• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Air

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, terjadi peningkatan aktivitas manusia. Namun tidak jarang, aktivitas manusia sendiri juga dapat menyebabkan penurunan kualitas (mutu) air. Bila penurunan mutu air ini tidak diminimalkan maka akan terjadi pencemaran air (Mulia, 2005).

Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah tercemar. Beberapa jenis bahan kimia untuk pupuk dan pestisida pada lahan pertanian akan terbawa air ke daerah sekitarnya sehingga mencemari air pada permukaan lokasi yang bersangkutan. Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan tanah endapan. Dengan demikian banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran air ini, yang akhirnya akan bermuara ke lautan, menyebabkan pencemaran pantai dan laut sekitarnya (Darmono, 2001).

(2)

Pencemaran air terdiri dari bermacam kategori. Mulia (2005) mengemukakan bahwa pencemaran air dapat dikelompokkan ke dalam Infectious Agents, Zat-zat pengikat oksigen, Sedimen, Nutrisi/ unsur hara, pencemar anorganik, zat kimia organik, energi panas, zat radioaktif.

Tabel 2.1. Pencemar-pencemar Air Utama

Kategori Contoh Sumber

A. Penyebab gangguan kesehatan

1. Infectious agents Bakteri, virus, parasit Excreta manusia dan hewan

2. Zat kimia organik Pestisida, plastik, detergen,

minyak, bensin.

Industri, rumah tangga dan pertanian.

3. Pencemar anorganik Asam,basa, garam, logam. Air limbah industri, bahan

pembersih rumahtangga, air limpahan.

4. Zat radioaktif Uranium, thorium, cesium,

iodine, radon.

1. Sedimen Tanah, lumpur. Erosi daratan.

2. Nutrisi/Unsur hara Nitrat, posfat, ammonium. Pupuk pertanian,

pembuangan kotoran, pupuk.

3. Zat-zat pengikat oksigen Pupuk kandang dan residu tumbuhan.

Pembuangan kotoran limpasan pertanian, pabrik

kertas, pemrosesan makanan.

4. Energi panas Panas. Pembangkit listrik, air

pemdingin industri. Sumber: Cunningham-Saigo (2001) yang dikutip oleh Mulia (2005)

(3)

biasanya mengandung material anorganik dan organik yang mengambang lebih banyak dari laut. Material tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi logam, sehingga pencemaran logam pada air tawar lebih mudah terjadi. Hal ini bukan hanya karena terdapat di daratan, tetapi karena pengaruhnya terhadap manusia yang mempergunakannya setiap hari. Pada air lautan lepas kontaminasi logam biasanya terjadi secara langsung dari atmosfer atau karena tumpahan minyak dari kapal tanker yang melewatinya. Sedangkan di daerah sekitar pantai kontaminasi logam kebanyakan berasal dari mulut sungai yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri atau pertambangan.

2.1.1. Pencemaran Laut

(4)

Pencemaran laut adalah masuk atau dimasukannya zat, mahluk hidup, energi, atau komponen lain ke dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alami sehingga kualitas air turun sampai tingkat tingkat tertentu yang menyebabkan air kurang berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1988).

Secara umum sumber pencemaran di lingkungan pesisir dan laut dapat bersumber dari limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan, pertambangan, pelayaran, pertanian dan perikanan budidaya. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa sedimen, logam beracun (toxic metal), pestisida , organisme patogen, sampah dan bahan - bahan yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang (Pramaribo, 1997).

Lautan sebagai salah satu lingkungan hidup dapat tercemar yang berasal dari kegiatan manusia di sepanjang pantai atau lautan sendiri. Darmono (2001) mengemukakan lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan - bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai, sering mengalami pencemaran berat, yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lambat.

(5)

timur Sumatera (Selat Malaka) merupakan kawasan perairan yang mengalami tangkap lebih (over fishing) khususnya ikan, udang dan kerang laut.

2.1.2. Kontaminasi Logam Berat Pada Air Laut

Bahan pencemar logam berat biasanya masuk dari darat. Pencemaran logam berat yang masuk ke lingkungan laut kebanyakan terjadi akibat adanya buangan limbah industri yang masuk melalui tiga cara yaitu (Windom, 1992) :

1. Pembuangan limbah industri yang tidak dikontrol.

2. Lumpur minyak yang juga mengandung logam berat dengan konsentrasi tinggi.

3. Adanya pembakaran minyak hidrokarbon dan batubara di daratan dimana logam berat dilepaskan di atmosfir dan akan bercampur dengan air hujan dan jatuh ke laut.

Limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dan beracun akan terbawa oleh sungai atau udara ke lingkungan laut. Secara sederhana bahan cemaran tersebut akan mengalami tiga macam proses akumulasi, yaitu proses fisik, kimia dan biologi. Pencemaran laut oleh logam berat menyebabkan efek yang merugikan karena dapat merusak sumberdaya hayati, membahayakan kesehatan manusia, menghalangi aktivitas perikanan, menurunkan mutu air laut dan merugikan kenyamanan di laut (Hutagalung, 1994).

(6)

Peningkatan logam berat dalam air laut, selain disebabkan oleh peningkatan aktivitas di sekitar perairan, dapat pula disebabkan oleh rendahnya pH dan salinitas, tingginya suhu dan masuknya nutrien dari muara ke dalam laut. Hoshika et al., (1991) mengemukakan bahwa keberadaan logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh pola arus. Arus perairan dapat menebarkan logam berat yang terlarut dalam air laut permukaan ke segala arah. Tinggi atau rendahnya kadar logam berat dalam suatu perairan bukan saja dipengaruhi oleh letaknya yang jauh dari pantai, tetapi juga sangat tergantung pada kondisi perairan setempat.

Menurut Darmono (1995), dinamika logam dalam air baik jenis air, maupun makhluk yang hidup di air tersebut telah banyak diteliti, terutama dalam memonitor pencemaran logam berat pada lingkungan sekitarnya.

Di Sumatera Utara sendiri, dari data dari Pemantau Pelindo I (2004) menunjukkan bahwa kadar kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg) di perairan Belawan telah melebihi batas maksimum pencemaran pada air laut. Dimana kadar dari logam-logam tersebut telah melewati ambang batas pencemaran air laut.

2.2. Timbal (Pb)

(7)

Rahde (1994) dalam Widowati (2008) mengatakan timbal adalah logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara dan air serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata serta lewat parental. Menurut Darmono (2001), selain dalam bentuk logam murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan organik. Semua bentuk Pb tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia karena sifatnya yang kumulatif dalam tubuh makhluk hidup.

2.2.1. Karakteristik Timbal (Pb)

Menurut Slamet (1994), Timbal atau plumbun (Pb) adalah metal kehitaman. Dahulu digunakan sebagai konstituen di dalam cat, baterai, dan saat ini banyak digunakan dalam bensin. Sementara Palar (2004) menyebutkan logam Pb termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Timbal mempunyai Nomor Atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2.

Menurut Palar (2004), timbal (Pb) mempunyai sifat khusus seperti berikut : 1. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan

menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. 2. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga

logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating.

3. Mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,5 0C dan titik didih 1620 0

4. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali emas dan merkuri.

C.

(8)

Sifat lainnya dari timbal yakni, mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan dan bila dicampur dengan logam lain, akan membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya (Darmono, 1995), serta mudah larut dalam larutan garam, misalnya larutan ammonium asetat (Sartono, 2001), dan larut dalam minyak dan lemak.

Widowati (2008) mengatakan sehari-hari timbal (Pb) dikenal dengan nama timah hitam, yang terdiri dari empat macam, yakni:

1. Timbal 204 dengan jumlah sebesar 1,48% dari seluruh isotop timbal. 2. Timbal 206 sebanyak 23,06%.

3. Timbal 207 sebanyak 22,60%.

4. Timbal 208 yang merupakan hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium (Th).

Timbal (Pb) dalam bentuk anorganik yang biasanya mencemari lingkungan merupakan Pb yang bersifat reaktif dalam berinteraksi dengan logam lain. Daya toksisitas dari Pb banyak dipengaruhi oleh hadirnya logam esensial dalam pakan, seperti Fe, Ca, Zn, Se, Cu, dan Co. Pada umumnya, defesiensi dari unsur-unsur tersebut dapat menaikkan absorpsi Pb sehingga menjadi keracunan, sedangkan jika kelebihan akan dapat mencegah terjadinya keracunan (Darmono, 2001).

