PENGGUNAAN PEMBENAH TANAH UNTUK PERBAIKAN SIFAT TANAH DAN BUDIDAYA PADI GOGO (Oryza sativa (L.) Merril)
PADA PASIR TAILING TAMBANG TIMAH
SUTONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012
iii ABSTRACT
The green house experiments of ameliorant for soil improvement
and nature cultivation of upland rice (Oryza sativa (L.) Merrill) at tin mine
tailings area was conducted, in October 2010 - January 2011. The
Research objectives are to evaluate the effect of mineral soil material ,
compost, and steel slag on (1) change in soil physical properties (2) the
amount of percolation water, the levels leached water percolation of
ammonium, phosphate, and potassium; (3) the uptake of N, P, K, Ca, Mg;
(4) growth and yield of plants and (5) choose the best ameliorant
composition for rehabilitation the tailings and upland rice cultivation. The
treatment are T000, T011,T022, T 033, T101, T110,T112, T 113, T121, T122,T131, T 133,
T202, T211,T212, T220, T221, T222,T223, T 232, T233, T303,T311, T 313, T322, T323,T330,
T 331, T332, T333. The first numeral after T = soil mineral, second numeral =
compost, and the third numeral = steel slag as soil ameliorant. They were
arranged in a completely randomized design with three replications. The
results showed that the soil ameliorant reduce bulk density, increasing the
total pore space and available water capacity, and improve upland rice
yields. Therefore, the amount of required ameliorant consists of mineral soil
70 ton ha-1, compost 15 ton ha-1 and 3 ton ha-1 steel slag.
iv RINGKASAN
Percobaan Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah telah dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah, Jalan Raya Sindangbarang dengan tujuan mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja terhadap (1) perubahan sifat fisika tanah, (2) jumlah air perkolasi serta amonium, fosfat, dan kalium tercuci, (3) serapan N, P, K, Ca, Mg oleh tanaman padi gogo, (4) pertumbuhan dan hasil panen tanaman padi gogo, dan (5) memilih komposisi amelioran terbaik untuk merehabilitasi tailing timah agar dapat dijadikan tempat budidaya tanaman padi gogo.
Pot percobaan ditata menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan terdiri 31 perlakuan, yaitu T000, T011,T022, T 033, T101, T110, T112, T 113, T121, T122,T131, T 133, T202, T211,T212, T 220, T221, T222,T223, T 232, T233, T303,T311, T 313, T322, T323,T330, T 331, T332, T333. Angka yang menyertai huruf T bermakna: (a) angka pertama = tanah mineral (0 = tanpa tanah mineral, 1 = 20 ton ha-1, 2 = 40 ton ha-1, dan 3 = 80 ton ha-1 tanah mineral, M); (b) angka ke 2 = kompos (0 = tanpa kompos, 1 = 5 ton ha-1, 2 = 10 ton ha-1, dan 3 = 20 ton ha-1 kompos, K), dan (c) angka ke 3 = terak baja (0 = tanpa terak baja, 1 = 2 ton ha-1, 2 = 4 ton ha-1, dan 3 = 8 ton ha-1 terak baja, T). Contoh: T111 mengandung arti perlakuan tersebut diberi pembenah tanah berupa tanah mineral 20 ton ha-1 ditambah kompos 5 ton ha-1 dan 2 ton ha-1 terak baja.
v Evaporasi yang terjadi dari permukaan tanah mencapai 3 – 5 mm per hari. Pemberian pembenah tanah campuran tanah mineral, kompos, dan terak baja secara bersama-sama mampu menghambat laju evaporasi dari permukaan tanah dalam pot. Pada hari ke 3 dan ke 4 dominasi pengaruh tanah mineral diperkuat oleh kompos dan terak baja.
Pemberian pembenah tanah merupakan kunci keberhasilan menurunkan jumlah air perkolasi, amonium, fosfat, dan kalium tercuci dari dalam pot. Laju perkolasi paling lambat terjadi pada perlakuan 80M + 10K + 4T, sedangkan pencucian ammonium paling sedikit terjadi pada perlakuan 80M + 20K + 8T. Secara statistik, bahan pembenah tanah yang paling berperan dalam menurunkan laju perkolasi dan pencucian K adalah tanah mineral, sedangkan pemberian kompos menghambat fosfat tercuci.
Serapan hara nitrogen oleh tanaman padi pada pot tanpa pemberian kompos (0 ton ha-1) paling sedikit, sedangkan pada pot dengan kompos 5 ton ha-1, 10 ton ha-1 dan 20 ton ha-1 masing-masing meningkat menjadi 7, 10, dan 12 kali lebih besar daripada perlakuan 0K. Serapan P pada perlakuan kompos yang sama meningkat menjadi 10, 12, 23 kali lebih besar, sedangkan serapan K menjadi 10, 16, dan 18 kali lebih besar daripada perlakuan 0K. Bahan pembenah tanah yang mampu dan mendominasi meningkatkan konsumsi hara oleh tanaman padi gogo adalah kompos.
Bobot kering hasil panen meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian kompos, sedangkan pemberian terak baja berlaku sebaliknya karena makin banyak diberikan terak baja makin sedikit hasilnya. Pemberian pembenah tanah berupa kompos 5, 10, dan 20 ton ha-1 menghasilkan gabah kering giling masing-masing 2.31 g pot-1, 2.42 dan 2.04 g pot-1 atau meningkat 180 – 218 kali lebih besar dibandingkan tanpa kompos. Secara statistik pemberian kompos memberikan pengaruh sangat dominan dalam meningkatkan hasil gabah kering giling dibandingkan dengan tanah mineral dan terak baja.
PENGGUNAAN PEMBENAH TANAH UNTUK PERBAIKAN SIFAT TANAH DAN BUDIDAYA PADI GOGO (Oryza sativa (L.) Merril)
PADA PASIR TAILING TAMBANG TIMAH
SUTONO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
viii Judul Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan
Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah
Nama Sutono
NRP A 152 080 051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M.Sc. Ketua
Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D. Anggota
Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Agroteknologi Tanah
Dr. Ir. Suwardi, M.Sc.Agr.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
ix PRAKATA
Alhamdulillahi Rabbil Alamien, segala puji hamba panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada hamba-Nya untuk mampu menyelesaikan karya ilmiah berjudul Penggunaan Pembenah Tanah untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Budidaya Padi Gogo (Oryza sativa (L.) Merril) pada Pasir Tailing Tambang Timah.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. D.P. Tejo Baskoro, M.Sc. (Ketua Komisi Pembimbing), Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D. dan Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. (Anggota Komisi Pembimbing) yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak merencanakan penelitian sampai menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Sc.Agr. sebagai ketua Program Studi Agroteknologi Tanah; kepada Bapak Dr. Irawan sebagai Ketua Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah dan Ibu Dr Ai Dariah (mantan ketua Kelti Fisika dan Konservasi Tanah) yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneruskan studi. Ucapan ini juga disampaikan kepada Bapak Darsana Sudjarwadi dan semua rekan-rekan di Laboratorium Fisika Tanah serta Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah Balai Penelitian Tanah yang telah membantu menyelesaikan kegiatan ini.
Kepada ayahanda dan almarhumah ibunda, ananda persembahkan karya ilmiah ini, juga kepada ayah dan ibu mertua, isteri serta anakku yang telah dengan sabar memberikan dorongan agar karya tulis ini dapat diselesaikan. Mudah-mudahan karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Juni 2012
x
2.2. Wilayah Pertambangan Timah ... 10
2.3. Padi Gogo ... 13
2.4. Kompos ... 14
2.5.Terak Baja ... 16
III. METODE PENELITIAN ... 18
3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan ... 18
3.2. Bahan dan Alat ... 18
3.3. Perlakuan ... 19
3.4. Pengumpulan Data ... 22
3.5. Analisis Data ... 23
3.6. Pelaksanaan Kegiatan ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1. Sifat Fisika Tanah... 26
4.2. Kadar Air Tanah ... 32
4.3. Hara Tercuci Perkolasi ... 34
4.4. Serapan Hara oleh Tanaman Padi ... 39
xi
4.6. Proporsi Bahan Pembenah Tanah Terbaik ... 54
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.1. Kesimpulan ... 58
5.2. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
xii DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1 Sifat kimia bahan pembenah tanah (tanah mineral, kompos,
dan terak baja) yang digunakan dalam percobaan ... 19 2 Grafik yang dapat dibuat dengan memperhitungkan petak
kontrol (T000) ... 21 3 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
bobot isi tanah ... 27 4 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
ruang pori total tanah ... 28 5 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
pori aerasi, pori drainase lambat, dan pori air tersedia tanah 29 6 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
laju per-meabilitas ... 31 7 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
kadar air tanah ... 34 8 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
fosfat tercuci ...
