PERBAIKAN KUALITAS TANAH SALIN UNTUK MENDUKUNG
KETAHANAN PANGAN INDONESIA
Zaky Abdul Haris
Mahasiswa Program Studi Agoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran,
email : hunter.zaky@gmail.com
Potensi Dan Masalah Tanah Salin
Pembukaan lahan baru sangat
diperlukan bagi peningkatan produksi
komoditas pertanian di Indonesia.
Pembukaan lahan baru biasanya dihadapkan
dengan permasalahan kondisi fisik dan kimia
tanah yang tidak mengun-tungkan bagi
tanaman. Kondisi kurang menguntungkan
tersebut diantaranya adalah tanah yang
berkadar garam tinggi atau salin (Moore
1987). Luas tanah salin belum diketahui
secara pasti, namun indonesia adalah negara
kepulauan yang mempunyai garis pantai
yang luas. Menurut Sujana (1991) luas
tersebut diperkirakan mencapai 39,4 juta
hektar. Tanah salin merupakan tanah dengan
konsentrasi mineral garam yang tinggi.
Salinitas menunjukkan kadar
senyawa kimia yang terlarut dalam tanah.
Tanah salin adalah tanah yang mengandung
senyawa organik seperti (Na+, Mg2+, K+, Cl+,
SO42-, HC03-, dan CO32-) dalam suatu
larutan sehingga menurunkan produktivitas
tanah. Salinitas tanah yang tinggi, akan
merusak kesuburan tanah, karena akan
mematikan organisme penyubur tanah seperti
bakteri dan cacing tanah. Pada wilayah
pertanian maju cacing tanah diupayakan agar
tetap hidup melalui rekayasa lingkungan,
sehingga mampu mengembalikan kesuburan
tanah (Lines and Kelly, 2000).
Berdasarkan hasil analisis tanah
Rachman et al. (2008), tanah yang terkena tsunami dapat digolongkan sebagai tanah
saline-sodic yang ditandai oleh nilai ESP (exchangeable sodium percentage) tanah > 15 % dengan pH < 8,5. Faktor utama
penyebab meningkatnya nilai ESP adalah
terakumulasinya ion Na yang terbawa
lumpur tsunami dalam konsentrasi yang
sangat tinggi (>1 cmolc kg-1) di permukaan
tanah. Konsentrasi ion Na dalam tanah yang
tinggi akan merusak struktur tanah,
mengganggu keseimbangan unsur hara, dan
menurunkan ketersediaan air untuk
Menurut Emerson dan Bakker (1973)
dalam Rachman et al. (2008), tanah mulai terdispersi pada kandungan Na tanah sekitar
5%. Makin tinggi kandungan Na tanah,
makin mudah tanah terdispersi. Partikel
tanah yang telah terdispersi akan bergerak
menyumbat pori-pori tanah menyebabkan
tanah memadat dan suplai oksigen untuk
pertumbuhan akar dan mikroba tanah
menurun drastis. Infiltrasi juga sangat
terhambat menyebabkan sangat sedikit air
yang masuk ke dalam tanah dan sebagian
besar tergenang di permukaan dan
menyebabkan terjadinya pelumpuran. Sangat
sedikit tanaman yang dapat tumbuh jika
kondisi tersebut telah terjadi. Pertumbuhan
tanaman terhambat, selain oleh jeleknya sifat
fisik tanah juga karena terbentuknya ion-ion
beracun seperti Na+, OH-, dan HCO3-.
Garam-garam atau Na+ yang dapat
dipertukarkan akan mempengaruhi sifat-sifat
tanah jika terdapat dalam keadaan yang
berlebihan dalam tanah. penyerapan Na+
oleh partikel-partikel tanah akan
mengakibatkan pembengkakan
dan penutupan pori-pori tanah yang
memperburuk pertukaran gas, dispersi
material koloid tanah, struktur tanah serta pH
tanah menjadi lebih tinggi karena
kompleks serapan dipenuhi oleh ion Na+.
