BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan zat gizi dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabeltertentu (Hasdianah, 2014). Dalam pembahasan tentang status gizi
menurut Hasdianah (2014) Ada tiga konsep yang harus dipahami, ketiga konsep
tersebut yaitu :
a. Prosedur dari organisasi dalam menggunakan bahan makanan melalui psoses
pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan metabolisme. Dan
pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh, dan
produksi energi, proses ini disebut gizi.
b. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi
disatu pihak dan pengeluaran organisme dipihak lain. Keadaan ini disebut
nutriture.
c. Tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh nutriture dapat terlihat melalui
variabel tertentu.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat fungsi makanan dan
penggunaan zat gizi yang dibedakan antara lain: gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan
otot, dan jumlah air dalam tubuh. Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu
pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan
umur (Hasdianah, 2014).
Menurut Hasdianah (2014) Salah satu contoh penilaian status gizi dengan
antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body
Massa Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi remaja, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Untuk indeks
massa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi
badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat menghitung dengan rumus berikut :
���= ���������� (��)
Tinggi Badan (m)������������ (�)
Klasifikasi IMT berdasarkan WHO adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi IMT berdasarkan WHO
Indeks Massa Tubuh (IMT) Klasifikasi
< 17,0 Sangat kurus
17,0 - 18,5 Kurus
18,5 - 24,9 Normal
25,0 - 29,9 Gemuk
30,0 - 34,9 Obesitas tingkat ringat 35,0 – 39,9 Obesitas tingkat sedang
> 40 Obesitas tingkat berat
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia 2010
Keadaan seseorang sangat kurus dengan kekurangan berat badan tingkat
berat (KEK) bila IMT < 17,0. Keadaan seseorang dikatakan kurus dengan
dikategorikan normal bila IMT 18,5 - 24,9. Keadaan seseorang dikatakan gemuk
bila IMT 25,0 - 29,9. Sedangkan obesitas dengan kelebihan berat badan tingkat
berat memiliki memiliki tiga tingakatan yaitu obesitas tingat ringan, obestas
tingkat sedang dan obesitas tingkat berat. Obesitas tingkat ringan bila IMT 30,0 -
34,9. Obesitas tingkat sedang bila IMT 35,0 – 39,9. Sementara obesitas tingkat
berat bila IMT > 40.
IMT menurut Umur untuk mengukur status gizi remaja berdasarkan
standar antropometri penilaian status gizi anak sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 dengan
menghitung nilai Z-score IMT/U adalah :
Z- score
=
����� ����� ������� ���� −������ ����� ����� ������� ���� ������� ������� ����� ����� ������� ����Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan IMT/U Status Gizi Berdasarkan IMT/U Ambang Batas (Z-score)
Sangat kurus
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia 2010
Berdasarkan kategori dan ambang batas srtatus gizi IMT/U keadaan
seseorang dikatakan sangat kurus dengan ambang batas < -3 SD. Keadaan
seseorang dikatakan kurus dengan ambang batas -3 SD sampai dengan <-2 SD.
Keadaan seseorang dikatakan normal dengan ambang batas -2 SD sampai dengan
1 SD. Keadaan seseorang dikatakan sangat gemuk dengan ambang batas >1 SD
sampai dengan 2 SD. Keadaaan seseorang dikatakan obesitas dengan ambang
2.2 Zat Gizi Makro
Makro berasal dari bahasa Yunani yang berarti besar. Maka zat gizi
makro adalah zat yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar. Zat ini digunakan
untuk membentuk dan memelihara jaringan sel-sel tubuh, sebagai sumber tenaga
agar bisa beraktivitas dan sebagai zat pegatur sistem didalam tubuh. Zat gizi yang
termasuk dalam kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, protein dan lemak
(Irianto, 2014).
2.3 Energi dalam Makanan
Manusia memerlukan energi agar tubuhnya tetap hangat dan seluruh
proses kehidupannya dapat berjalan dengan lancar. Semua energi ini berasal dari
pembakaran kimiawi makanan, yaitu proses yang membutuhkan oksigen dengan
memproduksi karbon dioksida dan air. Stimulus utama yang merangsang asupan
makanan adalah kebutuhan untuk mepertahankan pasokan energi yang adekuat
dan selera ini memiliki pengaruh yang penting pada asupan semua nutrien yang
lain (Mann dan Truswell, 2014).
2.3.1 Kebutuhan Energi Remaja
Kebutuhan energi dapat dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu :
metabolisme basal, termogenesis yang ditimbulkan oleh makanan dan aktivitas
fisik, serta pertumbuhan jaringan baru jika anak-anak atau orang dewasa yang
baru sembuh dari sakit dan mengalami penurunan berat badan memerlukan energi
tambahan untuk pertumbuhan jaringan sementaara ibu hamil dan menyusui
memerlukan energi tambahan untuk mempertahankan pertumbuhan janinnya
Kebutuhan energi pada remaja yang sedang tumbuh sulit untuk ditentukan
secara tepat. Faktor yang perlu di perhatikan untuk menentukan kebutuhan gizi
remaja adalah aktivitas fisik seperti olahraga. Remaja yang aktif dan aktif dan
banyak melakukan olahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar di
bandingkan dengan remaja yang kurang aktif berolahraga (Irianto, 2014).
Energi yang digunakan untuk melakukan aktifitas dalam kehidupan
sehari-hari di dapat oleh tubuh dari energi yang di lepaskan di dalam tubuh pada proses
pembakaran zat makanan. Akan tetapi kita tidak memperoleh seluruh energi
makanan yang kita makan, karena tidak semua energi yang terkandung di dalam
makanan dapat diubah oleh tubuh menjadi energi kerja (Irianto, 2014).