34
9 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
serapan hara oleh tanaman padi gogo ... 37 10 Rataan jumlah hara diserap tanaman padi gogo pada
perlakuan kompos berbeda dosis ... 44 11 Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap
xiii DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1 Hamparan pasir tailing di areal bekas penambangan timah .... 10 2 Bahan-bahan untuk media tanam ... 16 3 Foto hasil analisis mineralogi pasir tailing ... 16 4 Pot percobaan terbuat dari kolom PVC dengan volume 9000
ml, tinggi 27 cm Ø 20 cm, A. Padi gogo, B. Campuran pasir tailing, tanah, kompos, terak baja, C. Penampung air perkolasi ... 24 5 Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M),
kompos (K) dan terak baja (T)) terhadap bobot isi media tanam padi gogo ... 27 6 Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M),
kompos (K) dan terak baja (T)) terhadap ruang pori total media tanam padi gogo ... 28 7 Pengaruh bahan pembenah tanah tanah mineral (M), kompos
(K) dan terak baja (T) terhadap distribusi pori (aerasi, drainase
lambat, air tersedia) media tanam padi gogo ... 30 8 Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M),
kompos (K) dan terak baja (T)) terhadap laju permeabilitas media tanam padi gogo ... 31 9 Kadar air tanah pada perlakuan (A) tanah mineral ditambah
10K + 4T, (B) kompos ditambah 40M + 4T, dan (C) terak baja
ditambah 80M + 20K ... 33 10 Jumlah air perkolasi pada pot diberi perlakuan tanah mineral
(M) yang dicampurkan dengan kompos dan terak baja ... 35 11 Jumlah NH4 tercuci air perkolasi pada pot diberi perlakuan
tanah mineral ditambah kompos dan terak baja ... 36 12 Jumlah PO4 tercuci air perkolasi pada perlakuan yang diberi
pembenah tanah berupa tanah mineral, kompos, terak baja ... 37 13 Jumlah K tercuci air perkolasi pada perlakuan tanah mineral
xiv
Nomor Teks Halaman
14 Serapan N tanaman padi gogo pada perlakuan pembenah tanah berupa tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja
(T) ... 40 15 Serapan P oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah
mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 41 16 Serapan K oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah
mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 42 17 Serapan Ca oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah
mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 42 18 Serapan Mg oleh tanaman padi gogo pada pemberian tanah
mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) ... 43 19 Keragaan tanaman padi gogo pada umur 10 MST (A: tanah
mineral 0, 20, 40, 80 ton ha-1 ditambah 20 ton kompos ha-1 dan 8 ton terak baja ha-1, B: kompos 0, 5, 10, 20 ton ha-1 ditambah 80 ton tanah mineral ha-1 dan 8 ton terak baja ha-1, C: terak baja 0, 2, 4, 8 ton ha-1 ditambah 80 ton tanah mineral
ha-1 dan 20 ton kompos ha-1)... 45 20 Jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo pada
perlakuan tanah mineral + 10 ton kompos ha-1 dan 4 ton terak
baja ha-1 ... 46 21 Jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo pada
perlakuan kompos (K) + 40 ton tanah mineral ha-1 dan 4 ton
terak baja ha-1 …... 46 22 Jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo pada
perlakuan terak baja + diberi 40 ton tanah mineral ha-1 dan 10
ton kompos ha-1 ... 47 23 Daun padi mengalami kekurangan/kelebihan hara (A, B, C),
malai yang tidak sempurna (D, E) serta walang sangit pada buah padi gogo (F) ... 48 24 Malai pada perlakuan (A): tanah mineral + 20 ton kompos ha-1
dan 8 ton terak baja ha-1, (B): kompos + 80 ton tanah mineral ha-1 dan 8 ton terak baja ha-1, (C): terak baja + 80 ton tanah
mineral ha-1 dan 20 ton kompos ha-1 ... ... 49 25 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo
xv
Nomor Teks Halaman
26 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan tanah mineral (0,
20, 40, 80 ton ha-1) ... 50 27 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo
pada perlakuan kompos (0, 5, 10, 20 ton ha-1) ... 51 28 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan kompos (0, 5, 10,
20 ton ha-1) …... 51 29 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo
pada perlakuan terak baja (0, 2, 4, 8 ton ha-1) ... 52 30 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan terak baja (0, 2, 4,
8 ton ha-1) ... 52 26 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan tanah mineral (0,
20, 40, 80 ton ha-1) ... 46 27 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo
pada perlakuan kompos (0, 5, 10, 20 ton ha-1) ... 47 28 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan kompos (0, 5, 10,
20 ton ha-1) …...
48
29 Bobot kering brangkas (jerami + tangkai buah) padi gogo pada perlakuan terak baja (0, 2, 4, 8 ton ha-1) ... 48 30 Bobot kering gabah bernas pada perlakuan terak baja (0, 2, 4,
8 ton ha-1) ...
49
31 Proporsi tanah mineral optimum untuk membuat pembenah tanah bagi keberhasilan rehabilitasi pasir tailing tambang timah untuk budi daya padi gogo ... 54 32 Proporsi kompos optimum untuk membuat pembenah tanah
bagi keberhasilan rehabilitasi pasir tailing tambang timah untuk budi daya padi gogo ... 55 33 Proporsi terak baja optimum untuk membuat pembenah tanah
xvi DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1 Diskripsi padi varietas Kalimutu ... 63 2 Rataan bobot isi dan pori-pori tanah setiap perlakuan ... 64 3 Kadar air tanah pada pF 1, 2, 2.54 dan 4.2 serta permeabilitas 65 4 Rataan jumlah air perkolasi dan hara tercuci ... 66 5 Jumlah hara diserap tanaman padi gogo varietas Kalimutu ... 67 6 Rataan kadar air hasil pengukuran menggunakan TDR ... 68 7 Perkembangan tinggi tanaman padi gogo varietas Kalimutu .... 69 8 Rataan jumlah anakan dan anakan produktif padi gogo
varietas Kalimutu ...
72
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Pulau Bangka terdapat perusahaan penambangan timah yaitu PT
Timah dan PT Koba Tin, selain itu ada juga perusahaan kecil penambangan
rakyat. PT Timah mempunyai konsesi untuk menambang timah di Pulau
Bangka, Belitung, Singkep, Kundur, dan Karimun dengan wilayah
penambangan (WP) mencakup 522.460 hektar dengan 114 Izin Usaha
Penambangan (IUP) baik di darat maupun di laut. Wilayah penambangan di
pulau-pulau tersebut dan perairan disekitarnya dikenal sebagai Indonesian Tin
Belt (http://www.esdm.go.id)
Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.16 juta hektar, sebagian
merupakan Wilayah Pertambangan (WP) Timah, PT Timah menguasai
kira-kira 75% WP, sisanya menjadi WP PT Koba Tin. Wilayah Pertambangan (WP)
adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak
terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian
dari rencana tata ruang nasional. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) adalah
bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau
informasi geologi (PP No. 22/2010).
Pusat Penelitian Tanah (1987) telah melakukan pemetaan dan
evaluasi kesesuaian lahan. Faktor yang digunakan dalam melakukan penilaian
kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian adalah iklim, tanah, dan terrain.
Berdasarkan penilaian tersebut terdapat tanah asli yang cocok untuk padi
sawah, padi ladang, ketela pohon, jagung, kacang buncis, kacang tanah, karet,
dan kopi seluas 674218 ha. Tanah bekas tambang seluas 198751 ha
walaupun iklim dan terrain sesuai untuk tanaman pertanian, tetapi karena
faktor tanahnya tidak sesuai maka digolongkan menjadi tidak sesuai.
Berdasarkan perundangan yang berlaku, maka areal bekas tambang harus
direklamasi.
Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara mengamanatkan kepada pelaku pertambangan untuk melakukan
reklamasi pascapenambangan. Pemerintah menerbitkan PP No 78/2010
tentang Reklamasi dan Pascapenambangan sebagai pedoman pelaksanaan
dengan mengacu kepada prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan
2 air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara berdasarkan standar
baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; b. perlindungan dan pemulihan
keanekaragaman hayati; c. penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan
timbunan batuan penutup, kolam, tailing, lahan bekas tambang, dan struktur
buatan lainnya; d. pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan
peruntukannya; e. memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat; dan
f. perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kementerian Kehutanan dan Perkebunan
telah pula menerbitkan Peraturan Menteri nomor 146/1999 tentang reklamasi
pascapenambangan di kawasan hutan. PT Timah dan PT Koba Tin pun telah
melakukan reklamasi tanah di daerah bekas penambangannya sesuai dengan
prosedur tersebut, tetapi selalu ada sisa hamparan pasir tailing di permukaan
dan lahan yang telah direklamasi pun seringkali ditambang ulang oleh
masyarakat. Penambangan ulang ini biasanya dilakukan oleh masyarakat
untuk mengumpulkan bijih timah yang masih tersisa.
Tim Peneliti Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1996) telah
menetapkan kriteria kerusakan tanah bekas penambangan, bahwa kunci
kerusakan akibat penambangan timah adalah tekstur pasir dan kandungan
bahan organik tanah sangat rendah terutama dari hamparan tailing pasir. Nilai
batas untuk menilai kerusakan tanah tersebut adalah tanah dinyatakan rusak
apabila terksturnya tergolong pasir (sand ), yaitu tekstur yang tersusun oleh
fraksi pasir ≥ 87%, fraksi debu ≤ 13%, dan fraksi clay ≤ 10% serta kandungan
bahan organik < 1%. Batasan tekstur tidak berlaku bagi tailing lumpur,
sedangkan nilai batas untuk bahan organik berlaku untuk tailing pasir dan
tailing lumpur. Berdasarkan kriteria inilah hendaknya reklamasi dilakukan.
Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah
usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam
kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan
energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Sedangkan rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali
dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi
secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun
3 dan Perkebunan No. 146/1999 tentang pedoman reklamasi bekas tambang
dalam kawasan hutan).
Reklamasi diarahkan untuk mengembalikan fungsi lahan ke keadaan
semula. Jika semula lahan tambang merupakan kawasan hutan setelah
selesai penambangan dihutankan kembali. Demikian juga jika pada awalnya
merupakan lahan pertanian dikembalikan sebagai lahan budidaya pertanian.
Mengembalikan hamparan pasir tailing menjadi lahan pertanian menghadapi
berbagai macam kendala sebab kondisinya sangat miskin hara dan
kemampuan memegang airnya sangat rendah, sehingga jarang dijadikan lahan
usahatani tanaman pangan, khususnya tanaman padi gogo.
Rata-rata produktivitas padi gogo di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung pada tahun 2000 - 2009 mencapai 23.75 kuintal.ha-1 dari areal luas
panen 4204 hektar dengan rata-rata produksi mencapai 8628 ton. Rata-rata
produksi dan gabah yang diperoleh dari lahan sawah mencapai 25.28
kuintal.hektar-1, luas panen mencapai 5771 hektar atau hanya menghasilkan
8322 ton. Beras yang dihasilkan oleh Provinsi Bangka Belitung dari lahan
sawah dan padi gogo berjumlah 16950 ton gabah kering (BPS, 2009) atau
setara dengan 10170 ton beras jika rendemen 60%. Berdasarkan rataan
konsumsi beras secara nasional sebesar 139 kg per kapita, maka untuk
memenuhi kebutuhan beras bagi 1043347 orang penduduk Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung (BPS 2009), diperlukan > 145000 ton per tahun.
Harus dilakukan penambahan beras dari perdagangan antar pulau.
Pemenuhan kebutuhan beras selain dari perdagangan antar pulau juga
dapat dilakukan dengan intensifikasi atau ekstensifikasi lahan pertanian.
Peluang ekstensifikasi melalui perluasan areal pertanian masih mungkin
dilaksanakan, tetapi sebagian besar lahan mempunyai tekstur berpasir yang
bersifat porus dan mudah melalukan air. Kondisi tersebut menyulitkan
pembentukan sawah, karena sulit membuat genangan air pada lahan yang
sangat berpasir. Oleh karena itu, peningkatan hasil padi di daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dapat dilakukan melalui budidaya padi gogo atau
mencari teknologi rehabilitasi lahan bekas tambang agar dapat dijadikan
tempat budidaya tanaman pangan, khususnya padi gogo.
Pada tahun 2009 Badan Litbang Pertanian mencoba membuat sawah
di daerah bekas penambangan timah, biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 52
4 dalam membentuk petak-petak sawah, bagian terbesar adalah untuk
mengadakan dan mengangkut tanah mineral dan pengadaan bahan organik.
Tanah mineral setebal 5 cm dan bahan organik dihamparkan di atas
permukaan berpasir. Namun demikian pembentukan petak-petak sawah
terhambat karena pematang mudah longsor dan agak sulit terbentuk genangan
air seperti lazimnya permukaan sawah. Untuk mengatasi hal ini dapat ditanam
padi gogo yang tidak memerlukan air tergenang dipermukaan tanah.
Budidaya padi gogo pada lahan pasir tailing yang belum direhabilitasi
akan menghadapi beberapa kendala, diantaranya adalah lahan yang miskin
hara dan daya memegang air yang sangat rendah. Untuk mengatasi
kekurangan hara dapat ditambahkan unsur hara sesuai kebutuhan, demikian
juga kebutuhan air dapat dipenuhi dari irigasi yang bersumber dari kolong di
sekitar hamparan pasir tailing. Hara yang diberikan harus lebih lama berada di
dalam tanah dan tidak mudah tercuci agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Memperhatikan kondisi tersebut maka perlu dibuat formula pembenah tanah
yang mempunyai sifat mampu menghambat laju perkolasi dan pencucian hara.
Formula tersebut mempunyai komposisi yang terdiri dari tanah mineral,
kompos, dan terak baja dalam proporsi tertentu. Pembenah tanah demikian
diharapkan dapat dijadikan bahan untuk merehabilitasi lahan pasir tailing yang
mampu memberikan dukungan hara dan air sehingga terbentuk media
5
1.2. Perumusan Masalah
Hamparan pasir tailing di daerah bekas penambangan timah
mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi yang kualitasnya rendah, miskin hara
dan rendah daya memegang airnya. Sifat fisika yang paling menonjol adalah
kandungan fraksi pasir ≥ 87%, fraksi debu ≤ 13%, dan fraksi clay ≤ 10% serta
kandungan bahan organik < 1%. Hal tersebut dapat diperbaiki melalui
pemberian bahan pembenah tanah yang mampu memperbaiki tekstur dan
kandungan bahan organik tanah serta mengurangi pencucian hara.
Komposisinya terdiri dari tanah mineral, kompos, dan terak baja dalam
proporsi tertentu.
Unsur hara dapat bertahan di dalam media tanam dan dimanfaatkan
oleh tanaman apabila dapat bertahan di daerah perakaran tanaman. Media
tanam yang mampu mempertahankan unsur hara tersebut hendaknya tidak
mudah melalukan air dan meloloskan atau pencucian (leaching) unsur hara
dari daerah perakaran tanaman. Karena tanah dengan tekstur pasir di duga
mudah melalukan air dan meloloskan unsur hara, maka perlu diberikan
pembenah tanah (soil ameliorant) yang mampu meningkatkan clay, bahan
organik tanah, dan kalsium agar lingkungan perakaran dan hubungan tanah –
air – tanaman dalam kondisi yang mendekati ideal untuk pertumbuhan padi
gogo. Pembenah tanah demikian dapat dibuat dari tanah mineral, kompos, dan
terak baja.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja
terhadap perubahan sifat fisika tanah: bobot isi, ruang pori total dan
distribusi pori, serta laju permeabilitas,
2. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja
terhadap jumlah air perkolasi, kadar amonium, fosfat, dan kalium
tercuci air perkolasi;
3. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja
terhadap penyerapan N, P, K, Ca, Mg oleh tanaman padi gogo;
4. Mengevaluasi pengaruh tanah mineral, kompos, dan terak baja
6 5. Memilih komposisi pembenah tanah terbaik untuk merehabilitasi tailing
timah agar dapat dijadikan tempat budidaya tanaman padi gogo.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang ingin dibuktikan dari penelitian ini adalah: hasil
perbaikan komposisi fraksi pasir, debu, clay, dan bahan organik tanah dari
pasir tailing bekas penambangan timah akan memperbaiki sifat-sifat fisika dan
kimia tanah yang mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan
tanaman padi gogo.
1.5. Manfaat Kegiatan
Hasil penelitian memberikan manfaat untuk membantu masyarakat
yang ingin bertani padi gogo, agar lahan bekas tambang menjadi penghasil
padi dan mampu memenuhi kebutuhan penduduk di sekitarnya. Ke depan
diharapkan daerah pertambangan yang biasanya ditingggalkan masyarakat
dengan hamparan pasir berwarna putih akan menjadi daerah sentra produksi
komoditas padi gogo yang mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk
daerah sekitarnya.
1.6. Kerangka Pemikiran
Wilayah Pertambangan (WP) termasuk pertambangan timah bisa
berada di kawasan hutan dan kawasan budidaya. Pertambangan timah di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh pertambangan terbuka di
darat. Untuk memperoleh timah dari tambang timah terbuka di darat,
perusahaan melakukan pembongkaran dan pemindahan topsoil atau sering
disebut tanah pucuk dan overburden atau dikenal sebagai bahan induk tanah
sampai dijumpai batuan yang mengandung bijih timah. Batuan inilah yang
disemprot air bertekanan tinggi agar hancur untuk kemudian bijih timah
dipisahkan dari butiran pasir dan tanah di dalam panglong. Proses pemisahan
bijih timah tersebut menghasilkan pasir tailing yang sering dibiarkan
menggunung di dekat panglong. Tidak semua pasir tailing kembali ke lapisan
tanah terbawah sewaktu dilakukan reklamasi, tetapi menyisakan hamparan
pasir tailing di dekat lokasi bekas panglong. Hamparan ini ada yang luas ada
juga yang tidak, tetapi secara keseluruhan daerah bekas penambangan timah
lapisan permukaan tanahnya didominasi oleh fraksi pasir. Kondisi inilah yang
7 Merehabilitasi lahan bekas tambang yang mempunyai sifat miskin hara
dengan daya memegang air rendah dapat dilakukan dengan menambahkan
bahan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah tersebut dapat berupa tanah
mineral dengan kandungan clay yang tinggi, bahan organik dari kompos dan
kalsium (Ca) dari terak baja. Bahan pembenah tersebut diharapkan mampu
meningkatkan daya memegang air, menghambat pencucian hara, dan
meningkatkan bahan organik tanah agar lahan yang diperbaiki mampu
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan
Reklamasi tanah merupakan suatu proses memperbarui lahan
terganggu menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Hasil reklamasi dapat
dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan sesuai dengan tujuan dilakukannya
reklamasi, seperti menambah luas daratan di tepi pantai atau menambah luas
pantai yang menjorok ke tengah laut. Pengertian tentang reklamasi hampir
sama dengan rehabilitasi. Rehabilitasi tanah adalah suatu proses
mengembalikan fungsi lahan yang mengalami kerusakan oleh ulah dan
kegiatan manusia (antropogenik) agar mendekati keadaan aslinya atau lebih
baik dari keadaan aslinya. Pelaksanaan reklamasi bekas tambang diatur dalam
Undang-Undang No 4 Tahun 2009 dan PP No. 78/2010 serta keputusan
menteri.