2.2.2. Penggunaan Timbal (Pb)

(9)

Persenyawaan Pb dengan Cr (chromium), Mo (molybdenum), dan Cl (chlor) digunakan dalam industri cat untuk mendapatkan warna “kuning-chrom”. Dan dalam industri kimia, persenyawaan Pb dengan (CH3)4 (tetrametil-Pb) dan (C2H5)4

Widowati (2008) menyebutkan bahwa dalam pertambangan, logam berbentuk sulfida logam (PbS) disebut gelena. Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb. Kemampuan Pb membentuk alloy dengan berbagai jenis logam lain sehingga bisa meningkatkan sifat metalurgi dari Pb yaitu: (tetraetil-Pb) digunakan sebagai aditif ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor (Palar, 2004).

a. Pb + Sb sebagai kabel telepon.

b. Pb + As + Sn + Bi sebagai kabel listrik. c. Pb + Ni senyawa azida sebagai bahan peledak. d. Pb + Cr + Mo + Cl sebagai pewarnaan cat.

e. Pb + Asetat untuk mengkilapkan keramik dan bahan anti api. f. Pb + Te sebagai pembangkit listrik tenaga panas.

g. Tetrametil-Pb dan Tetraetil-Pb sebagai bahan aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor.

2.2.3. Sumber Pencemaran Timbal (Pb) di Air

(10)

timbal (Pb) dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan timbal (Pb) di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu proses pelapukan dari bantuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin juga merupakan salah satu jalur sumber timbal (Pb) yang akan masuk ke badan perairan. Timbal (Pb) yang masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak aktivitas manusia ada bermacam bentuk seperti air buangan dari yang berkaitan dengan timbal (Pb), air buangan dari penambangan biji timah hitam dan sisa pembuangan industri baterai.

Fardiaz (2002) menyebutkan sumber utama adanya timbal di air berasal dari pembuangan limbah yang mengandung timbal. Salah satu industri yang dalam air limbahnya mengandung timbal adalah industri aki penyimpanan di mobil, di mana elektrodanya mengandung 93% timbal dalam bentuk timbal oksida (PbO2

Sementara itu, data dari Pemantau Pelindo I (2004) menunjukkan bahwa kadar kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg) di perairan Belawan telah melebihi batas maksimum pencemaran pada air laut, dimana ada kecenderungan mengalami peningkatan tiap tahunnya.

).

2.2.4. Efek Toksik Timbal (Pb)

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam timbal (Pb) dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya timbal (Pb) ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit (Palar, 2004).

(11)

kira-kira 0,5 g. Batas paparan untuk timbal tetrametil dan timbal tetraetil 0,07 mg/m3

Walaupun pengaruh toksisitas akut jarang dijumpai, tetapi pengaruh toksisitas kronis paling sering ditemukan. Pengaruh toksisitas kronis ini sering dijumpai pada pekerja di pertambangan dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil (proses pengecatan), penyimpanan baterai, percetakan, pelapisan logam dan pengecatan sistem semprot (Darmono, 2001).

. Efek toksik timbal terutama terjadi pada otak dan sistem saraf pusat. Kadar timbal (Pb) dalam otak dan hati dapat mencapai 5 sampai 10 kali dari kadarnya dalam darah. Akibat keracunan timbal (Pb) ialah gangguan sistem saraf pusat, saluran cerna dan dapat juga menimbulkan anemia.

Widowati (2008) menyebutkan bagaimana timbal (Pb) memberikan efek racun terhadap berbagai fungsi organ tubuh. Berikut adalah mekanisme toksisitas timbal (Pb) berdasarkan organ yang dipengaruhinya:

1. Sistem haemopoietik di mana timbal (Pb) menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.

2. Sistem saraf di mana timbal (Pb) bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala, epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium. Kelainan fungsi otak terjadi karena timbal (Pb) secara kompetitif menggantikan peran Zn, Cu, dan Fe dalam mengatur fungsi sistem syaraf pusat.

3. Sistem urinaria di mana timbal (Pb) bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.

(12)

5. Sistem kardiovaskuler di mana timbal (Pb) bisa menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah.

6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap (Pb). Ibu hamil yang terkontaminasi timbal (Pb) bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria. 7. Sisitem endokrin di mana timbal (Pb) mengakibatkan gangguan fungsi tiroid

dan fungsi adrenal.