Proses metabolisme tubuh, energi makanan hanya sebagian diubah ke
dalam energi kerja, sedangkan sebagian lagi diubah menjadi panas. Dengan
demikian dapat di mengerti bila sehabis makan atau tidak melakukan kerja tubuh
akan mengalami kelebihan energi kemudian diubah menjadi lemak tubuh,
akibatnya terjadi berat badan berlebih atau kegemukan. Kegemukan bisa
disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, lemak maupun
protein, tetapi juga karena kurang bergerak. Sebaliknya jika tubuh megalami
kekurangan energi tubuh akan mengalami keseimbangan negatif, akibatnya berat
badan berkurang dari berat badan seharusnya (ideal). Di dalam tubuh ada tiga
golongan zat makanan yang dapat dinoksidasi untuk mendapatkan energi yaitu
Menurut AKG 2013, Kebutuhan energi per orang hari dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 Kebutuhan Energi per hari untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Energi (kkal)
Pria (14-15 tahun) 46 158 2475
Wanita (14-15 tahun) 46 155 2125
Pria (16-17 tahun) 56 165 2675
Wanita (16-17 tahun) 50 158 2125
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013
2.4 Karbohidrat dalam Makanan
Karbohidrat adalah energi yang disimpan. Karbohidrat disintesis oleh
tanaman dari air serta karbondioksida dengan menggunakan energi matahari,
bentuk karbohidrat yang paling sederhanan yaitu glukosa (C6H12O6), bersifat
mudah larut, dan setelah diserap usus, glukosa akan diangkut melalui darah ke
jaringan tempat karbohidrat doksidasi kembali menjadi air dan karbon dioksida,
yang melalui proses ini, hospes (host) akan memperoleh energi untuk proses
metabolisme sel. Karbohidrat merupakan sumber energi makanan yang paling
penting di dunia, dan bahan utama sereal atau biji-bijian seperti beras, gandum,
maizena, oatmeal (havermunt), millet, serta sorghum (Mann dan Truswell, 2014).
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur. Karbohidrat yang terasa manis
disebut gula (sakarin). Gula menjadi bentuk karbohidrat yang semakin penting
karena hasrat manusia terhadap rasa manis mengakibatkan peningkatan produksi
gula sedemikian rupa sehingga sekarang gula memberikan nergi dari makanan
umbi-umbian yang mengandung pati, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan
buah-buahan (Mann dan Truswell, 2014).
2.4.1 Fungsi Kabohidrat dalam Tubuh
Menurut Proverawati (2011) Fungsi utamanya sebagai sumber energi (1gram
karbohidrat menghasilkan 4 kalori) bagi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh.
Sebagian dari karbohidrat diubah langsung menjadi energi untuk aktifitas tubuh,
dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan di otot. Ada
beberapa jaringan tubuh seperti sistem syaraf dan eritrosit, hanya dapat
menggunakan energi yang berasal dari karbohidrat saja. Melindungi protein agar
tidak dibakar sebagai penghasil energi.
Apabila karbohidrat yang dikonsusmsi tidak mencukupi untuk kebutuhan
energi tubuh dan jika tidak cukup terdapat lemak di dalam makanan atau
cadangan lemak yang disimpan di dalam tubuh, maka protein akan menggantikan
fungsi kabohidrat sebagai penghasil energi.
Membantu metabolisme lemak dan protein, sehingga dapat mencegah
terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan. Di dalam hepar
erfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu. Beberapa jenis karbohidrat
mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh. Laktosa misalnya berfungsi membantu
penyerapan kalsium. Robosa merupakan komponen yang penting dalam asam
nukleat. Selain itu beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna,
mengandung serat (dietary fiber) berguna unyuk pencernaan dalam memperlancar
menghemat protein, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus, mempertahankan
gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral, dan vitamin B.
Ada satu hal yang harus kita patuhi yaitu menjaga kesimbangan asupan
karbohidrat sederhana dam kompleks yang terdapat pada tubuh kita. Jadi, jangan
sampai salah satu berlebihan atau kekurangan. Jika kita merasa tubuh kita menjadi
sangat lemas, itu tandanya kita kekurangan karbohidrat sederhana. Kekurangan
karbohidrat kompleks dapat dilihat bila pencernaan kita terganggu misalnya
sering diare atau mencret. Jadi mulai sekarang perhatikanlah asupan karbohidrat
dalam makanan kita. Cobalah untuk mengurangi gula tambahan dan
banyak-banyaklah mendapatkan karbohidrat dengan mengansumsi buah-buahan (Irianto,
2014). Menurut AKG 2013, Kebutuhan karbohidrat per orang hari dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.4 Kebutuhan Karbohidrat Perorang Perhari untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun
Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Karbohidrat (g)
Pria (14-15 tahun) 46 158 340
Wanita (14-15 tahun) 46 155 292
Pria (16-17 tahun) 56 165 368
Wanita (16-17 tahun) 50 158 292
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013
2.5 Protein dalam Makanan
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesusah air. Seperlima
bagian tubuh protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dlam tulang dan
tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya didalam jaringan lain,
dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan
amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar
koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang penting untuk
kehideupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat
gizi laon, yaitu membangun serta memelhara sel-sel dan jaringan tubuh
(Proverawati, 2011).
Protein dibentuk dari unit-unit pembentuknya yang disebut asam amino.
Dua golongan asam amino adalah asam amino esensial dan asam amino
nonesensial. Asam-asam amino esensial adalah isoleusin, leusin, methionin,
fenilalanin, threonin, triptofan, valin, daan histidin (Proverawati, 2011).
Protein dibedakan menjadi protein hewani dan protein nabati. Protein yang
berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu disebut protein hewani,
sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan,
tempe, dan tahu diebut protein nabatai. Dahulu, protein hewani dianggap
berkualitas daripada menu seimbang protein nabati, karena mengandung
asam-asam amino yang lebih komplit. Tetapi hasil penelitian akhir-akhir ini
membuktikan bahwa kualitas protein nabati setinggi kualitas protein hewani,
asalkan makanan sehari-hari beraneka ragam. Protein dicerna menjadi asam-asam
amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain
(Proverawati, 2011).
2.5.1 Fungsi Protein dalam Tubuh
Menurut Proverawati (2011) Protein dapat berfungsi sebagai sumber
energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu
dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein. Protein berfungsi untuk
pertumbuhan dan mempertahankan jaringan, membentuk senyawa-senyawa
esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, mempertahankan kenetralan
(asam-basa) tubuh, membentuk antibodi, dan mentranspor zat gizi.
