• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAAH EFEKTIFITAS HIMBAUAN MORAL SEBAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TELAAH EFEKTIFITAS HIMBAUAN MORAL SEBAGA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TELAAH EFEKTIFITAS HIMBAUAN MORAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM

KEUANGAN: PERSEPEKTIF SURAH AL-ASHR

Abstraksi

Instrumen kebijakan moneter ada empat yaitu: operasi pasar terbuka, tingkat bunga diskonto, cadangan wajib minimum dan moral suasion. Tiga insturumen yang pertama dapat dilakukan dengan tindakan yang konkrit, misalkan dengan menjual atau membeli SUN, menaik atau menurunkan tingkat suku bunga dan menambah atau mengurangi cadangan wajib minimum. Sedangkan instrumen yang terakhir yaitu moral suasion tidak dapat dilakukan kecuali dalam bentuk pendekatan personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan bank sentral dengan bank komersial untuk memonitor kekuatan dan masalah-masalah yang dihadapi bank-bank komersial.

Berkenaan dengan itu semua maka tulisan ini akan mencoba menelaah efekifitas himbauan moral sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas nilai mata uang dengan menggunakan pendekatan tafsir surah al Ashr yang didalamnya terdapat seruan untuk saling mengingatkan (menghimbau) dalam melakukan kebaikan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam pesnulisan paper ini adalah meode kualitatif deskriftif, refrensi-refrensi yang penulis gunakan dalam menyelesaikan paper ini banyak diambil dari hasil kajian serupa yang penulis unduh di internet dari sumber yang valid terutama kajian tafisirnya karena keterbatasan refrensi dalam bentuk buku atau kitab, namun meski demikian paper ini tetap layak untuk di apresiasi karena analisanya yang mendalam. Insyallah

Dengan paper ini diharapkan bagi BI sebagai bank sentral yang juga pemegang kebijakan untuk sebisa mengkin dapat memaksimalkan instrumen himbauan moral ini dalam menjaga stabilitas nilai mata uang, mengingat instrumen ini lebih terbebas dari unsur riba. Wallahu a‟lam bis Sawab

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Manusia merupakan elemen hidup dan tidak dapat dikesampingkan dari sebuah sistem ekonomi. Mereka adalah pemain utama dan jika mereka tidak direformasi, sistem tidak akan berjalan, baik “tangan gaib” (kapitalisme, pen) maupun “tangan nyata” (sosialisme, pen) pada gilirannya, individu menerima isyarat penting dari sistem ekonomi dan institusinya, dan tak akan ada reformasi spritual yang berarti sekiranya hal itu juga mendorong sistem ekonomi dan menghapuskan semua sumber ketidakadilan, eksploitasi, dan ketidakstabilan. (Chapra, 2004)

Stabilitas dalam nilai mata uang harus menjadi tujuan utama kerangka refrensi islam karena penekanan islam yang begitu tegas kepada kejujuran dan keadilan dalam interaksi antar manusia. Al Qur‟an dengan tegas menekankan kejujuran dan keadilan dalam semua ukuran nilai.

Instrumen dalam kebijakan moneter ada empat

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Hikmah apa yang dapat di ambil dari surah al Ashr untuk kemudian diterapkan dalam instrumen kebijakan moneter (Himbauan moral)?

b. Berapa besar pengaruh himbauan moral sebagai instrumen kebijakan moneter islam dalam upaya stabilitas nilai mata uang?

1.3. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui hikmah yang dapat diambil dari surah al-Ashr sehingga dapat di aplikasikan dalam mengambil kebijakan moneter.

b. Untuk mengetahui pengaruh himbauan moral sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter islam dalam menjaga stabilitas nilai mata uang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Himbauan Moral

(3)

guna mengatasi masalah-maslah yang dihadapi perbankan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perbankan yang telah direncanakan1.

2.2. Konsep dan Metodologi Tafsir2

Menurut Ayyub (2004), Tafsir secara epistimologi berarti Al-Idlah dan Al-Tabyin

(menjelaskan dan menerangkan). Sedangkan secara terminologi berarti ilmu yang mempelajari tentang penjelasan makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur‟an serta menggali hukum, hikmah, mau‟idzah serta pelajaran yang terpendam di dalamnya (Yunus: 2002). Menurut sebagian besar ulama‟ tafsir, Tafsir dan Ta‟wil merupakan dua kata yang sinonim.Secara garis besar, ada tiga bentuk Tafsir, yaitu (Ayyub: 2004):