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 146/1999
tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan,
reklamasi bekas tambang di daerah kawasan hutan adalah usaha
memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan
hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi
agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Sedangkan rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali
dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi
secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun
sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungan.
Reklamasi dan rehabilitasi di kawasan hutan lebih diarahkan untuk
menanam pohon. Karekateristik pohon dengan perakaran dalam dan banyak
biasanya lebih toleran terhadap ketersediaan hara dibandingkan dengan
tanaman pangan. Oleh karena itu reklamasi dan rehabiliasi lahan untuk
dikembalikan menjadi kawasan hutan lebih mudah untuk berhasil dibandingkan
dengan untuk lahan pangan.
Proses rehabilitasi diarahkan untuk memperbaiki kondisi lahan dalam
waktu yang lebih singkat melalui berbagai upaya yang melibatkan berbagai
cara agar lahan menjadi lebih mampu mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dibudidayakan diatasnya. Istilah rehabilitasi
9 pertambangan, pengeboran minyak dan bencana alam seperti banjir dan
longsor yang menyebabkan kerusakan lingkungan alami. Teknik rehabilitasi
tanah yang digunakan hendaknya mempercepat pengembalian kondisi lahan
ke kondisi sebelum terjadi kerusakan. Produktivitas lahan yang sudah sangat
menurun diharapkan dapat diperbaiki dengan melaksanakan tindakan
rehabilitasi lahan.
Proses penurunan produktivitas dikenal dengan istilah degradasi lahan
(land degradation) yaitu suatu proses penurunan produktivitas tanah menjadi
lebih rendah, baik sementara maupun tetap, sehingga pada suatu saat lahan
tersebut menuju ke tingkat kekritisan tertentu (Dent, 1993). Proses degradasi
lahan meliputi berbagai bentuk kerusakan tanah yang diakibatkan oleh
pengaruh kegiatan manusia termasuk kegiatan penambangan.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan timah dapat
dilihat dengan menurunnya sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Secara alami
tanah yang belum ditambang di lokasi penambangan semprot mempunyai
fraksi pasir 70% dan clay 23%, kandungan C-organik 1.68 – 3.51% dan KTK
6.9 -11.8 cmol(+) kg-1 setelah ditambang menjadi 90% pasir, 8% clay, 0.1%
C-organik dan KTK 2 cmol(+) kg-1 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
1996). Di Pangkal Pinang pada tanah dengan kedalaman 0-20 sebelum
ditambang mempunyai pori air tersedia 7 % volume atau tergolong rendah dan
laju permeabilitas 10 cm.jam-1 setelah penambangan pori air tersedia menurun
menjadi 1% volume yang tergolong sangat rendah dan laju permeabilitas
menjadi sangat cepat (26 cm jam-1). Kerusakan inilah yang harus diperbaiki
dan dipulihkan paling tidak agar mendekati kondisi sebelum ditambang dengan
menerapkan teknik-teknik rehabilitasi lahan yang sudah tersedia. Salah satu
teknik rehabilitasi lahan adalah pemberian pembenah tanah.
Pembenah tanah menurut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
Nomor: 28/2009 adalah bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral
berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sebagian atau
keseluruhan sifat-sifat tanah yaitu sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Pembenah tanah diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan kualitas tanah
pertanian terutama diarahkan untuk membangun kembali tanah yang telah
terdegradasi atau rusak. Penggunaan pembenah tanah diharapkan membuat
tanah yang miskin hara menjadi lebih subur, memperbaiki kemasaman dan
10 mampu menopang pertumbuhan tanaman. Pembenah tanah ditujukan untuk
memperbaiki sifat fisika tanah untuk selanjutnya sifat kimia dan biologi tanah.
Pembenah tanah yang terbuat dari bahan organik mempunyai manfaat
sebagai sumber hara (pupuk) maupun sebagai pembenah tanah telah banyak
dibuktikan (Suriadikarta, et al., 2005). Dari hasil rangkuman berbagai
penelitian dapat disimpulkan pembenah tanah dalam bentuk polimer organik
mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam memperbaiki sifat-sifat tanah,
baik sifat fisika, kimia maupun biologi tanah (Sutono dan Abdurachman, 1997).
Pembenah tanah yang berasal dari bahan mineral seperti zeolit telah
banyak digunakan di Jepang, Amerika, dan negara-negara Eropa.
Penggunaan zeolit sebanyak 0.3 t/ha dikombinasikan dengan pupuk kandang
dosis 5 t/ha mempunyai kemampuan relatif lebih baik dalam memperbaiki sifat
fisika tanah, dibanding dengan perlakuan yang hanya menggunakan pupuk
kandang atau hanya zeolit saja. Perlakuan kombinasi tersebut berpengaruh
terhadap peningkatan produksi tanaman (Sutono dan Agus, 1999). Pembenah
tanah lain yang pernah diteliti di Indonesia sejak tahun 1970-an (Sutono dan
Abdurachman, 1997) digunakan untuk mempercepat pembentukan agregat
dan meningkatkan stabilitas agregat pada tanah pasir Merapi dan Andisol
adalah bitumen, PAM, dan skim lateks.
2.2. Wilayah Pertambangan Timah
Lokasi utama tambang timah di P. Bangka dan Belitung terdapat pada
sistem lahan (landform) aluvial, marin, sistem daratan dan
perbukitan/pegunungan. Grup aluvial mencakup lembah-lembah dan alur-alur
sungai serta tanggulnya dengan endapan pasir sungai maupun gambut.
Wilayah ini merupakan daerah yang potensial untuk pertanian terutama lahan
sawah karena topografinya relatif datar dan tersedia air untuk irigasi, tetapi
setelah timah ditambang agak sulit dijadikan lahan pertanian. Lokasi
penambangan lainnya umumnya merupakan daerah rawa (PT Tambang Timah
– IPB, 1990).
Penambangan di daratan merupakan tambang terbuka yang dimulai
dari penggalian dan pemindahan solum tanah. Solum tanah terdiri dari tanah
pucuk yaitu tanah berwarna hitam yang juga mengandung humus dan
overburden yang dikenal dalam ilmu tanah sebagai bahan induk tanah. Bijih
11 sehingga menghasilkan pasir tailing dan membentuk kolong (lubang besar).
Karena itu, untuk memulihkan lahan diperlukan peraturan yang mengikat agar
tidak terjadi kerusakan lingkungan.
Sesuai peraturan yang berlaku setelah penambangan harus dilakukan
penimbunan kembali. Kegiatan ini dikenal dengan pengembalian solum tanah
sesuai asalnya, pasir tailing dibenamkan ke lapisan terbawah diikuti
overburden pada lapisan dibagian atas dan bagian teratas adalah tanah pucuk.
Tetapi pengembalian ini sering tidak mencukupi sehingga di permukaan tanah
terhampar pasir berwarna putih yang sulit untuk dijadikan lahan budidaya
pertanian. Hal ini menandakan bahwa penambangan menyisakan juga
kerusakan yang tidak seharusnya terjadi.
Gambar 1. Hamparan pasir tailing di areal bekas penambangan timah.