Protein juga berfungsi sebagai bahan pembentuk enzim. Hampir semua
reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh senyawa mikro molekul spesifik. Dari
reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbon dioksida sampai
semua enzim menunjukan daya katalisatik yang luar biasa dan biasanya
mempercepat reaksi.Selain itu protein juga sebagai Protein sebagai alat
pengangkut dan alat penimpan. Banyak molekul dengan berat molekul kecil serta
beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu.
Protein sebagai pengatur pergerakan. Protein merupakan komponen utama
daging. Gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang berperan
yaitu aktin dan myosin. Protein sebagai penunjang mekanis, kekuatan dan daya
tahan robek kulit dan tulang disebakan adanya kalogen. Suatu protein berbentuk
bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
Protein sebagai pengendalian pertumbuhan. Protein ini bekerja sebagai
reseptor yang dapat mempengaruhi fungsi-fungsi DNA yang mengatur sifat dan
karakter bahan. Protein sebagai media perambatan impuls syaraf. Protein yang
2.5.2 Bahan Makanan Sumber Protein
Protein dapat ditemukan baik dari makanan nabati maupun hewani. Dari
nabati contohnya kacang-kacangan, sercis, kecambah, padi-padian, biji-bijian.
Sedangkan yang hewani contohnya daging merah, ayam atau unggas, ikan,
kerang, telur, susu, keju, dan peternakan lainnya. Daging merah adalah protein
kelas satu dan merupakan sumber yang baik dari asam amino esensial dan besi.
Tapi remaja dianjurkan untuk tetap mematasi konsumsi daging merah, seminggu
sekali saja, karena daging merah ini juga mengandung lemak jenuh yang dapat
berbahaya jika dimakan berlebihan. Makanan yang tinggi protein namun rendah
lemak jenuhnya adalah kacang-kacangan, iji-bijiam, ikan, ayam (dada).
Sedangkan ercis dan kacang (beans) selain mengandung protein juga dapat
mengurangi kadar kolesterol darah (Mitayani, 2010).
Nah agar kebutuhan protein tercukupi dengan tidak menambah asupan
lemak secara berlebihan, maka kita dapat mengolah sumber protein tersebut
dengan cara direbus, dikukus, dipepes, atau boleh sekaligus ditumis. Hindari
proses menggoreng dengan mintak banyak (deep frying). Di tengah
melambungnya harga kebutuhan pokok, salah satunya daging, sumber protein
yang dapat menjadi pilihan karena harganya relatif terjangkau adalah telur. Tak
hanya itu protein telur juga mampu mengubah protein sumber makanan lain
supaya lebih berguna bagi tubuh(Irianto, 2014).
Protein secara berlebihan tidak menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang
tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas.
Hal ini mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal yang berfungsi membuang
hasil metabolisme protein yang tidak terpakai. Jika kadar protein terlalu tinggi
dapat mengakibatkan kalsium keluar dari tubuh dan menjadi penyebab
osteoporosis. Karena protein merupakan makanan pembentuk asam, kelebihan
aupan protein ini disebut asidosis yaitu gangguan pencernaan, seperti kembung,
sakit maag, sembelit, merupakan gejala awal asidosis (Irianto, 2014). Menurut
AKG 2013, Kebutuhan protein per orang hari dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.5 Kebutuhan Protein Perorang Perhari untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun
Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Protein (g)
Pria (14-15 tahun) 46 158 72
Wanita (14-15 tahun) 46 155 69
Pria (16-17 tahun) 56 165 66
Wanita (16-17 tahun) 50 158 59
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013
2.6 Lemak dalam Makanan
Lemak adalah suatu zat yang kaya dengan energi, lemak berfungsi sebagai
sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang ada di dalam
tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati
yang dapat disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai energi. Lemak disebut juga
dengan lipid, lipid terbagi dua kelas yaitu a) lipid yang terdapat di dalam tubuh, b)
lipid yang dihasilkan dalam tubuh untuk membentuk membran kemudian
membentuk lemak untuk mensintesis hormon-hormon. Berdasarkan bentuknya
lemak tergolong dalam lemak padat (mentega dan lemak hewan) dan lemak cair
(miyak sawit dan minyak kelapa). Berdasarkan penampakan lemak tergolong
alam lemak kentara ( mentega dan lemak pada daging sapi) dan lemak tak kentara
2.6.1 Fungsi Lemak dalam Tubuh
Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi, bahan baku pada
hormon, sebagai transport bagi vitamin yang larut dalam lemak, sebagai insulin
terhadap perubahan suhu, serta sebagai pelindung organ yang ada di dalam tubuh.
Kekurangan lemak dalam makanan akan menyebabkan kulit menjadi kering dan
bersisik. Dalam saluran cerna, lemak akan lebih lama berada di dalam lambung
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, proses penyerapan lemak lebih
lambat dibandingkan unsur lainnya. Oleh karena itu, makanan yang mengandung
lemak mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dibandingkan makanan
yang kurang mengandung lemak (Proverawati,2011).
Fungsi lain dari lemak yaitu mengabsorbsi vitamin yang larut dalam
lemak. Selain itu, lemak juga merupakan sumber asam lemak esensial yang tidak
dapat dihasilkan oleh tubuh dan harus disuplai dari makanan. Fungsi lemak
sebagai bahan baku hormon sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis dalam
tubuh, contohnya pembuatan hormon seks. Jaringan lemak di dalam tubuh
(jaringan adiposa) memiliki fungsi sebagai insulator untuk membantu tubuh
dalam mempertahankan temperaturnya, sedangkan pada wanita dapat memberikan
kontur khas feminim seperti jariga lemak di bagian bokong dan dada. Selain itu,
lemak tubuh dalam jaringan lemak juga berperan sebagai bantalan yang
melindungi organ dalam seperti bola mata dan ginjal (Proverawati, 2011).