a. Tafsir bi Al-Riwayah atau bi Al-Ma‟tsur Yaitu menafsirkan Al-Qur‟an dengan Al -Qur‟an sendiri, hadits atau perkataan para sahabat. Di antara tafsir-tafsir yang tergolong jenis ini adalah kitab tafsir Thabary, Samarqandy, Durr Al-Mantsur, Ibnu Katsir, Al-Baghawi dan masih banyak lainnya

b. Tafsir bi Al-Dirayah atau bi Al-Ra‟yi Yaitu menafsirkan Al-Qur‟an dengan pemikiran (ra‟yu). Namun yang dimaksud ra‟yu di sini adalah Ijtihad yang memang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar ijtihad yang sudah ditentukan. Berbeda dengan penafsiran yang hanya mengandalkan logika yang tidak didasari oleh prinsip dasar Ijtihad yang benar, maka dianggap tercela dan bisa menyesatkan. Menurut Al-Suyuthi (1988), secara garis besar ada empat hal yang harus menjadi pegangan bagi orang yang ingin menafsirkan Al-Qur‟an, yaitu:

1. Menuqil dari Rasulullah dengan tetap menghindari hadits yang dla‟if dan maudlu‟ 2. Mengambil pendapat para shahabat. Hal ini dikarenakan menurut para mufassir

pendapat shahabat secara mutlak seperti hadits marfu‟

3. Memahami tata bahasa Arab serta mampu meneliti susunannya dengan sangat baik 4. Mengetahui beberapa kaedaah dasar syariah (Al-Ushul Al-Syar‟iyyah) Dengan

demikian tidak semua orang bisa melakukan penafsiran bi Al-Ra‟yi sebagaimana yang selama ini terjadi. Di mana banyak orang yang tidak memiliki prinsip-prinsip dasar ijtihad sangat berani menafsirkan Al-qur‟an dengan sesuka hati. Akibatnya penafsiran yang dikemukakan pun cenderung salah bahkan menyesakan.

1

Siregar, dalam Dinar Emas, h. 101

(4)

Adapun beberapa kitab Tafsir yang tergolong jenis ini adalah Jalalain, Al-Baidlawy, Al-Alusy, Al-Ghazin dan masih banyak yang lainnya

c. Tafsir bi Al-Isyarah atau Tafsir Al-Isyari Yaitu penafsiran yang dilakukan oleh orang-orang Tashawwuf yang berusaha menggali kandungan hikmah dari Al-Qur‟an. Ulama‟ berbeda pendapat mengenai jenis tafsir ini. Sebagian ada yang memperbolehkan dan sebagian ada yang menganggapnya sesat. Di antara kitab Tafsir jenis ini adalah Tafsir Al-Nisabury dan Tafsir Ruhul Ma‟any karya Al-Alusy.

Di antara bentuk Tafsir bi Al-Ra‟yi adalah menafsirkan Al-Qur‟an dengan ilmu pengetahuan modern seperti ilmu astronomi, kedokteran, ekonomi, dan manajemen. Penafsiran seperti ini menuai banyak kontroversi di kalangan para ulama‟ ahli tafsir. Ada yang memperbolehkan dan ada yang melarang. Di antara ulama‟ yang melarang penafsiran seperti ini adalah Syaikh Syaltut dan Sayyid Qutb. Adapun ulama‟ yang memperbolehkan penggunaan ilmu pengetahuan dalam menafsirkan Al-qur‟an sebagaimana dikemukakan oleh Al-Qordlawi (2002) adalah Imam Al-Ghazali dan Al-Suyuthi. Menurut Al-Ghazali, secara global semua ilmu pengetahuan termasuk dalam perbuatan dan sifat Allah. Sedangkan Al-Qur‟an menerangkan zat, perbuatan dan sifat Allah. Adapun ilmu pengetahuan ini tidak bersifat final. Dalam Al-qur‟an, hanya terdapat sinyal secara global terhadap ilmu tersebut.Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi orang yang ingin menafsirkan Al-Qur‟an dengan ilmu pengetahuan, yaitu (Al-Qordlawi: 2002):

1. Berpegang pada fakta ilmiah bukan hipotesis Hal ini sangat penting mengingat ketika menafsirkan Al-Qur‟an dengan hipotesis, maka penafsiran yang dibuat akan berubah-ubah mengikuti hipotesis yang ada.