Menurut Achmad (2006), nilai pH dapat
berpengaruh dalam dinamika unsur di dalam
tanah. pH tinggi menyebabkan ketersediaan
unsur hara makro lebih tinggi dan
ketersediaan unsur hara mikro lebih rendah.
Jika pH rendah berlaku sebaliknya,
ketersediaan unsur hara makro pada
umumnya menurun dan unsur hara mikro
tersedia berlebihan sehingga dapat meracuni
tanaman (Achmad, 2006).
Ada beberapa permasalahan yang
ditimbulkan sehingga tanah salin jarang
digunakaan untuk budidaya tanaman di
antaranya: (1) tekanan osmotik tana-man
yang rendah, (2) kandungan Na+ yang tinggi
(FAO 2005), (3) rendahnya unsur N dan K.
(Suprapto 1991), (4) tingginya pH
(Hardjowigeno 2007) dan (5) rendahnya
C-organik tanah salin.
Perbaikan Kualitas Tanah Salin
Upaya meningkatkan produktivitas tanah
salin untuk budidaya tanaman adalah melalui
teknologi budidaya. Tek-nologi budidaya
pertanian banyak diper-gunakan untuk upaya
tersebut. Salah satu teknologi budidaya
pertanian yang dapat diterapkan adalah
teknologi budi-daya yang memanfaatkan
sumber daya lokal. Salah satu sumber daya
lokal yang dapat digunakan adalah
sifak fisik tanah pada tanah salin, bahan
organik juga mampu memper-baiki sifat
kimia seperti penambahan hara yang mampu
menurunkan kadar garam natrium (Na) dan
memperbaiki sifat biologi tanah.
Penambahan bahan organik beru-pa jerami
juga dapat memperbaiki sifat biologi tanah.
Biologi tanah yaitu mikro-organisme atau
pupuk hayati meru-pakan salah satu sumber
daya lokal yang dapat digunakan untuk
memper-baiki tanah salin (Simarmata 2011).
Salah satu masalah pada tanah salin adalah
terikatnya P oleh Ca sehingga P menjadi
tidak tersedia. Pupuk hayati berupa Fungi
Mikoriza Arbuskular (FMA) mampu
melepaskan unsur P yang terikat dalam
tanah. Mekanisme penyerapan P dalam tanah
oleh FMA menurut Tinker (1975) adalah
dengan pengabsorpsian P oleh hifa dalam
tanah kemudian mengangkutnya ke akar
yang dikolonisani dimana P ditransfer ke
inang bermikoriza sehingga berakibat
meningkatnya volume tanah yang dapat
dijangkau oleh sistem akar tanaman.
Menurut Sudjana et all, 2013, Pemberian bokashi dan FMA pada tanah salin di daerah
karawang dapat meningkatkan Nitrogen total
dan C-organik tanah.
Gambar 1 Kandungan N-Total Sebelum dan Sesudah
Tanam
Gambar 2 Kandungan C-Organik Tanah Sebelum dan
Sesudah Tanam
Selain itu, dalam memperbaiki
asupan N pada tanaman pada tanah salin,
dapat dilakukan pengaplikasian bakteri
endofitik penambat N2 pada benih padi gogo.
Habitat tanah salin pada umumnya
kekurangan unsur N (Zahran dkk., 1995),
lingkungan tersebut. Salah satu sumber N
pada habitat salin adalah penambatan N2.
Aktivitas penambatan N2 sangat penting
pada habitat salin karena menurut Zahran
(1997), efek garam yang timbul di habitat
tersebut terhadap tanaman dapat
mengganggu penyerapan air dan nutrisi
(khususnya N) dari dalam tanah dan bersifat
toksik pada sebagian besar organisme.
Bakteri penambat N2 yang hidup pada tanah
salin dapat mengkolonisasi rhizosfer tanaman
halofilik dan toleran garam karena adanya
eksudat akar. Mikroba tersebut berasosiasi
dengan akar tanaman atau hidup secara
simbiosis intraseluler dengan tanaman inang.
Walaupun peran bakteri dalam mengontrol
keseimbangan osmotik masih belum
terungkap, tetapi kontribusinya dalam
meningkatkan kandungan N tanaman telah
terbukti.
