• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH MASALAH PENERAPAN MODEL PEMBELAJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MASALAH MASALAH PENERAPAN MODEL PEMBELAJ"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MASALAH-MASALAH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS DENGAN PENDEKATAN STARTER EKSPERIMEN (PSE) DALAM

PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH DASAR

oleh I Wayan Subagia Jurusan Pendidikan Kimia

Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja

ABSTRAK

Salah satu masalah yang sering luput dalam penerapan sebuah model pembelajaran inovatif di sekolah adalah masalah-masalah yang dihadapi guru di sekolah. Dalam menerapkan sutau model pembelajaran baru, guru berhadapan dengan sejumlah masalah yang bersumber dari keadaan pribadi guru dan keadaan lingkungan sekolah. Seorang guru yang telah lama mengajar mengalami kesulitan dalam mempelajari maupun dalam menerapkan model pembelajaran baru karena mereka telah terbiasa dengan cara pembelajaran yang digunakan sebelumnya. Lingkungan sekolah yang meliputi terbatasnya waktu efektif pembelajaran di kelas, terbatasnya fasilitas pembelajaran yang tersedia, dan jumlah siswa perkelas yang terlalu banyak, membuat guru tidak berdaya dan harus memilih cara pembelajaran yang paling efisien tanpa memperhatikan proses belajar siswa. Oleh karena itu, kegagalan penerapan sebuah model pembelajaran sering bukan disebabkan oleh ketidaksesuaian model tersebut, melainkan karena model tersebut belum diterapkan dengan baik sesuai dengan lingkungan pembelajaran yang dituntut dalam model.

Kata kunci: model pembelajaran, sains, sekolah dasar.

ABSTRACT

(2)

teacher feels miserable and chooses the most efficient model of teaching ignoring the process of learning of the students. Therefore, the unsuccessful of the implementation of a model of teaching and learning often is not determined by the inappropriateness of the model, but due to the model itself has not been used properly according to the school environment required for the model.

Key words: model of teaching and learning, science, primary schools.

1. Pendahuluan

Akhi-akhir ini banyak sekali terdapat berbagai inovasi model pembelajaran yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan. Namun demikian, peningkatan kualitas pembelajaran tidak tampak meningkat secara signifikan. Hampir setiap pengembangan atau pengenalan model pembelajaran baru diawali oleh dua argumentasi yang menyatakan bahwa rendahnya mutu pembelajaran disebabkan oleh guru umumnya masih menggunakan model “konvensional” dalam pembelajaran dan bahwa model pembelajaran yang diperkenalkan atau dikembangkan mempunyai keunggukan-keunggulan komparatif dibandingkan dengan model “konvensional.” Di pihak lain, model pembelajaran yang dinyatakan “konvensional” tidak terdefinisikan dengan jelas. Hal tersebut memberi indikasi bahwa ada kesenjangan antara gagasan teoritis sebuah model pembelajaran dengan realita pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

Untuk mengetahui dan memahami masalah-masalah penerapan sebuah model pembelajaran “inovatif” di sekolah, maka dalam penelitian ini dikaji secara mendalam masalah-masalah penerapan model pembelajaran sains dengan PSE dalam pembelajaran sains di sekolah dasar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi dalam menerapkan sebuah model pembelajaran di sekolah.

(3)

sekolah dapat menggunakan temuan penelitian ini sebagai acuan dalam melakukan atau menghadapi inovasi pembelajaran yang harus terjadi dalam perkembangan pendidikan sehingga tidak selalu mempunyai pikiran dan perasaan pisimis terhadap keberhasilan sebuah inovasi. Sebaliknya, sebuah inovasi pembelajaran hendaknya dapat digunakan sebagai tantangan dalam pengembangan karir sebagai guru.