2. Menjauhi pemaksaan diri dalam memahami nashDalam hal ini kita dilarang memaksakan sebuah nash Al-Qur‟an dengan makna yang ingin kita simpulkan. Akan tetapi kita hendaknya harus mengambil beberapa makna yang sesuai dengan bahasa dan sesuai dengan alur redaksi nash yang ada

3. Menghindari menuduh umat seluruhnya bodoh Ketika kita menafsirkan Al-Qur‟an

(5)

METODOLOGI PENULISAN

Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah metodologi kualitatif deskriptif dengan pendekatan content analysis. Menurut Berelson (1952), content analysis secara sistematis dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik replikasi yang digunakan untuk memperjelas beberapa kata dari sebuah teks menjadi beberapa kategori muatan yang lebih sedikit, berdasarkan kode aturan yang tersirat. Sedangkan menurut Holsti (1969), content analysis diartikan sebagai sebuah teknik untuk menginterpretasi dan mengidentifikasi sebuah karakteristik pesan secara spesifik, objektif dan sistematis (Stemler: 2001)

Dalm tulisan ilmiah ini penulis menggunakan metode penulisan kualitatif murni, yaitu melalui kajian kepustakaan, mencari sumber-sumber dan referensi dari media cetak dan internet. Pendekatan yang digunakan yakni tafsir maudhu‟i yaitu membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu sesuai disiplin bidang keilmuan. Yakni pendekatan Tafsir

Bir-Ra‟yi (Diroyah) yang didalamnya terdapat Ar-Ro‟yu al Mahmudah (penafsiran dengan akal yang diperbolehkan)3. Salah satu contohnya adalah tafsir Jalalain termasuk tafsir Al-Mishbah.

BAB IV

(6)

1. demi masa, 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. kecuali

orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati

kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Kedudukan Surat Al ‘Ashr

Al Qur‟an adalah kalamullah (firman Allah) sebagai pedoman dan petunjuk ke jalan yang lurus bagi umat manusia. Allah berfirman (artinya): “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.” (Al Israa‟: 9) Sehingga semua ayat-ayat Al Qur‟an memiliki kedudukan dan fungsi yang agung. Demikian pula pada surat Al „Ashr, terkandung di dalamnya makna-makna yang amat berharga bagi siapa saja yang mentadabburinya (memahaminya dengan seksama).

Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi‟i menegaskan tentang kedudukan surat Al „Ashr, beliau berkata:“Sekiranya manusia mau memperhatikan (kandungan) surat ini, niscaya surat

ini akan mencukupkan baginya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada Surat Al „Ashr) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa perkataan Al Imam Asy Syafi‟i itu adalah tepat karena Allah telah mengkhabarkan bahwaseluruh manusia dalam keadaan merugi (celaka) kecuali barang siapa yang mu‟min (beriman) lagi shalih (beramal shalih) dan ketika bersama

dengan yang lainnya saling berwasiat kepada jalan yang haq dan saling berwasiat di atas kesabaran. (Lihat Majmu‟ Fatawa, 28/152)

Keutamaan Surat Al ‘Ashr

Al Imam Ath Thabrani menyebutkan dari Ubaidillah bin Hafsh , ia berkata: “Jika dua

shahabat Rasulullah bertemu maka keduanya tidak akan berpisah kecuali setelah salah satu

darinya membacakan kepada yang lainnya surat Al „Ashr hingga selesai, kemudian

memberikan salam.” (Al Mu‟jamu Al Ausath no: 5097, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Ash Shahihah no. 2648)

5.2 Ashbabun Nuzul

(7)

Ayat 1:



Allah bersumpah dengan al „ashr yang bermakna waktu, zaman atau masa. Pada zaman/masa itulah terjadinya amal perbuatan manusia yang baik atau pun yang buruk. Jika waktu atau zaman itu digunakan untuk amal kebajikan maka itulah jalan terbaikyang akan menghasilkan

kebaikan pula. Sebaliknya jika digunakan untuk kejelekan maka tidak ada yang dihasilkan

kecuali kerugian dan kecelakaan.

Rasulullah bersabda: “Dua kenikmatan yang kebanyakan orang lalai di dalamnya; kesehatan, dan waktu senggang” (HR. At Tirmidzi no. 2304, dari shahabat Abdullah bin Abbas )

Kemudian di hari kiamat kelak Allah akan menanyakan tentang umur seseorang, untuk apa dia pergunakan? Sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah

bin Mas‟ud , beliau bersabda:“Tidaklah bergeser telapak kaki bani Adam pada hari kiamat

dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang lima perkara; umurnya untuk apa ia gunakan,

masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia

belanjakan, dan apa yang ia perbuat dengan ilmu-ilmu yang telah ia ketahui. (HR. At Tirmidzi no. 2416 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Ash Shahihah no. 947) Kemudian Allah menyebutkan ayat berikutnya:

Ayat 2: manusia tanpa terkecuali. Allah tidak memandang agama, jenis kelamin, status, martabat, dan jabatan, melainkan Allah mengkhabarkan bahwa semua manusia itu dalam keadaan celaka kecuali yang memilki empat sifat yang terdapat pada kelanjutan ayat tersebut.