Dari hasil penelitian Mieke et all, 2007, tampak tanaman padi yang diberi inokulan campuran bakteri endofitik penambat N
2 dan diberi pupuk
N dengan dosis 60 N/ha memperlihatkan peningkatan kandungan N tanaman yang sama dengan yang diberi pupuk 90 dan 120 kg/ha. Hasil percobaan ini berhubungan dengan kemampuan bakteri campuran yang secara sinergis dapat meningkatkan kandungan N tanaman dibandingkan dengan inokulan tunggal.
Tabel 1. Pengaruh jenis inokulan bakteri endofitik penambat N dan dosis urea terhadap
kandungan N tanaman (%)
Dosis urea (N/ha) Jenis inokulan bakteri endofitik penambat N
A A B
Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf kecil yang sama (vertikal) dan huruf kapital yang sama (horizontal) tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5 %.
Sumber : Setiawati, Mieke Rochimi et all. 2007
Penggunaan inokulan tunggal yaitu
Acinetobacter sp. (yang mempunyai aktivitas
nitrogenase yang tertinggi) tampaknya
menghasilkan suplai N yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan penggunaan
inokulan campuran (Pseudomonas sp. dan
Acinetobacter sp.) pada setiap taraf
pemberian dosis pupuk N. Sinergisme antara
dua jenis mikroba atau lebih dapat terjadi
apabila tidak ada persaingan dalam
mendapatkan sumber nutrisi yang dibutuhkan
mikroba tersebut. Apabila salah satu mikroba
mengeluarkan metabolit yang dibutuhkan
mikroba lainnya dalam usaha untuk
menggunakan nutrisi, maka kedua mikroba tersebut dapat memberikan pengaruh yang
menguntungkan bagi tanaman inangnya
karena suplai N yang diberikan menjadi lebih
besar.
Pemanfaatan Tanah Salin
Apabila tanah salin dapat kita
manfaat sebaik-baiknya dengan upaya
perbaikan yang optimum, maka potensi tanah
salin di Indonesia dapat lebih ditingkatkan
lagi untuk menuju ketahanan pangan
Indonesia.
Menurut Sudjana et all, 2013,
pengaplikasian bokashi jerami dan FMA
pada tanah salin sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan komponen hasil tanaman
kedelai. Pada pengaplikasian bokashi 12
ton/ha dan FMA 0 gr/ lubang, didapati
komponen hasil kedelai yang paling
optimum, yaitu berat basah brangkasan
mencapai 27 gr dan berat kering mencapai
9,77 gr. Sementara itu pada perlakuan yang
sama, polong total per tanaman berjumlah 45
dengan perbandingan kontrol 20,67 dan
polong isi per tanaman berjumlah 44,67
dengan perbandingan kontrol 20,33.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. 2006. Identifikasi Kerusakan Lahan dan Pendapat Masyarakat Terhadap Rencana Rehabilitasi Lahan Pertanian Pasca Tsunami (Studi Kasus
Kecamatan Lho’nga Kabupaten Aceh
Cardon, G. E., Davis, J. G., Bauder, T. A.
and Waskom, R. M. 2003. Managing Saline Soil. Colorado State University Cooperative Extension.
Lines and Kelly, R. 2000. Soil sense: Soil management for NSW North Coast farmers. NSW Agriculture & Land and Water Conservation, Wollongbar.
Rachman, A., Erfandi, D., Ali, M, N. 2008.
Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya. Peneliti pada Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Setiawati, Mieke Rochimi et all. 2007.
Peningkatan Kandungan N Tanaman Dan Hasil Padi Gogo Akibat Aplikasi Bakteri Endofitik Penambat N2 Dan Pupuk N Anorganik Pada Tanah Salin. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sudjana, Briljan et all. 2013. Perubahan Unsur Hara Makro C, N, P, K Dan C/N Rasio Tanah Salin Karawang Akibat Pemberian Bokashi Jerami Dan Fungi Mikoriza Arbeskula (Fma) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max). Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2013 Vol. 2 No. 2