8. Bersifat karsinogenik dalam dosisis tinggi.

Batas kadar timbal dalam darah yang diperbolehkan diperhitungkan berdasarkan Threshold limit value for chemical substances and physical agent & biological exposure indices 200l. Berdasarkan acuan tersebut kadar timbal dalam

darah dinyatakan normal apabila di bawah 30 µg/100 ml (ACGIH, 200l). Sedangkan WHO (1995) menyebutkan batasan toleransi Pb yang masuk kedalam tubuh per mingguan (provisional tolerable weekly intake/ PTWI) Pb adalah 50 µg/kg berat badan untuk dewasa dan 25 µg/kg berat badan untuk anak-anak. Kadar normal dalam darah orang dewasa rata-rata adalah 10-25 µg/100 ml. Bila kandungan Pb lebih dari 80 µg/100 ml membahayakan bagi kesehatan.

(13)

Dalam tulang, Pb ditemukan dalam bentuk Pb-fosfat atau Pb3 (PO4)2

Sebagai tindakan pengamanan dan pencegahan terjadinya keracunan timbal (Pb), maka Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia mengatur batas cemaran timbal dalam makanan pada peraturan nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut:

(14)

Tabel 2.2. Batas Cemaran Logam Timbal (Pb) pada Makanan

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppm atau mg/kg)

9. Kembang gula/permen dan cokelat 1,0

10. Serealia dan produk serealia 0,3

11. Tepung terigu 1,0

12. Produk Bakteri 0,5

13. Daging olahan 1,0

14. Ikan olahan 0,3

15. Ikan predator olahan misalnya cucut, tuna, marlin dll 0,4 16. Kekerangan (bivalve) moluska olahan dan teripang

Olahan

1,5 17. Udang olahan dan krustasea olahan lainnya 0,5

18. Terasi 1,0

19. Garam 10,0

20. Ragi 5,0

21. Pangan olahan lainnya 0,25

Sumber : Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 2.3. Pengaruh Timbal (Pb) Terhadap Biota Air Laut

(15)

kelompok dapat menjadi terputusnya satu rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan suatu tatanan ekosistem (Palar, 2004).

Palar (2004) mengemukakan bahwa logam berat dapat mengumpul dalam tubuh organisme dan akan tetap tinggal dalam tubuh pada waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi. Pengeluaran logam berat dari tubuh organisme laut melalui dua cara yaitu ekskresi permukaan tubuh dan insang, serta melalui isi perut dan urine.

Sementara Darmono (1995) mengatakan dalam memonitor pencemaran logam, analisis biota air sangat penting artinya daripada analisis air itu sendiri. Hal ini disebabkan kandungan logam dalam air yang dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada lingkungan dan iklim. Pada musim hujan, kandungan logam akan lebih kecil karena proses pelarutan, sedangkan musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam menjadi terkonsentrasi. Kandungan logam dalam biota air biasanya akan selalu bertambah dari waktu ke waktu karena sifat logam yang “bioakumulatif”, sehingga biota air sangat baik digunakan sebagai indikator pencemaran logam dalam lingkungan perairan.

(16)

terlarut Pb pada konsentrasi 2,75 – 49 mg/l. Sedangkan biota perairan lainnya, yang dikelompokkan dalam golongan insecta akan mengalami kematian dalam rentang waktu yang lebih panjang, yaitu antara 168 sampai dengan 336 jam, bila pada badan perairan tempat hidupnya terlarut 3,5 sampai dengan 64 mg/l timbal (Palar, 2004). 2.3.1. Kandungan Pb pada Ikan

Logam berat dalam air mudah terserap dan tertimbun dalam fitoplankton yang merupakan titik awal dari rantai makanan, selanjutnya melalui rantai makanan sampai ke organisme lainnya, termasuk udang dan ikan (Fardiaz (1992). Terdapat beberapa penelitian yang telah membuktikan adanya kandungan timbal (Pb) dalam tubuh ikan dan crustacea sebagai akibat dari tercemarnya laut atau sungai dari pembuangan limbah maupun tumpahan minyak yang mengandung logam-logam berat.

(17)

kandungan timbal (Pb) sebesar 2,24 ppm yang melewati batas maksimum dan lebih tinggi dibandingkan ikan asin asin yang berasal dari daerah lainnya.

Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan minuman serta pernafasan dan kulit. Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti oleh peningkatan logam berat dalam tubuh ikan dan biota lainnya, sehingga pencemaran air laut oleh logam berat akan mengakibatkan ikan yang hidup di dalamnya tercemar. Pemanfatan ikan-ikan ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia (Hutagalung, 1994).