Kerugian yang dimaksud dalam ayat ini bermacam-macam, bisa kerugian yang bersifat mutlak, seperti keadaan orang yang merugi di dunia dan di akhirat, yang dia kehilangan kenikmatan dan diancam dengan balasan di dalam neraka jahim. Dan bisa juga kerugian tersebut menimpa seseorang akan tetapi tidak mutlak hanya sebagian saja. (TaisirKarimirrahman, karya Asy Syaikh Abdurrahman As Sa‟di)

(8)

perintahkan untuk mengimaninya, dari beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir, serta segala sesuatu yang dapat mendekatkan kepada Allah dari keyakinan-keyakinan yang benar dan ilmu yang bermanfaat. Penggalan ayat di atas memiliki kandungan makna yang amat berharga yaitu tentang kewajiban

menuntut ilmu agama yang telah diwariskan oleh Nabi .Mengapa demikian? Tentu, karena tidaklah mungkin seseorang mencapai keimanan yang benar dan sempurna tanpa adanya ilmu pengetahuan terlebih dahuludari apa yang ia imani dari Al-Qur‟an dan As Sunnah. Allah berfirman (artinya)

“Allah bersaksi (bersyahadat untuk diri-Nya sendiri) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia (Allah), para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga bersyahadat yang

demikian itu), …” (Ali Imran: 19)

Dalam ayat yang mulia ini Allah menggandengkan syahadat orang-orang yang berilmu dengan

syahadat untuk diri-Nya sendiri dan para Malaikat-Nya. Padahal syahadat laa ilaaha illallaah

merupakan keimanan yang tertinggi. Hal ini menunjukkan tingginya keutamaan ilmu dan ahli ilmu.

Bahkan para ulama menerangkan bahwa salah satu syarat sahnya syahadat adalah berilmu, yaitu mengetahui apa ia persaksikan. Sebagaimana firman Allah :

kewajiban menimba ilmu agama. Terlebih lagi Rasulullah menegaskan dalam haditsnya: “Menuntut ilmu (agama) adalah fardhu (kewajiban) atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224)

Kedua:Beramal shalih

(9)



Dan beramal shalih.”

Amalan shalih itu mencakup amalan zhahir yang dikerjakan oleh anggota badan maupun amalan

batin, baik amalan tersebut bersifat fardhu (wajib) atau pun bersifat mustahab (anjuran).Keterkaitan antara iman dan amal shalih itu sangatlah erat dan tidak bisa dipisahkan. Karena amal shalih itu

merupakan buah dan konsekuensi dari kebenaran iman seseorang. Atas dasar ini para ulama‟ menyebutkan salah satu prinsip dasar dari Ahlus Sunnah wal jama‟ah bahwa amal shalih itu bagian

dari iman. Iman itu bisa bertambah dengan amalan shalih dan akan berkurang dengan amalan yang jelek (kemaksiatan).Oleh karena itu, dalam Al Qur‟an Allah banyak menggabungkan antara iman

danamal shalih dalam satu konteks, seperti dalam ayat ini atau ayat-ayat yang lainnya. Diantaranya firman Allah (artinya):

“Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya

akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)

Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa‟di : “Jika dua sifat (iman dan amal shalih) di atas

terkumpul pada diri seseorang maka dia telah menyempurnakan dirinya sendiri.” (Taisir

(10)

Ketiga: Saling menasehati dalam kebenaran

Merupakan salah satu dari sifat-sifat yang menghindarkan seseorang dari kerugian adalah saling menasehati diantara mereka dalam kebenaran, dan di dalam menjalankan ketaatan kepada Allah serta meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Nasehat merupakan perkara yang agung, dan

merupakan jalan rasul di dalam memperingatkan umatnya, sebagaimana Nabi Nuh ketika memperingatkan kaumnya dari kesesatan:

“Dan aku memberi nasehat kepada kalian.” (Al A‟raaf: 62).