Secara teoritis, sains yang dipelajari di sekolah terdiri atas dua aspek utama sains, yaitu sains sebagai produk dan sains sebagai process (Lawson, 1995). Produk sains yang menjadi bahan ajar berupa fakta, konsep, prinsip atau generalisasi, teori, dan hukum (Martin, 1997). Berdasarkan hasil penelitian Subagia, dkk. (2002), produk pengetahuan sains yang menjadi isi materi ajar sains sekolah dasar (SD) terdiri atas: 12,7% fakta, 40,7% konsep, 35,6% prinsip atau generalisasi, dan 11% aplikasi konsep. Teori dan hukum tidak termasuk pengetahuan sains yang menjadi materi ajar di SD, walaupun gejala-gejala alam yang dipelajari di SD merupakan gejala yang dapat dijelaskan berdasarkan hukum, misalnya gejala terapung, melayang, dan tenggelam berhubungan dengan Hukum Archimedes. Proses sains dikemas dalam model pembelajaran dengan PSE yang meliputi pembelajaran keterampilan-keterampilan sains. Keterampilan-keterampilan sains yang diajarkan dengan PSE antara lain Keterampilan-keterampilan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan dugaan, menyusun desain percobaan, melakukan percobaan pembuktian, dan melaporkan temuan hasil percobaan (Subagia, dkk., 2003).

(4)

pembelajaran. Dapat dinyatakan bahwa pembelajaran sains dengan PSE menggeser pusat pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menuju pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (students centered) (Subagia, 2003).

Dalam kurikulum baru (Kurikulum Berbasis Kompetensi), aspek keterampilan proses sains mendapat penekanan tersendiri sebagai salah satu materi pokok pelajaran dengan nama “melakukan kerja ilmiah.” Materi tersebut menuntut sasaran pembelajaran berupa kompetensi kerja ilmiah yang antara lain menuntuk kemampuan siswa untuk melakukan penyelidikan ilmiah, berkomunikasi ilmiah, menunjukkan kreativitas dalam memecahkan masalah, dan mampu bersikap ilmiah (Depdisnas, 2003).

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 2 buah SD yang ada di kota Singaraja, yaitu SD 3 Banjar Jawa dan SD 1 Kampung baru. Guru yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 6 orang, yaitu mereka yang mengajar sains di kelas 3, 4 dan 5 dimasing-masing sekolah.

Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan pokok, yaitu pelatihan guru tentang pembelajaran sains dengan PSE dan pelaksanaan pembelajaran sains dengan PSE dimasing-masing sekolah. Pada tahap pertama, keenam orang guru diberikakan pelatihan tentang pembelajaran sains dengan PSE selama satu minggu. Kegiatan pelatihan guru terdiri atas 1) penjelasan tentang hakikat PSE, 2) demonstrasi pembelajaran sains dengan PSE, 3) diskusi guru dengan peneliti tentang PSE, 4) persiapan pembelajaran dengan PSE, dan 5) latihan pembelajaran dengan teman sejawat (peer teaching). Pada tahap kedua, guru melakukan pembelajaran sains dengan PSE di sekolah masing-masing. Tiap-tiap guru melakukan pembelajaran dalam dua pokok bahasan yang berbeda, yaitu pokok bahasan tumbuhan dan benda di kelas 3, pokok bahasan air dan batuan di kelas 4, dan pokok bahasan makanan dan cahaya di kelas 5.

(5)

diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan metode interpretatif. Hasil-hasil penelitian yang telah dimaknai oleh peneliti disajikan secara deskriptif sesuai dengan masalah-masalah pokok yang ditemukan.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas difokuskan pada tiga aspek, yaitu kemampuan guru mengelola pembelajaran sesuai dengan PSE, tahapan pelaksanaan pembelajaran, dan partisipasi anak dalam pembelajaran.

Secara umum, kemampuan guru-guru dalam mengelola pembelajaran sudah baik. Tahapan-tahapan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Guru mendata kehadiran siswa. (2) Guru menyiapkan SE di depan kelas. (3) Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok dan memberikan LKS. (4) Guru menyuruh siswa secara berkelompok melakukan pengamatan terhadap SE yang ada di depan kelas. (5) Guru mendiskusikan hasil pengamatan siswa secara bersama-sama dengan menuliskan hasil pengamatan mereka di papan. (6) Guru menyampaikan permasalahan kepada siswa untuk diberikan jawaban sementara (hipotesis). (7) Guru menyuruh siswa untuk membuat cara (desain) percobaan pembuktian. (8) Guru menyuruh siswa membuktikan dugaannya melalui percobaan. (9) Guru meminta siswa untuk menyampaikan hasil yang diperoleh. (10) Guru mendiskusikan hasil percobaan siswa dan memberikan klarifikasi sambil menyajak siswa mengerjakan LKS.

(6)

atau hasil kreativitas siswa yang muncul belum dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari proses pembelajaran secara utuh.