2.3.2. Kandungan Pb pada Udang

Biota lain yang terkena pengaruh cemaran timbal (Pb) di laut adalah udang. Penelitian Siagian (2004) yang meneliti cemaran logam berat pada biota laut di Kelurahan Bagan Belawan ditemukan bahwa kadar timbal (Pb) pada ikan, kerang dan udang telah melebihi ambang batas maksimum pencemaran. Penelitian Armanda (2009) juga menyebutkan bahwa sampel udang windu yang berasal dari Belawan memiliki kadar logam timbal (Pb) sebesar 0,8195 ± 0,0290 mg/kg, ini sangat jauh dari batas maksimum berdasarkan SNI 7387-2009 (batas maksimum 0,5 mg/kg).

(18)

mencari makan di dasar perairan yaitu pada sedimen yang mengandung logam berat sehingga menyebabkan udang terkontaminasi logam Pb dari pakan yang berupa detritus (hasil dari penguraian binatang yang telah mati)

2.4. Pencemaran Makanan

.

Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) terdapat 2 faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia yaitu:

1. Kontaminasi

Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh: a. Parasit, misalnya cacing dan amuba.

b. Golongan mikroorganisme, misalnya Salmonella dan shigella. c. Zat kimia, misalnya bahan pengawet dan bahan pewarna.

d. Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti stafilokokus dan Clostridium botulinum.

2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi tiga golongan:

(19)

b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).

c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan terkontaminasi dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agen penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler. Khusus pangan tradisional seperti terasi, ikan asin, petis, tempe, dan lain-lain, umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannnya praktek sanitasi dan higiene yang memadai, dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani pangan tradisional (Mahmudatussa'adah, 2008).

2.4.1. Kontaminasi Logam Berat pada Makanan

(20)

terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan tersebut oleh manusia (Astawan, 2008).

2.4.2. Cemaran Timbal (Pb) pada Makanan

Naria (2005) mengatakan bahan pangan yang dikonsumsi manusia mengandung timbal secara alami. Pada ikan dan binatang lain mengandung timbal 0,2-2,5 mg/kg, pada daging atau telur mengandung timbal sebesar 0-0,37 mg/kg, padi-padian mengandung timbal sebesar 0-1,39 mg/kg dan sayur-sayuran mengandung 0-1,3 mg/kg. Dengan demikian, maka kita perlu memperhatikan menu makanan yang dikonsumsi setiap hari.

Pada produk makanan yang berasal dari perairan atau kelautan seperti ikan, udang, kerang, cumi dan lain-lainnya, pencemaran logam berat pada umumnya berasal dari air laut itu sendiri. Mahmudatussa'adah (2008) menyebutkan bahan kimia penyebab keracunan diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran tersebut berasal dari Cemaran-cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan antibiotika.

Tabel 2.3. Kelompok Makanan yang Tercemar Timbal (Pb)

Kelompok Makanan Kadar Timbal (Kg/mg)

Makanan kaleng 50-100

Hasil ternak (hati, ginjal) 150

Daging 50

Ikan 170

Udang dan kerang >250

Susu sapi, buah dan sayuran 15-20

(21)

Makanan yang mengandung kadar timbal (Pb) yang tinggi adalah dari kelompok makanan kaleng, jeroan (hati, ginjal dari hasil ternak), ikan, kerang-kerangan, sayuran, dan buah-buahan yang ditanam di tepi jalan yang padat lalu lintasnya. Sayuran seperti ini kadar timbalnya bisa 10 kali lebih tinggi daripada di daerah pedesaan (Posman, 2000; Agustina, 2010).

2.5.Terasi

Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai usaha pemanfaatan ikan dan udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi merupakan produk perikanan yang berbentuk pasta. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi berkualitas baik. Sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan, sisa ikan sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau tepung beras, dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil/ rebon (Adawyah, 2008).

2.5.1. Pengertian Terasi

Terasi atau belacan adalah bumbu masak yang dibuat dari coklat, kadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi merupakan bumbu penting di kawasan asia tenggara dan china selatan. Terasi memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat juga ditemukan dalam berbagai resep tradisional Indonesia (Wikipedia, 2013).

(22)

masakan sayuran, sambal, rujak dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan.