Penambangan timah di Semenanjung Malaysia dilakukan sejak
1930-an, telah mengakibatkan bekas tambang seluas sekitar 113700 ha berupa
hamparan pasir dan tailing lumpur. Sampai sekarang menjadi lahan dataran
rendah terdegradasi dan hanya sekitar 9,7% dari lahan bekas tambang telah
beralih fungsi menjadi lahan perumahan, kebun buah, peternakan, sayuran,
taman rekreasi, dan lapangan golf (Ang dan Ho. 2002). Sebelum dijadikan
kebun buah dan lahan sayur, dilakukan rehabilitasi lahan untuk mempernaiki
12 Kerusakan pada permukaan lahan bekas tambang terutama terjadi
oleh adanya perubahan tekstur. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1996)
telah menentukan kriteria kerusakan lahan, tanah dinyatakan rusak jika
teksturnya mempunyai fraksi pasir > 87%, fraksi debu ≤ 13%, dan fraksi clay ≤
10% serta kandungan bahan organik < 1%. Pekerjaan tersulit untuk
mengembalikan kondisi lahan agar sesuai untuk pertanian adalah memperbaiki
tekstur tanah karena jarang fraksi clay disimpan atau ditumpuk di suatu tempat
selain dibiarkan mengikuti aliran air pada saat pemisahan bijih timah. Selain
kerusakan yang diakibatkan kerusakan tekstur dan bahan organik, ternyata
tanah pucuk yang akan digunakan untuk reklamasi mempunyai pH 2.7 atau
sangat masam, tekstur lempung berdebu, kandungan bahan organik sangat
tinggi (C-organik 5.7%) sedangkan tingkat kesuburan lainnya tergolong
sedang. Tanah pucuk yang berasal dari rawa tergolong sulfat masam
(Sulfaquents) yang mengandung pirit (FeS2) cukup tinggi dan berbahaya bagi
tanaman pertanian. Kondisi ini dapat direklamasi dengan menggunakan kapur
pertanian. Memperbaiki kesuburan fisik dengan menambahkan kandungan
clay dan bahan organik hendaknya dipadukan dengan perbaikan sifat kimia
tanah. Lahan yang tidak sesuai untuk tanaman pertanian sebagian besar
berada dalam wilayah pertambangan yang terdiri dari kolam-kolam dalam
(kolong), timbunan tailing pasir dan overburden. Timbunan overburden terdiri
dari bahan induk tanah yang lebih lunak dan biasanya banyak mengandung
clay. Untuk memperbaiki lahan bekas tambang dibutuhkan teknologi yang
tepat.
Dalam melakukan reklamasi lahan bekas tambang timah, selain sifat
fisika tanah, sifat kimia juga menjadi faktor yang harus diperhatikan. Meskipun
hasil penelitian Tim IPB menunjukkan bahwa baik tanah asli maupun tanah
bekas penambangan mengandung Sn, Pb, dan Cu yang tidak membahayakan
bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan hasil penelitian Pusat Penelitian
Tanah (1996) menunjukkan bahwa tailing pasir di lokasi penambangan Lampur
mengandung 1 ppm Cd dan 48 ppm Pb, 32 ppm Pb pada pot tanaman karet di
Sampur, dan pada tanah pucuk di lokasi Jurung mengandung 3 ppm Cd dan 8
ppm Pb. Logam berat Cd di dalam tanah dan aman untuk pertanian adalah <
3 ppm.
Pusat Penelitian Tanah telah melakukan penelitian reklamasi selama 4
13 menghasilkan teknologi reklamasi tanah bekas penambangan batubara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembenah tanah yang dapat dimanfaatkan
untuk reklamasi tanah merah adalah bahan organik berupa kompos dan kapur
pertanian (dolomit). Tanah merah merupakan overburden yang menutupi
lapisan batubara. Selain itu, pada tanah merah juga dapat ditanami legume
cover cropp seperti Calopogonium sp., Centrosema sp. dan Pueraria sp.
Untuk mempercepat reklamasi lahan secara vegetatif, dapat ditanam tanaman
yang mampu beradaptasi dengan cepat seperti Acasia mangium dan Acasia
auriculiformis (Tala’ohu dan Samsidi, 1999). Pada tailing pasir bekas
penambangan timah di P. Bangka, Acasia mangium tumbuh baik jika ditanam
dengan sistem pot.
2.3. Padi Gogo
Rata-rata produktivitas padi gogo secara nasional adalah 25.95 kuintal
ha-1 (rataan selama 10 tahun 2000 – 2009) dengan luas tanam 1097867 hektar
di seluruh Indonesia (Departemen Pertanian, 2010). Balai Besar Penelitian
Padi telah banyak menghasilkan varietas padi gogo, diantaranya adalah
varietas Kalimutu yang berumur genjah. Varietas padi gogo yang lain adalah
Cirata, Towuti, Limboto, Danau Gaung, Batutegi, Situ Patenggang, Situ
Bagendit (Suprihatno et al., 2007). Varietas Cirata dan Limboto (berumur
110-135 hari), Towuti, Danau Gaung, Situ Patenggang, Situ Bagendit, dan Kalimutu
(90-120 hari). Varietas tersebut dapat menghasilkan 3 – 4.6 t.ha-1 gabah kering
giling (GKG). Untuk menghindarkan terkena dampak cekaman air dipilih
varietas Kalimutu karena umurnya < 100 hari, agak tahan terhadap blas, dan
toleran terhadap kekeringan, walaupun petani di sentra penghasil padi gogo
lebih memilih padi yang gabahnya ramping daripada bulat (Toha, 2007).
Penanaman padi gogo pada lahan kering biasanya hanya dilakukan
sekali dalam setahun, yaitu pada musim hujan. Padi gogo dapat ditanam
secara monokultur dan dapat pula secara tumpangsari. Padi gogo yang
ditanam secara tumpangsari dengan tanaman karet muda di desa Cipeundeuy,
Kabupaten Subang yang menghasilkan gabah terbanyak adalah varietas Situ
Patenggang dengan hasil 3.05 ton ha-1 dan ditumpangsarikan pada tanaman
jati muda menghasilkan gabah 5.1 ton ha-1 di Desa Sanca, Kabupaten
Indramayu. Semuanya dilakukan pada MH 2003/2004 (Wahyuni et al., 2006).
14 selama musim hujan, walaupun mungkin hasilnya akan lebih sedikit dari setiap
kali panen. Varietas Kalimutu tergolonng genjah atau berumur pendek.
Untuk meningkatkan produktivitas padi gogo di daerah sentra padi
gogo seperti Lampung telah dilakukan penelitian pada musim hujan sejak
tahun 2002/2003 sampai dengan 2004/2005 hasilnya menunjukkan bahwa
varietas Batu Tegi memberikan rata-rata hasil tertinggi dibandingkan dengan
varietas Limboto dan Situ Patenggang. Namun demikian ketiga varietas
tersebut cocok untuk dikembangkan pada tanah kering di desa Rama Murti,
Kacamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah yang mempunyai
tekstur dengan fraksi pasir 52.7%, debu 9.2% dan clay 38.1% (Toha, 2007).
Pasir tailing merupakan pasir kuarsa yang berwarna putih jernih
diperkirakan mengandung SiO2 sebanyak 90-95% dalam fraksi pasir dan debu
(Makarim, et al. 2007) sedangkan yang digunakan dalam percobaan ini
teksturnya tersusun dari fraksi pasir, debu, dan clay berturut-turut adalah
92.0%, 5.5%, dan 2.5%. Sedangkan kebutuhan air tanaman padi selama masa
pertumbuhannya adalah antara 450-700 mm (Doorenbos dan Kassam, 1979).
Kebutuhan air tersebut harus terpenuhi pada setiap fase pertumbuhan
tanaman, dengan demikan penyiraman harus rutin dilaksanakan sampai tanah
jenuh air.
2.4. Kompos
Kompos dibuat dari bahan organik segar sisa-sisa tumbuhan, kotoran
hewan, atau sisa-sisa tubuh fauna tanah seperti cacing dan sebagainya
dengan memanfaatkan mirkoba pengurai, sehingga bahan tersebut terurai
menjadi C dan N organik. Tingkat kematangan kompos ditunjukkan oleh
nisbah C/N, makin rendah nilainya makin matang kompos tersebut. Kompos
yang telah matang merupakan sumber bahan organik tanah yang siap
digunakan sebagai pembenah tanah. Peranan bahan organik dalam
memperbaiki sifat-sifat tanah, terutama sifat fisika tanah sudah banyak
diketahui dan dibuktikan, namun bagi peningkatan produktivitas tanah
bertekstur sangat berpasir (fraksi pasir > 90%) masih terdapat peluang untuk
dilakukan pengkajian.
Memperbaiki kualitas tailing pasir agar mampu mendukung
pertumbuhan tanaman pangan hendaknya dimulai dari memperbaiki sifat-sifat
fisika tanahnya agar terjadi penurunan bobot isi, peningkatan pori air tersedia,
15 Berbagai cara memperbaiki sifat fisika tanah telah dihasilkan oleh banyak
peneliti menggunakan bahan organik segar (Nurida dan Kurnia, 2009; Anda et
al., 2008; Sudirman et al., 1982; Suwardjo, 1981) dan dalam bentuk pupuk
kandang (Rasool et al., 2007) serta pembenah tanah (Dariah et.al., 2010).