Kemudian Nabi Hud yang berkata kepada kaumnya: “Aku hanyalah pemberi nasehat yang

terpercaya bagimu.” (Al A‟raaf: 68)

Dengan nasehat itu maka akan tegak agama ini, sebagaimana sabda Rasulullah di dalam haditsnya:“

Agama ini adalah nasehat” (HR.Muslim no. 90 dari shahabat Tamim Ad Daari ) Bila nasehat itu mulai kendor dan runtuh maka akan runtuhlah agama ini, karena kemungkaran akan semakin menyebar dan meluas. Sehingga Allah melaknat kaum kafir dari kalangan Bani Israil dikarenakan

tidak adanya sifat ini sebagaimana firman-Nya (artinya): “Mereka satu sama lain selalu tidak

melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka

perbuat.” (Al Maidah: 79)

Demikian pula orang-orang munafik yang diantara mereka saling menyuruh kepada perbuatan

mungkar dan melarang dari perbuatan yang ma‟ruf, Allah telah memberitakan keadaan mereka di dalam Al Quran, sebagaimana firman-Nya (artinya):

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian mereka dengan sebagian yang lain adalah

sama, mereka menyuruh kepada perbuatan yang mungkar dan melarang dari perbuatan yang

ma‟ruf.” (At Taubah: 67)

Keempat: Saling menasehati dalam kesabaran

Saling menasehati dalam berbagai macam kesabaran, sabar di atas ketaatan terhadap Allah dan menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, sabar terhadap musibah yang

menimpa serta sabar terhadap takdir dan ketetapan-Nya. Orang-orang yang bersabar di atas kebenaran dansaling menasehati satu dengan yang lainnya, maka sesungguhnya Allah telah menjanjikan bagi

mereka pahala yang tidak terhitung, Allah berfirman (artinya): “Sesungguhnya hanya orang-orang

(11)

pada diri seseorang keempat sifat ini, maka dia telah mencapai puncak kesempurnaan. Karena dengan dua sifat pertama (iman dan amal shalih) ia telah menyempurnakan dirinya sendiri, dan dengan dua sifat terakhir (saling menasehati dalam kebenaran dan dalam kesabaran) ia telah menyempurnakan

orang lain. Oleh karena itu, selamatlah ia dari kerugian, bahkan ia telah beruntung dengan

keberuntungan yang agung. Wallahu A‟lam.

5.4 Melihat Efektifitas Himabauan Moral Sebagai Salah Satu Instrumen Kebijakan Moneter

Ayat 1: ketepatan dalam mengambil keputusan

Pada ayat pertama ini Allah berjanji dengan waktu/ masa, hal ini menunjukkan bahwa waktu itu sangat penting, bahkan dalam banyak ayat Allah berjanji demi masa/ waktu seperti “Demi Fajar, demi

malam yang sepuluh, demi yang genap dan yang ganjil, demi malam apabila berlalu ”4, pada surah al Laili dan surah ad Duha Allah juga mengawali ayat-Nya dengan berjanji demi waktu. Kaitannya

dengan instrumen kebijakan moneter adalah ketepatan dalam melakukan kebijakan dengan memperhatikan gejala-gejala yang terjadi pada moneter dalam hal ini adalah sesuatu yang

menyebabkan inflasi ataupun deflasi yang dapat mengganggu stabilitas nilai mata uang.

4

(12)

Daftar Pustaka

Al-Qur‟an dan terjemahannya

Dr. M. Umer Chapra, sistem moneter islam, gema insani press th.2000

Dr. Ahmad Hasan, mata uang islami, telaah komprehensif sisem keuangan islami, raja grafindo persada th. 2004

http://statics.ilmoe.com/kajian/users/kendari/Booklet-Al-Ilmu-Edisi-Khusus/08-Tafsir

Referensi

Dokumen terkait

Tangan kanan Jaka Sedya masih memegang kayu un- tuk menyangga wajah pemuda yang menjadi sanderanya agar tetap terdongak ke atas hingga kedua kakak beradik itu dapat

Perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau berdiri berdasarkan SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam No :Dj.I/454/2010 tanggal 20 Juli 2010,

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan keamanan pangan daging sapi segar, mengetahui program Pemkot Surakarta mengenai keamanan pangan

Saya merasa tidak tenang jika saya belum..

Metode yang digunakan adalah metode survei dengan mengumpulkan data di lapangan tentang tingkat pelayanan lalu lintas (LOS) jalan Diponegoro Kota Tegal sebelum dan

Apabila, selama Periode Pertanggungan, pada saat Tertanggung melakukan suatu Perjalanan, Tertanggung mendapat Cidera Badan atau Penyakit di luar negeri, maka Perusahaan akan

Hipotesis 1 menguji bahwa dalam kondisi tingkat keadilan yang rendah, outcome satisfaction dapat meningkat jika diperoleh net perceived beneit (NPB) yang tinggi dari hasil

Pasir Pengaraian, 06 Oktober 2011 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Rokan