Asupan lemak merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh. Lemak
juga merupakan zat yang digunakan tubuh untuk memproduksi prostaglandin,
jantung, konstroksi pembuluh darah serta pembekuan darah. Dengan
mengonsumsi makanan yang mengandung lemak, rasa kenyang yang kita rasakan
setelah makan juga akan bertahan lebih lama. Namun terlalu banyak
makan-makanan berlemak memberikan efek buruk bagi kesehatan. Mengonsumsi
makanan tinggi lemak akan meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti
penyakit jantung, kolesterol darah, diabetes, obesitas, penyakit batu empedu,
pnyakit liver dan osteoartritis juga dipicu oleh karena banyak makan makanan
yang mengandung tinggi lemak (Mitayani, 2010).
2.6.2 Gangguan Metabolisme Lemak
Menurut Cakrawati dan Mustika (2012) gangguan metabolisme lemak
yaitu kelebihan lemak (obesitas) meskipun bukan merupakan penyakit, tetapi
dapat menyebabkan timbulnya penyakit, seperti diabetes mellitus, penyakit
jantung, hipertensi. Obesitas terjadi jika ada kelebihan kalori hasil metabolisme.
Pada penderita obesitas, lemak berlebihan ditimbun pada jaringan-jaringan otot,
terkadang juga dalam pankreas ataupun hati. Penimbunan lemak yang tidak
merata, dapat menyebabkan semacam tumor.
Glukosa dalam darah yang berlebih dapat diubah menjadi komponen
lemak, yaitu dalam bentuk trigliserida atau disebut lemak kolesterol. Darah yang
bersifat seperti air dapat melarutkan lemak dalam bentuk emulsi dengan bantuan
lipoprotein. Bila kadar gula berlebih, sedangkan kemampuan lipoprotein terbatas
sehingga sebagian kolesterol tidak terlarut. Selanjutnya dapat menimbulkan
endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga rongga pembuluh
otak berdampak memperparah stroke hipoglikemia akibat komplikasi
metabolisme protein tersebut. Bila mengenai pembuluh darah jantung yang
mengaliri inding otot jantung (arteria koronaria), menimbulkan gangguan
penyakit jantung koroner.
Hiperlipidemia dimana suatu kondisi yang ditandai oleh peningkatan kadar
lipid/lemak darah. Hiperlipidemia terbagi menjadi hiperlipidemia primer yaitu
kondisi dimana disebabkan oleh kelainan genetik. Pada keadaan yang agak berat
tampak adanya xantoma (penumpukan lemak di bawah jaringan kulit).
Hiperlipidemia sekunder yaitu peningkatan kadar lipid darah disebabkan oleh
suatu penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, gangguan tiroid, penyakit
hepar dan penyakit ginjal.
Difisiensi lemak terjadi saat kelaparan (starvation), gangguan penyerapan
(malabsorption). Pada kondisi tersebut, tubuh terpaksa mengambil kalori dari
simpanan berupa protein ataupun lemak di jaringan otot karena intake yang
kurang. Hal ini mengakibatkan vakuola pada jaringan otot yang ditempati oleh
lemak menjadi keriput, sel menjadi longgar dan diisi oleh transudat. Semakin
banyak lemak yang hilang maka semakin bayak cairan interstitium. Pada akhirnya
proses ini dapat menimbulkan penurunan berat badan, karena karbohidrat yang
disimpan berkurang. Menurut AKG 2013, Kebutuhan lemak per orang hari dapat
Tabel 2.6 Kebutuhan Lemak Perorang Perhari untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013
2.7 Serat dalam Makanan
Serat pangan adalah senyawa berbentuk kabohidrat kompleks yang banyak
terdapat pada dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan
tidak diserap oleh saluran pencernaan manusia, namun serat memiliki fungsi yang
sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan sebagai
komponen penting dalam terapi gizi (Astawan, 2009).
Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 gram per
hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi
kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30 gram setiap
hari. Menurut American Association, rata-rata konsumsi serat penduduk Amerika
serikat adalah 11 gram per hari, sedangkan konsumsi serat penduduk Kenya dan
Uganda adalah sekitar 70-90 gram setiap hari (Astawan, 2009).
Dari data komparasi tersebut, terlihat bahwa konsumsi serat penduduk Indonesia
dan Amerika Serikat masih jauh dari kebutuhan serat yang direkomendasikan. Hal
ini mengakibatkan penyakit degeneratif di kedua negara tersebut meningkat tajam,
bahkan penyakit jantung sudah menjadi penyakit pembunuh nomor satu sejak
tahun 1990. Kondisi yang jauh berbeda dijumpai pada penduduk Kenya dan
Uganda yang konsumsi seratnya tergolong tinggi. Pada kedua negara tersebut,
lahu penyakit degeneratif tergolong rendah (Astawan, 2009).
Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Lemak (g)
Pria (14-15 tahun) 46 158 99,6
Wanita (14-15 tahun) 46 155 85,2
Pria (16-17 tahun) 56 165 106,8
Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat pangan dibagi
atas dua golongan besar, yaitu serat pangan larut dalam air (soluble dietary fiber)
dan serat pangan tak larut air (insoluble dietary fiber) (Astawan, 2009).
Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut di
dalam air dan juga dalam saluran pencernaan. Komponen serat ini dapat
membentuk gel dengan cara menyerap air. Yang termasuk ke dalam kelompok
serat pangan larut dalam dalam air adalah pektin, psilllium, gum, musilase,
karagenan, asam alginat, dan agar-agar (Astawan, 2009).
2.7.1 Fungsi Serat dalam Tubuh
Serat pangan larut dalam air berfungsi untuk memperlambat kecepatan
pencernaan dalam usus sehingga aliran energi ke dalam tubuh menjadi berkurang,
memberikan perasaan kenyang yang lebih lama, memperlambat kemunculan gula
darah (glukosa), sehingga membutuhkan sedikit insulin untuk mengubah glukosa
menjadi energi. Serat juga dapat membantu mengendalikan berat badan dengan
cara memperlambat munculnya rasa lapar. Bagi saluran pencernaan serat
meningkatkan kesehatan dengan cara meningkatkan mortalitas (pergerakan) usus
besar, kecukupan serat latut dalam air berguna mengurangi risiko penyakit
jantung, mengikat asam pada empedu, dan lemak dapat mengikat lemak dan
kolesterol, kemudian mengeluarkannya memalui feses (proses buang air besr)
(Astawan, 2009).