Terasi memliki nilai gizi yang cukup tinggi. Kandungan unsur gizi dalam proses 100 gr terasi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4. Kandungan Gizi Dalam 100 gram Terasi

No. Nama Unsur Kadar Unsur

Sumber : Suprapti (2002) yang dikutip dari Daftar Analisis Bahan Makanan FK UI (1992)

Terasi tidak hanya digunakan sebagai sambal, tetapi terasi juga menjadi bahan penyedap berbagai jenis masakan, dari nasi goreng sampai sayur asam. Sebagai penyedap masakan, terasi merupakan warisan yang secara turun-temurun diproduksi masyarakat nelayan di Indonesia. Saat ini, terasi masih diproduksi secara tradisional. Daerah yang terkenal sebagai penghasil terasi adalah Bagansiapi-api. Namun ternyata beberapa kota di Pulau Jawa dikenal pula sebagai sentra industri rumah tangga terasi, seperti Sidoarjo, Indramayu, Cirebon, Pati serta Rembang.Terasi yang bermutu baik teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek, dengan kandungan protein 15-20 %, warna asli seperti tanah yakni coklat kehitam-hitaman.

(23)

kandungan protein 20-45%, kadar air, 35-50%, garam 10-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B12

2.5.2. Pembuatan Terasi

cukup tinggi (Adawyah, 2008).

Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi protein dihidrolisis menjadi turunan-turunannya, seperti pepton, peptida, dan asam-asam amino. Fermentasi juga menghasilkan amonia. Yang menyebabkan terasi berbau merangsang. Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap dan menimbulkan cita rasa (favouring agent) (Anonimous, 2013).

Menurut Rahayu (1992), prinsip dari fermentasi ikan atau udang adalah fermentasi di dalam larutan garam atau dengan penambahan garam kristal sehingga terbentuk flavour yang masih enak atau yang menyerupai daging. Proses dari fermentasi dari substrat tidak diharapkan sempurna dalam pembuatan bagoong (terasi) karena produk harus mengandung protein yang terhidrolisis atau tanap hidrolisis. Salah satu perubahan selama fermentasi yang diharapkan adalah liquid fiksi. Setelah proses penggaraman, cairan dari dalam ikan (udang) terekstrak keluar.

(24)

kandungan protein terlarut dalam cairan lebih tinggi bila fermentasinya dilakukan pada suhu 45ºC . Suhu optimal untuk fermentasi adalah 20-400 C selama 1-4 minggu.

Gambar 2.1. Gambar alur proses pembuatan terasi (Irianto, 2012)

Menurut Clucas dan Ward (1996) dalam Irianto (2012), secara rata-rata rendemen produk akhir terasi adalah 40-50% dari bobot bahan mentah udang ataupun ikan.

Udang kecil

Pencucian

Penambahan garam

Pengeringan matahari (1-2 hari)

Penumbukan dan penambahan garam

Pencetakan / penggumpalan

Pengeringan dan penumbukan

Terasi

Pembungkusan dengan daun pisang

(25)

Teknologi pembuatan terasi instan kini telah dikembangkan. Menurut Subagio (2006) dalam Irianto (2012), tahap pengolahan yang dilakukan adalah pengecilan ukuran terasi, pra-pengeringan, pengeringan yang sekaligus sebagai pemasakan, penepungan, pengayakan, dan pengemasan. Pengecilan ukuran terasi dengan diiris tipis setebal kurang lebih 3 mm untuk mempercepat pengeringan dan mendapatkan hasil pengeringan yang sempurna. Pra-pengeringan dilakukan dengan peng-ovenan pada suhu 40-500 C selama 12 jam atau dijemur selama sehari. Tahap pengeringan dan pemasakan sebaiknya menggunakan oven pada suhu 1500 C selama 30 menit. Pengeringan dan pemasakan juga dapat dilakukan dengan cara digoreng menggunakan minyak sawit atau dioven pada suhu 1000 C selama 1,5 jam. Produk hasil pengeringan dan pemasakan selanjutnya ditepungkan dan diayak dengan ukuran 60 mesh. Jika diinginkan, selama penepungan dapat dicampur dengan maltodekstrin yang dapat bertindak sebagai pengisi. Produk yang dihasilkan dikemas menggunakan alumunium foil atau botol.

