• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertuturan Dalam Kumpulan “Cerita Rakyat Dari Karo” Karya Z. Pangaduan Lubis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertuturan Dalam Kumpulan “Cerita Rakyat Dari Karo” Karya Z. Pangaduan Lubis"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep dalam penelitian ini adalah tindak tutur, peristiwa tutur, cerita rakyat, dan masyarakat Karo.

2.1.1 Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat itu. Di dalam pengucapan kalimat seseorang juga dapat menindakkan sesuatu, yaitu bisa berupa pertanyaan, pernyataan, perintah, permintaan, pemberian izin, tawaran, ajakan, penerimaan akan tawaran, dan lain-lain. Tindak tutur itu dapat berupa tindak tutur langsung maupun tindak tutur tak langsung (Purwo, 1989: 20).

(2)

2.1.2 Peristiwa Tutur

Terjadinya interaksi linguistik untuk saling menyampaikan informasi antara dua belah pihak tentang satu topik atau pokok pikiran, waktu, tempat, dalam situasi disebut peristiwa tutur (Aslinda dan Syafyahya, 2007: 31).

Dell Hymes 1972 (dalam Chaer, 1995: 62), seorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang jika huruf-huruf awalnya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu meliputi S (setting and scene), P (participants), E (ends: purpose and goal), A (act sequences), K ( key: tone or spirit of act), I (instrumentalities), N (norms of interaction and interpretation), dan G (genres).

2.1.3 Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah cerita yang bersifat khayalan, tetapi erat kaitannya dengan keadaan dan situasi kehidupan masyarakat sehari-hari. Cerita rakyat mengandung nilai-nilai budaya, pendidikan dan pelajaran moral maupun intelektual.

(3)

2.1.4 Masyarakat Karo

Etimologi Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad ke-14 sampai abad ke-15 di daerah Sumatera bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru berubah menjadi Karo. Inilah awal diperkirakan terbentuknya nama Karo.

Karo adalah salah satu suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Taneh Karo. Suku ini tersebar di beberapa kabupaten yang ada di Sumatera Utara, yaitu meliputi Kabupaten Karo, sebagian Kabupaten Dairi, sebagian Kabupaten Deli Serdang, sebagian Kabupaten Langkat, sebagian Kabupaten Aceh Tenggara, dan Kota Madya Medan (Prinst, 2004: 12).

(4)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Konsep Pragmatik dan Sosiolinguistik

Rahadi, (2010: 16) mengatakan bahwa sesuai dengan namanya, sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Jadi jelas, bahwa sosiolingustik mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yaitu linguistik untuk segi kebahasaannya dan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.

Nababan, (1993: 2) mengatakan bahwa istilah sosiolinguistik jelas terdiri atas dua unsur: sosio- dan linguistik. Linguistik berarti ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur), sedangkan sosio- berarti seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat. Jadi sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Boleh juga dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).

(5)

Crystal, (1989: 83, dalam Sudaryat, 2008: 121) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan kajian yang menghubungkan struktur bahasa dan pemakaian bahasa.

Sudaryat, (2008: 121) mengatakan bahwa pragmatik menelaah hubungan tindak bahasa dengan konteks tempat, waktu, keadaan pemakainya, dan hubungan makna dengan aneka situasi ujaran. Adapun yang dihantam oleh aliran pragmatik adalah tindakan aliran struktural yang melucuti kalimat yang pada hakikatnya berkonteks, dan ada karena digunakan dalam komunikasi.

2.2.2 Tindak Tutur

Pertuturan adalah perbuatan berbahasa yang dimungkinkan oleh dan diwujudkan sesuai dengan kaidah-kaidah pemakaian unsur-unsur bahasa Kridalaksana, (dalam Siregar 1997:36). Teori tindak tutur dikemukakan oleh J. L. Austin (dalam Rani, 2000: 160). Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat dipisahkan tiga macam tindak tutur yang terjadi secara serentak:

(6)

Contoh: Saya sakit. Saya diartikan sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan sakit mengacu pada keadaan fisik yang tidak sehat, tanpa bermaksud melakukan suatu tanggung jawab untuk segera berobat.

2. Tindak ‘ilokusi’ (maksud kalimat), yaitu suatu tindak yang dilakukan dalam mengatakan sesuatu seperti membuat janji, membuat pernyataan, mengeluarkan perintah atau permintaan. Dalam tindak ilokusi didapatkan suatu daya atau kekuatan yang mewajibkan si penutur untuk melaksanakan suatu tindak tertentu (Austin 1962:142, dalam Rani, 2000: 160).

Contoh: Saya sakit, maksudnya adalah agar lawan tuturnya melakukan sesuatu untuknya, jadi tindak lokusinya adalah bukan sekedar pernyataan saja, tetapi bisa juga mengandung daya/kekuatan bahwa si penutur meminta agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang nyata yaitu memberinya obat.

3. Tindak ‘perlokusi’ (efek suatu ungkapan), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Contoh: dari kalimat Saya sakit yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada pendengar atau lawan tuturnya yaitu dengan memberi obat kepada si penutur.

(7)

1. Asertif atau Representatif ialah ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan dan sebagainya.

2. Direktif adalah ilokusi yang berfungsi mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, meminta, menasihati, memohon, menuntut. 3. Ekspresif adalah ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau

mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya berupa tindakan meminta maaf, berterima kasih, menyampaikan ucapan selamat, memuji, menyatakan belasungkawa, mengkritik dan sebagainya.