Hambatan-hambatan lain yang terpantau dalam observasi kelas, antara lain kemampuan guru mengatur siswa yang jumlahnya banyak, merespon tanggapan siswa, dan menggunakan respon siswa sebagai acuan menuju tahapan pembelajaran selanjutnya. Dalam tahap pengamatan awal, siswa yang jumlahnya relatif banyak memerlukan waktu pengamatan yang cukup lama. Dalam hal ini guru telah mengatasi dengan pelaksanaan pengamatan secara berkelompok, namun dengan jumlah kelompok antara 5 – 7 kelompok hasil pengamatan tiap-tiap kelompok tidak dapat ditampung di papan tulis. Kejadian semacam ini pada pembelajaran berikutnya diperbaiki dengan menuliskan hasil pengamatan siswa di papan tulis secara acak dengan mengambil 3 atau 4 kelompok dari 7 kelompok yang ada.

Dalam merespon tanggapan siswa terhadap hasil pengamatannya guru belum sigap. Sebagai contoh dapat diilustrasikan pada kegiatan belajar berikut.

Pada pokok bahasan tumbuhan di kelas tiga, guru memberikan starter eksperimen (SE) berupa tanaman bunga kembang kertas dalam pot. Setelah siswa dikelompokkan, masing-masing kelompok disuruh mengamati tanaman dalam pot yang ditaruh di depan kelas. Secara bergiliran, siswa mengamati dan mencatat hasil pengamatannya bersama kelompok. Setelah semua kelompok selesai melakukan pengamanan, guru meminta siswa menyebutkan hasil pengamatannya dan guru menuliskan hasil pengamatan tersebut di papan tulis. Secara umum, hasil pengamatan siswa adalah daun, batang, bunga, duri, cabang. Beberapa kelompok mencantumkan akar sebagai salah satu hasil pengamatannya selain yang ditulis di atas.

(7)

Dalam melanjutkan pembelajaran, guru belum banyak memanfaatkan respon-respon siswa, mereka lebih banyak melanjutkan pelajaran dengan menggunakan strategi yang mereka telah persiapkan sebelumnya. Misalnya, dengan menyimak ilustrasi di atas, kekeliruan yang dibuat siswa dengan mencantumkan akar sebagai hasil pengamatan dapat ditindaklanjuti sebagai suatu dugaan yang perlu dibuktikan. Siswa diberikan tugas untuk membuktikan apakah setiap tumbuhan mempunyai akar. Pembuktian terhadap dugaan tersebut akan membawa kajian materi pada simpulan yang diinginkan, yaitu tumbuhan terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.

Dari sisi proses belajar yang dialami siswa, pelaksanaan pembelajaran dengan PSE telah mampu mengubah proses belajar yang monotun yang didominasi guru menjadi sebagian dilakukan oleh siswa. Siswa tampak sangat antusias untuk melakukan pengamatan secara berkelompok dan membandingkan pengamatannya dengan hasil pengamatan kelompok-kelompok lainnya. Tidak jarang, di kelas terjadi fenomena saling “ejek” antar kelompok siswa karena ada siswa yang menyampaikan hasil pengamatan yang tidak sesuai, kurang, atau menggunakan bahasa daerah karena istilah tersebut belum diketahui anak.

Hampir semua aktivitas anak dalam pembelajaran dapat dinyatakan positif. Namun, karena siswa sangat kreatif terkadang guru kewalahan memberikan tanggapan. Rasa kewalahan guru disebabkan oleh pengetahuan guru yang terbatas dan guru merasa terdesak oleh waktu untuk menyelesaikan materi pelajaran. Sehubungan dengan dua hal tersebut, maka pendidikan atau pengetahuan guru perlu ditingkatkan baik yang berhubungan dengan isi materi pelajaran maupun cara pembelajarannya. Di samping itu, dapat dinyatakan bahwa jika dalam mpembelajaran ingin memberikan penekanan lebih banyak pada proses belajar, maka secara otomatis matari pembelajaran hendaknya dapat diharmonisasi. Dalam hal ini, pemerintah melalui draf kurikulum baru telah melakukan harmonisasi isi materi pelajaran dengan orientasi pembelajaran diarahkan pada pembentukan kompetensi hasil belajar (Depdiknas, 2001).

(8)

waktu guru untuk menyiapkan materi pelajaran, dan 3) penguasaan guru terhadap materi pelajaran.