Serat pangan tak larut adalah serat yang tidak dapat larut, baik di dalam air
maupun di dalam saluran pencernaan. Sifat menonjol dari komponen serat ini
feses, sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan mudah.
Yang termasuk ke dalam kelompok serat pangan tak larut dalam air adalah
selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Astawan, 2009).
Serat yang tak larut dalam air berfungsi mempercepat waktu tinggal
makanan dalam usus dan meningkatkan berat feses, memperlancar proses buang
air besar, mengurangi risiko wasir, divesrtikulosis, dan kanker usus besar
(Astawan, 2009).
Memenuhi kebutuhan serat pangan sekaligus memenuhi gizi yang lengkap
dan seimbang, kita harus mengonsumsi kombinasi bermacam serat pangan dari
nasi beras yang masih ada kulit arinya, biji-bijian, sayur-sayuran, dan
buah-buahan. Semua makanan berserat terdiri atas kombinasi serat larut dan serat larut
dan tak larut. Pada umumnya komposisi serat pangan tak larut lebih dominan
dibandingkan serat larut. Misalnya untuk 1000 gram pisang, jumlah serat tak larut
sebesar 1,4 gram, sedangkan serat larutnya 0,6 gram. Demikian juga pada 100
gram apel dengan kulitnya, terdapat 2 gram serat tak larut dan 0,6 gram serat larut
(Astawan, 2009).
2.7.2 Sumber Serat Pangan
Sumber serat pangan yang baik adalah sayuran, buah-buahan, serelia, dan
kacan-kacangan. Kandungan serat dalam makanan sangat bervariasi antara satu
sumber dengan sumber lainnya. Makan sayuran dan buah-buahan dalam jumlah
cukup memiliki fungsi ganda, yaitu selain sebagai sumber serat juga merupakan
sumber vitamin dan mineral, yang kesemuanya itu diperlukan untuk pemeliharaan
mineral (seng, tembaga, dan selenium) dari sayuran dan buah-buahan juga telah
diketahui peranannya sebagai atioksidan untuk pencegahan berbagai penyakit dan
penuaan sel (Astawan, 2009).
Produk-produk makanan hewani, seperti daging, ikan , susu dan telur, serta
hasil-hasil olahannya mengandung serat dalam jumlah sangat sedikit karena
hampir seluruh bahan makanan tersebut dapat dicerna tubuh. Itulah sebabnya
konsumsi bahan-bahan makanan tersebut harus juga diimbangi dengan konsumsi
bahan pangan sumber serat (Astawan, 2009).
2.7 Kandungan Serat Pada Sayuran
Adapun Buah-buahan yang banyak mengandung serat yaitu: Jenis Sayuran Kadar Serat Pangan
Rebung 2,56
Kecambah Kedelai 1,27
Brokoli 2,63
Pecay 1,58
Ketimun 0,61
Sawi 1,01
Daun kelor 4,53
Daun Talas 2,58
Biji Kecipir 2,94
Paria 2,59
2.8 Kandungan Serat Pada Buah-Buahan
Jenis Buah-Buahan Kadar Serat Pangan
Nanas segar 1,46
Sumber : Made Astawan, 2009
2.9 Kandungan Serat Pangan Kacang-Kacangan
Jenis kacang-kacangan Kadar Serat Pangan
Kacang Tolo 4,5%
Kacag Hijau 1,4%
Kacang Panjang 3,34%
Kacang Mete 3,3%
Kacang Almond 11,8%
Kacang Kedelai 17,7%
Sumber : Made Astawan, 2009
Pada serealia yang kaya serat adalah beras, jagung, jali. Beras giling
berkadar serat pangan dan vitamin (khususnya vitamin B1) lebih rendah
dibandingkan beras tumbuk. Oleh karena itu, dalam memilih beras sebaiknya
jangan memilih beras yang terlalu bersih (putih). Makin bersih beras berarti beras
tersebut makin miskin akan vitamin dan serat, karena sebagian besar telah
terbuang dedak yang merupakan limbah dalam proses penggilingan beras
Kandungan serat pangan dari tepung dan roti tergantung kepada
kandungan dedaknya. Kandungan serat pangan pada roti cakelat (wholemeal)
adalah sekitar 8,5%, sedangkan pada roti putih (white bread) adalah sekitar 2,7%.
Beberapa bahan makanan lain yang terbuat dari serealia, seperti breakfast cereals,
cakes, biskuit, pasty juga merupakan sumber serat pangan yang cukup baik (Astawan, 2009).
Kacang-kacangan yang banyak mengandung serat adalah kacang tolo
4,5%, kacang hijau 1,4%, dan kacang-kacangan lain beserta hasil olahannya,
seperti tempe dan oncom (Astawan, 2009).
2.6.3 Fungsi Serat dalam Pencegahan Penyakit
Penyakit gigi disebabkan oleh tingginya gula dan bahan makanan bergizi
lainnya, seperti lemak dan protein yang menempel pada gigi. Bahan-bahan
makanan tersebut disenangi oleh bakteri pembusuk pada mulut. Konsumsi serat
pangan yang cukup akan membersihkan gizi dari sisa-sisa makanan, sehingga
aman dari kerusakan bakteri pembusuk. Itu sebabnya dalam suatu jamuan makan
selalu disediakan “pencuci mulut” yang biasanya berupa apel, mangga, pepaya,
atau buahan-buahan lainnya yang tinggi serat pangannya (Astawan, 2009).
Pada pertengahan tahun 1970-an. Konsumsi serat pangan diklaim dapat
memberikan efek positif terhadap penyembuhan penyakit diabetes dan
kardiovaskular. Seseorang yang menderita penyakit diabetes harus membatasi
konsumsi karbohidrat (gula) dalam menu sehari-hari. Suatu penelitian di
Capetown menunjukan bahwa pada penduduk yang mengonsumsi serat pangan
penduduk yang mengonsumsi serat rata-rata 24,8 gram per hari hanya ditemukan
0,05% penderita (Astawan, 2009).