Bahan organik segar yang diberikan ke dalam tanah Typic
Haplohumults Jasinga (kehilangan lapisan atas setebal 0.36 – 15.47 cm)
secara terus menerus sebanyak 21 ton.ha-1 dapat membentuk dan
mempertahankan agregat makro (Nurida dan Kurnia, 2009). Jerami padi yang
digiling halus kemudian diberikan ke dalam tanah Ultisols setara dengan
takaran C-organik sebanyak 0.5%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%, tanah tersebut
dimanipulasi dengan menambahkan pasir agar mempunyai kandungan fraksi
clay sebanyak 15%, 30%, 45%, 60%, dan 70%. Dari percobaan tersebut, Anda
et al. (2008) mengemukakan bahwa faktor utama yang berperan dalam
mengawetkan C-organik di dalam tanah adalah kandungan fraksi clay tanah
tersebut. Total C-organik meningkat secara linear dengan peningkatan fraksi
clay tetapi mineralisasi C mengalami penurunan. Setiap peningkatan clay
sebanyak 15% terjadi pengawetan C-organik 0.3 % dalam waktu 12 bulan. Hal
tersebut juga diikuti oleh peningkatan hasil polong kacang tanah. Pembenah
tanah yang mempunyai komposisi clay dari tanah mineral dan bahan organik
dari kompos dipandang ideal untuk memperbaiki sifat-sifat tanah tailing timah.
Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisika
tanah, karena dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas
tanah menahan air, memperbesar pori aerasi dan infiltrasi, sehingga
produktivitas tanahnya terpelihara (Lal, 1976; Suwardjo, 1981; Sudirman et al.,
1982). Peningkatan kandungan bahan organik di dalam tanah, selain
memanfaatkan kompos juga dapat digunakan mulsa bahan hijau atau sisa
panen pertanian (Lal, 1976), sisa tanaman yang dibenamkan (Constantinesco,
1976; Suwardjo et al., 1989), sisa tanaman disebarkan di atas permukaan
tanah (Suwardjo, 1981). Pemberian pembenah tanah yang mengandung
bahan mineral dan organik tanah ke dalam tanah Typic Kanhapludults dapat
meningkatan stabilitas agregat dan permeabilitas tanah serta peningkatan hasil
jagung (Dariah et al., 2010).
Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah dapat membantu
menurunkan jumlah kehilangan hara yang diakibatkan oleh adanya aliran
16 Pengurangan jumlah hara yang hilang dapat mencapai 80-95%, sehingga
teknik tersebut dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Apabila
upaya pencegahan kehilangan hara dapat dilakukan, maka pemupukan
dipastikan efisien dan efektif, sehingga hasil tanaman meningkat dan
berkelanjutan.
Hasil percobaan di rumah kaca yang dilakukan oleh Anda et al. (2004)
mendapatkan bahwa tipe mineral clay, tekstur tanah, kadar C-organik, dan
kandungan P tanah, merupakan sifat-sifat tanah yang menentukan potensi
hasil jagung. Tanah dengan kandungan C-organik sekitar 2.5% dapat
mencapai separuh hasil atau produksi maksimum jagung. Artinya, bahwa
tanah dengan kandungan C-organik kurang dari 2.5% menyebabkan hasil
jagung mulai menurun. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas tanah diperlukan penam-bahan bahan organik
tanah, salah satunya melalui pemberian kompos.
2.5. Terak Baja
Terak baja merupakan produk sampingan dari pabrik peleburan baja.
Terak baja dihasilkan dalam proses pemisahan cairan baja dari bahan
pengotornya pada tungku peleburan, karena itu digolongkan sebagai limbah,
sehingga dalam pengelolaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor
74/2001. Di luar bidang pertanian, limbah ini banyak dimanfaatkan sebagai
pengisi beton bertulang dan pencampur aspal jalan. Saat ini mulai banyak
diteliti untuk bidang pertanian, terutama untuk pembenah tanah yang
digunakan bagi tanah-tanah terdegradasi atau seraca alami tergolong tanah
marginal (suboptimal). Dalam proses pembuatan baja tersebut digunakan
kapur dan dolomit ketika pembakaran, sehingga terak baja pun mengandung
bahan-bahan tersebut. Terak baja mengandung CaO 40-52%, SiO2 10-19%,
FeO, MnO, dan MgO masing-masing 10 – 40%, 5 – 8%, dan 5 – 10% (National
Slag Association, Arlington, Virginia, US 4/9/2010). Karakteristik bahan kimia,
mineralogi dan morfologi terak baja ditentukan oleh proses yang menghasilkan
terak baja tersebut (Yildirim and Prezzi, 2011). Selanjutnya dijelaskan bahwa
MgO dan CaO dihasilkan dari mesin pengolahan besi menggunakan metode
basic-oxygen-furnace (BOF), electric-arc-furnace (EAF), dan ladle furnace
dalam proses pemurnian baja. CaO dan MgO inilah yang mungkin dapat
17 Hasil analisis terhadap terak baja halus yang dilakukan oleh Subiksa et
al. (2009) menunjukkan bahwa terak baja mengandung 27.38% CaO, 0.05%
MgO dan 13.47% Fe terak baja inilah yang digunakan dalam penelitian
rehabilitas tailing pasir. Karena kandungan CaO yang tinggi memberikan
peluang untuk dijadikan bagian dari pembenah tanah pada tailing
penambangan timah. Pembenah tanah dengan Ca tinggi akan berpengaruh
baik terhadap peningkatan KTK tanah.
Pemberian terak baja dan P terhadap tanah Oksisol dapat mengurangi
pencucian K dari lapisan tanah diatasnya, sehingga terjadi efisiensi K (Anda et
al., 2001). Selanjutnya dikemukakan bahwa terak baja dapat membentuk
muatan negatif pada tanah Oksisols sehingga meningkatkan KTK tanah yang
diukur pada pH tanah tidak dibuffer. Meningkatnya KTK pada tanah Oksisols
dibarengi dengan terjadinya peningkatan hasil kedelai secara nyata
18
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca milik Balai Penelitian Tanah
yang terletak di Instalasi Laboratorium Tanah, Jalan Raya Sindangbarang,
Bogor, pada bulan Juli – Desember 2010.
3.2. Bahan dan Alat
Bahanyang digunakan adalah tanah pasir tailing bekas penambangan
timah, tanah mineral (M), terak baja (T), dan kompos (K) (Gambar 1), pupuk
Urea, SP36, KCl, bibit tanaman padi gogo, bahan kimia untuk analisis hara
tercuci, bahan untuk analisis sifat fisika tanah, kantong plastik, karung karuna,
tali, dan alat tulis kantor.
Gambar 2. Bahan-bahan untuk me-dia tanam
Gambar 3. Foto hasil XRay mine-ralogi tailing pasir
Alat yang akan dipakai adalah pot yang terbuat dari pipa PVC dengan
diameter 8 inci, tabung besi untuk mengambil sampel tanah utuh, botol plastik
untuk mengukur air perkolasi, alat-alat untuk menetapkan sifat-sifat kimia dan
fisika tanah, timbangan, dan ayakan 2 mm.
Pasir tailing mempunyai tekstur dengan fraksi pasir, debu, dan clay
berturut-turut adalah 92.0%, 5.5%, dan 2.5%, pH H2O 5.95 dan pH KCl 5.06,
daya hantar listrik 0.0395 dS/m. Sifat kimia lainnya adalah C-organik 0.12%,
total P2O5 6.0 mg kg-1 (HCl 25%), total K20 sebanyak 4.74 mg kg-1 (HCl 25%),
Ca 0.59 cmol(+) kg-1 , Mg 0.07 cmol(+) kg-1 dengan kapasitas tukar kation 0.11
cmol(+) kg-1. Mineral yang mendominasi pasir adalah kuarsa (Gambar 3).
Secara fisik mempunyai bobot isi sebelum diayak 1.47 kg liter-1,
19 g cm-3. Pasir tailing yang digunakan untuk percobaan memiliki butir seragam <
2 mm.
Tanah mineral yang diambil dari Bojonggede dipilih karena mempunyai
fraksi pasir 1%, debu 48%, dan clay 51%, sehingga tidak menambah jumlah
pasir secara nyata. Kompos yang dipakai merupakan campuran bahan
organik dari jerami, tandan kosong kelapa sawit, gambut, dan kotoran kambing
yang dicampur dalam takaran masing-masing 25% bobot. Masing-masing
bahan dikomposkan dan setelah jadi kompos dihancurkan untuk kemudian
diayak. Kompos yang lolos ayakan 2 mm digunakan dalam percobaan sesuai
dengan perlakuan. Kompos tersebut telah matang dengan rasio C/N 4 dan
kandungan N cukup tinggi (1.75%) dan C-organik 7.13%. Terak baja yang
digunakan dalam penelitian berupa serbuk yang halus, mengandung CaO dan
Fe paling banyak, masing-masing 27.38% dan 13.47% dari bahan yang
dianalisis (Tabel 1).