Suprapti (2002) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas terasi, antaralain adalah sebagai berikut :

a. Tingkat kesegaran bahan

(26)

b. Aroma dan cita rasa

Lama waktu yang dipergunakan bagi pemeraman atau fermentasi,sangat menentukan aroma dan cita rasa terasi yang dihasilkan. Makin lama waktu yang dipergunakan, kualitas terasi yang dihasilkan makin tinggi. Disamping itu, cita rasa terasi juga dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan. Cita rasa terasi udang berbeda dengan cita rasa terasi ikan.

c. Kehalusan butiran

Tingkat kehalusan atau kelembutan butir-butir terasi memang tidak dapat diukur dengan skala mesh, namun justru langsung nampak pada penampilannya. Butiran yang kasar pada terasi, disebabkan antara lain oleh proses penghancuran bahan yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan proses penghancuran bahan baku tersebut antaralain disebabkan oleh kemampuan alat penghancur dalam menghancurkan bahan serta urutan proses yang digunakan. Pada proses pembuatan terasi secara tradisonal, penghancuran dilakukan saat penjemuran. Sehingga dengan demikian bahan baku tersebut telah menjadi kering dan liat sehingga sulit dihancurkan hingga halus.

d. Warna

2.5.3. Ikan dan Udang Sebagai Bahan Baku Terasi

Penambahan warna buatan yang dimaksudkan agar penampilan produk terasi menjadi lebih baik. Namun, bila pencampuran bahan pewarna buatan tersebut dilakukan secara tidak merata, maka justru akan berakibat sebaliknya.

(27)

Terasi udang biasanya memiliki warna cokelat kemerahan, sedangkan terasi ikan berwarna kehitaman. Terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan terasi ikan (Suprapti, 2002).

BPOM RI dalam peraturannya nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 menyebutkan bahwa terasi memiliki batas maksimum pencemaran timbal (Pb) sebesar 1,0 ppm. Sumber pencemaran timbal (Pb) diduga kuat berasal dari bahan baku terasi sendiri, yakni ikan dan udang. Ini menarik perhatian tersendiri mengingat ikan dan udang merupakan biota laut yang telah tercemar timbal (Pb) melebihi ambang batas seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Makanan yang rusak bisa terjadi karena pemilihan bahan baku yang keliru. Makanan yang rusak bisa menjalar ke makanan yang sehat jika tidak diwaspadai, karena bisa terjadi pencemaran silang sehingga merugikan dalam jumlah dan nilai yang besar, baik bagi keluarga pengguna makanan dan masyarakat dimana makanan yang rusak itu berada (Saksono, 2007).

2.6. Pemeriksaan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(28)

tertentu tergantung pada jenis logam (Darmono, 1995).

(29)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi

syarat

Batas maksimum Peraturan Ka.BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011

tahun 2009 Pemeriksaan

kadar timbal (Pb)

Bermerek

Olahan industri rumah tangga

Kadar timbal (Pb) pada terasi 2.7. Kerangka Konsep

Adapun .kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar

Tabel 2.1. Pencemar-pencemar Air Utama Kategori Contoh
Tabel 2.2. Batas Cemaran Logam Timbal (Pb) pada Makanan Batas maksimum
Tabel 2.3. Kelompok Makanan yang Tercemar Timbal (Pb) Kelompok Makanan Kadar Timbal (Kg/mg)
Tabel 2.4. Kandungan Gizi Dalam 100 gram Terasi No. Nama Unsur
+3

Referensi

Dokumen terkait

PANITIA PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI

(2012) melaporkan bahwa whey dangke dapat digunakan sebagai media pertumbuhan BAL karena mempunyai kandungan nutrisi (protein dan laktosa) yang dapat digunakan

Namun demikian, juga masih terdapat perbedaan atau kesenjangan antara keinginan masyarakat yang menjadi preferensi masyarakat dengan sikap pemerintah terkait dengan

Dari hasil pengujian didapatkan waktu pengupasan optimal 21,7 detik pada kecepatan putaran 800 rpm untuk pisau pengupas dan 37 rpm pada screw feeding. Perbandingan hasil

(2) Pengurus dapat diberhentikan apabila yang bersangkutan tidak memenuhi syarat menjadi anggota GN-PK dan atau terbukti melanggar AD/ART, Peraturan Organisasi, Kode Etik dan

Berdasarkan uaraian tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi miskonsepsi apa saja yang dialami siswa kelas VIII di SMPN 1

Dalam hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa jumlah tanggungan kepala keluarga petani kopi di desa Bukit Kemuning yang paling banyak adalah 6 orang dan yang

sesuai dengan kewenangan Desa dan diputuskan dalam musyawarah Desa. Kegiatan Prioritas Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa. Undang-undang Desa menjelaskan bahwa pemberdayaan