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease karena
seseorang umumnya tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi, sebelum
memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai hetegenous
group of disease, karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi. Secara umum, seseorang dikatakan
menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90
mmHg (normalnya adalah 120/80 mmHg) (Astawan, 2009).
Tekanan darah tinggi terutama disebabkan oleh penyempitan pembuluh
darah, akibat kolesterol pada dinding pembuluh darah. Serat pangan larut air dapat
menunrunkan kolesterol darah. Dengan demikian, serat pangan juga berperan
membantu menurunkan tekanan darah tinggi. Serat yang baik untuk mengatasi
tekanan darah tinggi adalah serat yang bersifat larut (soluble dietary) yang dapat
diperoleh dari buah-buahan dan sayuran, seperti pisang, apel, dan seledri
(Astawan, 2009).
Menurut world cancer report-WHO bulan April 2003, saat ini ada sekitar
satu juta orang penderita baru yang terdeteksi menderita kanker usus, hampir ½
juta diantaranya meninggal dunia. Namun, penyakit kanker kolon dapat dicegah
melalui perubahan pola makan dan gaya hidup sehat. Penelitian terbaru dari
European Prospective into Cancer (EPIC)dan American Institute for Cancer Research (AICR), Mei 2003, melaporkan bahwa kecukupan serat pangan dari
usus hingga 40% di masyarakat Eropa dan 27% di Amerika Serikat (Astawan,
2009).
Terdapat empat teori utama yang diduga menyebabkan terbentuknya
kanker usus besar, yaitu konsumsi lemak yang tinggi, konsumsi daging yang
tinggi, konsumsi kolesterol yang tinggi, dan konsumsi serat pangan yang rendah.
Faktor-faktor tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti jenis asam lemak,
keseimbangan kalori, dan ketersediaan mikronutrien yang dapat berperan sebagai
antioksidan, seperti vitamin E, C, beta-karoten, dan selenium. Ketersediaan
mikronutrien antioksidan sangat berperan dalam menangkal pembentukan kanker
usus besar. Mikronutrien tersebut terutama terdapat pada bahan nabati rendah
kolesterol dan tinggi serat pangan, seperti buah-buahan dan sayuran (Astawan,
2009).
Penyakit divertikulosis adalah ketidaknormalan usus besar yang dicirikan
oleh timbulnya benjolan mukosa dan luka-luka pada usus. Gejala divertikulosis
ditimbulkan oleh terbentuknya feses kecil dan keras di dalam usus. Jika feses
berukuran kecil dan keras, tekanan yang diperlukan untuk memompa feses dapat
melebihi 90 mmHg. Apabila hal ini berlangsung berulang-ulang setiap hari dalam
jangka waktu lama, maka otot-otot usus besar menjadi lemah dan lelah. Keadaan
ini akan menyebabkan penonjolan-penonjolan di bagian luar usus membentuk
bisul yang kadang-kadang disertai peradangan yang dapat menimbulkan infeksi.
Adanya serat pangan akan menyebabkan konsistensi feses menjadi lebih lunak
memudahkan otot usus besar memompa feses keluar, sehingga divertikulosis
dapat dihindari (Astawan, 2009).
Keuntungan terbesar dari serat yang bersifat larut air terhadap kesehatan
adalah kemampuannya menurunkan konsesntrasi kolesterol darah. Data
epidemiologis dari sejumlah penelitian klinis menunjukkan bahwa serat larut air
mencegah penyakit jantung koroner. Serat yang bersifat larut air dari gandum,
barley, dan serealia lainnya terbukti punya efek menunrunkan kolesterol. Gum
dari jenis guar, locust bean, tragacant dan karagenan, polisakarida kedelai,
psilium dan pektin, juga menunjukkan efek hipokolesterolemik (penurunan
kolesterol) (Astawan, 2009).
Ketika melewati pembuluh darah, kolesterol yang densitasnya rendah (low
density lipoprotein) sedikit demi sedikit akan mengendap pada dinding pembuluh
darah. Jika hal ini berlangsung terus-menerus, timbunan tersebut akan membentuk
plak/kerak (plaque). Adanya plak pada dinding pembuluh darah dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) dan menghambat
aliran darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung menjadi lebih berat, sehingga
menimbulkan gangguan pada kerja jantung bahkan dapat berakibat gagal jantung
(Astawan, 2009).
Menurut penelitian Asosiasi Jantung Amerika, risiko penderita penyakit
jantung koroner akan meningkatkan sebesar 75% apabila nilai kolesterol darah
meningkat dari bawah 182 mg menjadi 182-200 mg/100 ml. Penurunan
konsentrasi kolesterol darah dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner.
colestipol, dan kolestiramin, kadang-kadang punya efek samping terhadap kesehatan, mulai dari konstipasi dan nausea sampai jantung berdebar dan
karsinogenisitas. Oleh karena itu, penurunan kolesterol alami seperti serat pangan
lebih baik dibandingkan obat-obatan tersebut (Astawan, 2009).
Penduduk Amerika Utara berisiko tinggi terhadap penyakit baru empedu
pada usia 20 tahun dan gejalanya baru akan terlihat 10 tahun kemudian. Ada dua
macam abnormalitas metabolik pada pendeita batu empedu, yaitu sekresi
kolesterol yang sedikitnya cadangan asam empedu yang terbentuk akibat
meningkatnya jumlah kolesterol dan terhambatnya sintesis asam empedu
(Astawan, 2009).
