perusahaan harus memiliki sistem untuk memastikan

produk atau pelayanan dapat memenuhi persyaratan

pelanggan dan peraturan terkait produk

b. Perusahaan harus menyediakan dan memastikan bahwa

karyawan yang bekerja telah memiliki kompetensi yang

sesuai (Sumber Daya Manusia).

c. Perusahaan harus menyediakan infrastruktur yang sesuai,

dan menjaga kondisi infrastruktur dalam keadaan baik

(Mesin/ Infrastruktur).

d. Perusahaan harus menetapkan metode pembelian untuk

mendapatkan material yang baik, dan melakukan kontrol

atas material untuk memastikan material yang akan

digunakan adalah material yang berkualitas baik

(Material).

e. Perusahaan harus menetapkan lingkungan kerja yang

baik, sesuai kebutuhan untuk menghasilkan produk dan

(36)

f. Perusahaan harus menetapkan metode kerja yang baik,

sebagai acuan dalam bekerja untuk menghindari

kesalahan (Metode).

10. Perusahaan harus memiliki sistem kontrol untuk memastikan produk atau

pelayanan telah memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan terkait

produk sebelum diserahkan ke Customer

11. Perusahaan harus memastikan bahwa alat ukur yang digunakan untuk

mengukur produk atau pelayanan telah sesuai, misalnya dikalibrasi atau

ditera

ketika terjadi ketidaksesuaian terhadap produk atau pelayanan,

perusahaan memiliki sistem pengendalian terhadap produk atau

pelayanan yang tidak sesuai

12. Perusahaan harus memiliki sistem corrective action untuk menganalisa

penyebab masalah pada sistem dan melakukan perbaikan terhadap akar

penyebab masalah, sehingga masalah tidak terulang

13. Perusahaan harus memeriksa apakah sistem yang telah ditetapkan

dijalankan dengan konsisten melalui program audit

14. Perusahaan harus mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap

(37)

15. Perusahaan harus melakukan review secara berkala. Review terhadap

pencapaian kinerja (sasaran mutu) dan efektifitas sistem manajemen mutu

perusahaan.

16. Perusahaan harus memiliki sistem untuk meningkatkan kinerja

operational (improvement)

17. Perusahaan harus mengendalikan standar, sehingga hanya standar yang

terbaru yang digunakan untuk bekerja

18. Perusahaan harus mengendalikan record, sehingga record mudah dicari,

tidak hilang, dan sewaktu-waktu dapat diakses untuk keperluan analisa

atau keperluan telusur saat terjadi masalah.

ISO 9001 bersifat sukarela, bukan merupakan kewajiban. Walaupun bersifat

sukarela, namun karena apa yang dituntut oleh ISO 9001 bagus, maka beberapa

perusahaan mewajibkan supplier mereka untuk mengikuti standar ISO 9001 untuk

menjaga perusahaan mendapat pasokan produk atau pelayanan yang baik.

Perusahaan bisa saja menggunakan ISO 9001 sebagai acuan dalam mengembangkan

Sistem Manajemen perusahaan, walaupun perusahaan tidak berkeinginan untuk

(38)

2.7 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) 2.7.1 Pengertian HACCP

HACCP adalah singkatan dari Hazard Analysis and Critical Control

Point. Dimana ini merupakan sebuah sistem yang akan mengontrol kondisi makanan sesuai dengan tolak ukur yang ditetapkan. Uji makanan ini akan cenderung kepada

kemungkinan akan bahaya yang ada dalam makanan tersebut. Sehingga dapat

dikatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control Point ini adalah sebuah sistem

jaminan mutu makanan.

2.7.2 Tujuan HACCP

Keberadaan HACCP ini sangatlah penting karena akan mengawasi

peredaran berbagai produk makanan yang semakin banyak variasinya dewasa ini.

Maka dari itulah, kemudian HACCP ini hadir untuk membantu masyarakat dalam

memilih makanan.

HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) ini juga bisa dikaitkan

dengan uji mutu terhadap makanan yang harus dilakukan, karena memang didasarkan

pada kesadaran masyarakat akan makanan-makanan yang bisa membahayakan tubuh

kita. Selain itu juga didasarkan pada penghayatan akan banyaknya kerugian yang

disebabkan oleh olahan makanan-makanan yang berbahaya.

Arah tujuan dari HACCP ini juga akan cenderung pada pengurangan resiko

(39)

resiko yang membuntutinya. Namun resikonya sangat kecil sehingga HACCP ini

(40)

2.8 Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Keterangan Gambar :

Area produksi merupakan tempat dimana pekerja melakukan pekerjaannya. Area

produksi juga merupakan sumber dari berbagai risiko kecelakaan kerja yang

sewakt-waktu dapat menimpa pekerja yang berada di area produksi. Untuk menanggulangi

segala bahaya dan risiko ditempat kerja, maka perusahaan melakukan beberapa

tindakan pengendalian risiko kecelakaan kerja, diantaranya melaksanakan program

K3 yaitu pembentukan Tim P2K3 di lingkungan kerja, melaksanakan pelatihan K3 di

perusahaan, dan memberikan rambu peringatan dan pemberitahuan serta informasi

disekitar lingkungan kerja area produksi terutama di area yang memiliki risiko

kecelakaan kerja.

Pekerja Area Produksi

Risiko Kecelakaan

Kerja

Pengendalian Risiko

1. Program K3 (Pembentukan Tim P2K3)

2. Pelatihan K3

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Dalam usaha mengurangi penggunaan kantung plastik khususnya pada saat belanja, maka dirancanglah tas belanja dengan bahan yang tahan air, mudah dilipat, mudah disimpan,

Nilai ini menunjukkan bahwa model memberikan goodness of fit sebesar 80,7 % atau keragaan fungsi produksi padi Ciherang dengan sistem tanam Non Jejer Legowo di

RSUP Haji Adam Malik Medan periode tahun 2014 dan 2015. Mengetahui sebaran etiologi pasien CTS di RSUP Haji

Makna yang cukup mendalam karena batik ini merupakan penggambaran kejadian saat masyarakat Cirebon dijajah oleh Belanda, yang tervisualkan pada batik Kumpeni.. Kata Kunci:

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian Pengaruh Esktrak Annona Muricata Linn (daun sirsak) terhadap Sel Inflamasi dan COX-2 (studi invivo pada Adenokarsinoma

Wilayah yang mereka tinggali sangat unik.Dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai.Wilayah yang ditinggali Suku Asmat ini telah menjadi Kabupaten sendiri

Berdasarkan uraian di atas, kesimpulannya adalah bahwa faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak ( tax compliance ) dalam penyetoran SPT masa Wajib Pajak

Hal ini berarti bahwa: (1) upaya untuk memperoleh kualitas bahan pangan yang baik harus dimulai dari sejak pra-panen sampai pascapanen, dan (2) negara-negara berkembang didiskreditkan