Tabel 1. Sifat kimia bahan pembenah tanah (tanah mineral, kompos, dan terak baja) yang digunakan dalam percobaan
Sifat kimia Satuan Tanah Mineral Kompos Terak Baja C
Keterangan: - *) tidak ditetapkan, **) dalam ppm, ***) tidak terukur
3.3. Perlakuan
Rehabilitasi pasir tailing menggunakan pembenah tanah (ameli-oran)
campuran dari tanah mineral (M) terdiri 4 level yaitu: 0, 79, 157, dan 314 g
pot-1 atau setara dengan 0 ton ha-1, 20 ton ha-1, 40 ton.ha-1, dan 80 ton ha-1;
kompos (K) terdiri 4 level yaitu: 0, 20, 39, 79 g pot-1 atau setara dengan 0 ton
ha-1, 5 ton ha-1, 10 ton ha-1, dan 20 ton ha-1; serta terak baja (T) terdiri 4 level
20 dan 8 ton ha-1. Walaupun terdapat 3 jenis bahan amelio-ran dengan
masing-masing 4 dosis, tetapi percobaan ini tidak disusun sebagai percobaan faktorial,
tetapi hanya 31 kombinasi yang dicobakan. Amelioran tersebut dicobakan
dalam sebuah percobaan yang ditata dalam rancangan acak lengkap 3
ulangan. Total unit percobaan adalah 93 pot. Perlakuan yang dicobakan
adalah:
T000 : Kontrol, hanya pasir tailing tanpa pembenah tanah
21 T332 : Pembenah tanah, campuran 314 g pot-1M + 79 g pot -1K + 16 g pot -1T
T333 : Pembenah tanah,campuran 314 g pot 1M + 79 g pot -1K + 39 g pot -1T.
Setelah diberi tanah mineral, komposisi tekstur berubah dari 2.50%
clay menjadi 2.84%, 3.18%, dan 3.85% untuk masing-masing perlakuan,
5.50% fraksi debu menjadi 5.80%, 6.10%, dan 6.68% sedangkan fraksi pasir
berubah dari 92.00% menjadi 91.35%, 90.72%, dan 89.47% sehingga masih
memenuhi kriteria kerusakan (Puslitbangtanak, 1996).
Dari 31 perlakuan tersebut dapat dibuat grafik untuk mengetahui
pengaruh tunggal dari masing-masing bahan pembenah tanah berdasarkan
parameter pengamatan yang menggambarkan pengaruh pembenah tanah
terhadap: sifat fisika tanah, sifat kimia air perkolasi, dan keragaan tanaman
(Tabel 2).
Tabel 2. Grafik yang dapat dibuat dengan memperhitungkan petak kontrol (T000)
Tanah mineral Kompos Terak baja
011 022 033 101 202 303 110 220 330
111 122 133 111 212 313 111 221 331
211 222 233 121 222 323 112 222 332
311 322 333 131 232 333 113 223 333
Simbol-simbol yang digunakan dalam penulisan selanjutnya adalah M,
K, dan T mempunyai arti sebagai berikut: 0M artinya tanpa tanah mineral atau
tanpa penambahan fraksi clay, 20M = penambahan 79 g pot-1 = 20 ton ha-1
22
3.4. Pengumpulan Data
Contoh tanah untuk analisis sifat fisika tanah diambil menggunakan
tabung tembaga diameter dalam berukuran 4.8 cm dan tinggi 5 cm dengan
volume 90.5 mm3 dilakukan setelah padi di panen. BD ditetapkan
menggunakan metode gravimetri, ruang pori total adalah volume seluruh
pori-pori yang terdapat di dalam volume tanah utuh yang dinyatakan dalam %.
Perhitungannya adalah:
R
1
x 100%Permeabilitas menggunakan metode pengukuran konduktivitas dalam
keadaan jenuh mengikuti cara yang dilakukan oleh De Boodt (1967).
Air perkolasi adalah air yang keluar dari dalam kolom PVC pot
percobaan, ditampung kemudian diukur volumenya menggunakan gelas ukur.
Contoh air untuk menetapkan jumlah hara tercuci diambil dari perkolasi yang
terkumpul selama 1 minggu setelah pemupukan. Air perkolasi yang terkumpul
dicampur kemudian diambil contohnya untuk ditetapkan amonium, kalium, dan
fosfat yang tercuci. Penetapan amonium diukur secara kolorimetri dengan
metode Biru indofenol, kalium diukur menggunakan SSA (Spektrofotometer
Serapan Atom) metode emisi, dan fosfat diukur menggunakan SSA (Rayment
and Higginson, 1992, Menon 1973, Sudjadi dan Widjik 1972).
Untuk mengetahui jumlah hara yang diserap tanaman, batang, daun,
dan malai tanaman padi dalam kondisi kering digiling untuk kemudian
diekstrak. N ditetapkan menggunakan metode Kjeldahl pengabuan basah
sedangkan K dan fosfat menggunakan metode pengabuan basah. Unsur
haranya diukur menggunakan SSA (Walsh and Beaton, 1973; Jones, 1984;
CSTPA, 1980; dan AOAC, 2000).
Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris sejak dari permukaan
tanah sampai daun tertinggi ketika tanaman ditegakan, jumlah anakan dihitung
berdasarkan banyaknya tunas yang tumbuh dalam setiap pot. Hasil panen
berupa brangkasan (batang + daun), malai dan gabah ditetapkan bobot basah
23
3.5. Analisis Data
Analisis data dari Rancangan Acak Lengkap, menggunakan model linear
sebagai berikut:
Yij = µ +αi + εij
dimana Yij= hasilpengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j,
µ =rataan umum dari media tanam ke i ulangan ke j
αi=pengaruh perlakuan ke i
εij = pengaruh komponen acak perlakuan ke i ulangan ke j i = perlakuan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 ..., 31 sedangkan
j = ulangan 1, 2, 3
Untuk mengetahui pengaruh paling dominan dari penggunaan bahan
pembenah tanah dilakukan analisis regresi linear dengan metode stepwise
menggunakan software SPSS release 20, yaitu: menggunakan model y = a +
b1x1 + b2x2 + b3x3 dengan mengeluarkan komponen yang tidak berpengaruh
dalam percobaan tersebut. Huruf x dapat berarti M atau K atau T bergantung
kepada hasil penghitungan.
3.6. Pelaksanaan Kegiatan
Pasir tailing yang lolos ayakan 2 mm dijadikan media tanam utama.
Setiap pot percobaan terbuat dari kolom PVC dengan volume 9000 ml, tinggi
27 cm Ø 20 cm Setiap kolom diisi sekitar 8 liter atau setara dengan 12 kg
pasir tailing. Tanah mineral, terak baja, dan kompos dicampurkan merata
dengan seluruh pasir tailing. Kepadatan media tanam dalam kolom sekitar 1.3
– 1.4 kg liter-1.
Setelah seluruh kolom tanah diisi media tanam, dilakukan penanaman
padi gogo varietas Kalimutu yang berumur genjah di tengah-tengah kolom
tanah pada kedalaman 5 cm. Perlakuan ini diharapkan dapat menghindarkan
kekurangan air ketika tanaman sudah tumbuh. Setiap pot hanya dipelihara
satu tanaman agar pembentukan anakan maksimal.
Pada hari ke 7 setelah benih ditanam, dilakukan pemupukan dasar.
Jumlah pupuk dasar yang diberikan adalah 100 kg Urea ha-1, 300 kg SP36 ha -1
, dan 150 kg KCl ha-1 atau masing-masing setara dengan 0.4 g Urea pot-1, 1.2
g SP36 pot-1, dan 0.6 g KCl pot-1. Pupuk susulan I Urea saja 200 kg ha-1 atau
24 1.2 g Urea pot-1 dan 0.6 g KCl pot-1. Total pupuk yang diberikan adalah 600 kg
Urea ha-1, 300 kg SP36 ha-1 dan 300 kg KCl ha-1.
Penyiraman dilakukan berdasarkan kapasitas tanah memegang air
dengan mempertahankan kondisi kadar air kapasitas lapang sehingga tidak
terjadi aliran perkolasi. Untuk mengetahui apakah terjadi pencucian kalium
atau tidak maka diamati perkolasi yang keluar dari dalam pot dengan cara
menampungnya menggunakan penampung air di dasar pot.
Gambar 4. Pot percobaan terbuat dari kolom PVC dengan volume 9000 ml, tinggi 27 cm Ø 20 cm, A. Padi gogo, B. Campuran pasir tailing, tanah, kompos, terak baja, C. Penampung air perkolasi
Pengamatan air perkolasi dengan penyiraman berlebihan untuk
mengetahui pencucian hara dilakukan setelah dilakukan pemupukan dasar,
selama 7 hari terus menerus. Air perkolasi hasil pengamatan hari ke 1 sampai
ke 7 dikumpulkan menjadi satu contoh untuk kemudian dianalisis kandungan
amonium (NH4), PO4, dan K yang tercuci, selain itu diamati jumlah volume air
perkolasi. Untuk selanjutnya penyiraman dipertahankan sampai kapasitas
lapang agar tidak terjadi lagi pencucian hara. Analisis sifat kimia air perkolasi
menggunakan metode Walkley & Black untuk penetapan C-organik, Kjeldahl
untuk penetapan N-organik, HCl 25% untuk penetapan P2O5 dan K2O.
A
B
25 Analisis sifat fisika tanah menggunakan contoh tanah dari kedalaman 0
– 15 cm, jenis yang dianalisis adalah (1) menetapkan bobot kering per satuan
volume media tanam untuk menetapkan bobot isi, (2) metode pF untuk
mengetahui distribusi pori pada pF1, pF2, pF2.54 dan pF 4.2 serta (3)
memanfaatkan hukum Darcy dalam penetapan permeabilitas. Setelah panen
dilakukan pengambilan contoh untuk peneetapan sifat fisika tanah.