Adanya serat pangan akan mengurangi kadar kolestrerol di dalam darah,
sehingga kelebihan kolesterol pada kantong empedu dapat dicegah. Dengan
demikian, proses pengubahan kolesterol menjadi asam empedu dapat berjalan
normal (Astawan, 2009). Menurut AKG 2013, Kebutuhan serat per orang hari
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.10 Kebutuhan Serat Perorang Perhari untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013
2.7 Remaja
Remaja berasal dari kata latin (adolescence) (kata bendanya, adolescentia
yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”
(Dieny, 2014). Masa remaja, “jalan panjang” yang menjembatani periode Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Serat (g)
Pria (14-15 tahun) 46 158 35
Wanita (14-15 tahun) 46 155 30
Pria (16-17 tahun) 56 165 37
kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9 tahun dan berakhir di usia
18 tahun, memang sebuah dunia yang “lenggang”; dan rentan dalam artian fisik,
psikis, sosial dan gizi (Proverawati, 2011). Pada fase ini fisik seseorang terus
berkembang, demikian pula aspek sosial dan psikologisnya. Perubahan ini
membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak
terkecuali pengalaman dalam menentukan apa yang akan dikonsumsi
(Proverawati, 2011).
2.7.1 Ciri Masa Remaja dengan Periode Sebelum dan Sesudahnya
Menurut Mann dan Truswell (2014), masa remaja mempunyai ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya, yaitu:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Pekembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua
Perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa.
Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk “bertindak
sesuai umurnya”. Kalau remaja berusaha berperilaku sesuai orang dewasa sering
dimarahi. Status remaja tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi
waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola
perilaku, nilai nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi,
perubahan tubuh, minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan perubahan sikap
menjadi ambivalen yaitu menginginkan menurut kebebasan tetapi sering takut
bertanggung jawab.
d. Masalah remaja adalah masa yang banyak masalah
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini karena remaja
tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan orang lain sehingga
terkadang penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan.
e. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran
mereka di tengah masyarakat.
f. Masa remaja sebagai masa yang menibulkan ketakutan
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak
dapat dipercaya, cenderung peilaku merusak sehingga menyebabkan orang
dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik
dalam melihat dirinya maupun orang lain.
h. Masa remaja adalah ambang masa dewasa
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang
dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya
dalam berpakaian dan bertindak.
2.7.2 Masalah Gizi pada Remaja
Masalah makan dan gizi yang sering timbul pada remaja menurut Irianto
(2014) adalah :
a. Makan tidak teratur
Pada masa remaja aktifitasnya tinggi, baik kegiatan di sekolah maupun di luar
sekolah. Mereka sering makan cepat lalu ke luar umah. Tidak jarang mereka
makan di luar rumah, dengan resiko mereka makan dengan komposisi gizi yang
tidak seimbang. Banyak iklan makanan dengan sasaran remaja, antara lain
restoran cepat saji. Oleh karena itu sebaiknya di rumah disediakan sayur dan buah
segar, untuk menjaga agar kebutuhan gizi tetap terpenuhi. Pola makan remaja
sering kacau. Tidak jarang mereka makan pagi dan siang dijadikan satu, remaja
perempuan sering melakukan diet dibanding remaja laki-laki. Padahal untuk
memenuhi kebutuhan pada puncak pacu tumbuh, mereka memerlukan maka lebih
sering atau dalam jumlah yang banyak, agar pertumbuhannya optimal. Tetapi
hati-hati pada saat pertumbuhan mulai melambat, karena kebiasaan makan berlebihan
dapat mengakibatkan berbagai penyakit yang merugikan antara lain obesitas.
Kebiasaan merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat obatan terlarang
merupakan masalah remaja yang dapat mempengaruhi asupan makanan dan status
gizinya. Keadaan ini tergantung pada jumlah dan lama pemakaian dan status
b. Obesitas
Obesitas pada masa remaja cenderung menetap hingga dewasa dan makin lama
obesitas berlangsung makin besar korelasinya dengan mortalitas dan morbiditas.
Obesitas sentral (rasio lingkar perut dan panggul) terbukti berkorelasi terbalik
dengan profil lipid pada penelitian longgitudinal Bogalusa. Obesitas juga
menimbulkan masalah besar kesehatan sosial, dan pengobatan tidak saja
memerlukan biaya tinggi tetapi juga tidak efektif. Karenanya pencegahan obesitas
menjadi sangat penting dan remaja daripada dewasa, tetapi ada sebagian remaja
yang makannya terlalu banyak melebihi kebutuhannya sehingga menjadi gemuk.
Aktif berolahraga dan melakukan pengaturan makan adalah cara untuk
menurunkan berat badan. Diet tinggi serat sangat sesuai untuk para remaja yang
sedang melakukan penurunan berat badan. Pada umumnya makanan yang serat
tinggi mengandung sedikit energi, dengan demikian dapat membantu menurunkan
berat badan, disamping itu serat dapat menimbulkan rasa kenyang sehingga dapat
menghindari ngemil makanan/kue-kue (Irianto 2014).
c. Gizi kurang dan Bentuk Tubuh pendek
Bentuk Tubuh pendek pada remaja seringkali ditemukan pada populasi perawatan
pendek pada masa remaja seringkali ditemukan pada populasi dengan kejadian
malnutrisi tinggi, prevalensi berskisar antara 27-65% pada 11 studi oleh
Internatioal Centre for Research on Women (ICRW). Gizi kurang kronik yang mengakibatkan memperbesar risiko obstetrik, dan berkurangnya kapasitas kerja
d. Perilaku dan pola makan remaja
Pola makan remaja seringkali tidak menentu yang merupakan risiko
terjadinya masalah nutrisi. Bila tidak ada masalah ekonomi ataupun keterbatasan
pangan, maka faktor psiko-sosial merupakan penentu dalam memilih makanan.