4. Komisif adalah ilokusi yang mendorong penutur melakukan suatu tindakan, misalnya menjanjikan, menawarkan, bersumpah, mengusulkan dan sebagainya.

5. Deklaratif yaitu ilokusi yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya mengundurkan diri, membaptis,menghukum, menetapkan, memecat, memberi nama dan sebagainya.

2.2.3 Peristiwa Tutur

(8)

melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur (speech act) yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Kalau dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi (Chaer, 1995: 61-65). Jadi, interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa dapat kita jumpai dalam proses belajar mengajar antara pelajar dengan pengajar, sidang di pengadilan, seminar dan sebagainya.

(9)

dan G (genres). Kedelapan komponen Dell Hymes (SPEAKING) tersebut saling berkaitan dan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, secara umum faktor ini menunjuk kepada keadaan dan lingkungan fisik tempat tuturan itu terjadi, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologi pembicaraan. Jadi, jelas bahwa setting dan scene itu berbeda,

setting merujuk pada kondidi fisik tuturan, sedangkan scene merujuk kepada kondisi psikologis tuturan.

2. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penuturan, yaitu pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Peserta tutur dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam bertutur, yakni penutur dan lawan tutur.

3. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Sebuah tuturan pasti memiliki maksud dan tujuannya. Maksud dan tujuan itu bisa saja berupa rayuan, bujukan, dan sebagainya.

4. Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran, bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicara.

(10)

6. Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, maksudnya jalur bahasa adalah alat atau saluran tuturan itu dapat dimunculkan oleh penutur dan sampai kepada mitra tutur, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode ujaran: bahasa atau dialek.

7. Norm of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi misalnya yang berhubungan dengan cara bertanya. Norma interaksi di sini menunjuk kepada dapat atau tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur.

8. Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian. Genres menunjuk kepada jenis kategori kebahasan yang sedang dituturkan, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, percakapan cerita, pidato dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang peristiwa tutur telah sudah pernah diteliti sebelumnya, berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut.

(11)

jenis tuturan, atau dalam model hafalan mnemonik SPEAKING, yang berturut-turut dimaksudkan sebagai berikut S (settings), P (participants), E (ends), A (act sequences), K (key), I (instrumentalities), N (norms), dan G (genres).

Kaban (2002) dengan judul Referensi Kumpulan Cerita Rakyat Karo “Beru Dayang Jile-Jile” karya Masri Singarimbun menganalisis jenis-jenis referensi yang terdapat dalam BDJJ.

Saragih (2006) dengan judul Peristiwa Tutur Pada Seminar Internasional Tradisi Indonesia-Malaysia menganalisis peristiwa tutur dengan membagi ke dalam delapan komponen, yaitu setting (merujuk kepada peristiwa interaksi, tempat, dan waktu terjadinya sebuah tuturan, participants (pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan), ends (merujuk bentuk ujaran atau pokok tuturan), key

(merujuk pada nada dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan berbagai cara), instrumentalities, norm of interaction (merujuk pada norma dalam berinteraksi), genres (jenis bentuk penyampain).

Hutapea (2010) dengan judul Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba menyimpulkan bahwa ada empat jenis tuturan dalam upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba yaitu, tuturan representatif, tuturan komisif, tuturan direktif, dan tuturan ekspresif, sedangkan tuturan deklaratif tidak ditemukan dan tuturan yang paling dominan adalah tuturan direktif.

(12)

suatu sindiran, baik sindiran yang mengarah kepada pembaca maupun sindiran yang mengarah kepada pemerintah khususnya.

Sari (2013) dalam skripsinya ia menganalisis Pertuturan Pada Upacara Tujuh Bulanan atau Tingkeban dalam Adat Jawa. Ia mengemukakan tindak tutur versi Searle, yaitu indak tutur representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur komisif, tindak tututr ekspresif, dan tindak tutur deklaratif.

Referensi

Dokumen terkait

Awal mula kami menemukan ide untuk membuat karya kerajinan dari bahan limbah ini adalah saat kita melihat orang yang merokok di sekitar kita, jika perokok membuang putung rokok

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Penulisan ilmiah ini membahas tentang aplikasi pendidikan bagi anak di bawah umur 7 tahun, yang terdiri dari enam modul belajar yaitu modul mencocokkan gambar, mewarnai gambar,

Sehingga diharapkan aplikasi ini dapat membantu para pemula dalam mengenal bahasa Inggris secara umum, mempelajari susunan kata sering dipakai atau digunakan. Adapun metode

yang terjalin diantara keduanya, yaitu Memorandum Saling Pengertian antara Departemen Pertanian Republik Indonesia dan Kementerian Gula Republik Kuba mengenai

Pada diameter buah tanaman mentimun hasil uji BNJ pada taraf 5% (Tabel 3), menunjukkan bahwa pada pemberian dosis vermikompos terhadap diameter buah tanaman

Metode ekstrusi merupakan metode yang cukup umum digunakan untuk pembuatan produk pati termoplastik, baik secara konvensional yang menggunakan bahan dasar polimer

Salah satu pemanfaatan teknologi yang dapat memecahkan permasalahan tersebut adalah dengan membuat sistem manajemen parkir menggunakan pengolahan citra digital