Untuk mengetahui sejauh mana perubahan kadar air di dalam media
tanam dilakukan pengukuran menggunakan TDR (time domain reflectrometry).
TDR diperkenalkan untuk mengukur kadar air sejak tahun 1975 oleh
Chudobiak dan sejak 1980 Topp et.al., Topp dan Davis (1981) serta Topp et al
(1984) menerapkan pengukuran kadar air menggunakan TDR. TDR dapat
digunakan untuk mengukur kadar air tanah di laboratorium dan lapangan,
karena menunjukkan hasil akurat untuk pengukuran kadar air tanah pada
kedalaman 0 - 150 cm.
Tanaman dan jumlah anakan padi gogo diamati setiap 2 minggu
dengan cara mengukur tegakan padi dari permukaan tanah sampai ujung daun
tertinggi. Selain itu diamati juga jumlah anakan dan jumlah anakan yang
menghasilkan malai. Ketika panen dilakukan pengamatan jumlah bobot basah
jerami dan gabah untuk kemudian dikeringkan dan setelah kering ditimbang
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembenah tanah sering disebut amelioran atau soil amandment yang
diberikan untuk merehabilitasi tailing bekas penambangan timah terdiri dari
tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T) diarahkan agar dapat
memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah tailing pasir. Di bawah ini dibahas
pengaruh dari ke tiga bahan amelioran tersebut terhadap (1) sifat fisika tanah
(2) jumlah hara tercuci, (3) jumlah hara diserap tanaman, (4) pertumbuhan
dan hasil tanaman, dan (5) proporsi bahan pembenah tanah terbaik untuk
merehabilitasi tailing pasir 92%.
4.1. Sifat Fisika Tanah
Sifat fisika tanah yang penting karena berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman diantaranya adalah bobot isi tanah, ruang pori total dan
distribusi pori, serta kapasitas air tersedia dan laju permeabilitas. Data sifat
fisika tanah dianalisis secara statitistik, yaitu analisis keragaman dan regresi
dengan metode stepwise, hasil analisis regresi disajikan di bawah ini.
Pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap sifat fisika tanah yang diamati,
sebagian sifat fisika tanah mempunyai keragaman tinggi dan sebagian tidak.
Hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa tanah mineral, kompos, dan
terak baja dapat menjadi kunci keberhasilan dalam memperbaiki bobot isi
tanah dan sifat fisika tanah lainnya.
4.1.1. Bobot isi
Bobot isi pasir tailing yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1.64
g cm-3, setelah diberi pembenah tanah menjadi lebih rendah pada semua
perlakuan pemberian tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T),
kecuali pada perlakuan T113 (20 ton.ha-1 tanah mineral, 5 ton.ha-1 kompos,
dan 8 ton.ha-1 terak baja) tidak mengalami perubahan yaitu 1.64 g cm-3
(Lampiran 2). Berdasarkan hasil perhitungan regresi, bobot isi sangat
dipengaruhi oleh penambahan tanah mineral (M) diikuti oleh terak baja (T) dan
kompos (K), persamaan regresi yang dihasilkan disajikan pada Tabel 3 dengan
nilai R tertinggi 0.628**.
Pemberian tanah mineral berpengaruh sangat nyata terhadap
27 mineral makin rendah bobot isinya. Hal ini dapat dimengerti sebab tanah
mineral mempunyai bobot isi yang lebih rendah dibandingkan pasir tailing, dan
jika dicampurkan maka terjadi penurunan bobot isi (Gambar 5). Pembenah
tanah M mempunyai fraksi clay yang dapat menjadi penyemen butir-butir pasir
mengisi celah-celah di antara butir-butir pasir dan dalam proses membentuk
struktur. Pemberian tanah mineral dapat meningkatkan volume tanah tetapi
menurunkan bobotnya. Komponen tanah mineral sangat dominan dalam
mempengaruhi penurunan bobot isi tanah diikuti oleh kompos tetapi terak baja
menghambat peranan tenah mineral dan kompos (Table 3).
Tabel 3. Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap bobot isi tanah
Model Persamaan regresi Nilai R
M
y = 1.612 – 0.001M 0.518**M, T
y = 1.600 – 0.001M + 0.003T 0.576**M, T, K
y = 1.609 – 0.001M + 0.004T – 0.002K 0.628** Keterangan: **) = sangat nyataGambar 5. Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T)) terhadap bobot isi media tanam padi gogo
4.1.2. Ruang pori total (RPT)
Penurunan bobot isi diikuti oleh peningkatan ruang pori total (RPT),
makin banyak penambahan tanah mineral, terak baja dan kompos makin tinggi
jumlah ruang pori total yang terukur. Semua bahan pembenah tanah
berpengaruh terhadap ruang pori total tanah (Tabel 4), tanah mineral
28 meningkatkan ruang pori total tetapi terak baja agak menghambat peningkatan
tersebut. Ruang pori total meningkat pada semua perlakuan yang mendapat
80 ton ha-1 tanah mineral yang ditambah dengan kompos (Gambar 6). Terak
baja berperan agak menghambat peningkatan ruang pori total mungkin
disebabkan oleh kandungan kalsium dan besi yang mampu berperan sebagai
agen penyemen butiran pasir.
Tabel 4. Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap ruang pori total tanah
Model Persamaan regresi Nilai R
M
y = 37.784 + 0.027M 0.517**M, T
y = 38.228 + 0.030M – 0.136T 0.575**M, T, K
y = 37.881 + 0.026M – 0.153T + 0.059 K 0.627** Keterangan: **) = sangat nyataGambar 6. Pengaruh bahan pembenah tanah (tanah mineral (M), kompos (K), dan terak baja (T)) terhadap ruang pori total media tanam padi gogo
4.1.3. Distribusi pori
Pori-pori tanah didominasi oleh pori aerasi atau pori drainase cepat
yang mempunyai ukuran 296μ – 28,6μ dengan jumlah pada kisaran 30%
volume, kemudian diikuti oleh pori drainase lambat yang berukuran 28,6μ –
8,6μ dan jumlah pori air tersedia yang berukuran 8,6μ – 0,2μ paling sedikit
jumlahnya.
Pori air tersedia paling berperan dalam menyimpan dan menye-diakan
air untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
29 mengalami cekaman air yang berujung pada kekeringan. Pemberian tanah
mineral (M) berpengaruh nyata terhadap jumlah pori aerasi, pori drainase
lambat, dan pori air tersedia (Gambar 7). Jumlah pori air tersedia makin
banyak, sesuai dengan meningkatnya jumlah tanah mineral. Pada Tabel 5
terlihat bahwa terak baja berpengaruh menghambat peningkatan jumlah pori
drainase lambat.
Tabel 5. Persamaan regresi pengaruh pembenah tanah terhadap pori aerasi, pori drainase lambat, dan pori air tersedia tanah
Model Persamaan regresi Nilai R
Pori aerasi
Keterangan: **) = sangat nyata
Peningkatan kapasitas air tersedia menjadi tolok ukur keberhasilan
rehabilitasi tanah tailing pasir karena tanah akan lebih mampu mendukung
pertumbuhan tanaman. Dukungan tersebut sangat nyata karena tanaman yang
tumbuh dalam pot diberi perlakuan tanah mineral > 40 ton ha-1 secara visual
terlihat tidak mengalami kekurangan/cekaman air.
Pemberian kompos (K) membantu tanah mineral (M) meningkatkan
kapasitas air tersedia (Gambar 7). Hal ii sesuai dengan hasil penelitian
penggunaan bahan organik untuk memperbaiki tanah terdegradasi, yaitu
mampu meningkatkan jumlah pori-pori tanah (Suwardjo, 1980; Undang Kurnia,
1997; dan Sutono, 2008).
Pola distribusi pori yang menarik untuk diperhatikan disajikan pada
Gambar 7C, makin banyak amelioran terak baja yang diberikan ke dalam
tanah makin berkurang jumlah pori drainase lambat dan pori air tersedianya,
tetapi makin banyak jumlah pori aerasi yang terbentuk. Oleh karena itu,
pemberian terak baja dalam dosis tinggi tidak dianjurkan untuk memperbaiki
sifat-sifat fisika tanah pasir tailing, terak baja yang diperlukan tidak melebih 3
30
Keterangan: PA = pori aerasi, PDL = pori drainase lambat, PAT = pori air tersedia
Gambar 7. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap distribusi pori (aerasi, drainase lambat, air tersedia) media tanam padi gogo.
Pada semua perlakuan pemberian pembenah tanah, jumlah pori aerasi
masih terlalu tinggi dan air tersedia masih rendah. Tingginya jumlah pori
aerasi akan menyebabkan proses evaporasi dari permukaan tanah lebih
dominan. Sebaliknya kapasitas air tersedia yang rendah akan menyebabkan
tanaman mudah kekurangan air.