Gambaran khas pada remaja yaitu: pencarian identitas, upaya untuk
ketidaktergantungan dan diterima lingkungannya, kepedulian akan penampilan,
rentan terhadap masalah komersial dan tekanan dari teman sekelompok (peer
group) serta kurang peduli akan masalah kesehatan, akan mendorong remaja kepada pola makan yang tidak menentu tersebut. Kebiasaan makan yang sering
terlihat pada remaja antara lain ngemil (biasanya makanan padat kalori),
melewatkan waktu makan terutama sarapan pagi, waktu makan tidak teratur,
sering makan fast food, jarang mengonsumsi sayur dan buah ataupun produk
peternakan (dairy foods) serta diet yang salah pada remaja wanita. Hal tersebut
dapat mengakibatkan asupan makanan tidak sesuai kebutuhan dan gizi seimbang
dengan akibatnya terjadi gizi kurang atau malahan sebaliknya asupan makanan
berlebihan menjadi obesitas. Remaja wanita cenderung pada asupan makanan
yang kurang, terlebih bila terjadi kehamilan. Di negara berkembang, sering terjadi
gangguan perilaku makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia terutama pada
wanita yang berkorelasi dengan body image yang negatif. Karennya penting
membangun body image dan self esteem yang positif pada remaja dalam upaya
e. Kurang energi kronis
Pada remaja badan kurus atau disebut kurang energi kronis tidak selalu
berupa akibat terlalu banyak olahraga atau aktivitas fisik. Pada umumnya adalah
karena makan terlalu sedikit. Remaja wanita yang menurunkan berat badan secara
drastiis erat hubungannya dengan faktor emosional seperti takud gemuk seperti
ibunya atau dipandang lawan jenis kurang seksi.
2.7.3 Standar Kebutuhan Gizi untuk Masa Remaja
Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses
kematangan manusia, pada masa perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan.
Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengaruhi status
kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau
kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih
maupun gizi kurang (Irianto, 2014).
Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun
secara antropometri kecukupan kadar hemoglobin atau anemia ditentukan dengan
pemeriksaan darah. Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang
paling mudah dan murah. Indeks Massa Tubuh (IMT) direkomendasi sebagai
indikator yang baik untuk menentukan status gizi remaja (Irianto, 2014).
Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan
masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi
dengan BBLR, penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah dilakukan
menunjukkan kelompok remaja menderita/mengalami banyak masalah gizi
Masalah gizi tersebut antara lain anemia dan IMT kurang dari batas
normal atau kurus. Prevalensi anemia berkisar antara 40%-88%, sedangkan
prevalensi remaja dengan IMT kurus berkisar antara 30%-40%. Banyak faktor
yang menyebabkan masalah ini. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab yang
mempengaruhi masalah gizi tersebut membantu upaya penanggulangannya dan
lebih terpengaruh dan terfokus (Irianto, 2014).
Tingginya kebutuhan energi dan nutrien pada remaja dikarenakan perubahan dan
pertambahan berbagai dimensi tubuh ( berat badan, tinggi badan), massa tubuh
serta komposisi tubuh yaitu : Tinggi badan, sekitar 15-20% tingi badan pada masa
remaja, percepatan tumbuh anak pria terjadi lebih belakangan serta puncak
percepatan lebih tinggi dibandingkan anak wanita. Pertumbuhan linear dapat
dapat melambat atau terhambat bila kecukupan makanan/energi sangat kurang
atau energi/expenditure meningkat misalnya pada atlet. Berat badansekitar
25-50% berat badan ideal dewasa dicapai pada masa remaja, waktu pencapaian dan
jumlah penambahan berat badan sangat dipengaruhi asupan makanan/energi dan
energy expenditure(Irianto, 2014).
2.8 Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Menurut Proverawati (2011) Angka Kecukupan Gizi adalah nilai yang
menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi
hampir semua penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi
fisiologis, seperti kehamilan dan menyusui. Kegunaan angka kecukupan gizi yang
dianjurkan untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi,
survei gizi/makanan, untuk merencanakan pemberian makanan tambahan balita
maupun perencanaan institusi, untuk merencanakan penyediaan pangan tingkat
regional maupun nasional, untuk patokan label gizi makanan yang dikemas
apabila perbandingan dengan angka kecukupan gizi diperlukan, dan sebagai
pendidikan gizi.
Menurut Hasdianah (2014) Status gizi pada remaja melibatkan beberapa
faktor, yaitu:
1. Faktor genetik merupakan cenderung pada turunan, sehingga seseorang
menderita obesitas diduga memiliki penyebab genetik. Peneliti terbaru
menunjukkan bahwa faktor genetik mempengaruhi sebesar 33% terhadap
berat badan seseorang.
2. Faktor lingkungan termasuk perilaku/pola gaya hidup setiap hari misalnya
apa yang dimakan serta bagaimana aktifitasnya.
3. Faktor pikiran berawal dari dalam fikiran seseorang biasanya
mempengaruhi kebiasaan makanannya.
4. Faktor jenis kelamin lebih sering dijumpai pada wanita terutama pada saat
remaja dan pasca menopause. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
endokrin dan perubahan hormonal. Kelainan saraf sistematik yang biasa mengubah seseorang menjadi banyak makan.
5. Faktor perkembangan bagi seseorang dengan penderita obesitas terutama yang
menjadi gemuk pada masa anak-anak bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali
penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
lemak didalam setiap sel.
6. Faktor aktifitas fisik kemungkinan salah satu penyebab utama dari
kemungkinan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian
obesitas ditengah masyarakat yang makmur. Seseorang yang tidak
memerlukan sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan
yang kaya lemak dan tidak melakukan aktifitas fisik yang seimbang, akan
mengalami obesitas. Menurut AKG 2013, Kebutuhan zat gizi makro dan serat
per orang hari dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.11 Kebutuhan Zat Gizi Makro dan Serat yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang perhari) untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun
Kelompok Umur BB
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013
2.9 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain dari yang ingin di teliti (Notoadmodjo, 2010).
Variabel independen atau variabel stimulus, prediktor, antecedent, bebas
merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahanya atau
kriteria, konsekuen, terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010).
Variabel independen terdiri dari asupan energi, asupan karbohidrat, asupan
protein, asupan lemak dan asupan serat. kemudian variabel dependen dalam
penelitian ini adalah status gizi remaja, yang digambarkan dalam bagan berikut :
Gambar 2.9 Kerangka Konsep Asupan Zat Gizi Makro dan Serat Serta Status Gizi pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan Tahun 2016
Asupan Serat
Status Gizi
Asupan Zat Gizi Makro: -Karbohidrat