Pada saat penelitian ini dilakukan, waktu siswa belajar tergolong kurang. Banyak waktu belajar digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain, seperti pertemuan guru, mengikuti lomba-lomba, dan upacara penyambutan pejabat yang menyebabkan waktu belajar tidak dapat digunakan untuk belajar. Sebagai akibatnya, guru merasa waktu pembelajarannya kurang, sehingga dalam melaksanakan pembelajaran terkesan tergesa-gera karena takut materi pelajaran yang diprogramkan pada semester bersangkutan tidak habis.

Secara jujur guru mengakui bahwa mereka tidak mempunyai banyak waktu untuk mempersiapkan materi pelajaran, sehingga ketika diperkenalkan model-model pembelajaran baru mereka merasa agak tertekan karena harus mempelajari dan memahami model tersebut dan kemudian mencoba menerapkannya di kelas. Beberapa guru menggunakan waktu luangnya untuk melakukan kegiatan lain untuk menolong ekonomi keluarga. Fakta lain yang mendukung temuan tersebut adalah ditemukannya data bahwa beberapa guru tidak mau mengajar pada jenjang kelas yang berbeda dengan alasan tidak mau mempelajari materi yang baru lagi.

(9)

4. Penutup

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam merapkan model pembelajaran baru di sekolah guru mempunyai berbagai masalah yang menyebabkan penerapan model pembelajaran yang diyakini secara teoritis lebih baik menjadi tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan di kelas. Hal tersebut terjadi bukan disebabkan oleh model pembelajaran yang diperkenalkan terlalu “idealis,” melainkan kerena belum dipraktekkan sesuai dengan tuntutan teoritisnya. Beberapa masalah yang dihadapi guru di sekolah adalah jumlah waktu efektif siswa untuk belajar di kelas, waktu guru mempersiapkan materi pelajaran, penguasaan guru terhadap materi pelajaran, jumlah siswa, keadaan sarana dan prasarana yang jauh di bawan standar pelayanan minimal, dan kemauan guru untuk meningkatkan diri, baik dalam menguasai materi pelajaran maupan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Berkenaan dengan temuan tersebut, kepada para pengembang model pembelajaran disarankan agar dalam menguji model pembelajaran diperhatikan dan dipenuhi dengan baik syarat-syarat yang dituntut oleh sebuah model. Misalnya, untuk mengembangkan model belajar kelompok jumlah anggota kelompok dan jumlah kelompok yang ada harus sesuai dengan kemampuan guru mengelola, untuk mengembangkan model pembelajaran mandiri harus memperhatikan kemampuan anak-anak untuk madiri dan fasilitas pembelajaran yang disediakan. Kepada para guru disarankan agar meningkatkan kemauan untuk mempelajari dan menggunakan model-model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran sains.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata pelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi: Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta.

(10)

Martin, D. J. 1997. Elementary Science Methods: A Constructive Approach. Albany: Delmar.

Subagia, dkk. 2002. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Sekolah Dasar dengan Pendekatan Stanter Eksperimen (PSE). Laporan penelitian tahap I. Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.

Subagia, dkk. 2003. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Sekolah Dasar dengan Pendekatan Stanter Eksperimen (PSE). Laporan penelitian Tahap II. Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis rata-rata tebal kerabang dan haugh unit telur (HU) setelah pemeliharaan dengan pemberian ransum yang ditambahkan ekstrak daun katuk, probiotik, dan

Hal tersebut di atas kemudian memunculkan pertanyaan di Kecamatan Pasan, khususnya di Desa Tolombukan Satu bahwa apakah partisipasi masyarakat didalam pelaksanaan

Data sekunder yang akan diambil adalah kondisi pengolahan air limbah domestik di daerah tersebut melalui literatur atau penelitian terdahulu.Data primer yang akan

Keputusan untuk menetapkan bahwa bukan hanya orang, tetapi juga Korporasi dapat dikenakan pidana dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Begitu juga yang dilakukan oleh beberapa warga yang selain menjadi petani juga bekerja sebagai tukang ojek, penjaga penginapan atau berjualan di lokasi wisata.Jika dikatkan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman serangga endemik kelapa sawit menyerang sangat tinggi dengan total spesies yang ditemukan sebanyak

- Ketentuan Peralihan menyatakan bahwa pada saat Perda ini berlaku maka Izin melakukan kegiatan pada sistem drainase yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan

yang dibuat terdiri dari pengolahan data laboratorium, data barang inventaris, data asisten, jadwal praktikum, jadwal piket asisten, data kerusakan dan perbaikan